Oleh
Kelompok II
DOSEN PEBIMBING
Dr. Norma Fitria, M.Pd.I
PROGRAM PASCASARJANA
T.A 2022-202
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Memahami Filsafat” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas pada Mata kuliah Filsafat Manajemen Islam. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca
dan juga bagi penulis. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari, makalah yang
saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah
ini.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Dan Pembidangan Filsafat
B. Karakteristik Berfikir Filsafat
C. Berfikir Dan Berilmu
D. Hukum Berfikir, Hukum Realita
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Rumusan Masalah
Oleh karena itu penulis menulis makalah ini dengan judul “Memahami
Filsafat”.
B. RumusaN Masalah
C. Manfaat Penulisan
PEMBAHASAN
1. Pengertian Filsafat
1. Bersifat Universal
2. Tidak Faktual
5. Implikatif
1) Al-Syaibani
2) John Dewey
3) Randal Curren
4) Kneller
5) Hasan Langgulung
2. Pembidangan Filsafat
1
http:/Windyant.blogspot.com/2016/12/Pembidangan-filsafat-dan-letak-
filsafat.html
saja secara dangkal, namun secara radikal filsafat ini terus bertanya
ke dasar dari sesuatu alasan.
3. Berpikir rasional, dalam hal ini rasional dapat diartikan seperangkat
sistem berpikir yang mengacu pada argumen tertentu yang
dipercayainya. Biasanya, dalam hal ini model berpikir rasional
mengandung pengertian berpikir logis, sistematis dan kritis.
4. Spekulatif, dalam hal ini kegiatan berpikir spekulatif merupakan hal
pertama kali yang dilakukan sebelum kegiatan berpikir utama yang
telah dilakukan oleh para filosof selama berabad-abad. Berpikir
semacam ini memiliki karakter membuat dugaan-dugaan yang masuk
akal mengenai sesuatu hal. Filsafat ini juga berusaha menetapkan
kriteria apa yang disebut benar (logika), apa yang disebut baik (etika)
dan apa yang disebut indah (estetika). Kegiatan berpikir secara
spekulatif dalam filsafat ini kemudian menjadi landasan dasar dan
juga dapat diteruskan atau dimanfaatkan oleh ilmu-ilmu pengetahuan
lainnya.
5. Konseptual, dalam hal ini berpikir filsafat adalah berpikir melampaui
betas pengalaman hidup sehari-hari. Konseptual dalam hal ini dapat
diartikan mengatasi pengalaman dan fakta.2
C. Berfikir Dan Berilmu
Menurut Riset dan Evaluasi Bank Dunia terhadap 150 negara di
dunia, kemajuan suatu suatu negara ditentukan oleh banyak faktor.
Faktor utamanya adalah inovasi dan kreativitas (45%), jejaring dan
kolaborasi (25%), penguasaan sains dan teknologi (20%), dan
ketersediaan sumber daya alam yang melimpah (10%). Hasil Riset
tersebut menunjukkan pentingnya pendidikan berpikir, yaitu berpikir
kritis, kreatif, dan inovatif, agar menghasilkan sejumlah inovasi dan
kreativitas dalam berbagai bidang, sehingga kualitas hidup,
kesejahteraan sosial ekonomi, pengembangan sains dan teknologi, dan
kesejahteraan hidup semakin meningkat. Namun demikian, berpikir
inovatif dan kreatif sangat dipengaruhi oleh literasi membaca. Semakin
2
https://www.fikriamiruddin.com/2020/04/pemikiran-filsafat.html
tinggi tingkat literasi membaca suatu bangsa, maka semakin inovatif
dan kreatif suatu bangsa.
Dalam pelajaran logika (ilm al-manthiq), seringkali manusia
didefinisikan sebagai hayawanun nathiq (makhluk berpikir, bernalar,
berbahasa). Secara umum, definisi ini tidak salah, tepat dan relevan,
meskipun tidak sepenuhnya benar. Manusia memang diberikan
kelebihan oleh Allah SWT dengan dianugerahi akal, kompetensi berpikir.
Akan tetapi, bukan hanya kemampuan berpikir (berakal) semata,
melainkan ada juga potensi lain yang memungkinkannya tumbuh
kembang menjadi mukallaf, manusia bertanggung jawab dan siap
menerima taklif (tugas dan tanggung jawab) sebagai hamba Allah dan
khalifah-Nya.
Menurut Ahmad Mushthafa al-Maraghi dalam tafsirnya, manusia
dikaruniai oleh Allah SWT empat tingkatan hidayah (petunjuk, guide,
peta jalan kehidupan), yaitu hidayah al-Ilham (ilham, insting,
naluri), hidayah al-hawass (pancaindera), hidayah al-‘aql (akal,
kompetensi berpikir), dan hidayah al-syara’iwa al-adyan (syariat, agama,
wahyu) melalui para Nabi dan Rasul. Karena itu, piranti lunak (software)
yang dimiliki manusia bukan hanya akal dengan piranti kerasnya
(hardware) berupa otak, tetapi juga dianugerahi fithrah (potensi dasar,
kecenderungan natural-kemanusiaan), qalb (hati,emosi), dhamir (hati
nurani), dan bashirah (ketajaman hati, kecerdasan, keyakinan, dan
kemantapan hati dalam beragama) (QS al-Qiyamah [75]:14-15).
Dengan kata lain, manusia diciptakan oleh Allah dengan desain
kejiwaaan yang sempurna (ahsan taqwim), sehingga memungkinkan
menjadi makhluk terdidik sekaligus pendidik, agar hidupnya tidak
merugi, baik di dunia maupun di akhirat.
Pendidikan berpikir (tarbiyah ‘aqliyyah, fikriyyah) hanyalah
merupakan salah satu aspek atau dimensi pendidikan Islam. Namun
demikian, pendidikan berpikir sangat berpengaruh terhadap perjalanan
hidup manusia. Dengan pemikirannya, manusia menjadi unggul, mampu
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan membangun
peradaban agung. Jika dikomparasikan antara malaikat dan binatang,
sesungguhnya manusia merupakan makhluk moderat (tengahan)
antara keduanya, meskipun dalam kenyataannya, manusia bisa
terperosok dalam jurang kebinatangan, bahkan lebih sesat daripada
binatang (QS A’raf [7]:179). Pendidikan berpikir merupakan bagian
integral dari tujuan pembumian syariat Islam (maqashid asy-syari’ah).
Menjaga, melindungi, merawat, dan mengoptimalkan fungsi akal (hifzh
al-‘aql) tidak mungkin dapat diwujudkan tanpa proses pendidikan yang
mengapresiasi dan mengembangkan potensi dan fungsi akal.
Pendidikan berpikir dalam perspektif maqashid asy-syari’ah mendorong
umat Islam untuk memahami bagaimana akal itu difungsikan; dan
bagaimana pula akal itu dijauhkan dari segala hal yang merusaknya.
Oleh sebab itu, Islam melarang manusia mengonsumsi minuman keras
(miras), narkoba, dan semua yang dapat membahayakan atau merusak
fungsi akal. Senafas dengan larangan tersebut, Islam juga
memerintahkan umatnya untuk mengembangkan literasi baca
(etos qira’ah), observasi (musyahadah) atau mengamati dengan teliti
ayat-ayat Allah yang ada di alam raya, memikirkan dan merenungkan
ciptaan-Nya.
Dengan demikian, pendidikan berpikir itu bervisi aktualisasi
pemaknaan ayat-ayat Qur’aniyyah dan kauniyyah melalui proses riset,
penelitian dan pengembangan ilmu, agar semua kreasi Allah itu
bermanfaat dan dioptimalkan kebermanfaatannya bagi kehidupan
manusia. Visi ukhrawi pendidikan berpikir adalah penyelamatan
manusia agar terbebas dari siksa neraka, dan hidupnya bahagia karena
menempuh jalan surga. “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan
bumi, dan silih bergantinya siang dan malam, terdapat tanda-tanda
(kekuasaan, kebesaran, keagungan, kemuliaan) bagi orang-orang yang
berakal. Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau
duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka
bebaskanlah kami dari siksa neraka.” (QS Ali Imran [3]: 190-191).
Pendidikan berpikir dalam al-Qur’an dikembangkan dengan beragam
penalaran logis dan pembuktian empiris, terutama pemikiran yang
berkaitan dengan masalah akidah, ibadah, dan akhlak. Pendidikan
berpikir ilmiah menurut al-Qur’an dibingkai dan diorientasikan kepada
pemikiran bertujuan akhir (at-tafkir al-ghai). Esensi pemikiran ini adalah
pentingnya pengaitan segala aktivitas manusia di muka bumi dengan
tujuan akhir dari penciptaannya oleh Allah SWT, yaitu ibadah. “Aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah
kepada-Ku” (QS adz-Dzariyat [51]: 56). Al-Qurthubi dalam tafsirnya
menjelaskan bahwa Allah tidak menciptakan jin dan manusia sebagai
(calon) pemilik kebahagiaan, melainkan supaya mengesakan uluhiyah,
rububiyah, asma’ dan sifat-Nya. Jadi, pendidikan berpikir itu tidak bebas
nilai atau serba boleh (permisifisme), melainkan berbasis tauhid,
berorientasi kepada kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
D. Hukum Berfikir, Hukum Realitas
a. Hukum Berfikir
Berpikir adalah berkembangnya suatu ide, konsep, pemikiran yang
baru yang keluar dari dalam diri seseorang. Dan berkembangnya
pemikiran itu sendiri dari informasi yang telah didapat dan disimpan
oleh seseorang dalam yang berupa pengertian-pengertian. Berpikir
juga adalah suatu pekerjaan yang melibatkan kerja otak seseorang,
dan terkadang ide atau konsep itu akan muncul dengan sendirinya
ketika seseorang itu merasa terdesak jadi, tidak selamnya berpikir itu
keluar setelah seseorang mendapatkan informasi-informasi yang telah
disimpan seperti halnya ketika seseorang mendapatkan suatu
masalah dan seseorang tersebut akan mulai berpikir bagaimana cara
agar mereka bisa mendapat jalan keluar dari masalah tersebut.
3
https://yusrintosepuabdikarya.wordpress.com. 2019. Mengapa Manusia Harus
b. Hukum Realita
Berfikir
4
https:/ /tokoh id. Tokoh Indonesia.com 2019 Realita Hukum
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
filsafat adalah suatu studi yang membahas secara kritis dan skeptis
tentang berbagai fenomena yang ada dalam pemikiran dan kehidupan
manusia, lalu dijabarkan secara teoritis dan mendasar.
http:/Windyant.blogspot.com/2016/12/Pembidangan-filsafat-dan-letak-
filsafat.html
https://www.fikriamiruddin.com/2020/04/pemikiran-filsafat.html
https://yusrintosepuabdikarya.wordpress.com. 2019. Mengapa Manusia
Harus Berfikir
https:/ /tokoh id. Tokoh Indonesia.com 2019 Realita Hukum