Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH FILSAFAT ILMU

POSITIVISME LOGIS (WILHEM DILTHEY DAN LINGKARAN WINA)


Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu : Ragil Meita Alfathy S.Pd., M.Pd

Penyusun
Kelompok 8 Perbankan Syariah C

Hilda Latifah Andini (2017202131)


Devi Dewi Anggraeni (2017202129)
Nisa Filzati Yuliasih (2017202133)
Reysa Aziz Eka Juliana (2017202134)

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UIN PROF. K.H SAIFUDDIN ZUHRI PURWOKERTO
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ Positivisme Logis
(Wilthem Dilthey dan Lingkaran Wina) “ ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari ibu
Ragil Meita Alfathy S.Pd., M.Pd pada mata kuliah Filsafat Ilmu. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang Positivisme Logis (Wilthem Dilthey dan
Lingkaran Wina). Bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terimakasih kepada ibu Ragil Meita Alfathy S.Pd., M.Pd selaku
dosen yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
sesuai mata kuliah yang ditekuni.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membagi
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari makalah
yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangunakan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Purwokerto, 05 November 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Positivisme merupakan perkembangan lanjutan dari aliran empirisme, seperti halnya
paham empirisme telah menjadi sumber filosofis bagi positifisme terutama pada masalah
pandangan objektiv mereka terhadap ilmu pengetahuan. Dalam perkembangannya, pada
abad 20 M muncullah aliran filsafat ilmu pengetahuan yakni positivisme logis, dimana
positivism logis (neopositivisme) ini berkembang di lingkungan Wina, Austria. Dalam
makalah ini akan membahas sedikit tentang positivism logis di lingkungan wina.
Positivisme logis merupakan sebuah model epistemologi era kontemporer yang di
dalam langkah-langkah progresinya menempuh jalan melalui observasi, eksperimentasi
dan komparasi. Seluruh pandangan positivisme diangkat oleh positivisme logis, hanya
perbedaannya positivisme logis lebih menekankan pada analisa bahasa dan prinsip
verifikasi.
Posivitisme bertujuan untuk melanjutkan pandangan empirisme, yaitu mengutamakan
pengalaman indrawi. Namun, di sisi lain, positivisme membatasi diri pada pengalaman
indrawi objektif saja. Sementara itu, empirisme masih menerima pengalaman subjektif
atau batiniah sebagai sumber atau dasar pengetahuan.
Positivisme logis semata-mata melihat fakta-fakta yang terukur. Padahal, terdapat
realitas yang tidak selamanya dapat diukur, yang justru merupakan hakikat fakta-fakta
yang demikian itu. Implikasinya akan memunculkan cara pandang baru dalam model
penelitian, yang merupakan hakikat perkembangan ilmu, yang kemudian menjadi pra-
syarat mencapai obyektivitas

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu Positivisme logis menurut Wilhem Dilthey
2. Bagaimana Positivisme logis dalam Lingkungan Wina, serta apa tujuan dan manfaatnya

C. TUJUAN PEMBAHASAN
1. Mengetahui positivism dari sudut pandang wilhem dilthey
2. Mengetahui lingkungan wina serta tujuan dan manfaat dari positivism logis
BAB II
PEMBAHASAN
Munculnya Positivisme Logis (disebut juga sebagai empirisme logis, empirisme
rasional, dan juga neo-positivisme), berhubungan erat dengan lingkungan Wina. Yaitu suatu
kelompok yang terdiri dari sarjana-sarjana ilmu Pasti, Ilmu Alam, Ahli Matematika, Logika
dan sains. Gerakan ini didirikan oleh Moritz Schlik pada tahun 1924 yang berpusat di Wina,
wina sendiri merupakan suatu kota sekaligus sebagai pusat kelompok yang terkenal dengan
nama Vienna circle atau Mazhab Wina (Kring Wina). Selain Moritz Schlik terdapat beberapa
anggota lainnya yaitu neurath dan carnap. Dari pemikiran ketiga tokoh ini tersusun tujuan
dari komunitas lingkaran wina dan merumuskan bahwa kebenaran suatu pengetahuan
haruslah memenuhi syarat, yaitu : observable (teramati), repeatable (terulang), measurable
(terukur), testable (teruji), dan predictable (teramalkan).
Positivisme Logis secara mengembangkan kesamaan bahasa bagi seluruh ilmu
pengetahuan. Bahasa fisika, menurut Carnap, merupakan bahasa universal dan disebut
fisikalisme. Fisikalisme bermaksud menyangkal setiap perbedaan prinsipiil antara ilmu
pengetahuan alam dengan pengetahuan budaya, sehingga seluruh gejala fisika, psikis, dan
kultural dapat dikembalikan kepada gejala empiris sehingga fisikalisme menjadi bahasa
universal.Konsekuensinya, jika fisikalisme digunakan sebagai sistem dalam bahasa ilmu,
maka tidak ada tempat bagi metafisika.
Positivisme logis terdapat cara pandang yang menganggap bahwa hanya ada satu
bentuk pengetahuan yaitu pengetahuan yang berdasarkan dari pengalaman yang telah
dilakukan observasi sebelumnya serta dapat dilihat melalui bahasa logis dan matematis.
Memasuki era modern eksistensi dari teori positivisme logis tetap berada pada kajian
beberapa ahli filsuf. Salah satunya yaitu Wilhelm Sechrer. Beliau merupakan seorang filsuf
sekaligus professor dan sejarawan sastra yang menciptakan karya-karyanya berdasarkan
pandangan positivisme. Setiap karyanya memiliki hipotesis pada penelitian sejarah secara
rinci dan berakar pada fakta filologis atau objektivitas sejarah
Dalam positivism logis sepakat dalam menggunakan verivikasi dalam menentukan
kebenaran ilmiah. Implikasi terhadap bahasa yang digunakan dalam para pemikir filsafat
dalam melakukan pemurnian bahasa dengan menghilangkan kekaburan arti, makna ganda,
dan menilak sama sekali metafora karena dianggap tidak memberi kepastian dan tidak bisa
verifikasi. Maka dari itu verivikasi terhadap bahasa berpengaruh terhadap bahasa hokum.
Dengan dibagi menjadi 3 penggunaan bahasa yaitu deskriptif, pernyataan deskriptif adlah
kalimat yang dapat diklasifikasikan sebagai benar dan tidak benar serta ditentukan dalam
pengujian verivikasi pernyataan pada kenyataan. Kemudian evaluative, digunakan untuk
mengevaluasi. Kemudian prespektif ditujukan untuk mengarahkan perilaku manusia.
Positivisme logis juga berpendapat bahwa filsafat harus dapat memberikan kriteria
yang ketat untuk menetapkan apakah suatu pernyataan adalah benar, salah atau tidak
memiliki arti sama sekali. Positivisme logis juga merupakan aliran yang membatasi pikiran
pada segala hal yang dapat dibuktikan dengan pengamatan atau analisis definisi dan relasi
antara istilah-istilah. Menurutnya filsafat tidak akan mampu memecahkan problema-
problema dalam ilmu pengetahuan, kecuali memberikan suatu penjelasan yang logis.
Positivisme Logis adalah pengetahuan itu bertujuan untuk menentukan isi konsep-
konsep dan pernyataan-pernyataan ilmiah yang dapat diverifikasi secara empiris. Positivisme
logis berusaha untuk mengatur ulang pengetahuan ilmiah di dalam suatu sistem. Sistem
tersebut berupa kesatuan ilmu untuk menghilangkan perbedaan antara ilmu-ilmu yang
terpisah, seperti fisika, kimia, biologi, psikologi, sosiologi, dll.
Sebuah pernyataan menurut positivisme logis dapat dikatakan bermakna jika
pernyataan tersebut dapat diverivikasi secara empiris berdasarkan hubungannya dengan data
atau fakta dan juga dapat diterima secara logis, contoh :

Kebenaran empiris Kebenaran logis


Mementingkan objek induktif, Mementingkan objek deduktif,
mengutamakan pengamatan indrawi mengutamakan penalaran
1. Air lebih berat daripada batu, maka batu tenggelam dalam air.
2. Air lebih ringan daripada batu, maka batu tenggelam dalam air.
3. Air lebih ringan daripada batu, maka batu mengambang diatas air.
4. Air lebih berat daripada baru, maka batu mengambang diatas air.

Proporsi diatas kemudian diverivikasi secara empiris-logis, maka


1. Mengandung kebenaran empiris, tetapi tidak mengandung kebenaran logis
2. Mengandung kebenaran logis dan kebenaran empiris
3. Tidak mengandung kebenaran logis maupun kebenaran empiris
4. Mengandung kebenaran logis tetapi, tidak mengandung kebenaran empiris.

“Dikatakan sebagai kebenaran ilmiah, apabila suatu pernyataan mengandung kebenaran


logis dan kebenaran empiris.”
Konsekuensi dari cara pandang Positivisme Logis ini adalah, semua bentuk diskursus
yang tidak dapat diverifikasi secara empiris dan logis, termasuk di antaranya adalah etika dan
estetika, tidak memiliki makna apa-apa, sehingga digolongkan ke dalam metafisika.
Positivisme Logis juga menghendaki agar ilmu-ilmu dibangun dalam satu kesatuan
metodologis yang berlaku umum bagi seluruh usaha ilmiah baik dalam ilmu pengetahuan
alam maupun ilmu pengetahuan social.

KRITIK DAN KEKURANGAN POSITIVISME LOGIS


Positivisme logis yang juga memiliki berbagai kekurangan di dalamnya pada akhirnya
memunculkan berbagai kritik dari berbagai pihak. Beberapa kekurangan dalam positivisme
antara lain:
1. hilangnya hegomoni agama pada abad pertengahan yang digantikan dengan hegemoni
ilmu pengetahuan.
2. terciptanya satu rasionalitas ilmiah yang menghilangkan rasionalitas lain, tidak diakuinya
sifat kontingensi, relativitas, dan rasio manusia, dan lain-lain.
Dua hal ini lah yang menjadi penyebab timbulnya banyak kritik terhadap positivisme.
Karl Popper juga mengkritik mengenai metode induksi yang digunakan oleh
positivisme logis untuk menciptakan ilmu pengetahuan ilmiah. Proses induksi dianggap
memiliki kelemahan pada proses penarikan kesimpulan dimana terdapat kemungkinan
generalisasi yang dilakukan berdasarkan premis-premis yang dikumpulkan ternyata tidak
sesuai dengan fakta yang ada.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Positivisme logis merupakan sebuah model epistemologi era kontemporer yang di
dalam langkah-langkah progresinya menempuh jalan melalui observasi, eksperimentasi dan
komparasi. positivism logis (neopositivisme) ini berkembang di lingkungan Wina, Austria
Positivisme logis terdapat cara pandang yang menganggap bahwa hanya ada satu
bentuk pengetahuan yaitu pengetahuan yang berdasarkan dari pengalaman yang telah
dilakukan observasi sebelumnya serta dapat dilihat melalui bahasa logis dan matematis.
positivism logis sepakat dalam menggunakan verivikasi dalam menentukan kebenaran ilmiah.
Implikasi terhadap bahasa yang digunakan dalam para pemikir filsafat dalam melakukan
pemurnian bahasa
Kekurangan dari positivism logis yaitu hilangnya hegomoni agama pada abad
pertengahan yang digantikan dengan hegemoni ilmu pengetahuan, dan terciptanya satu
rasionalitas ilmiah yang menghilangkan rasionalitas lain, tidak diakuinya sifat kontingensi,
relativitas, dan rasio manusia.

Saran
Tentunya kami dari kelompok 8 Mata Kuliah Filsafat Ilmu selaku penulis makalah ini
menyadari jika dalam penyusunan makalah diatas banyak kesalahan serta jauh dari kata
sempurna. Adapun nantinya penulis menggunakan pedoman dari beberapa sumber yang valid
serta penulis berterimakasih kepada pihak dan anggota kelompok yang telah berpartisipasi dan
bekerjasama dalam pembuatan makalah ini, sehingga dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Daftar Pustaka
https://pgsd.binus.ac.id/2015/10/07/perpaduan-positivisme-hermeneutik-sebagai-pondasi-
neuroresearch/

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://lib.ui.ac.id/file%3Ffile%3
Ddigital/20305459-D%25201260

http://wilopo.lecture.ub.ac.id/files/2012/01/LINGKANGKARAN-WINA-EDIT2.pdf

Anda mungkin juga menyukai