Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

“EPISTIMOLOGI”
CARA MENDAPATKAN PENGETAHUAN YANG BENAR

KELOMPOK 4

KHAIRIL INSANI : 22199063


MUHAMMAD AL ZAKI : 22199030
SYAFIRIL RISMAN : 22199047
PUTRI AYU : 22199035

DOSEN PENGAMPU
Prof. Dr. Phil. Yanuar Kiram
Dr. Donie, M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN OLAHRAGA S2


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan


rahmat hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “EPISTIMOLOGI Cara mendapatkan pengetahuan yang benar” ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini menemui
banyak hambatan, namun hambatan dapat teratasi. Oleh karena itu, dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada: Prof. Dr. Phil Yanuar
Kiram dan Dr. Donie, M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Filsafat Ilmu
yang tak henti-hentinya memberi nasehat serta motivasi.
Meskipun penulis menggunakan seluruh kemampuannya guna
menyusun Makalah ini, tetapi mungkin tulisan ini masih ada kekurangan dan
kesalahan. Untuk itu, penulis mengharap kritik dan saran yang membangun dari
pembaca guna kebaikan di masa yang akan datang. Semoga makalah ini bisa
bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan menambah pengetahuan penulis
khususnya.

Padang, 25 November 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
..............................................................................................................................
DAFTAR ISI
..............................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
..............................................................................................................................
A. Latar Belakang
Masalah
..................................................................................................................
B. Perumusan
Masalah
..................................................................................................................
C. Tujuan
Penulisan
..................................................................................................................
BAB II
Pembahasan
..............................................................................................................................
A. Pengertian
Epistimologi
..................................................................................................................
B. Istilah lain
Epistimologi
..................................................................................................................
C. Empirisme
..................................................................................................................
D. Rasionalisme
..................................................................................................................
E. Fenomenalisme
..................................................................................................................
F. Intusionisme
..................................................................................................................
G. Dialektis
..................................................................................................................
BAB III
Penutup
..............................................................................................................................
A. Kesimpulan
..................................................................................................................
B. Saran
..................................................................................................................

BAB I
Pendahuluan
1. Latar Belakang

Manusia tidak hanya memerlukan kebutuhan pokok saja, akan tetapi


manusia juga memerlukan informasi untuk mengetahui keadaan di
lingkungan sekitar mereka. Dalam upaya untuk memperoleh informasi,
manusia seringkali melakukan komunikasi ataupun cara-cara lain yang bisa
digunakan. Salah satu informasi yang didapat dari komunikasi adalah
pengetahuan. Pengetahuan sangat diperlukan bagi kehidupan manusia
karena dapat memberikan manfaat yang sangat besar bagi kehidupan.
Dalam mencari pengetahuan, tak jarang manusia harus mempelajari
Epistemologi.
Epistimologi merupakan cabang dari filsafat yang membicarakan
mengenai sumber-sumber, karakteristik, sifat dan kebenaran pengetahuan.
Epistimologi seringkali disebut dengan teori pengetahuan atau filsafat
pengetahuan, karena yang dibicarakan dalam epistimologi ini berkenaan
dengan hal-hal yang yang ada sangkut pautnya dengan masalah
pengetahuan. Misalnya, Apakah pengetahuan itu? Dari mana Asalnya?
Apakah sumber-sumber pengetahuan? Bagaimana manusia mendapatkan
pengetahuan? Dari mana pengetahuan yang benar? Apa yang menjadi
karakteristik pengetahuan? Apakah pengetahuan itu tergolong benar atau
keliru, dan sebagainya. Beberapa pertanyaan innilah yang kemuadian
disebut dengan persoalan epistimologi.

BAB II
Pembahasan
A. Pengertian Epistemologi
Epistemologi berasal dari kata Yunani, episteme dan logos. Episteme
biasa diartikan pengetahuan atau kebenaran dan logos diartikan pikiran,
kata, atau teori. Epistemologi secara etimologi dapat diartikan teori
pengetahuan yang benar, dan lazimnya hanya disebut teori pengetahuan
yang dalam bahasa Inggrisnya menjadi Theory of Knowledge.
1. Epistemologi,
secara garis besar membahas segenap proses dalam usaha memperoleh
kebenaran pengetahuan.
2. Epistemologi atau teori pengetahuan yaitu cabang filsafat yang
berurusan dengan hakikat dan ruang lingkup pengetahuan, pengandaian-
pengandaian dan dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas
pertanyaan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Sebagian ciri yang
patut mendapat perhatian dalam epistemologi perkembangan ilmu pada
masa modern adalah munculnya pandangan baru mengenai
ilmu pengetahuan. Pandangan itu merupakan kritik terhadap pandangan
Aristoteles, yaitu bahwa ilmu pengetahuan sempurna tak boleh mencari
untung, namun harus bersikap kontemplatif, diganti dengan pandangan
bahwa ilmu pengetahuan justru harus mencari untung, artinya dipakai
untuk memperkuat kemampuan manusia di bumi ini

B. Istilah Lain Epistemologi


1. Logika Material
Istilah logika material sudah mengandaikan adanya ilmu pengetahuan
yang lain yang disebut logika formal. Sesungguhnya istilah logika
material ini secara khusus hanya terdapat pada kepustakaan kefilsafatan
Belanda. Apabila logika formal menyangkut dengan bentuk pemikiran
maka logika material menyangkut isi pemikiran. Dengan perkataan
lain, apabila logika formal yang biasanya disebut logika, berusaha
untuk menyelidiki dan menetapkan bentuk pemikiran yang masuk akal,
logika material berusaha untuk menetapkan kebenaran dari suatu
pemikiran ditinjau dari segi isinya. Dapatlah dikatakan bahwa logika
formal berhubungan dengan masalah kebenaran formal yang acap kali
juga dinamakan keabsahan (jalan) pemikiran. Adapun logika material
berhubungan dengan kebenaran materil, yang kadang kadang juga
disebut kebenaran autentik atau autentisitas isi pemikiran.
2. Kriteriologia
Istilah kriteriologia berasal dari kata kriterium yang berarti ukuran.
Dalam hal ini yang dimaksud adalah ukuran untuk menetapkan benar
tidaknya suatu pikiran atau pengetahuan tertentu. Dengan demikian,
kriteriologia merupakan suatu cabang filsafat yang berusaha untuk
menetapkan benar tidaknya suatu pikiran atau pengetahuan
berdasarkan ukuran tentang kebenaran.
3. Kritika Pengetahuan
Istilah kritika pengetahuan sedikit banyak ada sangkut pautnya dengan
istilah kriteriologia. Yang dimaksud kritika di sini adalah sejenis usaha
manusia untuk menetapkan, apakah sesuatu pikiran atau pengetahuan
manusia itu sudah benar atau tidak benar dengan jalan meninjaunya
secara sedalam-dalamnya. Jadi, secara singkat dapatlah dikatakan
bahwa kritika pengetahuan menunjuk kepada suatu ilmu pengetahuan
yang berdasarkan tinjauan secara mendalam berusaha
menentukan benar tidaknya sesuatu pikiran atau pengetahuan manusia.
Kritika pengetahuan dengan kriteriologi mempunyai arti yang sama dan
tujuan yang sama yaitu, sama-sama untuk menetapkan benar atau tidak
benarnya sesuatu pikiran atau pengetahuan manusia. Yang
membedakan antara keduanya ialah kriteriologi melihat kebenarannya
itu berdasarkan ukuran, sedangkan kritika pengetahuan adanya
kegiatan yang dimana kegiatannya itu meninjau, mengkaji, dan
menelitinya dengan sedalam-dalamnya.
4. Gnoseologi
Istilah gnoseologia berasal dari kata gnosis dan logos, Dalam hal ini
gnosis berarti pengetahuan yang bersifat keilahian, sedangkan logos
berarti ilmu pengetahuan. Dengan demikian, gnoseologia berarti suatu
ilmu pengetahuan atau cabang filsafat yang berusaha untuk
memperoleh pengetahuan mengenai hakikat pengetahuan, khususnya
mengenai pengetahuan yang bersifat keilahian.
Gnoseologia memiliki peranan sebagai gabungan dari suatu ilmu yang
memiliki tujuan untuk mencari dan memperoleh suatu hakikat
pengetahuan, bisa juga dikatakan sebagai upaya untuk menjawab
pertanyaan yang berupa apa hakikat dari pengetahuan. Mengkaji
hakikat gnoseologia ini mempunyai tujuan yang khusus yaitu dari
pengetahuan yang bersifat keilahian.
5. Filsafat Pengetahuan
Secara singkat dapat dikatakan bahwa filsafat pengetahuan merupakan
salah satu cabang filsafat yang mempersoalkan mengenai masalah
hakikat pengetahuan. Apabila kita berbicara mengenai filsafat
pengetahuan maka yang dimaksud dalam hal ini adalah suatu ilmu
pengetahuan kefilsafatan yang secara khusus hendak memperoleh
pengetahuan tentang hakikat pengetahuan. Mengenai batasan
epistemologi, seperti istilah-istilah dalam filsafat, istilah ini pun tidak
sedikit yang memberikan batasan dan setiap batasan hampir
mempunyai corak yang sedikit berlainan.
J.A. Niels Mulder menuturkan, epistemologi adalah cabang filsafat
yang mempelajari soal tentang watak, batas-batas dan berlakunya dari
ilmu pengetahuan. Jacques Veuger mengemukakan, epistemologi
adalah pengetahuan tentang pengetahuan yang kita miliki sendiri
bukannya pengetahuan orang lain tentang pengetahuan kita, atau
pengetahuan yang kita miliki tentang pengetahuan orang lain. Pendek
kata epistemologi ialah pengetahuan kita yang
mengetahui pengetahuan kita. Abbas Hamami Mintarejo memberikan
pendapat bahwa epistemologi adalah bagian filsafat atau cabang filsafat
yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan dan mengadakan
penilaian atau pembenaran dari pengetahuan yang telah terjadi itu.
Apabila kita perhatikan definisi itu tampak bahwa semuanya hampir
senada, epistemologi adalah bagian filsafat yang membicarakan tentang
terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan,
batas-batas, sifat, metode, dan kesahihan pengetahuan. Oleh karena itu,
sistematika penulisan epistemologi adalah terjadinya pengetahuan,
teori kebenaran, metode ilmiah, dan aliran teori pengetahuan.
Filsafat pengetahuan adalah istilah dari epistimologi yang dimana
filsafat pengetahuan ini mempunyai sedikit arti yang sama dengan
gnoseologia yang merupakan cabang filsafat yang sama-sama
mempersoalkan mengenai masalah hakikat pengetahuan. Dapat
disimpulkan bahwasanya epistimologi merupakan pembahasan
mengenai bagaimana kita mendapatkan pengetahuan, apakah sumber-
sumber pengetahuan? Apakah hakikat, jangkauan dan ruang lingkup
pengetahuan? Apakah manusia dimungkinkan untuk mendapatkan
pengetahuan? Sampai tahap mana pengetahuan yang mungkin untuk
ditangkap manusia.

C. Empirisme
Istilah empirisme (empiricism) semakna dalam Bahasa Yunani empria
atau empeiros (berpengalaman dalam, berkenalan dengan, atau terampil
untuk). Dalam Bahasa latin empiricism bermakna exprientin
(pengalaman). Empirisme adalah aliran filsafat yang mengatakan bahwa
sumber seluruh pengetahuan yang harus dicari dalam pengalaman.
Sebagai salah satu teori mengenai asal pengetahuan, empirisme
merupakan antithesis dan rasionalisme, itu karena rasionalisme
berpandangan sebaliknya, bahwa akal merupakan satu-satunya sumber
pengetahuan.
D. Rasionalisme
Rasinalisme adalah gerakan yang menempatkan nalar sebagai pilar dan
dukungannya dan yang menegaskan bahwa nalar adalah alat mendasar
untuk dapat pengetahuan umum, meninggalkan persepsi dan
pengalaman orang-orang yang terdegradasi ke latar belakang. Ketika
kita merujuk pada teori pengetahuan, rasionalisme dikenal sebagai
kecenderungan yang mengakui akal sebagai satu-satunya sumber
pengetahuan asli, yang bertentangan dengan empirisme. Ini adalah jenis
orientasi yang mengatakan bahwa satu-satunya sumber pengetahuan
yang dapat dianggap otentik adalah akal. Dengan kata lain, ini memberi
tahu kita bahwa universalitas dan kebutuhan tidak disimpulkan dari
pengalaman, tetapi lebih kepada mereka diambil dari pemahaman
seseorang, dari konsep yang dianggap sebagai bawaan atau dari konsep
yang dibuat dalam bentuk bakat.
Karakteristik utama rasionalisme adalah:
a. Dia berpendapat bahwa fondasi masyarakat harus menjadi alasan.
b. Bagi mereka, masyarakat bisa maju melalui pemahaman dan pencarian
untuk itu.
c. Bagi kaum rasionalis, dunia adalah tempat yang penuh dengan logika,
tertib, dan rasional.
d. Asal mula pengetahuan tidak didasarkan pada pengalaman, karena itu
didasarkan pada indera, dan ini pada gilirannya, dianggap menipu.
e. Dia berusaha menjelaskan pengalaman manusia yang berbeda secara
logis dan rasional.

E. Fenomenalisme
Dalam Ontologi, Fenomenalisme adalah Gagasan bahwa satu-satunya
yang ada adalah fenomena, yang dengannya fenomena psikis biasanya
dipahami, isi kesadaran. Akan tetapi, kadang-kadang dianggap bahwa
fenomena dalam beberapa kombinasi dianggap sebagai fisik, dalam
kombinasi lain dianggap sebagai mental.Sedangkan dalam Teori
Pengetahuan, Fenomenalisme adalah Pandangan bahwa satu-satunya
hal yang kita dapat mencapai pengetahuan (empiris) adalah fenomena
(= yang diberikan dalam kesadaran), sering kali bertentangan dengan
noumen atau benda itu sendiri.Fenomenalisme karenanya dapat
dianggap sebagai bentuk radikal dari Empirisme atau Idealisme
.Kritikus berpendapat bahwa, dalam proses menghilangkan objek
material dari bahasa dan menggantinya dengan proposisi hipotetis
tentang pengamat dan pengalaman, tampaknya mengikat kita pada
keberadaan kelas baru objek ontologis sama sekali, yaitu data indra yang
dapat ada secara independen dari pengalaman.Yang lain berpendapat
bahwa anggapan pengamat material yang tidak dapat direduksi (atau
pengamat potensial) mengharuskan keberadaan pengamat kedua untuk
mengamati yang pertama (dan yang ketiga untuk mengamati yang
kedua, dll), yang mengarah pada kemunduran yang tak terbatas.
Keberatan lain berasal dari relativitas persepsi(mis. wallpaper putih
tampak putih di bawah cahaya putih dan merah di bawah lampu merah),
dan menanyakan atas dasar apa kita memutuskan hipotesis mana yang
benar jika kita dibatasi untuk hanya mengandalkan indra.

F. Intuisionisme
Beberapa ahli Bahasa mengatakan bahwa secara Bahasa,
intuisionalisme (berasal dari Bahasa latin, intuition yang berarti
pemandangan. Sedangkan ahli yang lain mengatakan bahwa
intuisionisme, berasal dariperkataan "nggris yaitu intuition
yang bermakna gerak hati atau hati Nurani.
D a l a m Kamus Umum Bahasa Indonesia, intuisi diartikan
dengan bisikanhati, gerak hati atau daya batin untuk mengerti atau
mengetahui sesuatutidak dengan berpikir atau belajar.
Perbedaannya dengan firasat atau feeling, kata intuisi lebih
banyak digunakan untuk hal-hal yang bersifat metafsika atau di
luar jangkauan rasio, biasanya dipakai untuk menyebut indera keenam.
Pengertian diatas memberi penjelasan bahwa manusia memiliki gerak
hati atau disebut hati nurani. gerak hati mampu membuat
manusia melihat secara langsung suatu perkara benar atau
salah, jahat atau baik, buruk a t a u b a i k s e c a r a m o r a l . I a
d i r u j u k s e b a g a i s u a t u p r o s e s m e l i h a t d a n memahami
masalah secara spontan juga merupakan satu proses melihat dan
memahami suatu masalah secara intelek. pengetahuan intuisi
ini merupakan pengetahuan langsung tentang suatu hal tanpa melalui
proses pemikiran rasional. namun kemampuan seperti ini
bergantung kepada usaha manusia itu sendiri.

G. Dialektika
Dialektika dalam bahasa Inggrisnya yaitu Dialectic berasal dari
bahasa Yunani Dialektos yang mempunyai arti pidato, pembicaraan, dan
perdebatan.
Dialektika merupakan seni atau ilmu yang berawal dari suatu penarikan
pembedaan-pembedaan yang sangat ketat, dialektika ini kiranya bisa
kita jumpai pada awal munculnya yaitu dimulai oleh Zeno, kemudian
Sokrates, dan dikembangkan oleh Plato. Walaupun arti awal dialektika
sebatas seni atau ilmu tentang bagaimana berpidato, bagaimana kita
berbicara atau bagaimana kita berdebat, namun perananya dari waktu-
kewaktu tidak bisa kita pungkiri sangatlah signifikan, karena
interprestasi mengenai hakikatnya dan penghargaan atas kegunaanya
sangat berfariasi sepanjang sejarah filsafat dan tidak terpaku hanya
dalam tiga persoalan tersebut di atas. Pada ilmu debat misalnya,
dialektika pada mulanya menunjuk pada tujuan utamanya yaitu menolak
argumen lawan atau membawa lawan kepada kontradiksikontradiksi,
dilema, atau paradoks. Sedangkan dialektika dalam dunia seni, dapat
digunakan untuk bertukar pendapat, bagaimana caranya kita
menggunakan gaya berbicara dengan mimik yang mudah dipahami oleh
lawan bicara kita manakala kita bertukar pendapat sehingga lawan
bicara tidak merasa diremehkan ataupun dipandang

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jadi, Epistemologi merupakan salah satu objek kajian dalam filsafat,
dalam pengembangannya menunjukkan bahwa epistemologi secara
langsung berhubungan secara radikal (mendalam) dengan diri dan
kehidupan manusia. Pokok kajian epistemologi akan sangat menonjol bila
dikaitan dengan pembahasan mengenai hakekat epistemologi itu sendiri.
Kajian epistimologi ini bersumber dari beberapa hal yaitu presepsi,
ingatan, akal, intuisi dan otoritas. Serta penyctab timbulnya epistimologi
adalah pengalaman, dan pengamatan dari manusia itu sendiri.

B. Saran
Manusia dalam berbuat tentunya terdapat kesalahan yang sifatnya dari
yang seharusnya. Terlebih dalam kegiatan menyusun makalah ini. Untuk
itu, penulis harapkan dari pembaca dalam kritik dan saran guna perbaikan
penyusunan selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Erwin, Muhammad. 2013. Filsafat Hukum: Refleksi Kritis Terhadap


Hukum.Jakarta: Rajawali Pers.
Surajiyo. 2005. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Sumarto. 2017. Filsafat Ilmu. Jambi: Pustaka Ma’arif Press
Ahmad Tafsir. Filsafat umum; Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra,
Bandung: Remaja Rosda karya, 2001
Aqa, Rasionalisme dan Intuisionalisme, Makalah, 23 Oktober 2009

Anda mungkin juga menyukai