Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu :
Ahmad Munirul Hakim, M.Ag
Disusun oleh:
Wahyu Eka Pratama 33020220064
Imam Zainnauvi Ahmad 33020220079
Luay Mazin Nawa Auranisa 33020220093
Puji syukur kami haturkan atas kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
tentang “Dimensi Kajian Filsafat Ilmu (Epistimologi)” guna memenuhi tugas mata
kuliah Filsafat Ilmu.
Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah turut memberikan kontribusi dalam penyususunan makalah kami ini. Tentunya,
tidak akan bisa maksimal jika tidak mendapat duungan dari berbagai pihak.
Kami harap semoga karya ilmiah yang kami susun ini memberikan manfaat
dan juga inspirasi untuk pembaca
Tim Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................................iii
BAB I......................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................2
C. Tujuan..........................................................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.....................................................................................................................3
A. Pengertian Epistemologi..............................................................................................3
B. Aliran-Aliran dalam Epistemologi.................................................................................6
BAB III.................................................................................................................................17
Penutup.................................................................................................................................17
A. Kesimpulan.................................................................................................................17
B. Saran..........................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................19
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Epistemologi
1. P. Hardono Hadi
Epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari dan mencoba
menentukan kodrat dan skope pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan
dasarnya, serta pertangungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan
yang dimiliki.
2. D. W. Hamlyn
Epistemologi adalah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan
lingkup pengetahuan, dasar dan pengandaian-pengandaiannya serta secara
umum hal itu dapat diandalkan sebagai penegasan bahwa orang memiliki
pengetahuan.2
3. Sudarminta
Menurut sudarmanta, epistemologi adalah suatu disiplin ilmu yang
evaluatif, normatif dan kritis. Normatif artinya bersifat menilai apakah
1
Zulfis, Sains Dan Agama; Dialog Epistemologi; Nidhal Guessoum Dan Ken Wilber,
(Ciputat; Sakata Cendekia, 2019), 28
2
Qomar, Epistemologi Pendidikan Islam; Dari Metode Rasional Hingga Metode Kritik,
(Jakarta; Erlangga), .3
3
suatu kepercayaan sikap pernyataan, pendapat dan pengetahuan dapat
dibenarkan, dijamin kebenarannya atau memiliki dasar yang dapat
dipertanggungjawabkan secara nalar.3
4
ciri-ciri umum dan hakikat dari pengetahuan manusia, bagaimana pengetahuan itu
diperoleh dan diuji kebenarannya.7
5
Wahyu hanya diberikan Allah kepada para nabi dan rasul melalui Malaikat Jibril,
dan berakhir pada Nabi Muhammad Saw., penutup para nabi dan rasul. Wahyu
hanya khusus untuk para nabi, karena ia merupakan konsekwensi kenabian dan
kerasulan. Ilham adalah inspirasi atau pancaran ilahi yang ditiupkan ruh suci ke
dalam hati nabi atau wali. Inspirasi atau intuisi pada prinsipnya dapat diterima
setiap orang. Oleh sebab itu, di satu sisi epistemologi Islam berpusat pada Allah,
dalam arti Allah sebagai sumber pengetahuan dan kebenaran, tetapi di sisi lain,
epistemologi Islam berpusat pada manusia, dalam arti manusia sebagai pelaku
pencari pengetahuan (kebenaran).
6
(Kattsoff, 2004: 133). Tokoh-tokoh empirisme diantaranya adalah, John
Locke, Berkeley, David Huston, Thomas Hobbes, dan yang lainnya.
2. Rasionalisme
Sumber pengetahuan menurut rasionalisme adalah akal. Akal
memperoleh bahan melalui indra. Kemudian diolah oleh akal sehingga
menjadi pengetahuan. Rasionalisme mendasarkan pada metode deduksi, yaitu
cara memperoleh kepastian melalui langkah-langkah metodis yang berttik
tolak dari hal-hal yang bersifat umum untuk mendapatkan kesimpulan yang
bersifat khusus.
Rasionalisme berpendirian bahwa sumber pengetahuan terletak pada
akal. Bukan karena rasionalisme mengingkari nilai pengalaman, melainkan
pengalaman paling-paling dipandang sebagai sejenis perangsang bagi pikiran.
Para penganut rasionalisme yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak
didalam ide kita, dan bukannya pada objek. (Kattsoff, 2004: 135). Tokoh-
tokoh rasionalisme diantaranya adalah Rene Descartes, Spinoza, dan Leibniz.
3. Fenomenologi
Istilah fenomenologi secara filosofis pertama kali dipakai oleh J.H.
Lambert (1764). Dia memasukkan dalam kebenaran (alethiologia), ajaran
mengenai gejala (fenomenologia). Maksudnya adalah menemukan sebab-
sebab subjektif dan objektif ciri-ciri bayangan objek pengalaman inderawi
(fenomen).
7
merupakan penampakkan atau kegejalaan dari pengetahuan inderawi:
fenomena-fenomena merupakan manifestasi konkret dan historis dari
perkembangan pikiran manusia.
4. Intuisionisme
8
tertentu dan sering bercampur aduk dengan perasaan. Tokoh aliran
intusionalisme, antara lain: Plotinos (205 -270) dan Henri Bergson (1859 -
1994).
5. Positivisme
Positivisme berpendirian bahwa kepercayaan yang dogmatis harus
digantikan dengan pengetahuan faktawi. Apapun yang berada diluar dunia
pengalaman tidak perlu diperhatikan. Manusia harus menaruh perhatian pada
dunia ini. Filsafat positivisme berpandangan bahwa semua fenomena tunduk
terhada hukum alam yang sama. Urusan kita adalah mengupayakan suatu
penemuan akurat atas hukum-hukum itu.9
6. Skeptisisme
9
Harold H. Titus, 1984, Persoalan-persoalan Filsafat, Bulan Bintang, Jakarta
9
skeptisisme yaitu aliran atau sistem pemikiran yang mengajarkan sikap ragu
sebagai sikap dasar yang fundamental dan universal. (Pranarka, 1987: 95)
7. Agnotisisme
8. Objektivisme
10
Basman (2009:34) juga menguraikan argumen objektivisme.
Menurutnya Argumen objektivisme mencakup penolakan terhadap metode
pemikiran subyektivisme dan penggunaan kata ide secara lebih positif.
Asumsi bahwa terdapat alam realitas adalah lebih baik dan lebih memadai dari
asumsi lain. Asumsi tersebut sesuai dengan pengalaman hidup kita sekarang,
dan pemahaman kita terhadap proses pemikiran.
9. Subjektivisme
Subjektivisme adalah pandangan bahwa objek dan kualitas yang kita
ketahui dengan perantaraan indera kita adalah tidak berdiri sendiri, lepas dari
kesadaran kita terhadapnya. Realitas terdiri atas kesadaran serta keadaan
kesadaran tersebut, walaupun tidak harus kesadaran kita dan keadaan akal kita
(Titus, 1984: 218).
10. Fenomenalisme
11
dan data indra itu ialah warna, cita rasa, bau, rasa dan sebaliknya. Memang benar,
kita mempunyai pengalaman; tetapi sama benarnya juga bahwa untuk mempunyai
pengetahuan (artinya menghubungkan hal-hal), maka kita harus keluar dari atau
menembus pengalaman. (Kattsoff, 1987: 138)
11. Pragmatisme
Pragmatisme tidak mempersoalkan apa hakikat pengetahuan, tetapi
menanyakan apa guna pengetahuan. Daya pengetahuan hendaklah dipandang
sebagai sarana bagi perbuatan. Charles S. Pierce menyatakan bahwa yang
penting adalah pengaruh apa yang dapat dilakukan sebuah ide atau suatu
pengetahuan dalam suatu rencana. (Sudaryanto, 2013: 41)
12
tetapi pengertian hanya dapat menjadi benar. Ukuran kebenaran hendaknya
dicari dalam tingkatan seberapa jauh manusia sebagai pribadi dan secara
psikis merasa puas. (Sudaryanto, 2013: 41)
12. Scientisme
Scientisme adalah suatu paham bahwa pernyataan ilmu saja yang benar,
yang selain ilmu tidak memiliki arti. Kadang kata ini digunakan oleh sosiolog
seperti Friedrich Hayek atau filsuf seperti Karl Popper, kadang digunakan untuk
merujuk pada perkembangan ilmu alam yang condong menjadi ideologi.
Scientisme bisa mengacu pada penggunaan yang salah dari ilmu pengetahuan atau
pemikiran bahwa metode atau kategorisasi dari filsafat alam membentuk satu-
satunya metode yang sah dalam filsafat atau bidang pengetahuan yang lain, dan
scientisme bisa memiliki jangkauan makna yang banyak.
13
dan spiritual dengan pendekatan ilmiah. Dawkin bersikeras bahwa keberadaan
kecerdasan-kreatif super adalah pertanyaan ilmiah
13. Anti-Intelektualisme
14. Fallibilisme
14
Misalnya saja kepercayaan ilmiah, kita tidak bisa pasti bahwa suatu saat sebuah
teori baru akan muncul untuk mengganti teori yang lama. Berbeda dengan
skeptisisme, dalam prinsip ini tidak dianjurkan untuk tidak mempercayai sesuatu
hanya karena dia tidak meyakinkan atau masih bisa diragukan.
Dalam fallibilisme sesuatu dianggap tidak mutlak benar dan bisa salah.
Karenannya suatu pengetahuan itu meragukan Terutama pada ilmu empiris.
Dalam ilmu empiris sesuatu fakta baru bisa membatalkan sebuah teori lama. Dan
karena fakta baru itu belum muncul maka bisa jadi pengetahuan sekarang salah.
Dari contoh tersebut maka seharusnya bidang yang tidak memerlukan penelitian
empiris seperti matematika dan logika lebih pasti karena tidak harus melakukan
pengamatan empiris. Namun ada juga yang meragukan matematika dan logika, ini
disebabkan walaupun mereka tidak melakukan pengamatan empiris namun
kesalahan manusia masih bisa terjadi.
Perlu diingat bahwa teori kritis adalah sebuah gerakan intelektual yang
dilakukan bersama-sama oleh sekelompok intelegensia dalam kurun sejarah
tertentu. Pengertian “kritik” dimaksudkan sebagai kritis terhadap ajaran-ajaran
dibidang sosial yang ada pada saat itu dan juga kritis terhadap keadaan
15
masyarakat pada saat itu yang sangat memerlukan perubahan radikal. Nama ini
dipopulerkan oleh Max Horkheimer. (Listiyono, 2003: 97) Lebih lanjut ia
mengatakan,
Kata “kritik” disini harus dimengerti dalam arti kritis terhadap ajaran-
ajaran dibidang sosial yang terdapat pada saat itu (termasuk Marxisme ortodox)
serentak juga dalam arti kritis terhadap keadaan masyarakat pada saat otu, yang
memerlukan perubahan radikal.11
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
11
Louis O. Kattsoff, 2004. Pengantar Filsafat. Tiara Wacana, Yogyakarta
16
Epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari sifat
pengetahuan, bagaimana pengetahuan diperoleh, dan apa yang dapat
diketahui. Epistemologi mencoba untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
seperti: Apa arti dari pengetahuan? Bagaimana kita tahu bahwa sesuatu benar
atau salah? Bagaimana kita memperoleh pengetahuan?
Ajaran epistemologi meliputi beberapa aliran pemikiran yang berbeda,
seperti rasionalisme, empirisme, konstruktivisme, pragmatisme, dan
kritisisme. Rasionalisme meyakini bahwa pengetahuan dapat diperoleh
melalui rasio atau akal budi. Empirisme meyakini bahwa pengetahuan hanya
dapat diperoleh melalui pengalaman atau observasi. Konstruktivisme
meyakini bahwa pengetahuan dibangun oleh individu melalui proses kognitif
mereka sendiri. Pragmatisme meyakini bahwa pengetahuan hanya bermanfaat
jika dapat diterapkan dalam praktik kehidupan sehari-hari. Kritisisme
meyakini bahwa semua pengetahuan bersifat relatif dan tergantung pada sudut
pandang individu.
Dalam epistemologi, terdapat juga perdebatan antara skeptisisme dan
dogmatisme. Skeptisisme meyakini bahwa pengetahuan yang pasti tidak
mungkin diperoleh, sedangkan dogmatisme meyakini bahwa ada pengetahuan
yang benar dan pasti.
Kesimpulannya, epistemologi adalah studi tentang sifat pengetahuan
dan bagaimana kita memperolehnya. Terdapat beberapa aliran pemikiran
dalam epistemologi, dan perdebatan mengenai skeptisisme dan dogmatisme.
B. Saran
17
Demikian makalah ini kami buat, apabila dalam pembuatan makalah
ini terdapat kekurangan dan kekeliruan kami minta maaf atas kesalahan
tersebut. Dan kami mengharap semoga ilmu yang membahas masalah filsafat
ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan kita mengenai ilmu-ilmu. Maka
kami selaku penulis meminta kritik serta saran dari pembaca demi
sempurnanya makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
18
Zulfis, Sains Dan Agama; Dialog Epistemologi; Nidhal Guessoum Dan Ken Wilber,
(Ciputat; Sakata Cendekia, 2019), 28
Qomar, Epistemologi…Op,cit.., 1
Qomar, Epistemologi…Op,cit.., 1
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, Akal dan Hati Sejak Thales Sampai James
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998), 16.
19