Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

FILSAFAT MANAJEMEN ISLAM


(Memahami Filsafat)

Oleh

Kelompok II

1. HERI KISWANTO / NIM : 222721010096


2. FIRMAN / NIM 222721010175
3. ENDANG SUSILOWATI / NIM : 222721010608
4. FERDA AGUSTINA / NIM 222721010446
5. FANIA RHAMADANI/ NIM : 222721010136
6. EVA SUSI ANITA / NIM.222721010095
7. EKA PUJI SRILESTARI / NIM 222721010194

DOSEN PEBIMBING
Dr. Norma Fitria, M.Pd.I

PROGRAM PASCASARJANA

IAI AN-NUR LAMPUNG

T.A 2022-202
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Memahami Filsafat” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas  pada  Mata kuliah Filsafat Manajemen Islam. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca
dan juga bagi penulis. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari, makalah yang
saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah
ini.

Batam, 23 September 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Dan Pembidangan Filsafat
B. Karakteristik Berfikir Filsafat
C. Berfikir Dan Berilmu
D. Hukum Berfikir, Hukum Realita
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Rumusan Masalah

Manusia merupakan makhluk yang berpikir (homo sapien), sebab ia


dikaruniai instrumen pengetahuan (epistemologi) dalam memahami gerak
semesta. Untuk mengerti kenapa manusia tercipta dan untuk apa dia
mengada, serta memahami tujuan hidupnya. Kemudian manusia berusaha
merumuskan dirinya. Secara alamiah manusia memiliki hasrat untuk
mengetahui (desire to know), penyelidik terhadap segala apa saja yang
tampak dalam alam raya ini (segala yang ada dan mungkin ada), untuk
mengetahui inti yang terdalam dari segala yang ada—totalitas realitas
yang menegasi sub-sub kenyataan—Ilmu tersebut yang mengenai yang
ada.

Pada dasarnya manusia menghasrati rasa ingin tahu. Sebab ―cikal-


bakal pengetahuan bermula dari rasa kagum‖ demikian ungkap
Aristoteles.2 Hasrat keserbaingintahuan dijadikan prinsip dalam
pengejawantahan diri. Begitu pula dituturkan Misbâh Yazdî dalam
Philoshophical Instructions; An Introduction to Contemporary Islamic
Philosophy, ―Naluri paling dasar manusia, yakni naluri mencari kebenaran
atau pengetahuan yang tak berhingga dan tak terpuaskan.

Orang yang tak mengenal nilai kemengadaan dirinya sendiri akan


mengalami keruntuhan dan kejatuhan. Dengan demikian imam Ali
menekankan akan pentingnya mengenal diri melalui jalan pengetahuan
sebagai gerbang menuju kesempurnaan, dan mengajak kita untuk
senantiasa merumuskan ulang makna kemengadaan dengan cara
merekontruksi sikap taken for granted. Sebagaimana Islam telah
mengajarkan manusia untuk senantiasa berproses, bertualang menembus
tapal selubung kepalsuan. Oleh karena manusia diberkahi potensi untuk
menyempurna sebab ia terberi akal, hati, instrumen inderawi, dan ingatan.
Melalui al-Qur‘an manusia diberitahu akan pentingnya mengenal
kesempurnaan melalui jalan pengetahuan.

Persoalan fundamental ini telah menyebabkan manusia meninggalkan


fitrah yang benar dan terjerumus ke lembah kesesatan. Dalam keadaan
seperti ini, kesalahan dan keburukan telah termanifestasi dalam bentuk
tujuan yang tinggi, sedangkan ihwal tujuan asali dan hakiki mereka telah
terabaikan yang kemudian terkubur dalam kelupaan. Dalam keadaan ini,
hawa nafsu dan khayalan kosong diposisikan sebagai arah dan tujuan
yang sebenarnya. Kealpaan dan ketidakpedulian seseorang atas potensi
melakukan penyempurnaan diri. Disebabkan karena rangkaian kesibukan
rutinitas keseharian yang banal, pemuja tubuh, petarung materi, dan
pendaki kekuasaan.

Oleh karena itu penulis menulis makalah ini dengan judul “Memahami
Filsafat”.

B. RumusaN Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan filsafat dan pembidangan filsafat?

2. Apa saja karakteristik berfikir filsafat?

3. Bagaimana berfikir dalam berilmu?

4. apa itu hukum berfikir dan hukum realitas?

C. Manfaat Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian filsafat dan pembidangan filsafat

2. Untuk mengetahui karakteristik berfikir filsafat

3. Untuk mengetahui berfikir dalam berilmu

4. Untuk mengetahui hukum berfikir dan hukum realitas


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Pembidangan Filsafat

1. Pengertian Filsafat

Apa yang dimaksud dengan filsafat (philosophy)? Secara umum,


pengertian filsafat adalah suatu studi yang membahas secara kritis dan
skeptis tentang berbagai fenomena yang ada dalam pemikiran dan
kehidupan manusia, lalu dijabarkan secara teoritis dan mendasar.
Pendapat lain menyebutkan arti filsafat adalah suatu kebijaksanaan
hidup (filosofia) untuk memberikan suatu pandangan hidup secara
menyeluruh berdasarkan refleksi terhadap pengalaman hidup dan
pengalaman ilmiah. Dengan kata lain, dalam filsafat tidak terdapat
eksperimen atau percobaan, tapi mengemukakan masalah secara
persis, mencari solusi, serta memberikan argumentasi atas solusi
tersebut.

Secara etimologi, istilah ‘filsafat’ berasal dari bahasa Yunani, yaitu


philosophia dan philoshophos. Philo artinya cinta, sedangkan shopia
atau shopos artinya kebijaksanaan, pengetahuan, dan hikmah. Sehingga
dalam hal ini, definisi filsafat adalah sejumlah gagasan yang penuh
dengan kebijaksanaan, pengetahuan, dan hikmah.

a. Pengertian Filsafat Menurut Para Ahli

Filsafat merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mengkaji


tentang berbagai masalah umum dan mendasar (pengetahuan, akal,
pikiran, eksistensi, dan bahasa) dengan menggunakan logika, metode,
dan sistem tertentu.

Ciri-Ciri Filsafat Secara Umum

1. Bersifat Universal

2. Tidak Faktual

3. Berhubungan dengan Nilai

4. Berhubungan Dengan Arti

5. Implikatif

b. Pengertian filsafat pendidikan

Filsafat pendidikan merupakan ilmu filsafat yang mempelajari


hakikat pelaksanaan dan pendidikan. Bahan yang dipelajari meliputi
tujuan, latar belakang, cara, hasil, dan hakikat pendidikan. Metode
yang dilakukan analisis secara kritis struktur dan manfaat pendidikan.
Filsafat pendidikan berupaya untuk memikirkan permasalahan
pendidikan. Salah satu yang dikritisi secara konkret adalah relasi
antara pendidik dan peserta didik dalam pembelajaran. Salah satu
yang sering dibicakan dewasa ini adalah pendidikan yang menyentuh
aspek pengalaman. Filsafat pendidikan berusaha menjawab
pertanyaan mengenai kebijakan pendidikan, sumber daya manusia,
teori kurikulum dan pembelajaran serta aspek-aspek pendidikan yang
lain.

Melalui penjabaran di atas, dapat disimpulkan bahwa filsafat


pendidikan adalah kajian kritis terhadap pemikiran dan sikap yang
telah dan/atau akan dibuat melalui pencarian dan analisis konsep
paling mendasar untuk menciptakan pertimbangan yang lebih baik
dan sesuai dalam skop pendidikan yang berusaha untuk mewujudkan
pembelajaran yang dapat diikuti oleh peserta didik dalam
mengembangkan potensi dirinya dari segi keilmuan, kepribadian, dan
nilai positif lainnya.

Pengertian Filsafat Pendidikan Menurut Para Ahli

1) Al-Syaibani

Filsafat pendidikan adalah aktivitas pikiran yang teratur dan


menjadikan filsafat sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan
dan memadukan proses pendidikan (Al-Syaibani dalam Jalaluddin &
Idi, 2015, hlm. 19).

2) John Dewey

Merupakan suatu pembentukan kemampuan dasar yang


fundamental yang menyangkut daya pikir maupun daya perasaan
menuju tabiat manusia (Dewey dalam Jalaluddin & Idi, 2015, hlm.
20).

3) Randal Curren

Adalah penerapan serangkaian keyakinan-keyakinan filsafat


dalam praktik pendidikan (Curren dalam Chambliss, 2009, hlm. 324).

4) Kneller

Filsafat pendidikan merupakan penerapan filsafat formal dalam


lapangan pendidikan (Kneller, 1971, hlm.5).

5) Hasan Langgulung

Adalah penerapan metode dan pandangan filsafat dalam bidang


pengalaman manusia yang disebut dengan pendidikan (dalam
Zaprulkhan, 2012, hlm.303 ).

6) Jalaluddin & Idi


Filsafat pendidikan dapat diartikan sebagai kaidah filosofi
dalam pendidikan yang menggambarkan aspek-aspek pelaksanaan
filsafat secara umum dan fokus terhadap pelaksanaan prinsip dan
keyakinan dasar dari filsafat untuk memecahkan masalah-masalah
pendidikan secara praktis (Jalaluddin & Idi, 2015, hlm. 18-21).

2. Pembidangan Filsafat

Terdapat kecenderungan bahwa bidang-bidang filsafat itu semakin


bertambah, sekalipun bidang-bidang telaah yang dimaksud belum
memiliki kerangka analisis yang lengkap, sehingga belum dalam
disebut sebagai cabang. Dalam demikian bidang-bidang demikian lebih
tepat disebut sebagai masalah-masalah filsafat.
Dari pembagian cabang filsafat dapat dilihat dari pembagian yang
dilakukan oleh Kattsoff yang membagi menjadi 13 cabang filsafat.
Seperti kita ketahui bahwa hukum berkaitan erat dengan norma-norma
untuk mengatur perilaku manusia.Maka dapat disimpulkan bahwa
filsafat hukum adalah sub dari cabang filsafat manusia, yang disebut
etika atau filsafat tingkah laku. Pembidangan tersebut sering sekali
menunjukan betapa luasnya objek pembicaraan filsafat, yang juga
memerlukan uraian yang panjang lebar untuk membahasnya. Secara
singkat, gambaran tentang masing-masing bidang itu menurut
pembagian yang dilakukan
Pembidangan filsafat dapat dilihat dari pembagian yang dilakukan
oleh Kattsoff yang membagi menjadi 13 cabang filsafat, sebagai berikut:
1. Logika, yaitu cabang filsafa tyang membicarakan tentang cara
penarikan kesimpulan yang benar.
2. Metodologi, yaitu cabang filsafat yang membicarakan tentang
teknik-teknik penelitian atau penyelidikan.
3. Metafisika, yaitu cabang filsafat yang membicarakan hakikat segala
sesuatu yang ada (dan mungkin ada)
4. Ontologi, yaitu cabang filsafat yang membicarakan tentang asas-
asas rasional dari kenyataan (yang ada)
5. Kosmologi, yaitu cabang filsafat yang membicarakan tentang
bagaimanakah keadaannya sehingga ada asas-asas rasional dari
kenyataan yang teratur itu.
6. Epistimologi, yaitu cabang filsafat yang membicarakan tentang asal
mula, susunan, metode-metode, dan sahnya pengetahuan
7. Biologi kefilsafatan, yaitu cabang filsafat yang membicarakan
tentang hakikat hidup
8. Psikologi kefilsafatan, yaitu cabang filsafat yang membicarakan
tentang jiwa
9. Antropologi kefilsafatan, yaitu cabang filsafat yang membicarakan
tentang hakikat manusia
10. Sosiologi kefilsafatan, yaitu cabang filsafat yang membicarakan
tentang hakikat masyarakat dan negara
11. Etika, yaitu cabang filsafat tentang apa yang baik dan buruk dari
perilaku manusia.
12. Estetika, yaitu cabang filsafat yang membicarakan tentang
keindahan
13. Filsafat agama, yaitu cabang filsafat yang membicarakan tentang
hakikat keagamaan.1
B. Karakteristik Berfikir Filsafat
1.  Menyeluruh (Komprehensif), yakni filsafat berbeda dengan ilmu
pengetahuan dalam memandang objeknya. Hal tersebut dikarenakan
filsafat melihat atau memandang objeknya dari sudut pandang
totalitas (keseluruhan). Filsafat ingin mencoba mengenali suatu
hakekat atau isi dari segala sesuatu. Filsafat ini tidak akan puas jika
hanya mengenal objeknya dari sudut tertentu secara khusus
sebagaimana dilakukan oleh ilmu-ilmu pengetahuanlainnya.
2. Mendasar atau radikal, radikal dalam hal ini dapat dipahami sebagai
“radix” yang berarti akar. Sehingga dalam hal ini filsafat selalu
menggunakan daya kritisnya untuk dapat mengkaji suatu objek
sampai ke akar-akarnya. Jadi filsafat tidak berhenti percaya begitu

1
http:/Windyant.blogspot.com/2016/12/Pembidangan-filsafat-dan-letak-
filsafat.html
saja secara dangkal, namun secara radikal filsafat ini terus bertanya
ke dasar dari sesuatu alasan.
3. Berpikir rasional, dalam hal ini rasional dapat diartikan seperangkat
sistem berpikir yang mengacu pada argumen tertentu yang
dipercayainya. Biasanya, dalam hal ini model berpikir rasional
mengandung pengertian berpikir logis, sistematis dan kritis.
4. Spekulatif, dalam hal ini kegiatan berpikir spekulatif merupakan hal
pertama kali yang dilakukan sebelum kegiatan berpikir utama yang
telah dilakukan oleh para filosof selama berabad-abad. Berpikir
semacam ini memiliki karakter membuat dugaan-dugaan yang masuk
akal mengenai sesuatu hal. Filsafat ini juga berusaha menetapkan
kriteria apa yang disebut benar (logika), apa yang disebut baik (etika)
dan apa yang disebut indah (estetika). Kegiatan berpikir secara
spekulatif dalam filsafat ini kemudian menjadi landasan dasar dan
juga dapat diteruskan atau dimanfaatkan oleh ilmu-ilmu pengetahuan
lainnya.
5. Konseptual, dalam hal ini berpikir filsafat adalah berpikir melampaui
betas pengalaman hidup sehari-hari. Konseptual dalam hal ini dapat
diartikan mengatasi pengalaman dan fakta.2
C. Berfikir Dan Berilmu
Menurut Riset dan Evaluasi Bank Dunia terhadap 150 negara di
dunia, kemajuan suatu suatu negara ditentukan oleh banyak faktor.
Faktor utamanya adalah  inovasi dan kreativitas (45%), jejaring dan
kolaborasi (25%), penguasaan sains dan teknologi (20%), dan
ketersediaan sumber daya alam yang melimpah (10%). Hasil Riset
tersebut menunjukkan pentingnya pendidikan berpikir, yaitu berpikir
kritis, kreatif, dan inovatif, agar menghasilkan sejumlah inovasi dan
kreativitas dalam berbagai bidang, sehingga kualitas hidup,
kesejahteraan sosial ekonomi, pengembangan sains dan teknologi, dan
kesejahteraan hidup semakin meningkat. Namun demikian, berpikir
inovatif dan kreatif sangat dipengaruhi oleh literasi membaca. Semakin

2
https://www.fikriamiruddin.com/2020/04/pemikiran-filsafat.html
tinggi tingkat literasi membaca suatu bangsa, maka semakin inovatif
dan kreatif suatu bangsa.
Dalam pelajaran logika (ilm al-manthiq), seringkali manusia
didefinisikan sebagai hayawanun nathiq (makhluk berpikir, bernalar,
berbahasa). Secara umum, definisi ini tidak salah, tepat dan relevan,
meskipun tidak sepenuhnya benar. Manusia memang diberikan
kelebihan oleh Allah SWT dengan dianugerahi akal, kompetensi berpikir.
Akan tetapi, bukan hanya kemampuan berpikir (berakal) semata,
melainkan ada juga potensi lain yang memungkinkannya tumbuh
kembang menjadi mukallaf, manusia bertanggung jawab dan siap
menerima taklif (tugas dan tanggung jawab) sebagai hamba Allah dan
khalifah-Nya.
Menurut Ahmad Mushthafa al-Maraghi dalam tafsirnya, manusia
dikaruniai oleh Allah SWT empat tingkatan hidayah (petunjuk, guide,
peta jalan kehidupan), yaitu hidayah al-Ilham (ilham, insting,
naluri), hidayah al-hawass (pancaindera), hidayah al-‘aql (akal,
kompetensi berpikir), dan hidayah al-syara’iwa al-adyan (syariat, agama,
wahyu) melalui para Nabi dan Rasul. Karena itu, piranti lunak (software)
yang dimiliki manusia bukan hanya akal dengan piranti kerasnya
(hardware) berupa otak, tetapi juga dianugerahi fithrah (potensi dasar,
kecenderungan natural-kemanusiaan), qalb (hati,emosi), dhamir (hati
nurani), dan bashirah (ketajaman hati, kecerdasan, keyakinan, dan
kemantapan hati dalam beragama) (QS al-Qiyamah [75]:14-15).
Dengan kata lain, manusia diciptakan oleh Allah dengan desain
kejiwaaan yang sempurna (ahsan taqwim), sehingga memungkinkan
menjadi makhluk terdidik sekaligus pendidik, agar hidupnya tidak
merugi, baik di dunia maupun di akhirat.
Pendidikan berpikir (tarbiyah ‘aqliyyah, fikriyyah) hanyalah
merupakan salah satu aspek atau dimensi pendidikan Islam. Namun
demikian, pendidikan berpikir sangat berpengaruh terhadap perjalanan
hidup manusia. Dengan pemikirannya, manusia menjadi unggul, mampu
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan membangun
peradaban agung. Jika dikomparasikan antara malaikat dan binatang,
sesungguhnya manusia merupakan makhluk moderat (tengahan)
antara keduanya, meskipun dalam kenyataannya, manusia bisa
terperosok dalam jurang kebinatangan, bahkan lebih sesat daripada
binatang (QS A’raf [7]:179). Pendidikan berpikir merupakan bagian
integral dari tujuan pembumian syariat Islam (maqashid asy-syari’ah).
Menjaga, melindungi, merawat, dan mengoptimalkan fungsi akal (hifzh
al-‘aql) tidak mungkin dapat diwujudkan tanpa proses pendidikan yang
mengapresiasi dan mengembangkan potensi dan fungsi akal.
Pendidikan berpikir dalam perspektif maqashid asy-syari’ah mendorong
umat Islam untuk memahami bagaimana akal itu difungsikan; dan
bagaimana pula akal itu dijauhkan dari segala hal yang merusaknya.
Oleh sebab itu, Islam melarang manusia mengonsumsi minuman keras
(miras), narkoba, dan semua yang dapat membahayakan atau merusak
fungsi akal. Senafas dengan larangan tersebut, Islam juga
memerintahkan umatnya untuk mengembangkan literasi baca
(etos qira’ah), observasi (musyahadah) atau mengamati dengan teliti
ayat-ayat Allah yang ada di alam raya, memikirkan dan merenungkan
ciptaan-Nya.
Dengan demikian, pendidikan berpikir itu bervisi aktualisasi
pemaknaan ayat-ayat Qur’aniyyah dan kauniyyah melalui proses riset,
penelitian dan pengembangan ilmu, agar semua kreasi Allah itu
bermanfaat dan dioptimalkan kebermanfaatannya bagi kehidupan
manusia. Visi ukhrawi pendidikan berpikir adalah penyelamatan
manusia agar terbebas dari siksa neraka, dan hidupnya bahagia karena
menempuh jalan surga. “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan
bumi, dan silih bergantinya siang dan malam, terdapat tanda-tanda
(kekuasaan, kebesaran, keagungan, kemuliaan) bagi orang-orang yang
berakal. Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau
duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka
bebaskanlah kami dari siksa neraka.” (QS Ali Imran [3]: 190-191).
Pendidikan berpikir dalam al-Qur’an dikembangkan dengan beragam
penalaran logis dan pembuktian empiris, terutama pemikiran yang
berkaitan dengan masalah akidah, ibadah, dan akhlak. Pendidikan
berpikir ilmiah menurut al-Qur’an dibingkai dan diorientasikan kepada
pemikiran bertujuan akhir (at-tafkir al-ghai). Esensi pemikiran ini adalah
pentingnya pengaitan segala aktivitas manusia di muka bumi dengan
tujuan akhir dari penciptaannya oleh Allah SWT, yaitu ibadah. “Aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah
kepada-Ku” (QS adz-Dzariyat [51]: 56). Al-Qurthubi dalam tafsirnya
menjelaskan bahwa Allah tidak menciptakan jin dan manusia sebagai
(calon) pemilik kebahagiaan, melainkan supaya mengesakan uluhiyah,
rububiyah, asma’ dan sifat-Nya. Jadi, pendidikan berpikir itu tidak bebas
nilai atau serba boleh (permisifisme), melainkan berbasis tauhid,
berorientasi kepada kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
D. Hukum Berfikir, Hukum Realitas

a. Hukum Berfikir
Berpikir adalah berkembangnya suatu ide, konsep, pemikiran yang
baru yang keluar dari dalam diri seseorang. Dan berkembangnya
pemikiran itu sendiri dari informasi yang telah didapat dan disimpan
oleh seseorang dalam yang berupa pengertian-pengertian. Berpikir
juga adalah suatu pekerjaan yang melibatkan kerja otak seseorang,
dan terkadang ide atau konsep itu akan muncul dengan sendirinya
ketika seseorang itu merasa terdesak jadi, tidak selamnya berpikir itu
keluar setelah seseorang mendapatkan informasi-informasi yang telah
disimpan seperti halnya ketika seseorang mendapatkan suatu
masalah dan seseorang tersebut akan mulai berpikir bagaimana cara
agar mereka bisa mendapat jalan keluar dari masalah tersebut.

Berpikir juga dapat diartikan pekerjaan yang susah payah dimana


kita harus mengerjakan otak kita untuk memahami sesuatu yang
dimana itu membutuhkan waktu yang lumayan lama atau mencari
suatau jawaban tentang suatu peristiwa yang diaman peristiwa
tersebut sangat sulit untuk menemukan jawabannya. Dan berpikir
adalah perkembangan kognitif yang dapat timbul dari pikiran atau
perilaku seseorang, berpikir juga merupakan sebuah proses yang
melibatkan beberapa manipulasi pengetahuan dalam sistem kognitif,
berpikir diarahkan untuk menghasilkan perilaku yang memecahkan
masalah dan dapat memberikan solusi.

Kemampuan untuk berubah dan perubahan yang terjadi pada


manusia merupakan makna pokok yang terkandung dalam kegiatan
Berfikir dan berpengetahuan. Disebabkan kemampuan Berfikirlah,
maka manusia dapat berkembang lebih jauh dibanding makhluk
lainnya, sehingga dapat terbebas dari kemandegan fungsi
kekhalifahan di muka bumi, bahkan dengan Berfikir manusia mampu
mengeksplorasi, memilih dan menetapkan keputusan-keputusan
penting untuk kehidupannya. Semua itu, pada dasarnya
menggambarkan keagungan manusia berkaitan dengan karakteristik
eksistensial manusia sebagai upaya memaknai kehidupannya dan
sebagai bagian dari Alam ini.

Berpikir selain untuk mendapatkan berbagai pengetahuan juga


sebagai olahraga otak. Berpikir sangat urgen untuk memberikan
kesehatan terhadap otak kita, tanpa berpikir otak kita akan mengalami
gangguan atau sakit. Orang yang sakit otaknya akan mengalami
gangguan kejiwaan atau bisa dibilang stress bahkan bisa gila. Otak
yang sakit juga tidak akan bisa bekerja dengan normal kembali,
bahkan otak bisa berhenti bekerja karena kita tak pernah berpikir. Otak
adalah alat yang sentral dalam tubuh kita. Otak yang sehat akan
menghasilkan pola pikir yang sehat, namun sebaliknya otak yang sakit
akan menghasilkan pemikiran yang sakit pula. Oleh karena itu,
kesehatan otak perlu kita perhatikan dan dijaga agar jangan sampai
sakit. Menjaga dan memelihara otak adalah dengan cara berpikir.3

3
https://yusrintosepuabdikarya.wordpress.com. 2019. Mengapa Manusia Harus
b. Hukum Realita

Realitas ata kenyataan dalam bahasa sehari-hari berarti, hal


yang nyata yang benar-benar ada. Realitas juga berarti jumlah atau
agreagat dari semua yang nyata atau ada dalam suatu sistem,
berlawanan dengan hal-hal yang imajiner. Istilah ini juga digunakan
untuk merujuk pasa status ontologi sesuatu, yang menunjukan
keberadaan mereka dalam istilah fisik, realitas adalah totalitas dari
suatu sistem yang diketahui dan tidak diketahui.

Hukum dalam realitas hanya ada dalam gengaman kekuasaan


manusia sehiga karakter hukum bisa berubah ubah , bergantung
pada karakter manusia yang menggenggam dan menjalankannya
janganlah mencari cita dan idalisme hukum didalam kenyataan
karena langkah seperti itu sia-sia berujung pada kekecewaan
karena cita hukum dan idealisme yang terdapat dalam textbook
layaknya garis pinggir di lapangan sepak bola, wasit yang
menentukan tertib-tidaknya permainan.

Hukum dalam realitas Indonesia kira-kira cocok dengan kata


Hobbes, “Manusia adalah serigala bagi manusia lainnya mereka
membinasakan”. (homo homini lupus, bellum omnium contra
omnes). Dalam masyarakat modern, kata-kata hobes ini dipraktikan
melalui hukum sebagai sarana untuk mencapai tujuannya hukum
dalam realitas sangat jauh dari cita kepastian hukum dan keadilan.

Pembagunan hukum bukan hanya melahirkan undang-undang


(ITU) sebanyak-banyaknya (kuatitas), tetapi juga seharusnya
memasukan nilai-nilai kemanusian yang adil dan beradap didalam
pancasila sehingga untuk itu diperlukan manusia pemegang
amanah penegak hukum yang berkarakter dan bermoral pancasila.4

Berfikir
4
https:/ /tokoh id. Tokoh Indonesia.com 2019 Realita Hukum
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

filsafat adalah suatu studi yang membahas secara kritis dan skeptis
tentang berbagai fenomena yang ada dalam pemikiran dan kehidupan
manusia, lalu dijabarkan secara teoritis dan mendasar.

Secara etimologi, istilah ‘filsafat’ berasal dari bahasa Yunani, yaitu


philosophia dan philoshophos. Philo artinya cinta, sedangkan shopia atau
shopos artinya kebijaksanaan, pengetahuan, dan hikmah. Sehingga dalam
hal ini, definisi filsafat adalah sejumlah gagasan yang penuh dengan
kebijaksanaan, pengetahuan, dan hikmah.
DAFTAR PUSTAKA

http:/Windyant.blogspot.com/2016/12/Pembidangan-filsafat-dan-letak-
filsafat.html
https://www.fikriamiruddin.com/2020/04/pemikiran-filsafat.html
https://yusrintosepuabdikarya.wordpress.com. 2019. Mengapa Manusia
Harus Berfikir
https:/ /tokoh id. Tokoh Indonesia.com 2019 Realita Hukum

Anda mungkin juga menyukai