Anda di halaman 1dari 34

1

MAKALAH

EPISTIMOLOGI

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas kelompok Semester 3

Mata Kuliah Filsafat Umum

Dosen Pengampu : Jalalludin, M.Ag

Disusun Oleh :

Nafil Haikal Fajri (2112.2337)

Iwan Gunawan (2112,2325)

Handi Maulana Fatah (2112,2320)

Muhammad Lutfi Nabil (2112,2335)

M. Ibnu Dzulqornaen (2112,2353)

SEMESTER TIGA

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL-MASTHURIAH

SUKABUMI

2022
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah swt. yang telah

memberikan kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan makalah ini. Adapun tugas makalah dibuat ini

adalah untuk memenuhi tugas kelompok dari dosen pada mata kuliah

“Filsafat Umum”. Makalah ini berjudul “Epistimologi, Etika, Dan

Estetika”.

Penulis tidak dapat menyelesaikan makalah ini tanpa adanya

dukungan, do’a, dan nasehat dari semuanya. Selanjutnya, penyusun ingin

mengucapkan salam dan terima kasih kepada semua yang sudah ikut andil

membantu baik materil dan non materil serta waktunya untuk melengkapi

makalah ini.

Penyusun menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh

karena itu, kritik yang membangun, dan saran dari pembaca sangatlah

dihargai. Penyusun sangat beharap bahwa makalah ini dapat memberikan

kontribusi berharga bagi para pembaca.

Sukabumi, 1 Oktober 2022

Penulis

Kelompok 3
3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................ii

BAB I.............................................................................................................4

Pendahuluan.................................................................................................4
A. Latar Belakang..................................................................................4
B. Rumusan Masalah.............................................................................5
C. Tujuan Masalah.................................................................................5

BAB II............................................................................................................6

Pembahasan..................................................................................................6
A. Epistimologi......................................................................................6
B. Etika................................................................................................15
C. ESTETIKA......................................................................................27

BAB III........................................................................................................33

PENUTUP...................................................................................................33
A. Kesimpulan.............................................................................33
B. Saran........................................................................................33

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................34
4

BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Manusia tidak hanya memerlukan kebutuhan pokok saja, akan

tetapi manusia juga memerlukan informasi untuk mengetahui keadaan

di lingkungan sekitar mereka. Dalam upaya untuk memperoleh

informasi, manusia seringkali melakukan komunikasi ataupun cara-

cara lain yang bisa digunakan. Salah satu informasi yang didapat dari

komunikasi adalah pengetahuan. Pengetahuan sangat diperlukan bagi

kehidupan manusia karena dapat memberikan manfaat yang sangat

besar bagi kehidupan. Dalam mencari pengetahuan, tak jarang manusia

harus mempelajari Epistemologi.

Epistimologi merupakan cabang dari filsafat yang

membicarakan mengenai sumber-sumber, karakteristik, sifat dan

kebenaran pengetahuan. Epistimologi seringkali disebut dengan teori

pengetahuan atau filsafat pengetahuan, karena yang dibicarakan dalam

epistimologi ini berkenaan dengan hal-hal yang yang ada sangkut

pautnya dengan masalah pengetahuan. Misalnya, Apakah pengetahuan

itu? Dari mana Asalnya? Apakah sumber-sumber pengetahuan?

Bagaimana manusia mendapatkan pengetahuan? Dari mana

pengetahuan yang benar? Apa yang menjadi karakteristik

pengetahuan? Apakah pengetahuan itu tergolong benar atau keliru, dan

sebagainya. Beberapa pertanyaan innilah yang kemuadian disebut

dengan persoalan epistimologi.

4
5

Bramel seperti yang dikutip Amsal (2009) membagi aksiologi

dalam tiga bagian, yakni moral conduct, estetic expression, dan socio-

political life. Moral Conduct, yaitu tindakan moral. Bidang ini melahirkan

disiplin khusus yaitu etika. Estetic expression, yaitu ekspresi keindahan

yang mana bidang ini melahirkan keindahan. Dan terakhir yang

mebidani lahirnya filsafat kehidupan sosial politik. Pada makalah ini akan

di bahas tentang etika dan estetika.

B. Rumusan Masalah

Berikut rumusan masalah makalah ini, sebagai berikut:


a. Apa yang dimaksud Epistemologi?

b. Apa yang dimaksud Etika?

c. Apa yang dimaksud Estetika?

C. Tujuan Masalah

Setelah membaca dan mempelajari makalah ini diharapkan mahasiswa

dapat:

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan epistimologi

2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan etika

3. Untuk mengerahui apa yang dimaksud dengan estetika

5
6

BAB II

Pembahasan

A. Epistimologi

1. Pengertian Epistemologi

Epistemologi berasal dari kata Yunani, episteme dan logos. Episteme

biasa diartikan pengetahuan atau kebenaran dan logos diartikan pikiran, kata, atau

teori. Epistemologi secara etimologi dapat diartikan teori pengetahuan yang

benar, dan lazimnya hanya disebut teori pengetahuan yang dalam bahasa

Inggrisnya menjadi Theory of Knowledge. (Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu

Pengantar (Jakarta: PT Bumi Aksara,2005), Hal.53

Epistemologi, secara garis besar membahas segenap proses dalam

usaha memperoleh kebenaran pengetahuan.Epistemologi atau teori

pengetahuan yaitu cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan

ruang lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasar- dasarnya

serta pertanggung jawaban atas pertanyaan mengenai pengetahuan yang

dimiliki. (Muhammad Erwin, Filsafat Hukum: Refleksi Kritis terhadap Hukum,

(Jakarta: Rajawali Pers,2013, Hal.11) Sebagian ciri yang patut mendapat

perhatian dalam epistemologi perkembangan ilmu pada masa modern

adalah munculnya pandangan baru mengenai ilmu pengetahuan.

Pandangan itu merupakan kritik terhadap pandangan Aristoteles, yaitu

bahwa ilmu pengetahuan sempurna tak boleh mencari untung, namun

harus bersikap kontemplatif, diganti dengan pandangan bahwa ilmu

pengetahuan justru harus mencari untung, artinya dipakai untuk

memperkuat kemampuan manusia di bumi ini. (Sumarto, Filsafat Ilmu,

6
7

Jambi: Pustaka Ma’arif Press,2017, Hal.52)

2. Istilah Lain Epistemologi

a. Logika Material

Istilah logika material sudah mengandaikan adanya ilmu

pengetahuan yang lain yang disebut logika formal. Sesungguhnya istilah

logika material ini secara khusus hanya terdapat pada kepustakaan

kefilsafatan Belanda.

Apabila logika formal menyangkut dengan bentuk pemikiran maka

logika material menyangkut isi pemikiran. Dengan perkataan lain, apabila

logika formal yang biasanya disebut logika, berusaha untuk menyelidiki

dan menetapkan bentuk pemikiran yang masuk akal, logika material

berusaha untuk menetapkan kebenaran dari suatu pemikiran ditinjau dari

segi isinya.

Dapatlah dikatakan bahwa logika formal berhubungan dengan

masalah kebenaran formal yang acap kali juga dinamakan keabsahan

(jalan) pemikiran. Adapun logika material berhubungan dengan kebenaran

materil, yang kadang kadang juga disebut kebenaran autentik atau

autentisitas isi pemikiran.

b. Kriteriologia

Istilah kriteriologia berasal dari kata kriterium yang berarti ukuran.

Dalam hal ini yang dimaksud adalah ukuran untuk menetapkan benar

tidaknya suatu pikiran atau pengetahuan tertentu. Dengan demikian,

kriteriologia merupakan suatu cabang filsafat yang berusaha untuk

7
8

menetapkan benar tidaknya suatu pikiran atau pengetahuan berdasarkan

ukuran tentang kebenaran.

c. Kritika Pengetahuan

Istilah kritika pengetahuan sedikit banyak ada sangkut pautnya

dengan istilah kriteriologia. Yang dimaksud kritika di sini adalah sejenis

usaha manusia untuk menetapkan, apakah sesuatu pikiran atau

pengetahuan manusia itu sudah benar atau tidak benar dengan jalan

meninjaunya secara sedalam-dalamnya. Jadi, secara singkat dapatlah

dikatakan bahwa kritika pengetahuan menunjuk kepada suatu ilmu

pengetahuan yang berdasarkan tinjauan secara mendalam berusaha

menentukan benar tidaknya sesuatu pikiran atau pengetahuan manusia.

Kritika pengetahuan dengan kriteriologi mempunyai arti yang

sama dan tujuan yang sama yaitu, sama-sama untuk menetapkan benar

atau tidak benarnya sesuatu pikiran atau pengetahuan manusia. Yang

membedakan antara keduanya ialah kriteriologi melihat kebenarannya itu

berdasarkan ukuran, sedangkan kritika pengetahuan adanya kegiatan yang

dimana kegiatannya itu meninjau, mengkaji, dan menelitinya dengan

sedalam-dalamnya.

d. Gnoseologia

Istilah gnoseologia berasal dari kata gnosis dan logos. Dalam hal

ini gnosis berarti pengetahuan yang bersifat keilahian, sedangkan logos

berarti ilmu pengetahuan. Dengan demikian, gnoseologia berarti suatu

ilmu pengetahuan atau cabang filsafat yang berusaha untuk memperoleh

8
9

pengetahuan mengenai hakikat pengetahuan, khususnya mengenai

pengetahuan yang bersifat keilahian.

Gnoseologia memiliki peranan sebagai gabungan dari suatu ilmu

yang memiliki tujuan untuk mencari dan memperoleh suatu hakikat

pengetahuan, bisa juga dikatakan sebagai upaya untuk menjawab

pertanyaan yang berupa apa hakikat dari pengetahuan. Mengkaji hakikat

gnoseologia ini mempunyai tujuan yang khusus yaitu dari pengetahuan

yang bersifat keilahian.

e. Filsafat Pengetahuan

Secara singkat dapat dikatakan bahwa filsafat pengetahuan

merupakan salah satu cabang filsafat yang mempersoalkan mengenai

masalah hakikat pengetahuan.

Apabila kita berbicara mengenai filsafat pengetahuan maka yang

dimaksud dalam hal ini adalah suatu ilmu pengetahuan kefilsafatan yang

secara khusus hendak memperoleh pengetahuan tentang hakikat

pengetahuan.

Mengenai batasan epistemologi, seperti istilah-istilah dalam

filsafat, istilah ini pun tidak sedikit yang memberikan batasan dan setiap

batasan hampir mempunyai corak yang sedikit berlainan.

J.A. Niels Mulder menuturkan, epistemologi adalah cabang filsafat

yang mempelajari soal tentang watak, batas-batas dan berlakunya dari ilmu

pengetahuan. Jacques Veuger mengemukakan, epistemologi adalah yang

kita miliki sendiri bukannya pengetahuan orang lain tentang pengetahuan

kita, atau pengetahuan yang kita miliki tentang pengetahuan orang lain.

9
10

Pendek kata epistemologi ialah pengetahuan kita yang mengetahui

pengetahuan kita. Abbas Hamami Mintarejo memberikan pendapat bahwa

epistemologi adalah bagian filsafat atau cabang filsafat yang

membicarakan tentang terjadinya pengetahuan dan mengadakan penilaian

atau pembenaran dari pengetahuan yang telah terjadi itu.

Apabila kita perhatikan definisi itu tampak bahwa semuanya

hampir senada, epistemologi adalah bagian filsafat yang membicarakan

tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula

pengetahuan, batas-batas, sifat, metode, dan kesahihan pengetahuan. Oleh

karena itu, sistematika penulisan epistemologi adalah terjadinya

pengetahuan, teori kebenaran, metode ilmiah, dan aliran teori

pengetahuan. (Ibid, Hal. 53-55)

Filsafat pengetahuan adalah istilah dari epistimologi yang dimana

filsafat pengetahuan ini mempunyai sedikit arti yang sama dengan

gnoseologia yang merupakan cabang filsafat yang sama-sama

mempersoalkan mengenai masalah hakikat pengetahuan.

Dapat disimpulkan bahwasanya epistimologi merupakan

pembahasan mengenai bagaimana kita mendapatkan pengetahuan, apakah

sumber-sumber pengetahuan? Apakah hakikat, jangkauan dan ruang

lingkup pengetahuan? Apakah manusia dimungkinkan untuk

mendapatkan pengetahuan? Sampai tahap mana pengetahuan yang

mungkin untuk ditangkap manusia.

3. Cakupan Pokok Epistimologi

10
11

a. Terjadinya Pengetahuan

Masalah terjadinya pengetahuan adalah masalah yang amat

penting dalam epistemologi, sebab jawaban terhadap terjadinya

pengetahuan maka seseorang akan berwarna pandangan atau paham

filsafatnya. Jawaban yang paling sederhana tentang terjadinya

pengetahuan ini apakah berfilsafat apriori atau aposteriori.

Pengetahuan apriori adalah pengetahuan yang terjadi tanpa adanya

atau melalui pengalaman, baik pengalaman indra maupun pengalaman

batin. Adapun pengetahuan aposteriori adalah pengetahuan yang terjadi

karena adanya pengalaman. Dengan demikian, pengetahuan ini bertumpu

pada kenyataan objektif. Di dalam epistimologi ia juga membahas

mengenai terjadinya pengetahuan dan ia dikatakan suatu cakupan atau

kumpulan pokok epistemologi. Dari pembahasan atau jawaban terhadap

terjadinya pengetahuan seseorang akan lebih memahami bahwasanya

pengetahuan itu bisa didapatkan melalui pengalaman baik pengalaman

indra maupun batin yang pada akhirnya pengetahuan itu bertumpu pada

kenyataan yang objektif.

Menurut John Hospers dalam bukunya An Introduction to

Philosophical Analysis mengemukakan ada enam alat untuk memperoleh

pengetahuan, yaitu:

a) Pengalaman indra (sense experience)

Orang sering merasa bahwa pengindraan adalah alat yang paling

vital dalam memperoleh pengetahuan. Memang dalam hidup manusia

tampaknya pengindraan adalah satu-satunya alat untuk mencerap segala

11
12

objek yang ada di luar diri manusia. Karena terlalu menekankan pada

kenyataan, paham demikian dalam filsafat disebut realisme. Realisme

adalah suatu paham yang berpendapat bahwa semua yang dapat

diketahui hanya kenyataan. Jadi, pengetahuan berawal mula dari

kenyataan yang dapat diindrai. Tokoh pemula dari pandangan ini adalah

Aristoteles, yang berpendapat bahwa pengetahuan terjadi bila subjek

diubah di bawah pengaruh objek, artinya bentuk dari dunia luar

meninggalkan bekas dalam kehidupan batin. Objek masuk dalam diri

subjek melalui persepsi indra (sensasi). Yang demikian ini ditegaskan

pula oleh Aristoteles yang berkembang pada abad pertengahan adalah

Thomas Aquinas yang mengemukakan bahwa tiada sesuatu dapat

masuk lewat ke dalam akal yang tidak ditangkap oleh indra.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengalaman indra merupakan

sumber pengetahuan berupa alat-alat untuk menangkap objek dari luar

diri manusia melalui kekuatan indra. Kekhilafan akan terjadi apabila

ada ketidaknomalan diantara alat itu.

b) Nalar (Reason)

Nalar adalah salah satu corak berpikir dengan menggabungkan

dua pemikiran atau lebih dengan maksud untuk mendapatkan

pengetahuan baru Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam masalah ini

tentang asas-asas pemikiran, yaitu sebagai berikut:

1) Principium Identitas

Yaitu sesuatu itu mesti sama dengan dirinya sendiri (A=A).

Asas ini biasa disebut asas kesamaan.

12
13

2) Principium Contradictionis

Yaitu apabila dua pendapat yang bertentangan, tidak

mungkin kedua-duanya benar dalam waktu yang bersamaan. Dengan

kata lain pada subjek yang sama tidak mungkin terdapat dua predikat

yang bertentangan pada satu waktu. Asas ini biasa disebut asas

pertentangan.

3) Principium Tertii Exclusi

Yaitu apabila dua pendapat yang berlawanan tidak mungkin

keduanya benar dan tidak mungkin keduanya salah. Kebenaran

hanya terdapat satu di antara kedua itu, tidak perlu ada pendapat

yang ketiga. Asas ini biasa disebut asas tidak adanya kemungkinan

ketiga.

c) Otoritas (Authority)

Otoritas adalah kekuasaan yang sah yang dimiliki oleh

seseorang dan diaku oleh kelompoknya. Otoritas menjadi salah satu

sumber pengetahuan, karena kelompoknya memiliki pengetahuan

melalui seseorang yang mempunya kewibawaan dalam

pengetahuannya. Pengetahuan yang diperoleh melalui oteritas ini

biasanya tanpa diuji lagi karena orang yang telah menyampaikannya

mempunyai kewibawaan tertentu.

Jadi, kesimpulannya adalah bahwa pengetahuan karena adanya

otoritas terjadi melalui wibawa seseorang sehingga orang lain

mempunyai pengetahuan

13
14

d) Intuisi (Intuition)

Intuisi adalah suatu kemampuan yang ada pada diri manusia

melalui proses kejiwaan tanpa suatu rangsangan atau stimulus mampu

untuk membuat pernyataan berupa pengetahuan. Pengetahuan yang

diperoleh melalui intuisi tidak dapat dibuktikan seketika atau melalui

kenyataan karena pengetahuan ini muncul tanpa adanya pengetahuan

lebih dahulu. Dengan demikian, peran intuisi sebagai sumber

pengetahuan adalah adanya kemampuan dalam diri manusia yang dapat

melahirkan pernyataan-pernyataan berupa pengetahuan.

Selain mendapatkan pengetahuan dari pengalaman indra, nalar

(corak berpikir) yang terdapat dalam diri seseorang adalah cara untuk

mendapatkan pengetahuan yang baru yang dimana adanya upaya

berpikir untuk membedakan salah satu antara yang dua. Setelah nalar

(corak berpikir) instuisi juga berperan sebagai alat untuk mendapatkan

pengetahuan dengan adanya kemampuan dalam diri seseorang untuk

melahirkan pernyatan-pernyataan berupa pengetahuan, pengetahuan

yang muncul dengan instuisi ini tidak dapat dibuktikan dengan seketika.

e) Wahyu (Revelation)

Wahyu adalah berita yang disampaikan oleh Tuhan kepada

Nabi-Nya untuk kepentingan umatnya. Kita mempunyai pengetahuan

melalui wahyu, karena ada kepercayaan tentang sesuatu yang

disampaikan itu. Seseorang yang mempunyai pengetahuan melalui

wahyu secara dogmatik akan melaksanakan dengan baik. Wahyu dapat

dikatakan sebagai salah satu sumber pengetahuan, karena kita mengenal

14
15

sesuatu dengan melalui kepercayaan kita.

f) Keyakinan (Faith)

Keyakinan adalah kemampuan yang ada pada diri manusia yang

diperoleh melalui kepercayaan. Sesungguhnya antara sumber pengetahuan

berupa wahyu dan keyakinan ini sangat sukar untuk dibedakan secara jelas,

karena keduanya menetapkan bahwa alat lain yang dipergunakannya adalah

kepercayaan. Perbedaannya barangkali jika keyakinan terhadap wahyu yang

secara dogmatik diikutinya adalah peraturan yang berupa agama. Adapun

keyakinan melaluikemampuan kejiwaan manusia merupakan pematangan

(maturation) dari kepercayaan. Karena kepercayaan itu bersifat dinamik

mampu menyesuaikan dengan keadaan yang sedang terjadi. Sedangkan

keyakinan itu sangat statik, kecuali ada bukti-bukti baru yang akurat dan

cocok buat kepercayaannya. (5 Ibid, Hal. 55-57.

Wahyu dan keyakinan juga merupakan alat untuk

memperoleh pengetahua, wahyu merupakan adanya kepercayaan di

dalam diri seseorang mengenai sesuatu yang disampaikan, dalam artian

jika kita mempercayai sesuatu hal yang baru, melalui kepercayaan kita

tersebut, kita bisa memperoleh yang namanya pengetahuan, setelah

kita mempercayainya maka akan timbul rasa meyakini sesuatu hal

tersebut etika

B. Etika

1. Definisi Etika

Secara historis etika sebagai usaha filsafat lahir dari kehancuran

moral dilingkungan kebudayaan Yunani 2500 tahun yang lalu. Karena

15
16

pandangan- pandangan yang lama tentang baik dan buruk tidak lagi

dipercayai, para filosof mempertanyakan kembali norma-norma dasar

bagi kelakuan manusia, Situasi itu berlaku pada zaman sekarang juga,

bahkan bagi kita masing-masing. Yang dipersoalkan bukan hanya

apakah yang merupakan kewajiban saya dan apa yang tidak, melainkan

manakah norma-norma untuk menentukan apa yang harus dianggap

sebagai kewajiban. Untuk mencapai suatu pendirian dalam pergolakan

pandangan-pandangan moral ini refleksi kritis etika diperlukan.

Secara etimologi etika pada dasarnya merupakan akar kata yang

berasal dari bahasa Yunani dengan kata ethos. Kata ethos ini dalam

bentuk tunggalnya memiliki banyak makna antara lain: tempat tinggal

yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat serta watak,

namun jika dalam bentuk jamaknya ta etha artinya adalah adat

kebiasaan. Melirik makna etika dalam konteks tersebut, pada dasarnya

etika dalam sudut pandang keilmuan maupun maknanya secara istilah

digunakan sebagai sudut pandang dalam kehidupan.

Secara filosofis, etika merupakan bagian dari ilmu filsafat yang

mempelajari berbagai nilai (value) yang diarahkan pada perbuatan

manusia, khususnya yang berkaitan dengan kebaikan dan keburukan

dari hasil tindakannya. Dalam berbuat baik, manusia memerlukan

pertimbangan yang bersifat rasional. Pertimbangan rasional artinya

mempertimbangkan berbagai kemungkinan untuk berbuat baik atau

melakukan tindakan secara jernih, tanpa dilandasi dengan sikap

emosional yang berlebihan. Mempelajari etika harus dilandasi dengan

16
17

pendekatan rasional dan kritis, agar etika itu dapat diterapkan pada

tindakan keseharian seseorang.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 1993), etika

adalah ilmu mengenai apa yang baik dan buruk dan tentang hak dan

kewajiban (ahlak). Dalam KBBI dibedakan pula antara etika, etik dan

etiket. Etik adalah kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan

ahlak (nilai benar dan salah yang dianut masyarakat/golongan),

misalnya kode etik dokter, dll. Etiket adalah tatacara (adat, sopan

santun, dll.) di masyarakat dalam memelihara hubungan yang baik

sesama manusia. Etiket juga dikenal sebagai label atau penamaan

sesuatu yang dituliskan pada secarik kertas dan dilekatkan pada benda

(botol, kaleng, dll.). Dari ketiganya, yang berhubungan erat dengan nilai

dan moral adalah etika dan etik. Etika sering disebut sebagai filsafat

moral, sedangkan etik tidak berkaitan dengan moral.

(Suhartono, 2007) menjelaskan bahwa etika adalah suatu studi

filosofis mengenai moral (philosophical study of morals), dalam hal ini

berperan sebagai pengaturan dalam kehidupan dengan bentuk tingkah

laku keseharian dari individu kemudian menjadi kebiasaan kolektif

dalam bentuk mesyarakat, bahkan hingga pada skala yang lebih besar

seperti Negara. Mohammad Adib menjelaskan bahwa etika merupakan

sistem moral dan prinsip-prinsip perilaku manusia yang dijadikan

sebagai standarisasi baik buruk, salah benar, serta sesuatu yang

bermoral atau tidak bermoral. Dari beberapa pengertian diatas dapat di

simpulkan bahwa etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang arti

17
18

baik dan buruk, benar dan salah kemudian manusia menggunakan akal

dan hati nuraninya untuk mencapai tujuan hidup yang baik dan benar

sesuai dengan tujuan yang dikehendaki.

2. Pendekatan Etika

Etika perlu dipahami sebagai satu cabang filsafat yang

membahas moralitas, atau tentang manusia sejauh berkaitan dengan

moralitas. Satu perumusan lain etika adalah ilmu yang menyelidiki

tingkah laku moral. Akan tetapi, ada berbagai cara untuk

mempelajari moralitas atau berbagai pendekatan ilmiah tentang

tingkah laku moral. Selanjutnya kita mengikuti pembagian bidang

etika atas tiga pendekatan yang lazim, yaitu: etika deskriptif, etika

normatif, dan metaetika (Bertens, 2005: 15-21).

a. Etika Deskriptif

Etika deskriptif melukiskan tingkah laku moral dalam arti

luas, misalnya: adat kebiasaan, anggapan-anggapan tentang baik dan

buruk, tindakan-tindakan yang diperbolehkan atau tidak

diperbolehkan. Etika deskriptif mempelajari moralitas yang terdapat

pada individu-individu tertentu, dalam berbagai kebudayaan atau

subkultur tertentu, dalam suatu periode sejarah, dan sebagainya.

Karena etika deskriptif hanya melukiskan, maka tidak memberi

penilaian. Misalnya, etika deskriptif melukiskan adat mengayau

kepala yang ditemukan dalam masyarakat yang primitif, tetapi tidak

memberikan penilaian moral bahwa adat semacam itu dapat diterima

atau harus ditolak.

18
19

b. Etika Normatif

Etika normatif merupakan bagian terpenting dari etika dan

bidang di mana berlangsung diskusi paling menarik tentang masalah

moral. Etika normatif dalam hal ini tidak bertindak sebagai penonton

netral, seperti halnya dalam etika deskriptif, melainkan melibatkan

diri dengan mengemukakan penilaian tentang perilaku manusia.

Filsuf etika normatif bukan sekedar melukiskan adat mengayau yang

pernah terdapat dalam kebudayaan pada masa lalu, melainkan

menolak adat tersebut karena bertentangan dengan martabat

manusia. Demikian pula, etika normatif bukan hanya membatasi diri

dengan memandang fungsi prostitusi dalam suatu masyarakat,

melainkan menolak prostitusi sebagai suatu lembaga yang

bertentangan dengan martabat wanita, biarpun dalam praktik belum

tentu dapat diberantas sampai tuntas. Penilaian itu dibentuk atas

dasar norma-norma. Misalnya, norma bahwa “martabat manusia

harus dihormati”.

Etika normatif terbagi atas dua kajian yakni etika yang

bersifat umum dan khusus. Etika normatif umum mengkaji norma

etis/moral, hak dan kewajiban, dan hati nurani. Sedangkan etika

normatif khusus menerapkan prinsip-prinsip etis yang umum pada

perilaku manusia yang khusus, misalnya etika keluarga, etika

profesi (etika kedokteran, etika perbankan, etika bisnis, dll.), etika

politik, dll.

c. Metaetika

19
20

Istilah “metaetika” (awalan meta dalam bahasa Yunani

berarti “melebihi” atau “melampaui”) dibuat untuk menunjukkan

pembahasan yang bukan moralitas secara langsung, melainkan

mengacu berbagai konsep yang digunakan dalam bidang moralitas.

Metaetika seolah-olah bergerak pada taraf lebih tinggi daripada

perilaku etis, yaitu pada taraf “bahasa etis” atau bahasa yang

digunakan dalam bidang moral. Sehingga, konsep pembahasan yang

menjadi fokus dalam pembicaraan tentang lingkup mataetika yaitu

merupakan bagian sentral dari segala bentuk ungkapan dalam

penggunaan bahasa manusia dalam kehidupannya untuk berinteraksi

atau bersosialisasi diri.

Contoh dari metaetika adalah bahasa iklan yang berlebihan dan

menyesatkan, seperti pada tayangan iklan obat yang menganjurkan

meminum obat tersebut agar sembuh dan sehat kembali. Ketika orang

mulai mengkritik iklan tersebut, maka dimunculkanlah ucapan etis: “jika

sakit berlanjut, hubungi dokter”. Ucapan etis tersebut seolah dihadirkan

oleh sekelompok produsen untuk disampaikan kepada masyarakat agar

lebih bijak dalam meminum obat tersebut.

3. Fungsi Etika

I Gede A.B. Wiranata dalam bukunya menuliskan beberapa

pendapat para ahli tentang fungsi etika, di antaranya adalah

Rohaniawan Frenz Magnis- Suseno, ia menyatakan bahwa etika

berfungsi untuk membantu manusia mencari orentasi secara kritis

dalam kehidupan dengan moralitas yang membingungkan. Etika

adalah pemikiran sistematis dan yang dihasilkannya secara langsung

20
21

bukan kebaikan, melainkan suatu pengertian yang lebih mendasar

dan kritis. Pengertian ini berlandaskan pemikiran tentang kita hidup

dalam masyarakat yang semakin pluralistik dan masa transformasi

masyarakat menuju modern, proses perbuatan social berpotensi dan

bermoral

Menurut Susanto (2011), etika berfungsi sebagai:

a. Sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan

dengan berbagai moralitas yang membingungkan,

b. Etika ingin menampilkan keterampilan intelektual yaitu

keterampilan untuk berargumentasi secara rasional dan

kritis.,

c. Orientasi etis ini diperlukan dalam mengambil sikap

yang wajar dalam suasana pluralisme,

d. Etika dapat membantu dalam menggali rasionalitas dari

moral agama, seperti mengapa Tuhan memerintahkan

ini, bukan itu;

e. Etika membantu dalam menginterprestasikan ajaran

agama yang saling bertentangan;

f. Etika dapat membantu menerapkan ajaran moral agama

terhadap masalah- masalah baru dalam kehidupan

manusia, seperti soal bayi tabung dan eutanasia, yaitu

tindakan mengakhiri hidup dengan sengaja kehidupan

mahkluk.

21
22

g. Etika dapat membantu mengadakan dialog antar agama

karena etika berdasarkan diri pada argumentasi rasional

belaka dan bukan pada wahyu.

Selain itu etika memiliki peranan atau fungsi diantaranya

yaitu:

a. Dengan etika seseorang atau kelompok dapat

mengemukakan penilaian tentang perilaku manusia.

b. Menjadi alat control atau menja dirambu-rambu bagi

seseorang atau kelompok dalam melakukan suatu tindakan

atau aktivitasnya sebagai mahasiswa.

c. Etika dapat memberikan prospek untuk mengatasi

kesulitan moral yang kita hadapi sekarang.

d. Etika dapat menjadi prinsip yang mendasar bagi

mahasiswa dalam menjalankan aktivitas

kemahasiswaanya.

e. Etika menjadi penuntun agar dapat bersikap sopan, santun,

dan dengan etika kita bisa di cap sebagai orang baik di

dalam masyarakat.

4. Objek Etika

Objek material etika adalah tingkah laku atau perbuatan

manusia, sedang objek formal etika adalah kebaikan atau keburukan,

bermoral atau tidak bermoral (Tim Dosen Filsafat UGM, 2007).

Tingkah laku manusia yang dapat dinilai oleh etika itu

haruslah mempunyai syarat-syarat tertentu, yaitu:

22
23

a. Perbuatan manusia itu dikerjakan dengan penuh pengertian. Oleh

karena itu orang-orang yang mengerjakan sesuatu perbuatan jahat

tetapi ia tidak mengetahui sebelumnya bahwa perbuatan itu jahat,

maka perbuatan manusia semacam ini tidak mendapat sanksi

dalam etika.

b. Perbuatan yang dilakukan manusia itu dikerjakan dengan sengaja.

Perbuatan manusia (kejahatan) yang dikerjakan dalam keadaan

tidak sengaja maka perbuatan manusia semacam itu tidak akan

dinilai atau dikenakan sanksi oleh etika.

c. Perbuatan manusia dikerjakan dengan kebebasan atau dengan

kehendak sendiri. Perbuatan manusia yang dilakukan dengan

paksaan (dalam keadaan terpaksa) maka perbuatan itu tidak akan

dikenakan sanksi etika.

5. Aliran Etika

Menurut Mokh. Sya’roni (2014) terdapat 3 aliran etika yaitu:

a. Hedonisme

Hedonisme bertolak dari pendirian bahwa menurut

kodratnya manusia mengusahakan kenikmatan, yang dalam

bahasa Yunani disebut “hedone”; dari kata inilah timbul

istilah “hedonisme”. Secara negatif usaha ini terungkap

dalam sikap menghindari rasa sakit, dan secara positif

terungkap dalam sikap mengejar apa saja yang dapat

menimbulkan rasa nikmat. Namun hedonisme tidak sekadar

menetapkan kenyataan kejiwaan ini, melainkan juga

23
24

berpendapat bahwa kenikmatan benar-benar merupakan

kebaikan yang paling berharga atau yang tertinggi bagi

manusia, sehingga dengan demikian adalah baik baginya

apabila mengusahakan kenikmatan. Seseorang dikatakan baik

bila perilakunya dibiarkan ditentukan oleh pertanyaan

bagaimana caranya agar dirinya memperoleh kenikmatan

yang sebesar-besarnya; dengan bersikap dengan itu ia bukan

hanya hidup sesuai dengan kodratnya, melainkan juga

memenuhi tujuan hidupnya.

b. Utilisme

Aliran dijabarkan dari kata Latin “utilis”, yang berarti

bermanfaat. Utilisme mengatakan bahwa ciri pengenal

kesusilaan ialah manfaat suatu perbuatan. Suatu perbuatan

dikatakan baik, jika membawa manfaat, dikatakan buruk, jika

menimbulkan mudarat. Utilisme tampil sebagai sistem etika

yang telah berkembang, bahkan juga sebagai pendirian yang

agak bersahaja mengenai hidup.Paham ini mengatakan bahwa

orang baik ialah orang yang membawa manfaat, dan yang

dimaksudkannya ialah agar setiap orang menjadikan dirinya

membawa manfaat yang sebesar-besarnya. Tetapi dalam

kenyataannya sesuatu yang bermanfaat tidak pernah berdiri

sendiri; sesuatu hal senantiasa bermanfaat bagi sesuatu hal

yang lain. Umpamanya, suatu obat bermanfaat untuk

memulihkan kesehatan, sebuah kitab bermanfaat untuk

24
25

dibaca, sejumlah barang tertentu bermanfaat bagi pertanian,

dan sebagainya.Begitu pula kebalikannya, hal-hal yang

merugikan.

c. Deontology

Terdapat pandangan lain sistem etika lain yang tidak

mengukur baik tidaknya suatu perbuatan berdasarkan

hasilnya, melainkan semata- mata berdasarkan maksud si

pelaku dalam melakukan perbuatan tersebut. Kita bisa

mengatakan juga bahwa sistem ini tidak menyoroti tujuan

yang dipilih bagi perbuatan atau keputusan kita, melainkan

semata-mata wajib tidaknya perbuatan dan keputusan kita.

Teori yang dimaksudkan ini biasanya disebut deontologi

(kata Yunani deon berarti: apa yang harus dilakukan;

kewajiban). Pencipta aliran ini adalah Imanuel Kant (1724-

1804). Menurut Kant, yang bisa disebut baik dalam arti

sesungguhnya hanyalah kehendak yang baik. Semua hal lain

disebut baik secara terbatas atau dengan syarat. Kesehatan,

kekayaan, atau inteligensi, misalnya, adalah baik jika

digunakan dengan baik oleh kehendak manusia, tapi jika

dipakai oleh kehendak yang jahat semua hal itu bisa menjadi

jelek sekali.Bahkan keutamaan-keutamaan bisa

disalahgunakan oleh kehendak yang jahat.

6. Manfaat Etika

Mokh. Sya’roni (2014) menjabarkan beberapa manfaat etika

25
26

yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan kehidupan konkret,

yaitu:

a. Perkembangan hidup masyarakat yang semakin pluralistik

menghadapkan manusia pada sekian banyak pandangan

moral yang bermacam-macam, sehingga diperlukan

refleksi kritis dari bidang etika. Contoh: etika medis

tentang masalah aborsi, bayi tabung, kloning, dan lain-lain

b. Gelombang modernisasi yang melanda di segala bidang

kehidupan masyarakat, sehingga cara berpikir masyarakat

pun ikut berubah. Misalnya: cara berpakaian, kebutuhan

fasilitas hidup modern, dan lain-lain.

c. Etika juga menjadikan kita sanggup menghadapi

ideologiideologi asing yang berebutan mempengaruhi

kehidupan kita, agar tidak mudah terpancing. Artinya kita

tidak boleh tergesagesa memeluk pandangan baru yang

belum jelas, namun tidak pula tergesa-gesa menolak

pandangan baru lantaran belum terbiasa

d. Etika diperlukan oleh penganut agama manapun untuk

menemukan dasar kemantapan dalam iman dan

kepercayaan sekaligus memperluas wawasan terhadap

semua dimensi kehidupan masyarakat yang selalu

berubah

26
27

Dalam bidang keilmuan, etika sangat penting karena pokok

perhatiannya pada problem dan proses kerja keilmuan, sehingga

memunculkan studi etika keilmuan. Etika keilmuan menyoroti aspek

bagaimana peran seorang mahasiswa, ilmuwan dalam kegiatannya.

Tanggung jawab mereka dipertaruhkan dalam proses kegiatan

ilmiahnya. Pokok perhatian lain dalam etika keilmuan adalah

masalah bebas nilai. Bebas nilai adalah suatu posisi atau keadaan

dimana seseorang ilmuwan memiliki hak berupa kebebasannya

untuk melakukan penelitian ilmiahnya. Mereka bebas meneliti apa

saja sesuai dengan keinginan atau tujuan penelitiannya. Kebalikan

bebas nilai adalah tidak bebas nilai, yakni adanya hambatan dari luar

seperti norma agama, norma hukum, norma budaya yang muncul

dalam proses penelitiannya. Norma-norma tersebut semacam

“pagar” yang merintangi kebebasan seorang peneliti atas dasar

tujuan dan kepentingan norma tersebut. Misalnya, pada kasus

penelitian kloning untuk manusia.

C. ESTETIKA

1. Definisi Estetika

Istilah estetika berasal dari kata Yunani yang mempunyai arti

aesthesis, yang berati pencerapan indrawi, pemahaman intelektual,

atau bisa juga berati pengamatan spiritual. Istilah art berasal dari kata

latin ars, yang berarti seni, keterampilan, ilmu, atau kecakapan.

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) bahwa yang dinamakan

estetika adalah suatu keindahan yang Nampak. Pengertian mengenai

27
28

estetika sangat beragam, seperti menurut Kattsoff dalam buku

( Sachari, 2003:03) bahwa estetika merupakan segala sesuatu dan kajian

terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan seni. Estetika

merupakan suatu ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan

dengan keindahan, mempelajari semua aspek yang disebut keindahan.

Sedangkan menurut Anwar ( 1985:9) estetika dalam arti teknis ialah

ilmu keindahan, ilmu

mengenal kecantikan secara umum.

Menurut Sumarna (2006:199) Esteika merupakan bagian dari tri

tunggal, yakni teori tentang kebenaran (epistomologi), kebaikan dan

keburukan (etika) dan keindahan itu sendiri. Keindahan erat sekali

hubungannya dengan lidah dan selera perasaan. Menurut Thomas

Aquinas (1224-1274) dan Jacques Miaritain, keindahan adalah realitas

indah yang ada pada objek yang kemudian memberikan perasaan enak

dan senang pada objek. Keindahan bersifat objektif, sebaliknya

menurut George Santyana (1863-1952 M), indah adalah perasaan

nikmat atau suka dari subjek pada suatu objek yang kemudian

menganggapnya sebagai milik objek, artinya apa yang disebut indah

sangat subjektif ( Katsoff, 1992: 386-388).

Objek dari estetika adalah pengalaman akan keindahan.

Sehingga pada dasarnya estetika yang dicari adalah sebuah hakikat dari

keindahan, bentuk bentuk pengalaman keindahan (seperti keindahan

jasmani dan keindahan rohani, keindahan seni dan keindahan alam),

yang diselidiki oleh emosi manusia sebagai reaksi terhadap yang indah,

28
29

agung, bagus, mengharukan dan sebagainya

2. Prinsip Estetika

Prinsisp estetika yang menjadi bahan pertimbangan ditemukan

pada antikuitas Hellenistik secara umum. Pada prinsip ini diperikan

sebagai prinsip bahwa keindahan mengandung ekspresi imajinatif

mengenai kesatuan dalam kemajemukan. Apakah hakekat keindahan

meruppakan karakteristik presentasi yang dialami?

Pikiran Hellenistik menjawabnya secara formal. Alasannya,

menurut kaum Hellenistik bahwa seni pertama kali muncul sebagai

reproduksi dari realitas. Hal tersebut merupakan alasan yang ditentang

analisis estetik karena berpegang teguh pada signifikan konkret

mengenai keindalahan dalam diri manusia dan alam.

3. Konsep Estetika

Konsep estetika merupaakan konsep-konsep yang berasosiasi

dengan istilah-istilah yang mengangkat kelengkapan estetik yang

mengacu pada deskripsi dan evaluasi mengenai pengalaman-

pengalaman yang melibatkan objek, satu kejadian artistik dan estetik

(Wiramihardja, 2009:176). Filosof Edmund Burke dan David Hume

berusaha untuk menerangkan konsep estetik. Misalnya keindahan

secara empiris, dengan cara menghubungkannya dengan respons-

respons fisik dan psikologis serta mengelompokannya kedalam tipe-

tipe penghayatan individual atas objek-objek dan kejadian-kejadian

yang berbeda. Jadi mereka melihat suatu dasar untuk objektivitas

reaksi-reaksi pribadi, Kant menyatakan bahwa konsep estetik secara

29
30

esensial berakar pada pribadi mengenai rasa senang dan sakit. Juga

menyatakan bahwa konsep- konsep itu memiliki objektivitas tertentu

dengan dasar pada taraf estetik murni, perasaan sakit,dan senang

merupakan respon yang universal.

4. Fungsi Estetika

Di zaman modern, perkembangan seni semakin tidak dapat di

pisahkan dari kehidupan manusia. Pada seni yang berdaya guna dalam

kehidupan mereka, bahkan seni menduduki fungsi-fungsi tertentu dalam

kehidupan manusia. Nilai dapat di bedakan atas dua macam yaitu nilai

ekstrinsik dan nilai intrinsik. Nilai ekstrinsik ialah nilai yang di kejar

manusia demi sesuatu tujuan yang ada di luar kegiatananya, sedangakan

nilai instrinsik yaitu nilai yang di kejar manusia dari nilai itu sendiri

karena keberhargaan, keunggualan atau kebaikan yang terdapat pada

seni itu sendiri.

5. Fungsi kerohanian

Seni di pandang memiliki fungsi kerohanian (spiritual) karena

banyak dimanfaatkan sebagai media bagi manusia untuk mendekatkan

diri denagn sang pencipta. Fungsi ini tampaknya yang tertua dan

pokok dari seni yang bercorak spiritual. Misalnya seperti membaca

Al-Quran, kaligrafi, nyanyian rohani, arsitektur Masjid dll.Karl Barth

berpendapat bahwa sumber keindahan adalah Tuhan. Agama sering

dijadikan juga sebagai salah satu sumber inspirasi seni yang berfungsi

untuk kepentingan keagamaan. Pengalaman-pengalaman religi

tersebut tergambarkan dalam bentuk nilai estetika. Banyak media yang

30
31

mereka pergunakan. Ada yang memakai suara, gerak, visual dsb.

Contoh: Kaligrafi arab, makam, relief candi, gereja dan lainnya.

6. Fungsi kesenangan

Seni di pandang memiliki fungsi kesenangan hanya untuk

kesenangan yaitu hiburan (peluapan emosi yang menyenangakan). Seorang

seniaman akan akan terhibur ketika berkarya dan akan lebih merasa

terhibur jika karyanya dinyatakan berhasil. Demikian seseorang akan

merasa terhibur jika mendengarkan musik, film yang bagus, lukisan

yang menyentuh perasaan. Dan semuanya kembali kepada sejaauh

mana apresiasi seseorang terhadap karya seni.

7. Fungsi pendidikan

Seni di pandang memiliki fungsi pendidikan karena dapat

meningkat potensialitas manusia seperti keterampilan, kreatifitas,

emosionalitas dan sensibilitas (kepekaan). Beberapa seni lukis

misalnya dapat meningkatkan keterampilan tangan ketajaman

penglihatan, daya khayal sehingga menjadi lebih kreatif. Peningkatan

karya seni dapat mengasah perasaan sesseorang sehingga menjadi

lebih sensitif, sensibilitasnya meningkat, serta penyerapan panca

inderanya lebih lengkap, upaya pendidikan yang sudah umum di

lakukan agar menyenangkan dalam seni contohnya seperti drama yang

di aplikasikan dalam pelajaran sejarah, menyanyi dan bermain musik.

Sedangakan pendidikan nonformal dapat dilakukan oleh pemerintah

melalui film, lagu, atau wayang.

8. Fungsi komunikatif

31
32

Seni di pandang memiliki fungsi komunikatif karena dapat

menghubungkan pikiran seseorang dengan orang lain. Orang usia

lanjut dan orang muda dapat bertemu melalui seni. Pria dan wanita

dapat berhubungan pada landasan yang sama berupa karya seni

bahkan orang- orang (seniman) yang hidup berabad-abad yang

lampau dan di tempat yang ribuan kilometerr jauhnya dapat

berkomunikasi dengan orang-orang sekarang

32
33

BAB III

PENUTUP

D. Kesimpulan

Epistemologi merupakan salah satu objek kajian dalam filsafat,

dalam pengembangannya menunjukkan bahwa epistemologi secara

langsung berhubungan secara radikal (mendalam) dengan diri dan

kehidupan manusia. Pokok kajian epistemologi akan sangat menonjol bila

dikaitan dengan pembahasan mengenai hakekat epistemologi itu sendiri.

Kajian epistimologi ini bersumber dari beberapa hal yaitu presepsi,

ingatan, akal, intuisi dan otoritas. Serta penyctab timbulnya epistimologi

adalah pengalaman, dan pengamatan dari manusia itu sendiri.

E. Saran

Manusia dalam berbuat tentunya terdapat kesalahan yang sifatnya

dari yang seharusnya. Terlebih dalam kegiatan menyusun makalah ini.

Untuk itu, penulis harapkan dari pembaca dalam kritik dan saran guna

perbaikan penyusunan selanjutnya.

33
34

DAFTAR PUSTAKA

Erwin, Muhammad. 2013. Filsafat Hukum: Refleksi Kritis

Terhadap Hukum.

Jakarta: Rajawali Pers.

Surajiyo. 2005. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: PT Bumi

Aksara. Sumarto. 2017. Filsafat Ilmu. Jambi: Pustaka Ma’arif Press.

Anwar, W. 1985. Filsafat Estetika. Yogyakarta: Nur Cahaya.

Praja, Juhaya S. 2010. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika. Jakarta: Kencana

Sachari, Agus. 2002. Estetika, Makna, dan Simbol Daya. Bandung: ITB

Press. Suhartono, Suparlan. 2007. Filsafat Pendidikan.Jogjakarta: Arruzz

Media Group

Sumarna, Cecep. 2006. Filsafat Ilmu dari Hakikat Menuju Nilai.


Bandung: Pustaka Bani Quraisy.

Susanto. 2011. Filsafat Ilmu:Suatu Kajian Dalam Dimensi Ontologis,


Epistemologis, Dan Aksiologis, Jakarta :BUMI AKSARA.

Wiramihardja, Sutardjo A.2009. Pengantar Filsafat:Sistematika dan


Sejarah Filsafat Logika dan Filsafat Ilmu (Epistemologi)
Metafisika dan Filsafat Manusia, Aksiologi. Bandung: Refika
Aditama.

Wiranata, I Gede A.B. 2005. Dasar-dasar etika dan moralitas :


(pengantar kajian etika profesi hukum). Bandung : Citra Aditya
Bakti

34

Anda mungkin juga menyukai