Anda di halaman 1dari 15

TUGAS KELOMPOK MATA KULIAH FILSAFAT ADMINISTRASI

“OBJEK FORMAL FILSAFAT ”

DISUSUN OLEH :
Kelompok 5

NAMA : Nur Femi S. R. Gumay (18.11.258)


Ayu Fransiska (18.11.303)
Juwaida (18.11.251)
Herasita (18.11.244)
KELAS : VI.C REGULER PAGI
DOSEN PENGAMPUH : TIMBUAN, SIP.MSi

STIA SATYA NEGARA


2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur keadirat Allah Subhanahuwatallah atas limpahan rahmat dan


hidayah-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan Makalah yang berjudul
“Objek Formal Filsafat

Ucapan terima kasih ditujukan kepada teman-teman kelompok yang


sudah bersedia membantu selama penyusunan hingga terselesaikannya Makalah
ini, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Kami berharap Makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dalam


memahami materi tentang objek formal filsafat. Dalam segala hal sesuatu pasti
memiliki kekurangan yang menjadi tugas kami, sehingga kritik dan saran dari
pembaca sangat dibutuhkan demi penyempurnaan Makalah ini untuk waktu yang
akan datang.

Palembang, 27 Februari 2021

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI

COVER .............................................................................................. i
KATA PENGANTAR ...................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................. 1
1.1.Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2.Rumusan Masalah .................................................................. 2
1.3.Tujuan .....................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................. 3


2.1. Objek Formal Filsafat .......................................................... 3
2.2. Ruang Lingkup Filsafat.......................................................... 6

BAB III PENUTUP ........................................................................ 11


3.1. Kesimpulan ........................................................................ 11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Sejak hadirnya manusia di dunia sebagai makhluk bumi, sebenarnya


mereka telah memiliki ilmu pengetahuan sebagai penolong hidupnya untuk
bertahan dan melangsungkan berkelanjutan generasinya hingga hari ini. Dalam
persektif agama, ilmu bersumber dari Sang Khalik Ketika Tuhan hendak
menciptakan manusia, tentu saja telah dibekali dengan seperangkat aat deteksi dan
pengembangan ilmu pengetahuan. Semua alat deteksi telah diciptakan kepada diri
manusia, berupa akal pikiran untuk mengkaji, dan melakukan riset di dunia;
demikian juga mata hati dan oerasaan untuk merespon, menanggapi, menilai,
memilih, dan melahirkan keputusan yang tepat dan benar, yangbersuara halus
yang tidak perna salah dalam memutuskan sesuatu.
Sejarah perjalanan ilmu pengetahuan mulai dari klasik hingga
kontemporer tercatat, banyak temuan ilmuan yang tidak dapat terjawap secara
tuntas karena keterbatasan manusia itu sendiri.
Sintesis dari keterbatasan di kemukakan Mohammad Bahrun (2012),
tidak semua masalah yang dipertanyakan manusia dapat dijawap secara positif
oleh ilmu pengetahuan. Karenanya ilmuitu terbatas; terbatas pada subjek, objek,
metologinya sendiri. Sedangkan menurut Endang Saifuddin Anshari (2009), tidak
semua persoalan manusia ada jawabannya dari agama. Ada beberapa poin
masalah manusia yang tidak ada jawabannya dalam agama. Pertama, soal –soal
yang prinsipiel, seperti kendaraan berjalan sebelah kiri atuau kanan dan soal
perbankan. Kedua, Persoalan yan tidak secara tegas dibahas di dalam Al-Qur’an
dan As Sunnah diserahkan Ijtihat (produk pemikiran manusiayang tidak
bertentangan dengan tekstualnya wahyu Al-Qur’an maupun Sunnah Nabi).
Berdasarkan itu, Noeng Muhajir (2007), mengatakan ilmu dan filsafat
yang bersumber kitab suci ini sebagai epistemologi mora dan religius. Sementara
itu, ada pula yang memfokuskan pada eksistensi Tuhan, penciptaan alam semesta,
dan kesusilaan. Muhajir menyimpulkan bahwa keyakinan religius tumbuh dalam

1
2

penghayatan religius. Dengan kekuatan akal budi 9 ilmu dan filsafat ), mausia
dapat memetik kebenaran.
Secara umum dikenal menjadi 3 kriteria kebenaran ilmiah. Pertama,
kohorensi, yakni teori kebenaran yang mendasarkan diri pada kriteria kebenaran
secara konsisten pada suatu argumentasi. Kedua, korespodensi, yakni teori
kebenaran yang mendasarkan diri pada kriteria tentang kesesuaian antara materi
yang dikandung suatu pernyataan dan objek pernyataan, seperti manis, tawar,
asin. Artinya, secara teoretis dan empris terbukti adanya dan tidak terbantahkan.
Tujuan studi filsafat adalah menghantarkan seseorang kedalam dunia
filsafat, sehingga minimal dia dapat mengtahui apakah filsafat, maksud dan
tujuannya.
Menurut Prof. Dr. Notonagoro, yang dikenal sebagai ilmuan filsafat
Indonsia dan ahli pikir filsafat pancasila, studi filsafat dimaksudkan untuk
“pendidikan mental”. Pendidikan mntal yang di adalah cara atau bentuk mentalis
filsafat yang memuat tujuan umum dan tujuan khusus. Adapun tujuan umumnya
adalah menjadikan manusia yang susila. Pengertian “susila” di sini terdapat dalam
ruang lingkup tertentu sesuai dengan tempat dan aturan yang ada.
Sedangkan tujuan khususnya adalah menjadikan manusia yang berilmu.
Dalam hal ini, ahli filsafat dipandang sebagai orang yang ahli dalam bidang ilmu
pengetahuan (ilmuan), yang selalu mencari kenyataan kebenaran dari semua
problem pokok keilmuan.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah adalah sebagai


berikut : Apa itu Objek Formal Filsafat

3. Tujuan

Untuk Mengetahui Apa saja Objek Formal Filsafat


BAB II
PEMBAHASAN

1. Objek Filsafat

Filsafat merupakan bagian dari filsafat pengetahuan. Secara umum, untuk


memahami secara lebih khusus apa yang dimaksud dengan filsafat, maka
diperlukan pembahasan yang dapat menggambarkan dan memberi makna khusus
dalam mempelajari objek-objek yang ada dan terkait dengan filsafat , untuk itu
didalam memepelajari filsafat terdapat dua objek, yaitu objek material dan objek
formal. Berikut penjelasan dari kedua objek tersebut.

 Objek material adalah segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada.
“Ada” disini mempunyai tiga pengertian, yaitu ada dalam kenyataan,
pikiran, dan kemungkinan.
 Sedangkan objek formal adalah penyelidikan yang mendalam. Artinya,
ingin tahunya filsafat ingin tahu bagian dalamnya. Kata mendalam artinya
ingin tahu tentang objek yang tidak empiris.

Menurut Ir. Poedjawijatna yang menentukan perbedaan ilmu yang satu


dengan yang lainnya adalah objek formalnya, sehinggga kalau ilmu membatasi
diri dan berhenti pada dan berdasarkan pengalaman, sedangkan filsafat tidak
membatasi diri, filsafat hendak mencari keterangan yang sedalam dalamnya,
inilah objek formal filsafat
Tentang objek material ini banyak yang sama dengan material sains
bedanya ialah dalam dua hal. Pertama, sains menyelidiki objek material yang
empiris sedangkan filsafat menyelidiki objek itu juga tetapi bukan bagian yang
empiris melainkan bagian yang abstrak. Kedua, ada objek material filsafat yang
memang tidak dapat diteliti oleh sains, seperti Tuhan, hari akhir, yaitu objek
material yang material yang selama-lamanya tidak empriris. Jadi, objek material
filsafat lebih tinggi dari objek material sains.
Segala sesuatu yang ada artinya yang ada dengan sendirinya dan
keberadaannya disebabkan oleh keberadaan yang lain. Segala sesuatu yang ada,

3
4

ada yang wajib adanya bukan karena kemungkinan lain dan ada yang tidak wajib
adanya dan wajib bergantung kepada beberapa kemungkinan.
Segala sesuatu yang wajib ada secara filosofis adalah wujud dari
keberadaan yang ada dengan sendirinya dan tidak berada dengan sendirinya. Ada
itu adakalanya tergambarkan oleh pancaindra, seperti langit, bumi, bulan, bintang,
manusia, dan gunung – gunung, tetapi ada yang tidak tampak menurut
keterbatasan manusia, misalnya Sang Pencipta alam itu.
Manusia merupakan objek material filsafat, dilihat dari kedudukannya
sebagai manusia di muka bumi maupun fungsi dan perannya sebagai anggota
masyarakat. Akan tetapi, jika berbicara tentang bagimana nasib dan takdir
manusia, jodoh, rezeki, batas usia dan masa depannya hal ini bukan lagi objek
material melainkan objek formal. Oleh karena itu, jawaban – jawaban filosofis
terhadap masalah demikian murni mengandalkan logika, tanpa memperdulikan
kebenaran observatif yang ditemukan oleh sains.
Sebagai contoh, tidur dan mimpi. Tidur merupakan masa istirahatnya
tubuh dan urat saraf manusia. Mata yang letih anggota badan yang terlalu capek
atau kekenyangan yang dengan mudah merangsang rasa kantuk dan akhirnya
tetidur lelap. Dalam tidur sering muncul mimpi, padah realitasnya orang yang
sedang mimpi berada di bawah alam sadar. Tidur sama dengan mati dan mati
sama dengan tidur yang panjang. Lalu, mengapa orang berada di bawah alam
sadar dapat bermimpi? Apakah mimpi itu realitas atau khayalan? Tentu saja,
orang yang sedang tidur tidak dapat untuk berkhayal. Dengan demikian mimpi
adalah realitas yang dialami oleh orang dialam bawah sadar. Apabila orang
bermimpi dikejar – kejar setan, ada yang dalam mimpinya benar - benar
ketakutan, tidurnya terlihat gelisah dan berteriak histeris.
Dalam filsafat, semua realitas diatas bukan realitas yang sebenar-
benarnya oleh kaerna itu, kebenaran bukan dibatasi oleh hasil uji coba
dilabolatorium atau hanya karna telah mengalaminya, pertanyaan yang
merangsang tercabutnya kebenaran adalah semua itu berada dalam kajian
ontology pendalaman rasional tentang hakikat segala sesuatu yang tidak terjawab
oleh sains. Sebagaimana objek materi filsafat yang menguliti keberadaan tuhan.
5

Ontologi adalah teori hakikat yang mempertanyakan setiap eksistensi dengan,


sumber ditemukan. Berbicara tentang sumber setiap pengetahuan, dalam filsafat
lahir pengetahuan.
Dalam filsafat lahir pendekatan kedua, yaitu epistomologi yang berasal
dari bahasa latin “episteme” yang berarti knowledge, yaitu pengetahuan “logos”
berarti theory. Jadi, epistemologi berarti teori pengetahuan atau teori tentang
metode, cara dan dasar ilmu pengetahuan atau studi tentang hakikat tertinggi,
kebenaran dan batasan ilmu manusia (sarwar, 1994 : 22). Dalam filsafat,
epistemologi adalah cabang filsafat yang meneliti asal, struktur, metode-metode,
dan kasihan pengetahuan. Istilah “Epistemologi” pertama kali dipakai oleh
J.F.Farier Institues of Metaphysics (1854 M) yang membedakan dua filsafat
epistemologi dan ontologi. Epistemologi berbeda dengan logika. Jika logika
merupakan sains formal (formal scaince) yang berkenaan dengan atau tentang
prinsip-prinsip penalaran yang sahih, epistemologi adalah isumbern filosofi
tentang asal-usul pengetahuan dan kebenaran. Puncak pengkajian epistemologi
adalah masalah kebenaran yang membawa ke ambang pintu metafisika.
Epistemologi adalah analisis filosofis terhadap sumber-sumber
pengetahuan. Dari mana dan bagaiamana pengetahuan diperoleh, merupakan
kajian epistemology. Sebagai contoh adalah semua pengetahuan berasal dari
tuhan, artinya tuhan sebagai sumber pengetahuan ontologism sesuatu itu
menjelaskan objek yang ditelaah objek tersebut, wujud hakikatnya serta
bagaimana hubungan objek tersebut dengan daya tangkap manusia, seperti
berfikir, berasal, dan mengindra yang memberikan pengetahuan. Landasan
epistemologis suatu ilmu menjelaskan proses dan prosedur yang memungkinkan
ditimbanya pengetahuan yang benaran menjelaskan keebenaran serta kriteria dan
cara mendapatkan pengetahuan tujuan yang dicapai oleh pengetahuan daalam
filsfat menjadi kajian ontologis.

Epistemologi mempersoalkan kebenaran pengetahuan. Pengetahuan yang


benar adalah yang telah memenuhi unsure-unsur epistemologi yang dinyatakan
secara sistematis dan logis. Dalam epistemology dibicarakan tentang sumber
pengetahuan yang gejalanya dapat diamati.
6

Kajian utama filsafat, sebagaiman dikemukan diatas adalah berkaitan dengan


masalah ilmu dan pengetahuan atau tahu mengetahui, dan pengetahuan (kognitio).
Maksudnya adalah memikirkan segala hakikat segala pengetahuan atau hakikat
keberadaan segala sesuatu yang bersifat fisical maupun metafisika, baik yang
umum maupun khusus. Epistemologi adalah filsafat yang mengkaji seluk-beluk
antara tata cara memperoleh suatu pengetahuan,sumber-sumber pengetahuan,
metode dan pendekatan yang digunakan untuk mendapatkan pengetahuan logis
dan rasional.

Secara filosofis jika mimpi buruk, cukup menyiksa orang yang sedang
tidur bagaimana dengan orang yang sudah mati dekejar - kejar dosa dan mimpi
yang menjadi penyebab ia disiksa. Contoh tersebut menggambarkan bahwa tidur
dan mimpi adalah objek material filsafat sedangkan hubungan antara mimpi dan
realitasnya yang sesungguhnya serta hubungannya dengan siksaan di alam kubur
merupakan formal filsafat, sehingga jawaban – jawaban atas rahasia mimpi
membutuhkan perenungan yang mendalam.

2. Ruang Lingkup Filsafat

Filsafat berkembang sangat pesat, seiring tumbuh dan berkembangnya


beragam keilmuan yang telah dilahirkan oleh para ilmuan. Berkembangnya
filsafat ilmu mengantarkan berbagai disiplin ilmu baru tentu saja semakin
memperluas wilayah kajian filsafat ilmu, baik yangmenyangkut cakupan fisika
maupun metafisika.

The Liang Gie (2007) mengemukakan ruang lingkup filsafat ilmu dari
para filsuf dunia sebagai berikut: Pertama, Peter Angeles, yang menurutnya
filsafat mempunyai empat bidang konsentrasi utama:

 Telaah mengenai berbagai konsep,pra-anggapan, dan metode ilmu, berikut


analisis, perluasan, dan penyusunan, untuk memperoleh pengetahuan yang
lebih ajeg dan cermar;
7

 Telaah dan pembenaran mengenai proses penalaran dalam ilmu berikut


sruktur parlembangannya;
 Telaah mengenai keterkaitan antara berbagai ilmu;
 Telaah mengenai akibat pengetahuan ilmiah bagi hal-hal yang berkaitan
dengan penyerapa dan pemahaman manusia terhadap realitas, entitas,
teoritas, sumber, dan keabsahan pengetahuan, serta sifat dasar
kemanusiaan.

Kedua, Cornelius Benyamin, yang membagi pokok filsafat dalam 3 bagian:

 Telaah mengenai metode ilmu, lambangilmu.


 Penjelasan tentang konsep dasar, pra-anggapan, dan pangkal pendirian
ilmu.
 Aneka telaah mengenai salingketerkaitan antara berbagai ilmu dan
implikasinya bagi suatu karier alam semesta, misalnya idealisme,
materialisme, monisme, atau pluralisme

Ketiga, Marx War Tofsjy, yang memberikan berbagai tantangan dari soal-soal
interdisipliner dalam filsafat ilmu yang meliputi:

 Perenungan mengenai konsep dasar, struktur formal, dan metodologi ilmu.


 Persoalan ontologi dan epistemologi yang khas bersifat filsafat dengan
pembahasan yang memadukan peralatan analitis dari logika modern dan
model konseptual.

Pandangan lain mengemukakan ruang lingkup filsafat ilmu ini secara lebih perinci
berdasarkan disiplin ilmu, sebagaimana dikatakan Fuad Ikhsan (2010): Pertama,
Alurey Castell, membagi masalah filsafat kepada lima bagian:

a) Theological Problem (masalah teologis),

b) Metaphisical Problem (masalah metafisika),

c) Ethical Problem (masalah etika),

d) Political Problem (masalah politik),


8

e) Historical Problem ( masalah sejarah)

Dari sekian banyak telaah tentang ruang lingkup filsafat dan filsafat ilmu
yang telah dikemukakan, baik dari masa Plato Aristoteles, Renaisans, maupun
pemikiran filsafat kontemporer, ternyata ruang lingkup filsafat dan filsafat ilmu
sangat luas. Namun demikian, dia tetap saja berputar di sekitar lapangan utama
filsafat, yakni seputar logika, etika, estetika, fisika, dan metafisika.

Selanjutnya Jujun Suriasumantri (2010) mengemukakan, bagaimana


proses yang memungkinkan timbulnya pengetahuan berupa ilmu? Bagaimana
prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar mendapatkan pengetahuan
yang benar? Apakah kriterianya? Apa yang disebut kebenaran? Adakah
kriterianya? Cara,teknik,atau sarana apa yang membentuk kita dalam
mendapatkan pengetahuan berupa ilmu? Inilah yang dikenal dengan landasan
epistemologis.

Pandangan filsuf Muslim membagi epistemologi berdasarkan objeknya


menjadi dua bagian, yakni:

 Khuduri, hadirnya sesuatu ke dalam dirinya sendiri, contoh lapar, sedih,


dan lain-lain.
 Khusuli, hadirnya sesuatu dari dalam dirinya sendiri (harus ada bendanya
terlebih dahulu), contoh melihat bentuk gunung, laut, lembah, dan hutan.

Sejarah perjalanan ilmu pengetahuan mulai dari klasik hingga


kontemporer tercatat, banyak temuan ilmuan yang tidak dapat terjawap secara
tuntas karena keterbatasan manusia itu sendiri.

Sintesis dari keterbatasan di kemukakan Mohammad Bahrun (2012),


tidak semua masalah yang dipertanyakan manusia dapat dijawap secara positif
oleh ilmu pengetahuan. Karenanya ilmuitu terbatas; terbatas pada subjek, objek,
metologinya sendiri. Sedangkan menurut Endang Saifuddin Anshari (2009), tidak
semua persoalan manusia ada jawabannya dari agama. Ada beberapa poin
9

masalah manusia yang tidak ada jawabannya dalam agama. Pertama, soal –soal
yang prinsipiel, seperti kendaraan berjalan sebelah kiri atuau kanan dan soal
perbankan. Kedua, Persoalan yan tidak secara tegas dibahas di dalam Al-Qur’an
dan As Sunnah diserahkan Ijtihat (produk pemikiran manusiayang tidak
bertentangan dengan tekstualnya wahyu Al-Qur’an maupun Sunnah Nabi).

Berdasarkan itu, Noeng Muhajir (2007), mengatakan ilmu dan filsafat


yang bersumber kitab suci ini sebagai epistemologi mora dan religius. Sementara
itu, ada pula yang memfokuskan pada eksistensi Tuhan, penciptaan alam semesta,
dan kesusilaan. Muhajir menyimpulkan bahwa keyakinan religius tumbuh dalam
penghayatan religius. Dengan kekuatan akal budi 9 ilmu dan filsafat ), mausia
dapat memetik kebenaran.

Secara umum dikenal menjadi 3 kriteria kebenaran ilmiah. Pertama,


kohorensi, yakni teori kebenaran yang mendasarkan diri pada kriteria kebenaran
secara konsisten pada suatu argumentasi. Kedua, korespodensi, yakni teori
kebenaran yang mendasarkan diri pada kriteria tentang kesesuaian antara materi
yang dikandung suatu pernyataan dan objek pernyataan, seperti manis, tawar,
asin. Artinya, secara teoretis dan empris terbukti adanya dan tidak terbantahkan.

Tujuan studi filsafat adalah menghantarkan seseorang kedalam dunia


filsafat, sehingga minimal dia dapat mengtahui apakah filsafat, maksud dan
tujuannya.
Menurut Prof. Dr. Notonagoro, yang dikenal sebagai ilmuan filsafat Indonsia dan
ahli pikir filsafat pancasila, studi filsafat dimaksudkan untuk “pendidikan mental”.
Pendidikan mntal yang di adalah cara atau bentuk mentalis filsafat yang memuat
tujuan umum dan tujuan khusus. Adapun tujuan umumnya adalah menjadikan
manusia yang susila. Pengertian “susila” di sini terdapat dalam ruang lingkup
tertentu sesuai dengan tempat dan aturan yang ada.
10

Sedangkan tujuan khususnya adalah menjadikan manusia yang berilmu.


Dalam hal ini, ahli filsafat dipandang sebagai orang yang ahli dalam bidang ilmu
pengetahuan (ilmuan), yang selalu mencari kenyataan kebenaran dari semua
problem pokok keilmuan.
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan

Objek filsafat ada dua yaitu objek material dan objek formal

Objek material adalah segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada. Sedangkan
objek formal adalah penyelidikan yang mendalam. Artinya, ingin tahunya filsafat
ingin tahu bagian dalamnya. Kata mendalam artinya ingin tahu tentang objek yang
tidak empiris.

11
FOTO ANGGOTA KELOMPOK 5

Nama : Nur Femi S.R Gumay Nama : Ayu Fransiska


Nim : 18.11.258 Nim : 18.11.303

Nama : Juwaida Nama : Herasita


Nim : 18.11.251 Nim : 18.11.244

Kata-kata Bijak/Mutiara : “Hidup itu seperti kamera, Fokus saja apa yang penting,
tangkap saat-saat indah, kembangkan dari hal-hal negatif dan jika tidak berhasil ambil
foto lain”

Anda mungkin juga menyukai