Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH FILSAFAT LOGIKA

“PROBLEM EPISTIMOLOGIS TENTANG ILMU”

Disusun Oleh

Kelompok 1:

1. Ahmad Beni NIM -


2. Shofarul Khoir NIM 221H10019
3. Trisno NIM 221H10074
4. Wakil Wardana NIM 221H10080

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PGRI ARGOPORO JEMBER

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat


limpahan rahman dan hidayah-Nya makalah dengan judul “Problem Epistimologis
Tentang Ilmu” ini dapat tersusun hingga selesai.

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi nilai tugas mata


kuliah Filsafat Logika. Selain itu, makalah ini juga dibuat untuk menambah
wawasan pengetahuan bagi para pembaca.

Karena keterbatasan pengalaman dan pengetahuan maka kami yakin masih


banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangan mengharap
kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat berguna bagi para pembaca.

Bondowoso, 13 Oktober 2022

Kelompok 1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i

DAFTAR ISI..................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1

A. Latar Belakang.....................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................2
C. Tujuan Makalah...................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN................................................................................3

A. Pengertian Epistimologi.......................................................................3
B. Istilah Lain Epistimologi.....................................................................4
C. Cakupan Pokok Epistimologi..............................................................8

BAB III PENUTUP.......................................................................................13

A. Kesimpulan.........................................................................................13
B. Kritik dan Saran..................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................14
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Manusia tidak hanya memerlukan kebutuhan pokok saja, akan tetapi


manusia juga memerlukan informasi untuk mengetahui keadaan di lingkungan
sekitar mereka. Dalam upaya untuk memperoleh informasi, manusia seringkali
melakukan komunikasi ataupun cara-cara lain yang bisa digunakan. Salah satu
informasi yang didapat dari komunikasi adalah pengetahuan. Pengetahuan
sangat diperlukan bagi kehidupan manusia karena dapat memberikan manfaat
yang sangat besar bagi kehidupan. Dalam mencari pengetahuan, tak jarang
manusia harus mempelajari Epistemologi

Pengetahuan merupakan suatu isu yang senantiasa menarik untuk


dikaji, sepanjang masih ada kehidupan manusia di planet bumi ini. Semua
bangsa di dunia pasti berkepentingan dengan pendidikan, sebab dengan
pendidikan manusia dapat mengembangkan budayanya dan mewariskannya
kepada generasi penerus mereka, sehingga pendidikan sering disebut juga
sebagai agent of culture. Karena dengan pengetahuan, manusia dapat
menentukan sikap dan perilaku serta langkah ke depan yang harus diambil.

Epistimologi merupakan cabang dari filsafat yang membicarakan


mengenai sumber-sumber, karakteristik, sifat dan kebenaran pengetahuan.
Epistimologi seringkali disebut dengan teori pengetahuan atau filsafat
pengetahuan, karena yang dibicarakan dalam epistimologi ini berkenaan
dengan hal-hal yang yang ada sangkut pautnya dengan masalah pengetahuan.
Misalnya, Apakah pengetahuan itu? Dari mana Asalnya? Apakah sumber-
sumber pengetahuan? Bagaimana manusia mendapatkan pengetahuan? Dari
mana pengetahuan yang benar? Apa yang menjadi karakteristik pengetahuan?
Apakah pengetahuan itu tergolong benar atau keliru, dan sebagainya. Beberapa
pertanyaan inilah yang kemuadian disebut dengan persoalan atau problematika
epistimologi.
B. RUMUSAN MASALAH
A. Pengertian Epistimologi?
B. Istilah lain Epistimologi?
C. Cakupan pokok epitimologi?

C. TUJUAN MAKALAH

Setelah membaca dan mempelajari makalah ini diharapkan mahasiswa dapat:

A. Mengetahui apa itu Epistimologi


B. Mengetahui nama lain epistimologi
C. Mengetahui cakupan pokok epistimologi
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN EPISTIMOLOGI
Epistemologi berasal dari kata Yunani, episteme dan logos.
Episteme biasa diartikan pengetahuan atau kebenaran dan logos diartikan
pikiran, kata, atau teori. Epistemologi secara etimologi dapat diartikan
teori pengetahuan yang benar, dan lazimnya hanya disebut teori
pengetahuan yang dalam bahasa Inggrisnya menjadi Theory of
Knowledge.1
Epistemologi, secara garis besar membahas segenap proses dalam
usaha memperoleh kebenaran pengetahuan.2
Epistemologi atau teori pengetahuan yaitu cabang filsafat yang
berurusan dengan hakikat dan ruang lingkup pengetahuan, pengandaian-
pengandaian dan dasardasarnya serta pertanggung jawaban atas pertanyaan
mengenai pengetahuan yang dimiliki. Sebagian ciri yang patut mendapat
perhatian dalam epistemologi perkembangan ilmu pada masa modern
adalah munculnya pandangan baru mengenai ilmu pengetahuan.
Pandangan itu merupakan kritik terhadap pandangan Aristoteles, yaitu
bahwa ilmu pengetahuan sempurna tak boleh mencari untung, namun
harus bersikap kontemplatif, diganti dengan pandangan bahwa ilmu
pengetahuan justru harus mencari untung, artinya dipakai untuk
memperkuat kemampuan manusia di bumi ini.3

1
Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar (Jakarta: PT Bumi Aksara,2005), Hal.53.
2
Muhammad Erwin, Filsafat Hukum: Refleksi Kritis terhadap Hukum, (Jakarta: Rajawali
Pers,2013), Hal.11.
3
Sumarto, Filsafat Ilmu (Jambi: Pustaka Ma’arif Press,2017), Hal.52.
B. ISTILAH LAIN EPISTIMOLOGI
1. LOGIKA MATERIAL
Istilah logika material sudah mengandaikan adanya ilmu
pengetahuan yang lain yang disebut logika formal. Sesungguhnya
istilah logika material ini secara khusus hanya terdapat pada
kepustakaan kefilsafatan Belanda.
Apabila logika formal menyangkut dengan bentuk pemikiran maka
logika material menyangkut isi pemikiran. Dengan perkataan lain,
apabila logika formal yang biasanya disebut logika, berusaha untuk
menyelidiki dan menetapkan bentuk pemikiran yang masuk akal, logika
material berusaha untuk menetapkan kebenaran dari suatu pemikiran
ditinjau dari segi isinya.
Dapatlah dikatakan bahwa logika formal berhubungan dengan
masalah kebenaran formal yang acap kali juga dinamakan keabsahan
(jalan) pemikiran. Adapun logika material berhubungan dengan
kebenaran materil, yang kadang kadang juga disebut kebenaran autentik
atau autentisitas isi pemikiran.

2. KRITIRIOLOGIA
Istilah kriteriologia berasal dari kata kriterium yang berarti ukuran.
Dalam hal ini yang dimaksud adalah ukuran untuk menetapkan benar
tidaknya suatu pikiran atau pengetahuan tertentu. Dengan demikian,
kriteriologia merupakan suatu cabang filsafat yang berusaha untuk
menetapkan benar tidaknya suatu pikiran atau pengetahuan berdasarkan
ukuran tentang kebenaran.

3. KRITIKA PENGETAHUAN
Istilah kritika pengetahuan sedikit banyak ada sangkut pautnya
dengan istilah kriteriologia. Yang dimaksud kritika di sini adalah
sejenis usaha manusia untuk menetapkan, apakah sesuatu pikiran atau
pengetahuan manusia itu sudah benar atau tidak benar dengan jalan
meninjaunya secara sedalam-dalamnya. Jadi, secara singkat dapatlah
dikatakan bahwa kritika pengetahuan menunjuk kepada suatu ilmu
pengetahuan yang berdasarkan tinjauan secara mendalam berusaha
menentukan benar tidaknya sesuatu pikiran atau pengetahuan manusia.
Kritika pengetahuan dengan kriteriologi mempunyai arti yang
sama dan tujuan yang sama yaitu, sama-sama untuk menetapkan benar
atau tidak benarnya sesuatu pikiran atau pengetahuan manusia. Yang
membedakan antara keduanya ialah kriteriologi melihat kebenarannya
itu berdasarkan ukuran, sedangkan kritika pengetahuan adanya kegiatan
yang dimana kegiatannya itu meninjau, mengkaji, dan menelitinya
dengan sedalam-dalamnya.

4. GNOSEOLOGIA
Istilah gnoseologia berasal dari kata gnosis dan logos. Dalam hal
ini gnosis berarti pengetahuan yang bersifat keilahian, sedangkan logos
berarti ilmu pengetahuan. Dengan demikian, gnoseologia berarti suatu
ilmu pengetahuan atau cabang filsafat yang berusaha untuk memperoleh
pengetahuan mengenai hakikat pengetahuan, khususnya mengenai
pengetahuan yang bersifat keilahian.
Gnoseologia memiliki peranan sebagai gabungan dari suatu ilmu
yang memiliki tujuan untuk mencari dan memperoleh suatu hakikat
pengetahuan, bisa juga dikatakan sebagai upaya untuk menjawab
pertanyaan yang berupa apa hakikat dari pengetahuan. Mengkaji
hakikat gnoseologia ini mempunyai tujuan yang khusus yaitu dari
pengetahuan yang bersifat keilahian.

5. FILSAFAT PENGETAHUAN
Secara singkat dapat dikatakan bahwa filsafat pengetahuan
merupakan salah satu cabang filsafat yang mempersoalkan mengenai
masalah hakikat pengetahuan. Apabila kita berbicara mengenai filsafat
pengetahuan maka yang dimaksud dalam hal ini adalah suatu ilmu
pengetahuan kefilsafatan yang secara khusus hendak memperoleh
pengetahuan tentang hakikat pengetahuan.
Mengenai batasan epistemologi, seperti istilah-istilah dalam
filsafat, istilah ini pun tidak sedikit yang memberikan batasan dan setiap
batasan hampir mempunyai corak yang sedikit berlainan.
J.A. Niels Mulder menuturkan, epistemologi adalah cabang filsafat
yang mempelajari soal tentang watak, batas-batas dan berlakunya dari
ilmu pengetahuan. Jacques Veuger mengemukakan, epistemologi
adalah pengetahuan tentang pengetahuan yang kita miliki sendiri
bukannya pengetahuan orang lain tentang pengetahuan kita, atau
pengetahuan yang kita miliki tentang pengetahuan orang lain. Pendek
kata epistemologi ialah pengetahuan kita yang mengetahui pengetahuan
kita. Abbas Hamami Mintarejo memberikan pendapat bahwa
epistemologi adalah bagian filsafat atau cabang filsafat yang
membicarakan tentang terjadinya pengetahuan dan mengadakan
penilaian atau pembenaran dari pengetahuan yang telah terjadi itu.
Apabila kita perhatikan definisi itu tampak bahwa semuanya
hampir senada, epistemologi adalah bagian filsafat yang membicarakan
tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula
pengetahuan, batas-batas, sifat, metode, dan kesahihan pengetahuan.
Oleh karena itu, sistematika penulisan epistemologi adalah terjadinya
pengetahuan, teori kebenaran, metode ilmiah, dan aliran teori
pengetahuan.4
Filsafat pengetahuan adalah istilah dari epistimologi yang dimana
filsafat pengetahuan ini mempunyai sedikit arti yang sama dengan
gnoseologia yang merupakan cabang filsafat yang sama-sama
mempersoalkan mengenai masalah hakikat pengetahuan.
Dapat disimpulkan bahwasanya epistimologi merupakan
pembahasan mengenai bagaimana kita mendapatkan pengetahuan,
apakah sumber-sumber pengetahuan? Apakah hakikat, jangkauan dan

4
Ibid, Hal. 53-55.
ruang lingkup pengetahuan? Apakah manusia dimungkinkan untuk
mendapatkan pengetahuan? Sampai tahap mana pengetahuan yang
mungkin untuk ditangkap manusia.
C. CAKUPAN POKOK EPISTIMOLOGI
1. TERJADINYA PENGETAHUAN
Masalah terjadinya pengetahuan adalah masalah yang amat penting
dalam epistemologi, sebab jawaban terhadap terjadinya pengetahuan
maka seseorang akan berwarna pandangan atau paham filsafatnya.
Jawaban yang paling sederhana tentang terjadinya pengetahuan ini
apakah berfilsafat apriori atau aposteriori.
Pengetahuan apriori adalah pengetahuan yang terjadi tanpa adanya
atau melalui pengalaman, baik pengalaman indra maupun pengalaman
batin.
Adapun pengetahuan aposteriori adalah pengetahuan yang terjadi
karena adanya pengalaman. Dengan demikian, pengetahuan ini
bertumpu pada kenyataan objektif. Di dalam epistimologi ia juga
membahas mengenai terjadinya pengetahuan dan ia dikatakan suatu
cakupan atau kumpulan pokok epistemologi. Dari pembahasan atau
jawaban terhadap terjadinya pengetahuan seseorang akan lebih
memahami bahwasanya pengetahuan itu bisa didapatkan melalui
pengalaman baik pengalaman indra maupun batin yang pada akhirnya
pengetahuan itu bertumpu pada kenyataan yang objektif.
Menurut John Hospers dalam bukunya An Introduction to
Philosophical Analysis mengemukakan ada enam alat untuk
memperoleh pengetahuan, yaitu:
A. PENGALAMAN INDRA (SENSE EXPERIENCE)
Orang sering merasa bahwa pengindraan adalah alat yang
paling vital dalam memperoleh pengetahuan. Memang dalam hidup
manusia tampaknya pengindraan adalah satu-satunya alat untuk
mencerap segala objek yang ada di luar diri manusia. Karena
terlalu menekankan pada kenyataan, paham demikian dalam
filsafat disebut realisme.
Realisme adalah suatu paham yang berpendapat bahwa
semua yang dapat diketahui hanya kenyataan. Jadi, pengetahuan
berawal mula dari kenyataan yang dapat diindrai. Tokoh pemula
dari pandangan ini adalah Aristoteles, yang berpendapat bahwa
pengetahuan terjadi bila subjek diubah di bawah pengaruh objek,
artinya bentuk dari dunia luar meninggalkan bekas dalam
kehidupan batin. Objek masuk dalam diri subjek melalui persepsi
indra (sensasi). Yang demikian ini ditegaskan pula oleh Aristoteles
yang berkembang pada abad pertengahan adalah Thomas Aquinas
yang mengemukakan bahwa tiada sesuatu dapat masuk lewat ke
dalam akal yang tidak ditangkap oleh indra.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengalaman indra
merupakan sumber pengetahuan berupa alat-alat untuk menangkap
objek dari luar diri manusia melalui kekuatan indra. Kekhilafan
akan terjadi apabila ada ketidaknomalan diantara alat itu.

B. NALAR (REASON)
Nalar adalah salah satu corak berpikir dengan
menggabungkan dua pemikiran atau lebih dengan maksud untuk
mendapatkan pengetahuan baru Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam masalah ini tentang asas-asas pemikiran, yaitu sebagai
berikut:
1. Principium Identitas
Yaitu sesuatu itu mesti sama dengan dirinya sendiri (A=A).
Asas ini biasa disebut asas kesamaan.
2. Principium Contradictionis
Yaitu apabila dua pendapat yang bertentangan, tidak mungkin
kedua-duanya benar dalam waktu yang bersamaan. Dengan
kata lain pada subjek yang sama tidak mungkin terdapat dua
predikat yang bertentangan pada satu waktu. Asas ini biasa
disebut asas pertentangan.
3. Principium Tertii Exclusi Yaitu apabila dua pendapat yang
berlawanan tidak mungkin keduanya benar dan tidak mungkin
keduanya salah. Kebenaran hanya terdapat satu di antara kedua
itu, tidak perlu ada pendapat yang ketiga. Asas ini biasa disebut
asas tidak adanya kemungkinan ketiga.
C. OTORITAS (AUTHORITY)
Otoritas adalah kekuasaan yang sah yang dimiliki oleh
seseorang dan diaku oleh kelompoknya. Otoritas menjadi salah satu
sumber pengetahuan, karena kelompoknya memiliki pengetahuan
melalui seseorang yang mempunya kewibawaan dalam
pengetahuannya. Pengetahuan yang diperoleh melalui oteritas ini
biasanya tanpa diuji lagi karena orang yang telah
menyampaikannya mempunyai kewibawaan tertentu. Jadi,
kesimpulannya adalah bahwa pengetahuan karena adanya otoritas
terjadi melalui wibawa seseorang sehingga orang lain mempunyai
pengetahuan.

D. INTUISI (INTUITION)
Intuisi adalah suatu kemampuan yang ada pada diri
manusia melalui proses kejiwaan tanpa suatu rangsangan atau
stimulus mampu untuk membuat pernyataan berupa pengetahuan.
Pengetahuan yang diperoleh melalui intuisi tidak dapat dibuktikan
seketika atau melalui kenyataan karena pengetahuan ini muncul
tanpa adanya pengetahuan lebih dahulu. Dengan demikian, peran
intuisi sebagai sumber pengetahuan adalah adanya kemampuan
dalam diri manusia yang dapat melahirkan pernyataan-pernyataan
berupa pengetahuan.
Selain mendapatkan pengetahuan dari pengalaman indra,
nalar (corak berpikir) yang terdapat dalam diri seseorang adalah
cara untuk mendapatkan pengetahuan yang baru yang dimana
adanya upaya berpikir untuk membedakan salah satu antara yang
dua. Setelah nalar (corak berpikir) instuisi juga berperan sebagai
alat untuk mendapatkan pengetahuan dengan adanya kemampuan
dalam diri seseorang untuk melahirkan pernyatan-pernyataan
berupa pengetahuan, pengetahuan yang muncul dengan instuisi ini
tidak dapat dibuktikan dengan seketika.

E. WAHYU (REVELATION)
Wahyu adalah berita yang disampaikan oleh Tuhan kepada
Nabi-Nya untuk kepentingan umatnya. Kita mempunyai
pengetahuan melalui wahyu, karena ada kepercayaan tentang
sesuatu yang disampaikan itu. Seseorang yang mempunyai
pengetahuan melalui wahyu secara dogmatik akan melaksanakan
dengan baik. Wahyu dapat dikatakan sebagai salah satu sumber
pengetahuan, karena kita mengenal sesuatu dengan melalui
kepercayaan kita.

F. KEYAKINAN (FAITH)
Keyakinan adalah kemampuan yang ada pada diri manusia
yang diperoleh melalui kepercayaan. Sesungguhnya antara sumber
pengetahuan berupa wahyu dan keyakinan ini sangat sukar untuk
dibedakan secara jelas, karena keduanya menetapkan bahwa alat
lain yang dipergunakannya adalah kepercayaan. Perbedaannya
barangkali jika keyakinan terhadap wahyu yang secara dogmatik
diikutinya adalah peraturan yang berupa agama. Adapun keyakinan
melalui kemampuan kejiwaan manusia merupakan pematangan
(maturation) dari kepercayaan. Karena kepercayaan itu bersifat
dinamik mampu menyesuaikan dengan keadaan yang sedang
terjadi. Sedangkan keyakinan itu sangat statik, kecuali ada bukti-
bukti baru yang akurat dan cocok buat kepercayaannya.5
Wahyu dan keyakinan juga merupakan alat untuk
memperoleh pengetahua, wahyu merupakan adanya kepercayaan di
dalam diri seseorang mengenai sesuatu yang disampaikan, dalam

5
Ibid, Hal. 55-57.
artian jika kita mempercayai sesuatu hal yang baru, melalui
kepercayaan kita tersebut, kita bisa memperoleh yang namanya
pengetahuan, setelah kita mempercayainya maka akan timbul rasa
meyakini sesuatu hal tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Jadi, Epistemologi merupakan salah satu objek kajian dalam
filsafat, dalam pengembangannya menunjukkan bahwa epistemologi secara
langsung berhubungan secara radikal (mendalam) dengan diri dan kehidupan
manusia. Pokok kajian epistemologi akan sangat menonjol bila dikaitan dengan
pembahasan mengenai hakekat epistemologi itu sendiri. Kajian epistimologi ini
bersumber dari beberapa hal yaitu presepsi, ingatan, akal, intuisi dan otoritas.
Serta penyctab timbulnya epistimologi adalah pengalaman, dan pengamatan
dari manusia itu sendiri.

B. KRITIK DAN SARAN


Manusia dalam berbuat tentunya terdapat kesalahan yang sifatnya
dari yang seharusnya. Terlebih dalam kegiatan menyusun makalah ini. Untuk
itu, penulis harapkan dari pembaca dalam kritik dan saran guna perbaikan
penyusunan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Erwin, Muhammad. 2013. Filsafat Hukum: Refleksi Kritis Terhadap Hukum.
Jakarta: Rajawali Pers.
Surajiyo. 2005. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Sumarto. 2017. Filsafat Ilmu. Jambi: Pustaka Ma’arif Press.

Anda mungkin juga menyukai