Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

FILSAFAT ILMU DAN RISET

“ONTOLOGI DALAM RISET”

Disusun Oleh:

Kelompok II
Muhammad Ifdhali (2120812001)
Yola Deska (2120812002)

Dosen Pengampu Mata Kuliah


Dr. Alfan Miko, M.Si

PROGRAM STUDI MAGISTER SOSIOLOGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ANDALAS
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpah rahmat dan
karunia-Nya, sehingga pada kesempatan ini kami masih diberikan kesehatan dan
kemampuan untuk menyelesaikan makalah yang berjudul “Ontologi dalam Riset”.
Harapan kami selaku penulis, semoga karya ilmiah ini bisa berguna
kedepannya. Bagi siapa saja dan khususnya bagi kami selaku yang menyusun
makalah atau karya tulis ilmiah ini, sehingga makalah ini bisa sedikit membantu
memberi informasi dan gambaran.
Kami selaku penulis, juga menyadari bila makalah ini tidak sempurna.
Pastinya masih banyak kekurangannya, untuk ini kami sangat terbuka untuk
menerima kritik maupun saran dari semua pihak demi perbaikan dimasa depan.

Sumatera Barat, 20 September 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR.........................................................................ii

DAFTAR ISI.......................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah...........................................................................3
1.3 Tujuan..............................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ontologi.........................................................................4
2.2 Aspek-aspek Ontologi dalam Ilmu Pengetahuan............................7
2.3 Fungsi dan Manfaat Mempelajari Ontologi....................................8
2.4 Metode Ontologi.............................................................................9
2.5 Hakikat Ontologi dalam Struktur Ilmu dan Peran Penting...........13
Ontologi

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan....................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ontologi merupakan salah satu kajian filsafat. Studi tersebut membahas
keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Ontologi membahas realitas atau suatu
entitas dengan apa adanya. Pembahasan mengenai ontologi berarti membahas
kebenaran suatu fakta. Untuk mendapatkan kebenaran itu, ontologi memerlukan
proses bagaimana realitas tersebut dapat diakui kebenarannya. Untuk itu proses
tersebut memerlukan dasar pola berfikir, dan pola berfikir didasarkan pada
bagaimana ilmu pengetahuan digunakan sebagai dasar pembahasan realitas.
Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan
tertentu. Dalam kaitannya dengan ilmu, aspek ontologis mempertanyakan tentang
objek yang ditelaah oleh ilmu. Secara ontologis ilmu membatasi lingkup
penelaahan keilmuannya hanya pada daerah yang berada dalam jangkauan
pengalaman manusia dan terbatas pada hal yang sesuai dengan akal
manusia. Ontologi membahas tentang yang ada yang bersifat universal,
menampilkan pemikiran semesta universal. Ontologi berupaya mencari inti yang
termuat dalam setiap kenyataan.
Pengetahuan adalah persepsi subyek (manusia) terhadap obyek (riil dan gaib)
atau fakta. Ilmu Pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan yang benar disusun
dengan sistem dan metode untuk mencapai tujuan yang berlaku universal dan
dapat diuji/diverifikasi kebenarannya. Ilmu  Pengetahuan tidak hanya satu,
melainkan banyak (plural) bersifat terbuka (dapat dikritik) berkaitan dalam
memecahkan masalah.
Filsafat Ilmu Pengetahuan mempelajari esensi atau hakikat ilmu pengetahuan
tertentu secara rasional. Filsafat Ilmu adalah cabang filsafat yang mempelajari
teori pembagian ilmu, metode yang digunakan dalam ilmu, tentang dasar
kepastian dan jenis keterangan yang berkaitan dengan kebenaran ilmu tertentu.
Filsafat ilmu Pengetahuan disebut juga Kritik Ilmu, karena historis kelahirannya
disebabkan oleh rasionalisasi dan otonomisasi dalam mengeritik dogma-dogma
dan tahayul. Ilmu tidak dapat tumbuh dengan baik tanpa kritik dari filsafat.

1
2

Perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan munculnya


ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan
baru bahkan kearah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti spesialisasi-
spesialisasi.
Dengan semakin meluasnya filsafat dan tepecah menjadi ilmu-ilmu yang baru
maka dirasa perlu untuk mengetahui pembagian filsafat dalam cabang-cabang
filsafat serta aliran-alian yang ada dalam filsafat sehingga kita bisa mengetahui
arah pikir dalam mempelajari suatu ilmu pengetahuan serta penggolongannya
dalam filsafat. Secara singkat dapat dikatakan Filsafat adalah refleksi kritis yang
radikal. Refleksi adalah upaya memperoleh pengetahuan yang mendasar atau
unsur-unsur yang hakiki atau inti. Apabila ilmu pengetahuan mengumpulkan data
empiris atau data fisis melalui observasi atau eksperimen, kemudian dianalisis
agar dapat ditemukan hukum-hukumnya yang bersifat universal. Oleh filsafat
hukum-hukum yang bersifat universal tersebut direfleksikan atau dipikir secara
kritis dengan tujuan untuk mendapatkan unsur-unsur yang hakiki, sehingga
dihasilkan pemahaman yang mendalam.
Kemudian apa perbedaan Ilmu Pengetahuan dengan Filsafat. Apabila ilmu
pengetahuan sifatnya taat fakta, objektif dan ilmiah, maka filsafat sifatnya
mempertemukan berbagai aspek kehidupan di samping membuka dan
memperdalam pengetahuan. Apabila ilmu pengetahuan objeknya dibatasi,
misalnya, psikologi objeknya dibatasi pada perilaku manusia saja, filsafat
objeknya tidak dibatasi pada satu bidang kajian saja dan objeknya dibahas secara
filosofis atau reflektif rasional, karena filsafat mencari apa yang hakikat.
Apabila ilmu pengetahuan tujuannya memperoleh data secara rinci untuk
menemukan pola-polanya, maka filsafat tujuannya mencari hakiki, untuk itu perlu
pembahasan yang mendalam. Apabila ilmu pengetahuannya datanya mendetail
dan akurat tetapi tidak mendalam, maka filsafat datanya tidak perlu mendetail dan
akurat, karena yang dicari adalah hakekatnya, yang penting data itu dianalisis
secara mendalam.
Dengan semakin meluasnya filsafat dan tepecah menjadi ilmu-ilmu yang baru
maka dirasa perlu untuk mengetahui pembagian filsafat dalam cabang-cabang
filsafat serta aliran-alian yang ada dalam filsafat sehingga kita bisa mengetahui
3

arah pikir dalam mempelajari suatu ilmu pengetahuan serta penggolongannya


dalam filsafat. Secara singkat dapat dikatakan Filsafat adalah refleksi kritis yang
radikal. Refleksi adalah upaya memperoleh pengetahuan yang mendasar atau
unsur-unsur yang hakiki atau inti. Apabila ilmu pengetahuan mengumpulkan data
empiris atau data fisis melalui observasi atau eksperimen, kemudian dianalisis
agar dapat ditemukan hukum-hukumnya yang bersifat universal. Oleh filsafat
hukum-hukum yang bersifat universal tersebut direfleksikan atau dipikir secara
kritis dengan tujuan untuk mendapatkan unsur-unsur yang hakiki, sehingga
dihasilkan pemahaman yang mendalam.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang sesuai untuk
dikaji dalam makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan Ontologi?
2. Apa saja aspek-aspek Ontologi dalam ilmu pengetahuan?
3. Apa fungsi dan manfaat mempelajari Ontologi?
4. Apa saja metode-metode yang terkandung dalam ontologi?
5. Bagaimana hakikat seta peran ontologi dalam struktur ilmu ?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari peyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Agar mahasiswa memahami konsep Ontologi secara umum.
2. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami aspek-aspek ontologi ilmu
pengetahuan.
3. Agar mahasiswa memahami fungsi dan manfaat mempelajari ontologi.
4. Agar mahasiswa mampu memahami dan mengetahui metode-metode dalam
ontologi.
5. Agar mahasiswa memahami hakikat ontologi serta perannya dalam struktur
ilmu.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Ontologi


Ontologi memiliki pengertian yang berbeda-beda, definisi ontologi
berdasarkan bahasa berasal dari bahasa Yunani, yaitu On (Ontos) merupakan ada
dan logos merupakan ilmu, sehingga ontologi merupakan ilmu mengenai yang
ada. Ontologi menurut istilah merupakan ilmu yang membahas hakikat yang ada,
yang merupakan ultimate reality, baik berbentuk jasmani/konkret maupun rohani
abstrak (Bakhtiar, 2004 dalam Suaedi, 2016). Ontologi dalam definisi Aristoteles
merupakan pembahasan mengenai hal ada sebagai hal ada (hal ada sebagai
demikian) mengalami perubahan yang dalam, sehubungan dengan objeknya (Gie
1997 dalam 2016).
Ontologi dalam pandangan The Liang Gie merupakan bagian dari filsafat
dasar yang mengungkapkan makna dari sebuah eksistensi yang pembahasannya
meliputi persoalan-persoalan (Gie 1997 dalam Suaedi 2016):
a) Apakah artinya ada, hal ada?
b) Apakah golongan-golongan dari hal ada?
c) Apakah sifat dasar kenyataan dan hal ada?
d) Apakah cara-cara yang berbeda dimana entilas dari kategori-kategori logis
yang berlainan (misalnya objek-objek fisis, pengertian universal, abstraksi,
dan bilangan) dapat dikatakan ada?
Ontologi menurut Suriasumantri dalam (Suaedi, 2016) membahas mengenai
apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan kata lain
suatu pengkajian mengenai teori tentang “ada”. Telaah ontologis akan menjawab
pertanyaan-pertanyaan:
a) Apakah objek ilmu yang akan ditelaah?
b) Bagaimana wujud yang hakiki dari objek tersebut?
c) Bagaimana hubungan antara objek dan daya tangkap manusia (seperti
berpikir, merasa, dan mengindra) yang dapat menghasilkan pengetahuan?
Menurut Suriasumantri dalam (Nurroh, 2017) Ontologi merupakan apa yang
akan dikaji dalam ilmu pengetahuan atau hakikat apa yang dikaji. Apa di sini

4
5

adalah mengenai objek dari suatu peristiwa. Dalam pembahasannya, ada


metafisika yang membahas mengenai basic atau hal yang dasar. Faktor panca
indera akan sangat berperan dalam mengkaji objek-objek dalam kehidupan.
Panca indera akan membantu mengkaji mengenai teori keberadaan, dimana
sesuatu yang ada pasti nyata dan ada. Ada dua tafsiran utama tentang metafisika,
yaitu mengenai pemikiran supernaturalisme dan naturalisme. Supernaturalisme
berarti ada kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan kekuatan manusia yang ada
pada dunia nyata. Dalam kehidupan, ada semacam wujud gaib yang berupa roh
yang menjadi kepercayaan. Kepercayaan yang berdasarkan pemikiran
supernaturalisme adalah animisme, dimana terdapat kepercayaan terhadap roh
nenek moyang manusia. Ada juga tempat-tempat yang dianggap keramat, seperti
pohon, jalan, dan air terjun.
Sementara itu, pemikiran yang merupakan lawan dari supernaturalisme adalah
pemikiran naturalisme, dimana orang beranggapan bahwa semua yang ada di alam
ini terjadi dengan sendirinya yang merupakan proses di alam nyata. Aliran yang
mengikuti pemikiran naturalisme ini adalah materialisme. Materialisme
memandang segala sesuatu itu berdasarkan wujud bahwa sesuatu itu dianggap ada
jika mempunyai wujud.
Adanya asumsi memungkinkan manusia untuk mengeluakan berbagai
kemungkinan-kemungkinan untuk menjawab persoalan. Persoalan yang ada akan
digunakan sebagai cara untuk memperoleh kesimpulan yang akan menjadi
pengetahuan. Dalam menyelesaikan suatu permasalahan diperlukan adanya
hukum, dimana hukum ini akan menjadi semacam aturan main agar bisa
digunakan unuk menjadi pengatur dalam proses pemecahan masalah. Di dalam
suatu asumsi biasanya terdapat pembatasan-pembatasan mengenai beberapa hal
yang menjadi inti kajian. Sebagai contoh ilmu fisika mengasumsikan bahwa hal-
hal yang dipelajari adalah mengenai keaadan fisik dan perhitungan di dalam alam
semesta. Sedangkan sosiologi membatasi bahasannya pada perilaku dan tindakan
masyarakat di dalam kehidupan.
Di dalam kehidupan, sifat ilmu tidak akan selamanya mutlak. Ketika ada
suatu permasalahan, ilmu akan memunculkan beberapa kemungkinan-
kemungkinan jawaban. Kemungkinan-kemungkinan inilah yang dinamakan
6

probababilitas. Ada peluang untuk menyelesaikan permasalahan dengan alternatif


jawaban yang lebih dari satu.
Ontologi dalam Ensiklopedia Britannica yang diangkat dari konsepsi
Aristoteles merupakan teori atau studi tentang wujud, misalnya karakteristik dasar
dari seluruh realitas. Pembahasan tentang ontologi sebagi dasar ilmu berusaha
untuk menjawab “apa” yang menurut Aristoteles merupakan The First Philosophy
dan merupakan ilmu mengenai esensi benda (Romdon 1996 dalam Suaedi, 2016).
Ontologi memiliki arti sama dengan metafisika yang merupakan studi filosofi
untuk menentukan sifat nyata yang asli (real nature) dari suatu benda untuk
menentukan arti, struktur, dan prinsip benda tersebut (filosofi ini didefinisikan
oleh Aristoteles abad ke-4 SM) (Ensiklopedia Bratannica dalam Wikipedia).
Ontologi dalam filsafat ilmu merupakan studi atau pengkajian mengenai sifat
dasar ilmu yang memiliki arti, struktur, dan prinsip ilmu. Ontologi filsafat sebagai
cabang filsafat adalah ilmu apa, dari jenis dan struktur dari objek, properti,
peristiwa, proses, serta hubungan dalam setiap bidang realitas. Ontologi sering
digunakan oleh para filsuf sebagai sinonim dari istilah yang digunakan oleh
Aristoteles untuk merujuk pada apa yang Aristoteles sendiri sebut ‘filsafat
pertama’. Kadang-kadang ‘ontologi’ digunakan dalam arti yang lebih luas untuk
merujuk pada studi tentang apa yang mungkin ada; metafisika kemudian
digunakan untuk penelitian dari berbagai alternatif yang mungkin ontologi
sebenarnya sejati dari realitas (Ingarden 1964 dalam Suaedi, 2016). Istilah
‘ontologi’ (atau ontologia) diciptakan pada tahun 1613 secara mandiri oleh dua
filsuf, Rudolf Gockel (Goclenius) di Philosophicumnya Lexicon dan Jacob
Lorhard (Lorhardus) di Theatrumnyaphilosophicum. Kejadian pertama dalam
bahasa Inggris sebagaimana dicatat oleh OED muncul di Kamus Bailey dari tahun
1721 yang mendefinisikan ontologi sebagai penjelasan di dalam Abstrak (Smith
2003 dalam Suaedi, 2016).
Ontologi bertujuan memberikan klasifikasi yang definitif dan lengkap dari
entitas di semua bidang. Klasifikasi harus definitif, dalam arti bahwa hal itu dapat
berfungsi sebagai jawaban atas pertanyaan seperti apa kelas entitas yang
diperlukan untuk penjelasan lengkap dan penjelasan dari semua kejadian-kejadian
di alam semesta? Apa kelas entitas yang diperlukan untuk memberikan penjelasan
7

mengenai apa yang membuat benar semua kebenaran? Hal ini harus menjadi
lengkap, dalam arti bahwa semua jenis entitas harus dimasukkan ke dalam
klasifikasi, termasuk juga jenis hubungan dengan entitas yang diikat bersama
untuk membentuk keutuhan yang lebih besar.

2.2 Aspek-aspek Ontologi Ilmu Pengetahuan


Objek telaah ontologi adalah ada. Studi tentang yang ada pada dataran studi
filsafat pada umumnya dilakukan oleh filsafat metafisika. Istilah ontologi banyak
digunakan ketika kita membahas yang ada dalam konteks filsafat ilmu. Ontologi
membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu.
Ontologi membahas tentang yang ada dan universal, menampilkan pemikiran
semesta universal. Ontologi berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap
kenyataan atau dalam rumusan Lorens Bagus; menjelaskan yang ada, meliputi
semua realitas dalam semua bentuknya.
Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas. Bagi pendekatan
kuantitatif, realitas tampil dalam kuantitas atau jumlah, telaahnya akan menjadi
kualitatif, realitas akan tampil menjadi aliran-aliran materialisme, idealisme,
naturalisme, atau hylomorphisme.
Ada beberapa aspek ontologi yang perlu di perhatikan dalam ilmu
pengetahuan. Aspek-aspek tersebut adalah:
1) Metodis (mengunakan cara ilmiah)
2) Sistematis (saling berkaitan satu sama lain secara teratur dalam suatu
keselurusan)
3) Koheren (unsur-unsurnya harus bertautan, tidak boleh mengandung uraian
yang bertentangan)
4) Rasional (harus berdasarkan pada kaidah berikir yang benar/logis)
5) Komprehensif (melihat objek yang tidak hanya dari satu sisi atau sudut
pandang, tetapi juga secara multidimensional atau secara
keseluruhan/holistik)
6) Radikal (diuraikan sampai akar persoalannya atau esensinya)
7) Universal (muatan kebenarannya sampai tingkat umum yang berlaku di mana
saja).
8

Contohnya adalah aspek ontologi pada ilmu matematika, yang diuraikan pada
pernyataan di bawah ini:
1) Metodis, matematika merupakan ilmu ilmiah (bukan fiktif)
2) Sistematis, ilmu matematika adalah ilmu telaah pola dan hubungan artinya
kajian-kajian ilmu matematika saling berkaitan antara satu sama lain
3) Koheren,  konsep, perumusan, definisi dan teorema dalam matematika saling
bertautan dan tidak bertentangan
4) Rasional yaitu ilmu matematika sesuai dengan kaidah berpikir yang benar dan
logis
5) Komprehensif yaitu objek dalam matematika dapat dilihat secara
multidimensional (dari barbagai sudaut pandang)
6) Radikal yaitu dasar ilmu matematika adalah aksioma-aksioma
7) Universal yaitu ilmu matematika kebenarannya berlaku secara umum dan di
mana saja.

2.3 Fungsi dan Manfaat Mempelajari Ontologi


Fungsi dan manfaat dalam mempelajari ontologi, yaitu berfungsi sebagai
refleksi kritis atas objek atau bidang garapan, konsep-konsep, asumsi-asumsi, dan
postulat-postulat ilmu. Di antara asumsi dasar keilmuan antara lain pertama, dunia
ini ada, dan kita dapat mengetahui bahwa dunia ini benar ada. Kedua, dunia
empiris dapat diketahui oleh manusia dengan pancaindra. Ketiga, fenomena yang
terdapat di dunia ini berhubungan satu dengan yang lainnya secara kausal (Ansari
1987 dalam buku Suaedi, 2016). Ontologi menjadi penting karena pertama,
kesalahan suatu asumsi akan melahirkan teori, metodologi keilmuan yang salah
pula. Sebagai contoh, ilmu ekonomi dikembangkan atas dasar postulat bahwa
“manusia adalah serigala bagi manusia lainnya” dan asumsi bahwa hakikat
manusia adalah “homo ekonomikus”, makhluk yang serakah (Sastra Ratedja 1988
dalam buku Suaedi, 2016). Oleh karena itu, asumsi ini akan memengaruhi teori
dan metode yang didasarkan atas keserakahan manusia tersebut. Kedua, ontologi
membantu ilmu untuk menyusun suatu pandangan dunia yang integral,
komprehensif, dan koheren. Ilmu dengan ciri khasnya mengkaji hal-hal yang
khusus untuk dikaji secara tuntas yang pada akhirnya diharapkan dapat
9

memperoleh gambaran tentang objek. Namun, pada kenyataannya kadang hasil


temuan ilmiah berhenti pada simpulan-simpulan yang parsial dan terpisah-pisah.

2.4 Metode Ontologi


Berdasarkan konteks filosofi, metode ontologi ini selalu digunakan di dalam
adequatists sebagai metode filsafat secara umum. Metode ini termasuk
pengembangan teori ruang lingkup yang lebih luas atau sempit dan pengujian
serta penyempurnaan dari teori-teori tersebut dengan memahami metode filsafat
terhadap hasil ilmu pengetahuan. Metode ini digunakan oleh Aristoteles sendiri.
Pada abad ke-20 ontologi telah tersedia untuk pengujian akhir pengembangan
teori ruang lingkup. Ontologi saat ini memiliki pilihan kerangka formal (yang
berasal dari aljabar, kategoriteori, mereologi, topologi) dalam bentuk teori yang
dapat dirumuskan. Melalui kerangka formal tersebut, memungkinkan ahli filsafat
untuk mengekspresikan prinsip intuitif dan definisi dengan jelas dan teliti serta
melalui penerapan metode ilmu semantik formal, mereka dapat memungkinkan
juga untuk pengujian teori untuk konsistensi dan kelengkapan. Pandangan-
pandangan pokok di dalam pemahaman sebagai berikut.
a. Monoisme
Paham ini merupakan paham yang menganggap bahwa hakikat yang asal dari
seluruh kenyataan itu hanyalah satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu
hakikatnya saja sebagai sumber yang asal, baik yang asal berupa materi maupun
berupa rohani. Tidak mungkin ada hakikat masing-masing bebas dan berdiri
sendiri. Haruslah salah satunya merupakan sumber yang pokok dan dominan
menentukan perkembangan yang lainnya. Istilah monoisme oleh Thomas
Davidson disebut dengan Block Universe. Paham ini kemudian terbagi ke dalam
dua aliran (Edwards 1972 dalam Suaedi, 2016).
1) Materialisme
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan
rohani. Aliran ini sering juga disebut dengan naturalisme. Menurutnya, zat
mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta (Sunarto 1983 dalam
Suaedi, 2016). Materialisme sering juga disebut naturalisme, tetapi terdapat
sedikit perbedaan di antara dua paham. Namun, materialisme dapat dianggap
10

suatu penampakan diri dari naturalisme. Naturalisme berpendapat bahwa


alam saja yang ada, yang lainnya di luar alam tidak ada (Louis 1996 dalam
Suaedi, 2016).
2) Idealisme
Sebagai lawan materialisme adalah aliran idealisme yang dinamakan dengan
spiritualisme. Idealisme berarti serba cita, sedangkan spiritualisme berarti
serba roh. Idealisme berasal dari kata “Idea” yaitu sesuatu yang hadir dalam
jiwa. Aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam
itu berasal dari roh (sukma), yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan
menempati ruang. Materi dan zat itu hanyalah suatu jenis daripada
penjelmaan rohani. Alasan aliran ini yang menyatakan bahwa hakikat benda
adalah rohani, spirit, atau sejenisnya adalah nilai roh lebih tinggi daripada
badan, lebih tinggi nilainya dari materi bagi kehidupan manusia. Roh itu
dianggap sebagai hakikat yang sebenarnya sehingga materi hanya badannya,
bayangan, atau penjelmaan saja. Manusia lebih dapat memahami dirinya
daripada dunia luar dirinya. Materi ialah kumpulan energi yang menempati
ruang. Benda tidak ada, yang ada energi itu saja (Bakhtiar 2010 dalam
Suaedi, 2016).
b. Dualisme
Setelah kita memahami bahwa hakikat itu satu (monoisme) baik materi
maupun rohani, ada juga pandangan yang mengatakan bahwa halikat itu ada dua.
Aliran ini disebut dualisme. Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri atas dua
macam hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat rohani,
benda dan roh, jasad dan spirit, materi bukan muncul dari roh, serta roh bukan
muncul dari benda. Sama-sama hakikat dan masing-masing bebas dan berdiri
sendiri, sama-sama azali dan abadi. Hubungan kedua menciptakan kehidupan
dalam aliran ini. Contohnya, tentang adanya kerja sama kedua hakikat ini yaitu
dalam diri manusia.
c. Pluralisme
Paham ini berpandangan bahwa segala macam bentuk merupakan kenyataan.
Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk
ini semuanya nyata. Pluralisme dalam Dictinary of Philosophy and Religion
11

dikatakan sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersususn
dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua entitas. Tokoh aliran ini pada masa
Yunani Kuno adalah Anaxahoras dan Empedocles yang menyatakan bahwa
substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri atas 4 unsur yaitu tanah, air, api, dan
udara (William et al. 1996 dalam buku Suaedi, 2016).
Tokoh modern aliran ini adalah William James (1842−1910 M). Kelahiran
New York dan terkenal sebagai seorang psikolog dan filsuf Amerika. Dalam
bukunya The Meaning of Truth, James mengemukakan tiada kebenaran yang
mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap,yang berdiri sendiri, lepas dari
akal yang mengenal. Hal ini disebabkan oleh pengalaman yang berjalan terus dan
segala yang dianggap benar dalam perkembangan pengamalaman itu senantiasa
berubah karena dalam praktiknya apa yang dianggap benar dapat dikoreksi oleh
pengalaman berikutnya.
d. Nihilisme
Nihilisme berasal dari bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak ada.
Sebuah doktrin yang tidak mengakui validitas alternatif yang positif. Istilah
nihilisme diperkenalkan oleh Ivan Turgeniev dalam novelnya Fathers and
Children yang ditulisnya pada tahun 1862 di Rusia. Dalam novel itu, Bazarov
sebagai tokoh sentral mengatakan lemahnya kutukan ketika ia menerima ide
nihilisme.
Doktrin mengenai nihilisme sebenarnya sudah ada sejak zaman Yunani Kuno,
yaitu pada pandangan Gorgias (360−483 SM) yang memberikan tiga proposisi
tentang realitas. Pertama, tidak ada sesuatu pun yang eksis. Pertama, tidak ada
sesuatu pun yang eksis. Realitas itu sebenarnya tidak ada. Kedua, bila sesuatu itu
ada, ia tidak dapat diketahui. Hal ini disebabkan oleh pengindraan itu tidak dapat
dipercaya, pengindraan itu sumber ilusi. Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita
ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain.
Tokoh lain aliran ini adalah Friedrich Nietzsche (1844−1900 M). Dilahirkan
di Rocken di Prusia dari keluarga pendeta. Nietzsche mengakui bahwa pada
kenyataannya moral di Eropa sebagian besar masih bersandar pada nilai-nilai
kristiani. Namun, tidak dapat dihindarkan bahwa nilai-nilai itu akan lenyap.
Dengan sendirinya, manusia modern terancam nihilisme. Dengan demikian, ia
12

sendiri harus mengatasi bahaya itu dengan menciptakan nilai-nilai baru, dengan
transvaluasi semua nilai.
e. Agnotisisme
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat
benda, baik hakikat materi maupun hakikat rohani. Kata Agnosticisme berasal dari
bahasa Grik Agnostos yang berarti unknown. A artinya not, artinya know.
Timbulnya aliran ini disebabkan belum diperoleh seseorang yang mampu
menerangkan secara konkret akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan
dapat dikenal.
Aliran ini dengan tegas selalu menyangkal adanya suatu kenyataan mutlak
yang bersifat trancendent. Aliran ini dapat kita temui dalam filsafat eksistensi
dengan tokoh-tokohnya seperti Soren Kierkegaar (1813−1855 M) yang terkenal
dengan julukan sebagai Bapak Filsafat Eksistensialisme menyatakan manusia
tidak pernah hidup sebagai suatu aku umum, tetapi sebagai aku individual yang
sama sekali unik dan tidak dapat dijabarkan ke dalam sesuatu lain. Martin
Heidegger (1889−1976 M) seseorang filsuf Jerman mengatakan, satu-satunya
yang ada itu ialah manusia karena hanya manusialah yang dapat memahami
dirinya sendiri. Jean Paul Sartre (1905−1980 M), seorang filsuf dan sastrawan
Perancis yang ateis sangat terpengaruh dengan pikiran ateisnya mengatakan
bahwa manusia selalu menyangkal. Hakikat beradanya manusia bukan etre (ada),
melainkan a etre (akan atau sedang). Segala perbuatan manusia tanpa tujuan
karena tidak ada yang tetap (selalu disangkal). Segala sesuatu mengalami
kegagalan. Das sein (ada/ berada) dalam cakrawala gagal.
Ternyata segala macam nilai hanya terbatas saja. Manusia tidak boleh
mencari dan mengusahakan kegagalan dan keruntuhan sebab hal ini bukanlah hal
yang asli. Kegagalan dan keruntuhan itu mewujudkan tulisan sandi (chiffre)
sempurna dari “ada”. Di dalam kegagalan dan keruntuhan itu orang mengalami
“ada”, mengalami yang transenden. Karl Jaspers (1883−1969 M) menyangkal
adanya suatu kenyataan yang transenden. Mungkin itu hanyalah manusia berusaha
mengatasi dirinya sendiri dengan membawakan dirinya yang belum sadar pada
kesadaran yang sejati, namun suatu yang mutlak (transcendent) itu tidak ada sama
sekali. Jadi, agnostisisme adalah paham pengingkaran atau penyangkalan terhadap
13

kemampuan manusia mengetahui hakikat benda, baik materi maupun rohani.


Aliran ini mirip dengan skeptisisme yang berpendapat bahwa manusia diragukan
kemampuannya mengetahui hakikat. Namun, tampaknya agnotisisme lebih dari
itu karena menyerah sama sekali.

2.5 Hakikat Ontologi dalam Struktur Ilmu dan Peran Penting Ontologi
Seperti yang kita ketahui definisi dari ontologi dalam filsafat merupakan studi
atau pengkajian mengenai sifat dasar ilmu yang menentukan arti, struktur, dan
prinsip ilmu. Ontologi menempati posisi yang penting karena ontologi menempati
posisi landasan yang terdasar dari segitiga ilmu dan teletak “undang-undang
dasarnya” dunia ilmu. Para ahli mengatakan bahwa fenomena ilmu bagaikan
fenomena gunung es di tengah lautan, sedangkan yang nampak oleh pancaindra
kita hanyalah sebuah kerucut biasa yang tidak begitu besar. Namun jika kita
selami ke dalamnya, akan nampak fenomena lain yang luar biasa di mana ternyata
kerucut yang terlihat biasa tersebut merupakan puncak dari sebuah gunung yang
dasarnya jauh berada di dalam lautan sehingga ilmu yang terlihat hanyalah
permukaan (terapan) dari sebuah dunia yang begitu luas, yaitu dunia paradigma
atau dunia landasan ilmu.

Teknik

Teknologi

Science

Epistemologi

Aksiologi

Ontologi

Gambar 1. Bagan ilmu (ontologi merupakan dasar ilmu)


14

Ontologi sebagai landasan terdasar dari ilmu adalah dunia yang jarang dikaji.
Hal ini disebabkan keberadaannya yang nyaris tak terlintas di benak sebagian
besar para pengguna ilmu. Pada lapisan ontologilah diletakkannya “undang-
undang dasar” dunia ilmu.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan materi yang sudah di paparkan di atas maka dapat disimpulkan
bahwa ontologi mempelajari tentang objek apa yang ditelaah oleh ilmu, wujud
dan hubungannya dengan daya tangkap manusia, sehingga dapat menghasilkan
ilmu pengetahuan. Pembahasan tentang ontologi tidaklah mencakup pada proses,
prosedur, dan manfaat dari suatu objek yang dikaji ilmu, tetapi lebih kepada
perwujudannya “ada” itu. Kesimpulannya ontologi merupakan salah satu di antara
lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Ontologi berasal dari bahasa
Yunani yang berarti teori tentang keberadaan sebagai keberadaan. Pada dasarnya
ontologi membicarakan tentang hakikat dari suatu benda/sesuatu. Hakikat yang
dimaksud di sini adalah kenyataan yang sebenarnya (bukan kenyataan yang
sementara, menipu dan berubah). Contohnya, pada model pemerintahan
demokratis yang pada umumnya menjunjung tinggi pendapat rakyat, ditemui
tindakan sewenang-wenang dan tidak menghargai pendapat rakyat. Keadaan yang
seperti inilah yang dinamakan keadaan sementara dan bukan hakiki. Justru yang
hakiki adalah model pemerintahan yang demokratis tersebut.

15
DAFTAR PUSTAKA

Nurroh, Syampadzi. 2017. Telaah Buku Filsafat Ilmu (Sebuah Pengantar


Populer) oleh Jujun S. Suriasumantri. Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada
https://www.academia.edu/31397156/Filsafat_IImu_Point_of_Review_

Suaedi. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: IPB Press

16

Anda mungkin juga menyukai