Anda di halaman 1dari 10

TINJAUAN KRITIS POSITIVISME LOGIS ALFRED JULES AYER

RELEVANSINYA DALAM KEHIDUPAN BERAGAMA


Oleh : A’an Mujibur Rohman
19205012003

Abstrak :
Beberapa pemikir filsafat mengkritisi pemikiran positivisme logis Alferd Jules Ayer. Mereka
berpandangan bahwa landasan dasar yang dipakai dalam positivisme logis tidak dinyatakan
dalam bentuk yang konsisten. Masalah yang muncul adalah prinsip tentang teori positivism logis
Alfred Jules Ayer tidak dapat dibuktikan secara empiris. 1 Begitu juga dalam hal pembuktian
teori, bentuk eksistensi positif atau dalam bentuk universal negative mungkin bisa dengan mudah
dibuktikan kebenarannya. Penolakan Ayer tentang metafisika khususnya dan positivisme logis
didasarkan pada kriteria - kriteria logis yang tidak dimiliki ungkapan-ungkapan metafisika.
Penerapan prinsip verifikasi untuk menguji apakah suatu pernyataan bermakna atau tidak,
diterima sebagai suatu cara yang paling tepat dan akurat untuk menggambarkan data faktual dan
menghapuskan metafisika dalam bidang filsafat. Tulisan ini ingin menelusuri jejak pemikiran
positivisme logis Alfred Ayer dan kritik atas gagasan prinsip verifikasinya.
Keyword : Alferd Jules Ayer, Positivism logis, Prinsip verivikasi.

Pendahuluan
Teori positivisme sekarang telah menjadi salah satu kajian yang menarik dilakukan.
Posisi filosofis yang menekankan pada sisi sisi factual pengetahuan, terkhusus lagi pada
pengetahuan ilmiah, tidak menerima nilai kognitif dari metafisis. Penganut positivisme logis
memandang bahwa konsep dan proposisi yang ada difilsafat tradisional adalah salah dan tak
bermakna, karena kesemuanya tidak bisa dipecahkan melalui verivikasi oleh pengetahuan yang
berhubungan dengan tingkatan terrtinggi alam abstrak. Pemikiran positivisme ini memberikan
dasar pijakan bagi paham filsafat analitik terutama kelompok Wina (viena circle), yang
menamakan dirinya sebagai positivisme logis. Pandangan positivism logis ini lebih menekankan
pada sisi analisa bahada juga apa yang dinamakan prinsip verifikasi2. Sehingga positivism logis
bisa dimaknai sebagai sebuah model epistemology masa kontemporer yang mana dilamanya
terdapat langkah progresi melalui sebuah obeservasi, perbandingan dan ekperimen seperti yang
sudah digunakan pada ilmu alam. Disamping itu juga menggunakan pola penelitian dengan

1
Graham Macdonald, “Alfred Jules Ayer,” May 7, 2005,
https://stanford.library.sydney.edu.au/archives/spr2014/entries/ayer/.
2
Sugeng Suryanto and Agoes Hendriyanto, “Pengembangan Modul Filsafat Bahasa,” Jurnal Pendidikan
Bahasa dan Sastra UPI 17, no. 1 (April 2017): 42–57.
presisi verifiabilitas, konfirmasi dan eksperimentasi dengan derajat optimal, dengan maksud agar
sejauh mungkin dapat melakukan prediksi dengan derajat ketetapan yang optimal pula.

Bagi positivistic kebenaran dapatlah diukur, maksudnya sesuatu yang benar maupun
nyata haruslah logis juga konkrit dan tentu memberi sebuah kemanfaatan. 3 Dimensi kehidupan
yang abstrak juga kualitatif sebagai dampak, dan menjadi terabaikan dari pengamatan. Karena
sifatnya yang natural dan diterministik akhirnya banyak kritik dan koreksi yang bermunculan.
Manusia sebagai makhluk yang sempurna dilihat hanya sebagai dependent, tidak sebagai
independent variable. Artikel ini mencoba melihat, menganalisa pola pemikiran dan pandangan
positivism logis, khususnya pada pemikiran Ayer. Pengetahuan metafisika yang dipandang dan
dianut oleh sebagaian besar orang ditolak oleh kaum positivis. Dari catatan kritis akan
didapatkan efek yang ditimbulkan oleh pandangan mereka terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri
dan bagi perjalanan kehidupan manusia.

Sejarah Positivisme Logis

Munculnya Positivisme Logis, sangat berkaitan erat dengan Lingkungan Wina, dimana
Lingkungan Wina terdiri dari kelompok sarjana sarjana ilmu pasti dan matematika juga sains.
Gerakan di Wina ini dimulai oleh Moritz Schlik (1882-1926) dengan filsafatnya pada tahun
1924. Kelompok ini terkenal dengan nama Vienna Circle atau sering disebut Madzab Wina.
Keanggotaannya yakni Kurt Goedel, Hans Hahn, Karl Menger (ketiga-tiganya ahli
matematika), Victor Craft seorang filofos, Rudolf Carnap, Ayer dan tokoh filsafat lainnya.4

Pada awalnya pandangan ini dipengaruhi olej pandangan Ludwig Wittgenstein,


walaupun Wittgenstein kurang begitu aktif dalam kelompok wina ini. Inisiasi folosifis Wina ini
lebih banyak di warnai oleh ilmuwan ilmuwan pengetahuan positif seperti Auguste Comte
dengan kritiknya kepada agama dan metafisika sebagai sumber suah kebenaran. Hal lainnya
juga dipengaruhi oleh budaya empirisempirisme David Hume juga logisnya Russel. 5 Verhaark
menyampaikan ada tiga hal yang mempengaruhi positivisme logis, yaitu empirisempirisme dan
positivisme, khususnya Hume, Mill dan Mach. Kedua, metode empiris yang sudah
3
Samsuri -, “Bahasa Positivistime Logis dan Maknanya Bagi Agama : Kajian Pemikiran Rudolf Carnap,”
Millah: Jurnal Studi Agama 3, no. 1 (August 2, 2016): 123–41, https://doi.org/10.20885/millah.vol3.iss1.art8.
4
Sunardi Sunardi, “Filsafat Analitis Bahasa Dan Hubungannya Dengan Ilmu Linguistik Pragmatik,” LITE:
Jurnal Bahasa, Sastra, dan Budaya 7, no. 2 (September 30, 2011): 64–83, https://doi.org/10.33633/lite.v7i2.494.
Hal 2
5
Dr Zulfis, S Ag, and M Hum, “Dialog Epistemologi Nidhal Guessoum Dan Ken Wilber,” n.d., 337.
dimunculkan oleh beberapa ilmuwan terdahulu spade abad ke 19, misalnya Poincare, Einstein
dan lainya. Dan yang ketiga Perkembangan logika simbolik dari Frege Whithead, Russell dan
Wittgenstein yang sudah berkembang sebelumnya.

Munculnya gerakan baru Ayer ini bertujuan untuk memperbarui positivisme Aguste
Comte dengan menutupi kekurangan kekurangan yang ada. Dari beberapa pengikut aliran ini
Ayar dilihat paling mempunyai momen baik dan memunculkan ide dan pemikirannya. Secara
perlahan mengalami smodifikasi modifikasi sebagai cara untuk menutui kelemahan yang masih
ada. Verifikasi kriteria kebermaknaan, secara terus menerus dikembangkan dalam verifikasi
prinsip yang memainkan peranan yang sangat berarti dalam penerimaan suatu pernyataan
ilmiah. Pada saat yang sama juga basis factual dikembangkan. Positivisme dalam
perkembangan nya membicarakan tiga hal yakni komponen bahasa yaitu bahasa teoritis, bahasa
observasional juga kaidah korespondensi yang menghubungkan keduanya. Sisi penting dari
positivistic, mereka menegaskan informasi factual hanya ada didalam bahasa observasional,
berbeda dengan bahasa teoristis, bahasa ini dipandang tidak memliki arti faktua terkecuali
pernyataan atau proposisi tersebut diterjemahkan kebahasa observasional dengan kaidah
korespondensi. Ayer sendiri mencoba mengintrodusir pandangan positivism logis yang berjalan
di Wina dan mensintesakan dengan pola atau metode yang digunakan Moore dan Russle.
Nampaknya Ayer sendiri mempunyai pola dan karakteristik yang berbeda dalam menciptakan
klarifikasi dan kecermatan dalam bidang filsafat. Ayer juga melanjutkan tradisi empiris dari
Inggris khususnya Hume dan penekanannya pada analisa logis versi dari Bertrand Russel.

Model Pemikiran Positivisme Ayer

Alfred Jules Ayer sebagai salah seorang filsuf mengembangkan konsep filosofis
positivisme logis secara lebih radikal. Ayer sempat mengunjungi Universitas Wina untuk
bertemu para folosof. Sekembalinya dari Wina ia diangkat sebagai dosen hingga mendapat
gelar profesor logika di Oxfors. Bukunya Language, Truth and Logic merupakan salah satu
karya yang sangat dikagumi oleh peminat filsafat Inggris pada abad ke-20. Buku ini cukup
menarik perhatian karena dasar yang digunakan Ayer cukup radikal. Buku lain yang dianggap
penting yang mengangkat msalah masalah skeptisisme filosofis yakni the problem of
knowledge (1956). Buah karyanya yang lain adalah: The Foundation of Emperical Knowledge
(1940);6 The Origins of Pragmatism (1968); Russell and Moore, The Analytical Heritage
(1971); Russell (1972); Probability and Evidence (1972); The Central Problems of Philosophy
(1973).

Dalam bukunya Language, Truth and Logic, terlihat bahwa pandangan Ayer bukan
merupakan sesuatu yang baru dalam filsafat pada abad 20. Berapa muatannya masih sejalan
dengan apa disampaikan oleh Lingkungan Wina. Karena Ayer sendiri dalam beberapa waktu
sebelumnya pernah menetap di Wina. Dan dengan hasil karyanya Ayer berkeinginan untuk
mengintridusir pola fikir positivism logis yang ada di Inggris. Ada kecocokan dalam
pendekatan Ayer, yang mana hampir sama dengan usaha yang dilakukan oleh Moore dan
Russel sebelumnya guna memunculkan kejelasan dan ketelitian dalam filsafat.7

Positivisme logis menjadi bagian dari salah satu aliran yang memberikan batas pada
pembuktian dan pemgamatan, juga relasi antar istilah yang ditemukan. Filsafat ilmu murni bagi
mereka tidak lebih hanya membahas dan mengkaji bahasa ilmu. Secara fungsinya lebih upaya
mengurangi metafisika dan lain pihak mengkaji struktur logis pengetahuan ilmiah dan bertujuan
untuk menentukan konsep juga pernyataan ilmiah yang diferivikasi secara empiris. Positivisme
logis juga merupakan aliran yang membatasi pikiran pada segala hal yang dapat dibuktikan
dengan pengamatan atau analisis definisi dan relasi antara istilah-istilah. Menurut positivisme
logis, filsfat ilmu murni mungkin hanya merupakan analisis logis tentang bahasa ilmu. Fungsi
analisis ini di satu pihak mengurangi metafisika (filsafat dalam arti tradisional) dan di lain
pihak meneliti struktur logis pengetahuan ilmiah dan bertujuan untuk menentukan isi konsep
-konsep dan pernyataan ilmiah yang diverifikasi secara empiris.

Sebagaimana dijelaskan bahwa kelompok lingkungan Wina disatu pihak menaruh


antusiasme besar bagi ilmu pengetahuan dan matematika, di lain pihak mengambil sikap negatif
terhadap metafisika. Yang penting bagi mereka menentukan bermakna atau tidaknya suatu
ungkapan dalam filsafat dan ilmu pengetahuan, tidak mempermasalahkan dan memperdebatkan
benar tidaknya suatu ungkapan, sehingga pada urutannya mereka berkeinginan mewujudkan
norma atau nilai yang jelas yang mampu membedakan pernyataan yang bermakna dari
ungkapan yang tidak bermakna. Oleh karena itu mereka selanjutnya akan membuat apa yang
6
Nunuk Indarti, “Jurnal Al-Makrifat Vol 5, No 1, April 2020,” N.D., 30.
7
Oleh I Made Madiarsa, “Pemecahan Masalah Menurut Teori Falsifikasi Dari Karl Raimund Popper” 11, No.
3 (2012): 18.
dikenal dengan prinsip verifikasi. Positivisme logis Ayer nampaknya bertujuan membatasi
penyelidikannya dengan menerapkan metode baru, manusia akhirnya akan terbebas dari
obrolan yang sia sia , dimana keadaan ini telah difahami dan diyakini oleh pikirannya sendiri.

Tahapan perkembangan positivism logis memandang filsafat filsafat dahulu menyelidiki


tentang hakikat manusia, jiwa, keadilan juga lainnya. Kesemuannya dipandang tidak
memberikan sumbangsih apapun yang berarti kepada manusia dan memandang kenyataan
kehidupan da semua diskusi atau obrolan tidak akan lepas dari pembuktian inderawi.
Pernyataan Tuhan itu ada atau tidak dibuktikan secara empiris, maka omong kosong belaka
atau bisa dikatakan tidak benar juga tidak dusta.

Ayer sendiri menyampaikan bahwa theisme sangat mengacaukan dan kalimat tentang
Tuhan, teologi tidak dapat diverifikasi atau tidak bisa dikatakan salah (falsifikasi). Berbicara
tentang kepercayaan atau tidak percaya, yakin atau tidak secara logis tidaklah mungkin. Maka
ketika berbicara tentang, keyakinan atau ketidakyakinan secara logis tidaklah mungkin. Ayer
secara tegas melihat Atheisme dan Theisme sama sama tidak tidak bisa dimaknai dan
dipahami.8 Tidak ada sebuah alasan logis untuk menyangkal atau meragukan konsep Tuhan dan
agama.

Wittgenstein sendiri mengemukakan tentang metode menentukan kebenaran dalam


filsafat yakni dengan mengungkapkan apa yang bisa dikatakan, sehingga diam itu sendiri
adalah pilahan yang tepat dalam menghadapi hal hal yang tidak bisa di diskusikan atau
dibicarakan. Dan ini menjadi salah satu dari persoalan metafisika, yakni tanda tanda proposisi
atau pernyataan tidak akan terbukti dalam pembicaraan tersebut. Masalah filosofis hanya
terpecahkan bilamana kata kata yang dipakai tidak mengandung unsur kekaburan arti
(vagueness), kemaknagandaan (ambiquity) dan ketidakterangan (in explicitness). Bagi
positivism logis pengetahuan merupakan kesan yang dipicu oleh obyek kepada indera kita dan
pengetahuan termasuk kebenaran adalah bentuk respon terhadangan rangsangan dari objek
tersebut.

Prinsip Verifikasi

8
“Hubungan Fakta Dan Makna Pada Prinsip Verifikasi Perspektif Alfred Jules Ayer - Neliti,” accessed
January 18, 2021, https://www.neliti.com/publications/232238/hubungan-fakta-dan-makna-pada-prinsip-verifikasi-
perspektif-alfred-jules-ayer.
Dasar konsep dari pandangan positiveisme logis sangat kental dengan logika,
matematika, dan ilmu pengetahuan alam lainnya yang berkonotasi positif dan empiris. Metode
ilmu pengetahuan positif dan empiri akan menentukan analisis logis pada pernyataan ilmiah
juga filsafat. Sebagaimana Ayer sendiri merumuskan konsep dengan istilah prinsip verifikasi.
Beberapa pernyataan Ayer yang menjadi prinsip dasar verifikasi yakni “We say that a sentence
is factually significant to any given person, if, and only if, he knows what observations would
lead him, under certain conditions, to accept the propotition as being true, or reject it as being
false. If, on the other hand the putative proposition is of such a character that assumption
whatsoever concering the nature of his future experience, then, as far as he is concerned it is, if
not a tautology, a mere pseudo-proposition. The sentence expressing it may be emotionally
significant to him, but it is not literary significant”

Pernyataan Ayer ditas ini bisa disimpulkan bahwa hakikatnya prinsip verifikasi
bermaksud mentukan bermakna atau tidaknya suatu ungkapan, bukan menentukan suatu kriteria
sebenarnya. Sebuah proposisi terkadang bisa benar dan bisa juga salah, namun ungkapan
tersebut merupakan pernyataan observasi yang berkaitan dengan realitas inderawi. Dinyatakan
bermakna apabila dilakukand melaui observasi atau verifikasi. Dalam hal ini membutuhkan
data empiris atau fakta. Memverifikasi mempunyai makna menguji dan membuktikan secara
empiris.9

Semua Ilmu pengetahuan dan pastinya filsafat mempunyai suatu proposisi baik dalam
bentuk aksioma, teori maupun lainnya. Dianggap memiliki makna bila secara prinsip bisa
diverifikasi berdasarkan pengalaman empiris. Bagi prinsip verifikasi, tidak ada keharusan
menghasilkan pernyataan yang benar, hanya setiap pernyataan yang harus atau mesti benar.
Maka dari itu suatu proposisi yang secara prinsip tidak bisa untuk di verifikasi maka pernyataan
tersebut pada hakikatnya tidak bernilai maka apapaun. Bagi positivisme logis pernyataan
pernyataan metafisi merupakan pernyataan yang tidak bermakna, karena proposisi tersebut
tidak dapat di verifikasi. Pernyataan pernyataan seperti “realitas itu bersifat absolut” atau
“realitas itu tidak absolut” kedua-duanya tidak mungkin diverifikasi konsekuensinya.
Pernyataan tersebut tentu tidak mempunyai peluang untuk di lakukan pembuktian secara

9
Indah Febriani, “Penalaran Hukum dan Penemuan Kebenaran,” Legalitas: Jurnal Hukum 12, no. 1 (June 25,
2020): 1–12, https://doi.org/10.33087/legalitas.v12i1.190.
empiris. Ini yang bagi semua pihak menggungkapkan bahwa positivisme logis sangat radikal
terhadap metafisika.

Kritik Terhadap Metafisika

Positivisme logis Ayer menolak terhadap pengetahuan yang tak terungkap (metafisis),
sekaligus menggambarkan konsekuensi tugas filsafat menurut kacamata ayer. Ayer mencoba
menggabungkan pemikiran Moore yang betitik dari penggunaan sehari hari. Penolakan kaum
positivisme logis terhadap problem metafisis mencerminkan pergeseran problem kebenaran
menjadi problem meaning. Hal ini menggambarkan bahwa kelompok positivism logis tidak
ingin memperdebatkan terkait kebenaran, mereka lebih menekankan pada makna suatu
proposisi. Uangkapan tentang agama, Tuhan dengan ayat ayatnya tidak dimaksudkan untuk
membuktikan ada atau tidaknya Tuhan dan agamanya masing masing, namun Ayer melihat
apakah pernyataan tentang Tuhan, agama tersebut mengandung makna atau tidak. Berdasarkan
hal tersebut, Ayer meyakini bahwa peran tugas filsafat utama dan mendasar adalah menyingkap
dan menghapuskan kekacauan metafisika yang dianggap sebagai parasite atau benalu dalam
pemikiran ilmiah begitu juga dalam kehidupan sehari-hari. Kelihatannya prinsip filsafat dalam
pandangan Ayer hanya bersifat kritik.

Kajian Kritis Positivisme Relevansinya Terhadap Tataran Kehidupan Beragama

Difini agama yang paling umum dipahami adalah bahwa kata agama berasal dari bahasa
sansekerta, yakni a dan gama. Agama diartikan tidak kacau, tidak semrawut, dan hidup mejadi
lurus dan benar. Pengertian agama menunjuk kepada jalan atau cara yang ditempuh untuk
mencari keridhaan Tuhan. Dalam agama itu sendiri ada sesuatu ada yang dianggap berkuasa,
yaitu Tuhan zat yang memiliki segala yang ada, yang berkuasa, yang mengatur seluruh alam
beserta isinya. Agama menjadi sebuah kepercayaan dan jembatan menuju tauhid akan adanya
Tuhan. Inilah yang disebut Hume sebagai kepercayaan. Alasan teologis yang menjelaskan
tentang tujuan segala sesuatu yang diciptakan oleh Tuhan, melalui agama sebagai wadah ibadah.

Agama adalah unsur mutlak dan sumber kebudayaan, sedangkan filsafat adalah satu
unsur kebudayaan. Agama manifestasi dari atas ciptaan Tuhan, hal yang berbeda dengan filsafat
yang dibuat dari hasil spekulasi manusia. Agama adalah sumber sumber asumsi dari filsafat dan
ilmu pengetahuan dengan filsafat menguji asusmsi asumsi science. Kepercayaan datau keyakinan
menjadi dasar fikir agama, sedang filsafat lebih mengedepankan kekuatan dan daya pemikiran
semata. Dengan memperhatikan spesikasi tersebut, terlihat jelas bahwa peran agama terhadap
filsafat ialah meluruskan filsafat yang spekulatif kepada kebenaran mutlak yang ada pada agama.
Sedangkan peran filsafat pada agama adalah membantu keyakinan manusia terhadap kebenaran
mutlak itu dengan pemikiran yang kritis dan logis. Filsafat haruslah berdasarkan agama. Agama
memberikan jawabn tentang banyak berbagai persoalan asasi yang sama sekali tidak terjawab
oleh Ilmu yang dipertanyakan, namun tidak terjawab bulat oleh filsafat.

Kondisi ini sangat kontradiktif dengan pemikiran filsafat Alfred Jules Ayer dengan
positivisme. Agama dan Tuhan sebagai pencipta akan agama itu sendiri justru hadir untuk
menyelesaikan kekacauan yang ada. Penolakan positivisme logis Ayer terhadap pengetahuan
yang tak terungkap (metafisis) akan semakin mencerminkan pergeseran problem kebenaran.
Padahal antara filsafat dengan agama mempunyai unsur kesamaan, yaitu mencari kebenaran
dengan metodenya masing masing. Filsafat sama dengan agama, mengkaji tentang kebajikan,
tentang alam, Tuhan, baik dan buruk dan lainnya. Hal yang tidak tejangau oleh pikiran filsafat
akan terjawab melalui wahyu atau agama. Dengan demikian antara, Agama, filsafat,, ilmu
dengan semua aliran yang ada harusnya dapat saling melengkapi.

Filsafat Alfred Jules Ayer menimbulkan kritik tajam khususnya dari kalanan teologi.
Bagi penulis, filsafat Alfred Jules Ayer mempunyai kekurangan dan tak mudah untuk
disandingkan dengan tataran kehidupan beragama oleh jutaan manusia. Kekurangan pertama
adalah pemaknaan akan istilah “empiris” itu sendiri. Sebab Alfred Jules Ayer mendefenisikan
empiris dengan menolak “Intuisi”, dan hanya menerima hal yang bersiwat indrawi. Contoh yang
paling sederhana saja yakni angka. Bagaimana kita bisa mengetahui kalau 1 + 1 = 2 apabila
hanya dilihat dari verifikasi indrawi saja. Angka hanyalah simbol. Simbol tersebut akan
bermakna setelah diberi makna. Begitu juga dengan tataran agama, baik Islam, Kristen, Hindu,
Buda, ini adalah simbol dari keyakinan dan kepercayaan. Menentukan makna atas suatu simbol
adalah sebuah aktivitas mental dan wujud intuisi manusia. Alfred Jules Ayer selalu menyatakan
bahwa suatu kebenaran apabila telah dan mampu melewati verifikasi yang bisa diobservasi
secara indrawi.

Adakah keraguan apakah pernyataan “verifikasi” dapat di cek kebenarannya? Pernyataan


tentang “prinsip verifikasi” Alfred Jules Ayer itu juga tidak dapat di observasi oleh pengalaman
empiris. Jadi secara logika pernyataan “prinsip verifikasi” Alfred Jules Ayer juga tidak
bermakna. Sebab indra manusia tidak dapat mengobservasi tentang apa yanga dimaksud dengan
prinsip verifikasi. konsep verifikasi Ayer pada  prinsipnya bertolak belakang dengan
pemikirannya sendiri. Proposisi tentang prinsip verifikasi pada akhirnya tidak bisa di observasi
oleh pengalaman empiris, dan logikanya “prinsip Verifikasi” Alfred Jules Ayer juta tidak
bermakna. Indra manusia tidak dapat memeriksa tentang apa yang dimaksud dengan prinsip
verifikasi. Prinsip tersebut hanya bisa dipahami secara intuiti. Konsep verifikasi Alfred Jules
Ayer pada dengan apa yang dia kemukakan. Alfred Jules Ayer perlu melihat bahwa intuisi
merupakan manifestasi dari kepribadian manusia.

Kesimpulan

Titik ukur Alfred Jules Ayer dalam menolak bahkan menghapus metafisika, disamping
memakai prinsip verifikasinya, juga di latarbelakangi pada gagasan Russell berkaitan dengan
aturan tata bahasa terhadap keniscayaan logis. Kasus umum yang ditunjukkan Alfred Jules Ayer
terjadi dalam bahasa inggris saat menggambarkan sesuatu melalui penggunaan bentuk dan pola
bahasa dari subject ke predikat. Ada kecenderungan keharusan untuk membuat perbedaan logic
antara yang digambarkan dengan sifatnya. Pernyataan yang tidak bermakna, itulah positivisme
melihat pernyataan pernyataan yang ada di metafisis. Pernyataan seperti “relitas itu bersifat
absolut “ tidak bisa di verifikasi.

Bagi Alfred Jules Ayer ungkapan metafisik baik yang membenarkan maupun yang tidak
semuanya merupakan omong kosong. Ungkapan ini hal ini menjadi sorotan dan kritik dari
kalangan telogi, dan sulit diterima. Prinsip verifikasi Alfred Jules Ayer juga dinilai tidak dapat
dilihat dalam pengalaman inderawi. Dari sini bisa dilihat tujuan pikiran Alfred Jules Ayer adalah
membentuk kembali bahasa yang dirumuskan batasannya yang bersifat operasional. Sehingga
kalangan teologi tidak menyikapi pandangan Alfred Jules Ayer secara komprehensif. Kebenaran
ilmu maupun kebenaran filsafat adalah nisbi atau relative. Sedangkan kebenaran agama adalah
mutlak.
DAFTAR PUSTAKA

Febriani, Indah. “Penalaran Hukum dan Penemuan Kebenaran.” Legalitas: Jurnal Hukum 12, no.
1 (June 25, 2020): 1–12. https://doi.org/10.33087/legalitas.v12i1.190.
“Hubungan Fakta Dan Makna Pada Prinsip Verifikasi Perspektif Alfred Jules Ayer - Neliti.”
Accessed January 18, 2021. https://www.neliti.com/publications/232238/hubungan-fakta-
dan-makna-pada-prinsip-verifikasi-perspektif-alfred-jules-ayer.
Indarti, Nunuk. “Jurnal Al-Makrifat Vol 5, No 1, April 2020,” n.d., 30.
Macdonald, Graham. “Alfred Jules Ayer,” May 7, 2005.
https://stanford.library.sydney.edu.au/archives/spr2014/entries/ayer/.
Madiarsa, Oleh I Made. “Pemecahan Masalah Menurut Teori Falsifikasi Dari Karl Raimund
Popper” 11, no. 3 (2012): 18.
Samsuri -. “Bahasa Positivistime Logis dan Maknanya Bagi Agama : Kajian Pemikiran Rudolf
Carnap.” Millah: Jurnal Studi Agama 3, no. 1 (August 2, 2016): 123–41.
https://doi.org/10.20885/millah.vol3.iss1.art8.
Sunardi, Sunardi. “Filsafat Analitis Bahasa Dan Hubungannya Dengan Ilmu Linguistik
Pragmatik.” LITE: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Budaya 7, no. 2 (September 30, 2011):
64–83. https://doi.org/10.33633/lite.v7i2.494.
Suryanto, Sugeng, and Agoes Hendriyanto. “Pengembangan Modul Filsafat Bahasa.” Jurnal
Pendidikan Bahasa dan Sastra UPI 17, no. 1 (April 2017): 42–57.
Zulfis, Dr, S Ag, and M Hum. “Dialog Epistemologi Nidhal Guessoum Dan Ken Wilber,” n.d.,
337.

Anda mungkin juga menyukai