Anda di halaman 1dari 15

POSITIVISME

Disusun guna untuk memenuhi tugas


Mata kuliah : Pengantar Filsafat Ilmu
Dosen pengampu : Dr. Maya Kartika Sari, S. Pd., M. Pd

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK 4

1. AMDHANI MULYA PRATIWI ( 2102101159)

2. LISTIA FITRIANA ( 2102101162 )

3. ARDHIA ESTU PRAMESTI ( 2102101166 )

PRODI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PGRI MADIUN

2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Segala puji bagi Allah SWT yang telah menolong kami menyelesaikan makalah ini
dengan penuh kemudahan, tanpa pertolongannya mungkin kami tidak akan sanggup
menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah pengantar filsafat ilmu. Kami
menyusun makalah ini untuk memberikan penjelasan mengenai rekonstruksionisme.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas, walaupun masih
terdapat beberapa kekurangan. Kami menyadari bahwa makalah ini kurang sempurna. Oleh
karena itu, kritik yang membangun sangat kami harapkan. Terimakasih

Wassalamualaikum Wr. Wb

Madiun, 20 Desember 2022

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.....................................................................................................................ii

Daftar Isi..............................................................................................................................iii

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................2
C. Tujuan......................................................................................................................2

Bab II Pembahasan

A. Pengertian Aliran Filsafat Positivisme....................................................................3


B. Perkembangan Aliran Filsafat Positivisme..............................................................4
C. Ciri-ciri Aliran Filsafat Positivisme........................................................................5
D. Tokoh-Tokoh dalam Aliran Filsafat Positivisme....................................................6
E. Aliran Filsafat Positivisme dalam Pendidikan.........................................................7
F. Kelebihan Dan Kelemahan Aliran Filsafat Positivisme..........................................8

Bab III Penutup

A. Kesimpulan..............................................................................................................11
B. Saran........................................................................................................................11

Daftar Pustaka......................................................................................................................12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Positivisme merupakan paradigma ilmu pengetahuan yang paling awal muncul
dalam dunia ilmu pengetahuan. Keyakinan dasar aliran ini berakar dari paham
ontologi realisme yang menyatakan bahwa realitas ada (exist) dalam kenyataan yang
berjalan sesuai dengan hukum alam (natural laws). Upaya penelitian, dalam hal ini
adalah untuk mengungkapkan kebenaran realitas yang ada, dan bagaimana realitas
tersebut senyatanya berjalan.Positivisme muncul pada abad ke-19 dimotori oleh
sosiolog Auguste Comte, dengan buah karyanya yang terdiri dari enam jilid dengan
judul The Course of Positive Philosophy (1830-1842).
Menurut Emile Durkheim (1982:59) objek studi sosiologi adalah fakta sosial
(social-fact): Fakta sosial yang dimaksud meliputi: bahasa, sistem hukum, sistem
politik, pendidikan, dan lain-lain. Sekalipun fakta sosial berasal dari luar kesadaran
individu, tetapi dalam penelitian positivisme, informasi kebenaran itu ditanyakan oleh
penelitian kepada individu yang dijadikan responden penelitian. Untuk mencapai
kebenaran ini, maka seorang pencari kebenaran (penelitian) harus menanyakan
langsung kepada objek yang diteliti, dan objek dapat memberikan jawaban langsung
kepada penelitian yang bersangkutan.
Hubungan epistemologi ini, harus menempatkan si peneliti di belakang layar
untuk mengobservasi hakekat realitas apa adanya untuk menjaga objektifitas temuan.
Karena itu secara metodologis, seorang penelitian menggunakan metodologi
eksperimen-empirik untuk menjamin agar temuan yang diperoleh betul-betul objektif
dalam menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Mereka mencari ketepatan yang
tinggi, pengukuran yang akurat dan penelitian objektif, juga mereka menguji hipotesis
dengan jalan melakukan analisis terhadap bilangan-bilangan yang berasal dari
pengukuran.
Di bawah naungan payung positivisme, ditetapkan bahwa objek ilmu
pengetahuan maupun pernyataan-pernyataan ilmu pengetahuan (Scientific
Proporsition) haruslah memenuhi syarat-syarat (Kerlinger, 1973) sebagai berikut:
dapat di/ter-amati (observable), dapat di/ter-ulang (repeatable), dapat di/ter-ukur
(measurable), dapat di/ter-uji (testable), dan dapat di/ter-ramalkan (predictable).

1
Paradigma positivisme telah menjadi pegangan para ilmuwan untuk
mengungkapkan kebenaran realitas. Kebenaran yang dianut positivisme dalam
mencari kebenaran adalah teori korespondensi. Teori korespondensi menyebutkan
bahwa suatu pernyataan adalah benar jika terdapat fakta-fakta empiris yang
mendukung pernyataan tersebut. Atau dengan kata lain, suatu pernyataan dianggap
benar apabila materi yang terkandung dalam pernyataan tersebut bersesuaian
(korespodensi) dengan obyek faktual yang ditunjuk oleh pernyataan tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud aliran filsafat positivisme ?
2. Bagaimana perkembangan aliran filsafat positivisme ?
3. Bagaimana ciri-ciri aliran filsafat positivisme ?
4. Sebutkan dan jelaskan mengenai teori pendidikan dari aliran filsafat positivisme?
5. Siapa saja tokoh-tokoh dalam aliran filsafat positivisme ?
6. Sebutkan kelebihan dan kelemahan aliran positivisme ?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian aliran filsafat positivisme.
2. Mengetahui bagaimana perkembangan aliran filsafat positivisme.
3. Mengetahui ciri-ciri aliran filsafat positivisme.
4. Mengetahui teori pendidikan dari aliran filsafat positivisme.
5. Mengetahui tokoh-tokoh dalam aliran filsafat positivisme.
6. Mengetahui kelebihan dan kelemahan aliran filsafat positivisme.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Aliran Filsafat Positivisme


Positivisme berasal dari kata ―positif‖. Kata positif disini sama artinya
dengan faktual, yaitu apa yang berdasarkan fakta-fakta. Menurut positivisme,
pengetahuan kita tidak pernah boleh melebihi fakta-fakta. Dengan demikian, maka
ilmu pengetahuan empiris menjadi contohistimewa dalam bidang pengetahuan. Oleh
karena itu, filsafat pun harus meneladani contohtersebut. Maka dari itu, positivisme
menolak cabang filsafat metafisika. Menanyakan ―hakikat benda- benda, atau
―penyebab yang sebenarnya‖, termasuk juga filsafat, hanya menyelidiki fakta -fakta
dan hubungan yang terdapat antara fakta-fakta (Praja, 2005).
Jadi, Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam
sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang
berkenaan dengan metafisik.Positivisme tidak mengenal adanya spekulasi, semua
harus didasarkan pada data empiris.Positivisme dianggap bisa memberikan sebuah
kunci pencapaian hidup manusia dan ia dikatakanmerupakan satu-satunya formasi
sosial yang benar-benar bisa dipercaya kehandalan dan danakurasinya dalam
kehidupan dan keberadaan masyarakat.
Comte sering disebut Bapak Positivisme karena aliran filsafat yang
didirikannya tersebut. Positivisme adalah nyata, bukan khayalan. Ia menolak
metafisika dan teologik. Jadimenurutnya ilmu pengetahuan harus nyata dan
bermanfaat serta diarahkan untuk mencapai kemajuan. Positivisme merupakan suatu
paham yang berkembang dengan sangat cepat, ia tidakhanya menjadi sekedar aliran
filsafat tapi juga telah menjadi agama humanis modern.Positivisme telah menjadi
agama dogmatis karena ia telah melembagakan pandangan dunianyamenjadi doktrin
bagi ilmu pengetahuan. Pandangan dunia yang dianut oleh positivisme adalah
pandangan dunia objektivistik. Pandangan dunia objektivistik adalah pandangan dunia
yangmenyatakan bahwa objek-objek fisik hadir independen dari mental dan
menghadirkan properti properti mereka secara langsung melalui data indrawi. Realitas
dengan data indrawi adalah satu.Apa yang dilihat adalah realitas sebagaimana adanya.
Seeing is believing
(Syaebani, 2008).

3
Tugas khusus filsafat menurut aliran ini adalah mengoordinasikan ilmu-ilmu
pengetahuanyang beraneka ragam coraknya. Tentu saja maksud positivisme berkaitan
erat dengan apa yangdicita-citakan oleh empirisme. Positivisme pun mengutamakan
pengalaman. Hanya saja berbedadengan empirisme Inggris yang menerima
pengalaman batiniah atau subjektif sebagai sumber pengetahuan, positivisme tidak
menerimanya. Ia hanya ,mengandalkan pada fakta-fakta. Menurut Ahmad (2009)
Tujuan utama yang ingin dicapai oleh positivisme adalahmembebaskan ilmu
dari kekangan filsafat (metafisika). Menurut Ernst, ilmu hendaknyadijauhkan dari
tafisran-tafsiran metafisis yang merusak obyektifitas. Dengan menjauhkan tafsiran-
tafisran metafisis dari ilmu, para ilmuwan hanya akan menjadikan fakta yang
dapatditangkap dengan indera untuk menghukumi segala sesuatu. Hal ini sangat erat
kaitannya dengan tugas filsafat. Menurut positivisme, tugas filsafat bukanlah
menafsirkan segala sesuatuyang ada di alam. Tugas filsafat adalah memberi
penjelasan logis terhadap pemikiran. Oleh karena itu filsafat bukanlah teori. Filsafat
adalah aktifitas. Filsafat tidak menghasil proposisi- proposisi filosofis, tapi yang
dihasilkan oleh filsafat adalah penjelasan terhadap proposisi- proposisi.
B. Perkembangan Aliran Filsafat Positivisme
Auguste Comte dilahirkan pada tahun 1798 di kota Monpellir Perancis
Selatan. Ayah dan ibunya menjadi pegawai kerajaan dan merupakan penganut agama
Katolik yang cukup tekun. Ia menikah dengan seorang pelacur bernama Caroline
Massin yang kemudian dia menyesali perkawinan itu. Dia pernah mengatakan bahwa
perkawinan itu adalah satu-satunya kesalahan terbesar dalam hidupnya. Dari kecil
pemikiran-pemikiran Comte sudah mulai kelihatan,kemudian setelah ia
menyelesaikan sekolahnya pada jurusan politeknik di Paris 1814-1816, diadiangkat
menjadi sekretaris oleh Saint Simon yaitu seorang pemikir yang dalam
merespondampak negatif renaissance menolak untuk kembali pada abad pertengahan
akan tetapi harusdirespon dengan menggunakan basis intelektual baru, yaitu dengan
berfikir empirik dalammengkaji persoalan-persoalan realitas sosial. Pergulatan
intelektual dengan Saint Simon inilahyang kemudian membuat pola fikir Comte
berkembang. Karena ketidak cocokan Comte denganSaint Simon akhirnya ia
memisahkan diri dan kemudian Comte menulis sebuah buku yang berjudul System of
Positive Politics, Sistem Politik Positif‖ tahun 1824. Berawal dari pemikiran Plato dan
Aristoteles, Comte mencoba menggabungkannya menjadi positivistik
(Purwanto,2008).

4
Terdapat tiga tahap dalam perkembangan positivisme yaitu:
1. Tempat utama dalam positivisme pertama diberikan pada Sosiologi (positivisme
sosial danevolusioner), walaupun perhatiannya juga diberikan pada teori
pengetahuan yang diungkapkan oleh Comte dan tentang Logika yang dikemukakan
oleh Mill. Tokoh-tokohnyaAuguste Comte, E. Littre, P. Laffitte, JS. Mill dan
Spencer.
2. Munculnya tahap kedua dalam positivisme - empirio-positivisme yang berawal
pada tahun1870-1890-an dan berpautan dengan Mach dan Avenarius (positivisme
kritis). Keduanyameninggalkan pengetahuan formal tentang obyek-obyek nyata
obyektif, yang merupakansuatu ciri positivisme awal. Dalam Machisme, masalah-
masalah pengenalan ditafsirkan darisudut pandang psikologisme ekstrim, yang
bergabung dengan subyektivisme.
3. Perkembangan positivisme tahap terakhir berkaitan dengan lingkaran Wina dengan
tokoh-tokohnya O.Neurath, Carnap, Schlick, Frank, dan lain-lain (positivisme
logis). Sertakelompok yang turut berpengaruh pada perkembangan tahap ketiga ini
adalah MasyarakatFilsafat Ilmiah Berlin. Kedua kelompok ini menggabungkan
sejumlah aliran seperti atomisme logis, positivisme logis, serta semantika. Pokok
bahasan positivisme tahap ketigaini diantaranya tentang bahasa, logika simbolis,
struktur penyelidikan ilmiah dan lain-lain.
C. Ciri-Ciri Aliran Filsafat Positivisme
 Objektif/bebas nilai. Dikotomi yang tegas antara fakta dan nilai mengharuskan
subjek peneliti mengambil jarak dari realitas dengan bersikap bebas nilai. Hanya
melalui fakta-faktayang teramati dan terukur, maka pengetahuan kita tersusun dan
menjadi cermin dari realitas(korespondensi).
 Fenomenalisme, tesis bahwa realitas terdiri dari impresi-impresi. Ilmu
pengetahuan hanya berbicara tentang realitas berupa impresi-impresi tersebut.
Substansi metafisis yangdiandaikan berada di belakang gejala-gejala penampakan
ditolak (antimetafisika).
 Nominalisme, bagi positivisme hanya konsep yang mewakili realitas partikularlah
yangnyata.
 Reduksionisme, realitas direduksi menjadi fakta-fakta yang dapat diamati.

5
 Naturalisme, tesis tentang keteraturan peristiwa-peristiwa di alam semesta yang
meniadakan penjelasan supranatural (adikodrati). Alam semesta memiliki
strukturnya sendiri danmengasalkan strukturnya sendiri.
 Mekanisme, tesis bahwa semua gejala dapat dijelaskan dengan prinsip-prinsip
yang dapatdigunakan untuk menjelaskan mesin-mesin (sistem-sistem mekanis).
Alam semesta diibaratkan sebagai giant clock work (Syaebani, 2008)
D. Tokoh-Tokoh Dalam Aliran Filsafat Positivisme
1. Auguste Comte
Philosophe Isidore Auguste Marie Francois Xavier Comte, yang lebih dikenal dengan
Auguste Comte, adalah seorang filsuf Perancis. Dia adalah pendiri dari disiplin
sosiologi dan doktrin positivisme. Lahir: 19 Januari 1798, Montpellier, Prancis.
Meninggal: 5 September 1857, Paris, Prancis. Nama lengkap: Isidore Auguste Marie
François Xavier Comte. Pendidikan: Universitas Montpellier, École Polytechnique.
Auguste Comte merupakan tokoh pertama yang memunculkan aliran positivisme.
Sebuah karya pentingnya yaitu “Cours de Philisophia Positivie “. Ia berpendapat
bahwa indera itu amat penting dalam memperoieh pengetahuan, tetapi harus
dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan experiment. Kekeliruan indera
akan dapat dikoreksi lewat experiment-experiment yang memerlukan ukuran yang
jelas.
2. John Stuart Mill
Adalah seorang filsuf Inggris, ekonom politik dan pegawai negeri sipil. Dia adalah
seorang kontributor berpengaruh untuk teori sosial, teori politik dan ekonomi politik.
Lahir: 20 Mei 1806, Pentonville, London. Meninggal: 8 Mei 1873, Avignon, Prancis.
Pasangan: Harriet Taylor Mill. (M 1851-1858). Pendidikan: University College
London. Orangtua: James Mill, Harriet Burrow. Ia menggunakan sistem positivisme
pada ilmu jiwa, logika, dan kesusilaan.
3. Hippolyte Taine Adolphe
Adalah seorang kritikus Perancis dan sejarawan. Dia adalah pengaruh teoritis kepala
naturalisme Perancis, pendukung utama positivisme sosiologis dan salah satu praktisi
pertama kritik historis. Lahir: 21 April 1828, Vouziers, Prancis. Meninggal: 5 Maret
1893, Paris, Prancis. Pendidikan: École Normale Supérieure. Ia mendasarkan diri
pada positivisme dan ilmu jiwa, sejarah, politik, dan kesastraan.
4. Émile Durkheim

6
Sosiolog David Émile Durkheim adalah seorang sosiolog Perancis, psikolog sosial
dan filsuf. Ia secara resmi mendirikan disiplin akademis dan, dengan Karl Marx dan
Max Weber, yang sering dikutip sebagai kepala sekolah. Lahir: 15 April 1858, Épinal,
Prancis. Meninggal: 15 November 1917, Paris, Prancis. Pendidikan: Lycée Louis-le-
Grand, École Normale Supérieure,Universitas Leipzig. Ia menganggap positivisme
sebagai asas sosiologi.
5. Charles D. Hardie
Ia mendasarkan teori positivisme pada dunia pendidikan. Dalam bukunya “Truth and
fallacy in education theory” ( kebenaran dan kesalahan dalam teori pendidikan )
menyatakan bahwa tidak ada yang bermakna tentang pendidikan jika pernyataannya
secara empiris tidak bisa diverifikasi secara benar. Para ahli aliran positivisme
berpendapat bahwa pernyataan etika hanyalah merupakan ungkapan perasaan
seseorang.
6. D.J.O” Connor
Menurut teori D.J.O’Connor aliran positivisme adalah merupakan aliran yang sadar,
bisa dijelaskan dalam sebuah formulasi verifikasi teori makna yang bermutu yang
merupakan serangan lanjutan terhadap metafisika, sebuah penolakan terhadap teori
kognitivisme.
E. Aliran Filsafat Positivisme dalam Pendidikan
Pengaruh positivisme dalam dunia pendidikan dimulai pada awal tahun 1950-
an. Dua penulis besar Charles D. Hardie lewat karyanya Truth and Fallacy in
Education Theory dan D.J.O Connor’s An Introduction to The Philosophy of
Education adalah dua tokoh yang berpengaruh luas di dunia pendidikan modern.
Kedua penulis ini telah banyak mengkritisi teori-teori pendidikan sekarang sebagai
teori yang samar-samar dan tidak bersifat sains. Bahkan, hanya merupakan ekspresi
pendapat-pendapat semata. Keduanya mendesak para pakar pendidikan untuk banyak
terlibat dalam menganalisis bahasa dan konsep-konsep lewat metode yang ditempuh
positivisme. Kedua penulis ini juga merekomendasikan agar penelitian dalam bidang-
bidang pendidikan supaya lebih berorientasi saintifik.
Menurut pandangan aliran positivistik, teori pendidikan yang orisinil semestinya
mengikuti struktur logis teori-teori sains. Oleh karena itu, teori yang demikian harus
meliputi premis-premis, hipotesis logik dan ungkapan (statement)
sebagai kata kunci dalam premis tersebut. Apa yang harus dimiliki oleh sebuah teori,
menurut Charles D. Hardie, adalah “selama proses pendidikan berlangsung,

7
lingkungan berperan atas hakikat orisinalitas manusia untuk membentuk nilai yang
akan merubah tingkah lakunya”. Ia mengatakan bahwa hakikat manusia terdiri dari
karakteristik yang dapat diperbaiki (modifiable) dan karakteristik yang tidak bisa
dirubah karena sudah merupakan watak (unmodifiable). Dengan kata lain, sebuah
teori semestinya meliputi statement tentang karakter manusia yang bisa berubah dan
statement tentang karaktekter yang tidak bisa dirubah, baik ia diperlukan atau tidak.
Tetapi Hardie juga mengatakan bahwa merupakan sebuah kesalahan bila teori-teori
pendidikan banyak mengadopsi ilmu-ilmu kealaman. Sebab, teori-teori ini lebih
banyak berdasarkan hubungan formal (eksak), dan berkaitan erat dengan entitas yang
tidak bisa diobservasi karena hanya merupakan postulat (dalil) semata.
Dalam teori-teori pendidikan, postulat-postulat dan entitas yang tak bisa
diobservasi, tidak berhubungan sama sekali. Teori-teori ini dipandang steril.
Kemudian apa yang seharusnya dilakukan oleh para pendidik? Menurut Hardie,
mereka harus menganalisa dan mengklarifikasi konsep-konsep pendidikan dan
menunjukkan bahwa semua konsep itu dapat diberi arti dengan terma-terma yang bisa
diobservasi di depan umum. Entitas mental, misalnya, adalah sesuatu yang biasanya
tidak bisa diobservasi, jadi tidak mendapat tempat di dalam teori-teori pendidikan.
Demikian, teori-teori pendidikan harus memperagakan (modeled) cara-cara yang
ditempuh ilmu-ilmu sains dan mengajukan perkiraan-perkiraan atau prediksi yang
bisa diujicoba, selanjutnya dikonstruk untuk menjelaskan aspek-aspek pemikiran
(mind).
Dalam kaca mata filsafat pada umumnya, pendidikan tidak berarti apa-apa jika
pernyataan-pernyatannya selalu berorientasi kepada sesuatu yang tidak empiris (tidak
bisa diverifikasi) dan tidak pula terdiri dari terma-terma yang mudah dimengerti dan
dipahami demi tujuan sebuah kebenaran. Filsafat pendidikan harus ditempatkan
sejajar dengan “filsafat kurikulum” yang terkandung di dalamnya analisis filosofis,
seperti konsep bahasa, matematika, sains dan sejarah. Hardie menekankan pentingnya
teori arti (meaning) dari logika kaum positivistik yang hingga saat ini banyak
ditinggalkan dunia pendidikan.
Dalam upaya untuk menerima kebenaran teori “arti” ini, Hardie sekaligus
mengeluarkan (mengenyampingkan) aspek etik dari filsafat pendidikan. Bagi logika
positivistik, pernyataan yang terkait dengan etika hanyalah semata ekspresi perasaan
personal (individu) dan bukan kepentingan yang dipandang sebagai sebuah kebijakan.
Tetapi di sini dikatakan bahwa pengenyampingan etik

8
F. Kelebihan Dan Kelemahan Aliran Filsafat Positivisme
a) Kelebihan Positivisme
 Positivisme lahir dari faham empirisme dan rasional, sehingga kadar dari
faham ini jauh lebih tinggi dari pada kedua faham tersebut.
 Hasil dari rangkaian tahapan yang ada didalamnya, maka akan menghasilkan
suatu pengetahuan yang mana manusia akan mempu menjelaskan realitas
kehidupan tidaksecara spekulatif, arbitrary, melainkan konkrit, pasti dan bisa
jadi mutlak, teratur danvalid.
 Dengan kemajuan dan dengan semangat optimisme, orang akan didorong
untuk bertindak aktif dan kreatif, dalam artian tidak hanya terbatas
menghimpun fakta,tetapi juga meramalkan masa depannya.
 Positivisme telah mampu mendorong lajunya kemajuan disektor fisik dan
teknologi.
 Positivisme sangat menekankan aspek rasionali-ilmiah, baik pada
epistemology ataupun keyakinan ontologik yang dipergunakan sebagai dasar
pemikirannya.
b) Kelemahan Positivisme
 Analisis biologik yang ditransformasikan ke dalam analisis sosial dinilai
sebagaiakar terpuruknya nilai-nilai spiritual dan bahkan nilai-nilai
kemanusiaan. Hal inidikarenakan manusia tereduksi ke dalam pengertian
fisik-biologik.
 Akibat dari ketidakpercayaannya terhadap sesuatu yang tidak dapat
diujikebenarannya, maka faham ini akan mengakibatkan banyaknya manusia
yangnantinya tidak percaya kepada Tuhan, Malaikat, Setan, surga dan
neraka. Padahalyang demikian itu didalam ajaran Agama adalah benar
kebenarannya dankeberadaannya. Hal iniditandai pada saat paham
positivistik berkembang pada abad ke 19, jumlah orangyang tidak percaya
kepada agama semakin meningkat.
 Manusia akan kehilangan makna, seni atau keindahan, sehingga manusia
tidak dapat merasa bahagia dan kesenangan itu tidak ada. Karena dalam
positivistic semua halitu dinafikan.
 Hanya berhenti pada sesuatu yang nampak dan empiris sehingga tidak
dapatmenemukan pengetahuan yang valid.

9
 Positivisme pada kenyataannya menitik beratkan pada sesuatu yang nampak
yangdapat dijadikan obyek kajiaannya, di mana hal tersebut adalah
bergantung kepada panca indera. Padahal perlu diketahui bahwa panca indera
manusia adalah terbatasdantidak sempurna. Sehingga kajiannya terbatas pada
hal-hal yang nampak saja, padahal banyak hal yang tidak nampak dapat
dijadikan bahan kajian.
 Hukum tiga tahap yang diperkenalkan Comte mengesankan dia sebagai
teorisi yangoptimis, tetapi juga terkesan lincar seakan setiap tahapan sejarah
evolusimerupakan batu pijakan untuk mencapai tahapan berikutnya, untuk
kemudian bermuara pada puncak yang digambarkan sebagai masyarakat
positivistic (Diningrat, 2010).

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai
satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan
dengan metafisika. Positivisme merupakan empirisme, yang dalam segi-segi tertentu
sampai kepada kesimpulanlogis ekstrim karena pengetahuan apa saja merupakan
pengetahuan empiris dalam satu ataulain bentuk, maka tidak ada spekulasi dapat
menjadi pengetahuan.
Pada dasarnya positivisme adalah sebuah filsafat yang menyakini bahwa satu-
satunya pengetahuan yang benar adalah yang didasarkan pada pengalaman
aktualfisikal. Pengetahuan demikian hanya bisa dihasilkan melalui penetapan teori-
teori melalui metode saintifik yang ketat, yang karenanya spekulasi metafisis
dihindari. Positivisme, dalam pengertian di atas dan sebagai pendekatan telah dikenal
sejak Yunani Kuno. Terminologi positivisme dicetuskan pada pertengahan abad ke-19
oleh salah satu pendiri ilmu sosiologiyaitu Auguste Comte. Comte percaya bahwa
dalam alam pikiran manusia melewati tiga tahapan historis yaitu teologi, metadisik,
dan ilmiah.
B. Saran
Terlepas dari banyak kritik yang dihadapkan kepada positivisme sebagi sebuah
pandangan filsafat terhadap pendidikan, positivisme tetap merupakan salah satu cara
(metode) yang lebih akurat dalam menentukan kebijakan-kebijakan pendidikan, yang
terkandung di dalamnya orientasi, kurikulum, penelitian pendidikan dan sebagainya.
Sebab, dengan pendekatan ini semua sistem pendidikan akan dapat dievaluasi dengan
tepat. Dengan pendekatan ini pula, apa yang disebut dengan standardisasi yang
mencakup isi kurikulum, kualitas guru, managemen dan kompetensi lulusan, akan
terwujud secara obyektif. Oleh karena hakikat pendidikan adalah nyata dalam praktek
dan aplikasinya, maka positivisme pada dataran metodologis akan menghasilkan
teknologi pendidikan pada taraf sosial, dan teknologi pendidikan pada era berikutnya

11
dapat berfungsi determinasi sosial/pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Aliandi bin Ali & Iqbal Tawakal. (2016). Makalah Filsafat: Positivisme.
Ankersmit, F.R. (1987). Refleksi Tentang Sejarah: Pendapat-pendaat Modern tentang Filsafat
Sejarah. Jakarta: Pt. Gramedia Pustaka Utama.
Emma Dysmala Somantri. (2013). Kritik Terhadap Paradigma Positivisme. Jurnal Wawasan
Hukum
Koento. (1983). Arti Perkembanqan Menurut Filsafat Positivisme Auquste Comte.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Sirait, Sangkot. (2018). Positivisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta.
Somantri Emma Dysmala. (2013). Kritik Terhadap Paradigma Positivisme. Jurnal Wawasan
Hukum.
Surawardi & Ahmad Riyadh Maulidi. (2022). Filsafat Positivisme Dan Ilmu Pengetahuan
Serta Perannya Terhadap Pendidikan Di Indonesia. Jurnal: UIN Antasari Banjarmasin
Adi, Bambang, Nugraha. (2012). Filsafat Positivisme
http://psikologibebas.blogspot.com/2012/09/filsafat-positivisme_2540.html
Ahmad, Abu. (2009). Logical Positivisme.
http://philosophisme.blogspot.com/2007/06/logical-positivisme.html
Diningrat, Kanjeng. (2010). Positivisme.
http://punyahari.blogspot.com/2010/01/filsafat-positivisme.html
Purwanto, Edi. (2008). Menyelami Dunia Positivisme.
http://jendelapemikiran.wordpress.com/2008/05/14/menyelami-dunia-positivisme-
mencari-dunia-post-positifisme/
Syaebani. (2008). Filsafat Positivisme dan Ciri-Cirinya.
http://syaebani.blogspot.com/2008/05/filsafat-positivisme-dan-ciri-cirinya.html

12

Anda mungkin juga menyukai