Anda di halaman 1dari 20

ONTOLOGI SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu


Dosen Pengampu : Drs. Sulaiman, M.Pd., Ph.D
Dr. Ngadimun, M.M

Disusun Oleh:
Kelompok 3
Abdi Oriza 2020111310079
Ahmad Dayyus Iqbal Malawat 2020111320075
Aldila Glenny Revinawaty 2020111320085
Aloysia Jawa Hajon 2020111320061
Aninda Nurwahidah 2020111320092
Ayu Aprianti 2020111320029
Mahmudah 2020111320088
Muhammad Fikri 2020111310025
Muhammad Irfan Hafidh 2020111310037
Mustotiah 2020111320045
Mutia Fitriani 2020111320051

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan Taufik dan Hidayah-Nya kepada
kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Shalawat dan salam
selalu kita curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat
dan pengikut beliau hingga akhir jaman.

Dalam kesempatan ini kami menyampaikan ucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada Bapak Sulaiman, M.Pd., Ph.D dan bapak Dr. Ngadimun, MM, selaku dosen
pengampu mata kuliah Filsafat Ilmu yang telah memberikan pengetahuan, arahan dan
bimbingan sehingga dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik dan tepat pada waktunya
dengan judul “Ontologi Sebagai Landasan Pengembangan Ilmu”.
Kami menyadari bahwa dalam tulisan ini masih terdapat banyak kekurangan, baik dari
segi penulisan maupun isi dari makalah ini. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat konstruktif dan membangun demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata
kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan digunakan sebagaimana mestinya.

Banjarmasin, November 2020

Kelompok 3
i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………..i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………...ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan..............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................3
2.1 Apa dan Bagaimana Ontologi............................................................................................3
2.2 Hakikat Ilmu Pengetahuan.................................................................................................4
2.3 Aliran Ontologi..................................................................................................................7
2.4 Objek Ontologi...................................................................................................................8
2.5 Ontologi Ilmu Pengetahuan...............................................................................................9
BAB II PENUTUP....................................................................................................................16
3.1 Kesimpulan......................................................................................................................16
3.2 Saran.................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengetahuan adalah persepsi subyek (manusia) terhadap obyek (riil dan gaib) atau
fakta. Ilmu Pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan yang benar disusun dengan sistem
dan metode untuk mencapai tujuan yang berlaku universal dan dapat di uji atau di
verifikasi kebenarannya. Ilmu Pengetahuan tidak hanya satu, melainkan banyak (plural)
bersifat terbuka (dapat dikritik) berkaitan dalam memecahkan masalah.
Filsafat Ilmu Pengetahuan mempelajari esensi atau hakikat ilmu pengetahuan tertentu
secara rasional. Filsafat Ilmu adalah cabang filsafat yang mempelajari teori pembagian
ilmu, metode yang digunakan dalam ilmu, tentang dasar kepastian dan jenis keterangan
yang berkaitan dengan kebenaran ilmu tertentu. Filsafat Ilmu Pengetahuan disebut juga
Kritik Ilmu karena historis kelahirannya disebabkan oleh rasionalisasi dan otonomisasi
dalam mengeritik dogma-dogma dan tahayul. Ilmu tidak dapat tumbuh dengan baik tanpa
kritik dari filsafat. Perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan
munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu
pengetahuan baru bahkan kearah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti
spesialisasi-spesialisasi.
Dengan semakin meluasnya filsafat dan tepecah menjadi ilmu-ilmu yang baru maka
dirasa perlu untuk mengetahui pembagian filsafat dalam cabang-cabang filsafat serta
aliran-alian yang ada dalam filsafat sehingga kita bisa mengetahui arah pikir dalam
mempelajari suatu ilmu pengetahuan serta penggolongannya dalam filsafat. Secara singkat
dapat dikatakan filsafat adalah refleksi kritis yang radikal. Refleksi adalah upaya
memperoleh pengetahuan yang mendasar atau unsur-unsur yang hakiki atau inti. Apabila
ilmu pengetahuan mengumpulkan data empiris atau data fisis melalui observasi atau
eksperimen kemudian dianalisis agar dapat ditemukan hukum-hukumnya yang bersifat
universal. Oleh filsafat hukum-hukum yang bersifat universal tersebut di refleksikan atau
di pikir secara kritis dengan tujuan untuk mendapatkan unsur-unsur yang hakiki sehingga
dihasilkan pemahaman yang mendalam.
Kemudian apa perbedaan Ilmu Pengetahuan dengan Filsafat. Apabila ilmu
pengetahuan sifatnya taat fakta, objektif dan ilmiah, maka filsafat sifatnya mempertemukan

1
berbagai aspek kehidupan di samping membuka dan memperdalam pengetahuan. Apabila
ilmu pengetahuan objeknya dibatasi, misalnya Psikologi objeknya dibatasi pada perilaku
manusia saja, filsafat objeknya tidak dibatasi pada satu bidang kajian saja dan objeknya
dibahas secara filosofis atau reflektif rasional, karena filsafat mencari apa yang hakikat.
Apabila ilmu pengetahuan tujuannya memperoleh data secara rinci untuk menemukan
pola-polanya, maka filsafat tujuannya mencari hakiki untuk itu perlu pembahasan yang
mendalam. Apabila ilmu pengetahuannya datanya mendetail dan akurat tetapi tidak
mendalam, maka filsafat datanya tidak perlu mendetail dan akurat karena yang dicari
adalah hakekatnya dan yang penting data itu di analisis secara mendalam.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas dapat diambil beberapa permasalahan sebagai
kajian dan pembuatan makalah ini yakni antara lain sebagai berikut :
1. Pengertian Ontologi Secara Umum
2. Hakikat Ilmu Pengetahuan
3. Aliran-Aliran Ontologi
4. Objek Ontologi
5. Ontologi Ilmu Pengetahuan

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Mengetahui pengertian ontologi secara umum
2. Mengetahui hakikat ilmu pengetahuan
3. Mengetahui aliran-aliran ontologi
4. Mengetahui objek ontologi
5. Mengetahui ontologi ilmu pengetahuan

1.4 Manfaat Penulisan


Hasil penulisan ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa dan masyarakat luas sehingga
dapat diketahui berbagai aspek ontologis ilmu pengetahuan dalam filsafat yang akhirnya
dapat dimanfaatkan sebagai sumber pengetahuan bagi mahasiswa dan masyarakat luas.
Selain itu, hasil penulisan ini dapat menumbuhkan rasa ingin belajar kepada masyarakat
luas, mahasiswa khususnya tenaga pengajar.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Apa dan Bagaimana Ontologi


Ontologi adalah cabang filsafat ilmu yang membicarakan tentang hakikat ilmu
pengetahuan. Muhadjir (2011) menjelaskan bahwa ontologi itu ilmu yang membicarakan
tentang the being, yang dibahas ontologi adalah hakikat realitas. Filsafat ilmu yang
mengikuti pemikiran ontologi, jelas mempelajari hakikat ilmu. Ontologi membahas realitas
atau suatu entitas dengan apa adanya. Pembahasan mengenai ontologi berarti membahas
kebenaran suatu fakta. Untuk mendapatkan kebenaran itu, ontologi memerlukan proses
bagaimana realitas tersebut dapat diakui kebenarannya.
Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan
tertentu. Dalam kaitan dengan ilmu, aspek ontologis mempertanyakan tentang objek yang
ditelaah oleh ilmu. Secara ontologis ilmu membatasi lingkup penelaahan keilmuannya
hanya pada daerah yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia dan terbatas pada
hal yang sesuai dengan akal manusia. Ontologi membahas tentang yang ada yang
universal, menampilkan pemikiran semesta universal. Ontologi berupaya mencari inti yang
termuat dalam setiap kenyataan. Dalam rumusan Lorens Bagus; ontology menjelaskan
yang ada yang meliputi semua realitas dalam semua bentuknya. Ontologi merupakan salah
satu di antara lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Awal pemikiran
Yunani telah menunjukkan munculnya perenungan di bidang ontologi. Dalam ontologi
orang menghadapi persoalan bagaimanakah kita menerangkan hakikat dari segala yang ada
ini?.
Hakikat adalah realitas yaitu kenyataan yang sebenarnya. Pembahasan tentang
ontologi sebagai dasar ilmu berusha untuk menjawab pertanyaan “apa itu ada” yang
menurut Aristoteles merupakan The First Philosophy dan merupakan ilmu mengenai esensi
benda-benda (sesuatu). Sebenarnya, bukan sekedar benda yang penting, tetapi fenomena di
jagat raya ini, apa dan mengapa ada. Ontologi berasal dari perkataan Yunani, yaitu Ontos =
being, dan Logos. Jadi Ontologi adalah teori tentang keberadaan sebagai keberadaan. Atau
bisa jua disebut sebagai ilmu tentang yang ada. Istilah ontologi pertama kali diperkenalkan
oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1936M, untuk menamai hakikat yang bersifat metafisis.

3
Dalam perkembangannya Christian Wolf (1679-1754) membagi metafisika menjadi
dua yaitu metafisika umum dan khusus. Metafisika umum adalah istilah lain dari ontologi,
yaitu cabang filsafat yang yang membahas tentang prinsip yang paling dasar atau paling
dalam dari segala sesuatu yang ada. Ontologi cenderung dekat dengan metafisika, yaitu
ilmu tentang keberadaan di balik yang ada.
Dari beberapa pengetahuan di atas dapat disimpulkan bahwa :
(1) Menurut bahasa, ontologi adalah berasal dari bahasa Yunani, yaitu yang ada. Yang
dimaksud ada adalah dari dan akan kemana ada itu, selalu digali.
(2) Menurut istilah, ontologi adalah ilmu yan membahas tentang hakikat yang ada baik
berbentuk jasmani maupun rohani atau abstrak.
Ilmu itu ada yang tampak dan ada yang tidak nampak, dengan berpikir ontologi,
manusia akan memahami tentang eksistensi sebuah ilmu. Objek yang menjadi kajian dalam
ontologi tersebut adalah realitas yang ada. Ontologi berusaha mencari inti yang termuat
dalam setiap kenyataan atau menjelaskan yang ada dalam setiap bentuknya. Jadi ontologi
merupakan studi yang terdalam dari setiap hakikat kenyataan. Seperti misalnya (a) Apakah
ada Tuhan di dunia ini? (b) Apakah hidup dan mati itu?
Dapat disimpulkan lagi ontologi adalah cabang filsafat ilmu yang mencoba
mencermati hakikat keilmuan. Membahas ilmu dari dasar keilmuan itu ada, bentuk illmu,
wajah ilmu, dan bandingan bandingan ilmu dengan yang lain akan menuntun manusia
berpikir ontologisme. Sebelum menjadi ilmu, sebenarnya masih berupa pengetahuan.
Pengetahuan itu juga termasuk pengalaman manusia, pengalaman yang mantap, akan
menjadi ilmu pengetahuan. Dengan ontologi, orang akan mampu membedakan mana ilmu,
mana pengetahuan dan mana ilmu pengetahuan.

2.2 Hakikat Ilmu Pengetahuan


Sering kali pengetahuan manusia itu tumpuk-menumpuk, tumpang tindih. Apalagi
kalau yang pernah belajar S-1/S-2 lebih dari dua jalur keilmuan. Pengetahuan yang
dimiliki sering semakin rumit dan berbenturan satu sama lain. Untuk membedakan jenis
pengetahuan yang satu dari pengetahuan-pengetahuan lainnya memang tidak mudah.
Khazanah kehidupan manusia yang begitu luas memang memungkinkan menguasai segala
pengetahuan. Satu orang dapat memiliki beragam pengetahuan mulai yang sederhana ke
yang kompleks. Tiap pengetahuan tentu ada berbagai ciri khas. Hal ini memungkinkan kita
mengenali berbagai pengetahuan yang ada seperti ilmu pengetahuan, seni dan agama serta
meletakkan mereka pada tempatnya masing-masing yang saling memperkaya kehidupan

4
kita. Orang dapat mengenal hakikat bahasa, sastra, dan budaya menurut katagori tertentu.
Tanpa mengenal katagori atau ciri-ciri tiap pengetahuan dengan benar maka bukan saja
kita dapat memanfaatkan kegunaanya secara maksimal namun kadang kita bisa terjerumus.
Pengetahuan (knowledge) adalah suatu yang diketahui langsung dari pengalaman,
berdasarkan pancaindra, dan diolah oleh akal budi secara spontan. Pengetahuan masih pada
tataran indrawi dan spontanitas, belum di tata melalui metode yang jelas. Pada intinya,
pengetahuan bersifat spontan, subjektif dan intuitif. Pengetahuan berkaitan erat dengan
kebenaran, yaitu kesesuaian antara pengetahuan yang dimiliki manusia dengan realitas
yang ada pada objek. Namun, kadang-kadang kebenaran yang ada dalam pengetahuan
masih belum tertata rapi, belum teruji secara metodologis. Orang melihat gunung meletus,
itu pengetahuan. Orang merasakan gempa lalu lari tunggang langgang ke luar rumah, itu
pengetahuan. Pengetahuan masih sering bercampur dengan insting.
Ilmu (sains) berasal dari bahasa latin scientia yang berarti knowledge. Ilmu dipahami
sebagai proses penyelidikan yang berdisiplin tertentu. Ilmu bertujuan untuk meramalkan
dan memahami gejala-gejala alam. Meramalkan tidak lain seabuah proses. Meramalkan
biasanya melalui penafsiran. Ilmu sebenarnya juga sebuah pengetahuan, namun telah
melalui proses penataan yang sistematis. Ilmu telah memiliki metodologi yang andal. Ilmu
dan pengetahuan yang sering kali dikaitkan, hingga membentuk dunia ilmiah. Gabungan
ilmu dan pengetahuan selalu terjadi di ranah penelitian apapun. Ilmu tanpa pengetahuan
tentu sulit terjadi. Pengetahuan yang disertai ilmu, jelas akan lebih esensial.
Ilmu pengetahuan ialah pengetahuan yang telah diolah kembali dan disusun secara
metodis, sistematis, konsisten dan koheren. Inilah ciri-ciri pengetahuan , yang
membedakan pengetahuan biasa. Agar pengetahuan menjadi ilmu, maka pengetahuan tadi
harus dipilah ( menjadi suatu bidang tertentu dari kenyataan) dan disusun secara metodis,
sistematis serta konsisten. Kalau saya perhatikan, bahasa bayi sampai anak-anak, itu jelas
pengetahuan luar biasa. Seoarang ibu dan bapak mungkin berbeda memahami anak ketika
berkata-kata tidak jelas: (a) a-a-a, ek-ek-ek, he-he-he, (b) Mi-mik sapi, (c) Mimik asli, (d)
Dan Lain-lain. Begitu pula ketika seorang cewek menerima karangan bunga dari laki-laki,
itulah bahasa simbol. Ketika cewek mengirim surat ke cowok dengan tinta merah, tentu
beda dengan tinta biru. Ketika SMS dengan bahasa berbunga dan singkat, akan berbeda
maknanya. Hal itu semua baru menjadi pengatahuan, ketika belum ditata lewat kajian
ilmiah.
Melalui metode ilmiah, tujuannya agar pengalaman tadi bisa diungkapkan kembali
secara lebih jelas, rinci dan setepat-tepatnya. Penataan pengetahuan secara metodis dan

5
sistematis butuh proses. Metodis, berarti dalam proses menemukan dan mengolah
pengetahuan menggunakan metode tertentu, tidak serampangan. Sistematis, berarti dalam
usaha menemukan kebenaran dan menjabarkan pengetahuan yang diperoleh, menggunakan
langkah-langkah tertentu yang teratur dan terarah sehingga menjadi suatu keseluruhan
yang terpadu. Selain tertata, tersistem, dan terpadu, pengetahuan perlu disintesiskan secara
koheren. Koheren, berarti setiap bagian dari jabaran ilmu pengetahuan itu merupakan
rangkaian yang saling terkait dan berkesesuaian (konsisten). Konsistensi merupakan ciri
dari ilmu pengetahuan yang disebut ilmiah. Ilmiah, adalah kadar berpikir, berakal budi,
yang disertai penataan. Wilayah ontologi adalah ruang penataan eksistensi keilmuan.
Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis yang meletakkan
dasar ilmu pengetahuan antara lain Thales, Plato, dan Aristoteles. Pada masanya,
kebanyakan orang belum membedakan antara pengetahuan yang memuat penampakan
dengan kenyataan. Kedua hal ini, dalam pandangan Thales sebagai filsuf pemah sampai
pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula
segala sesuatu. Dia tampaknya melihat realitas dari sisi yang tampak. Yang tampak itulah
realitas (kenyataan). Secara saksama, dia sebenarnya telah berpikir ontologi tentang
sangkan paran alam semesta. Kita jarang menyadari, bahwa dalam tubuh kita dan manusia
itu sendiri berasal dari air, entah air apa namanya. Namun yang lebih penting ialah
pendiriannya bahwa mungkin sekali segala sesuatu itu berasal dari satu substansi belaka
(sehingga sesuatu itu tidak bisa dianggap ada berdiri sendiri). Ada ketergantungan dalam
sebuah ilmu pengetahuan memang sulit dielakkan. Ilmu pengetahuan apa pun, secara
ontologisme tentu terkait dengan sumber yang lain. Maka kemandirian dalam ilmu atau
otonomi ilmu pengetahuan itu hampir tidak mungkin.
Pengetahuan dan ilmu pengetahuan tentu berkaitan dengan realitas. Orang yang
mempelajari pengetahuan dan ilmu pengetahuan akan menelusuri realitas secara cermat.
Hakikat kenyataan atau realitas memang bisa didekati dari sisi ontologi dengan dua macam
sudut pandang: (1) Kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu
tunggal atau jamak? Ingin tahu realitas daun, berapa banyaknya daun pohon beringin
kurung di keraton Yogyakarta? Ada berapa jenis daun di dunia ini? (2) Kualitatif, yaitu
dengan mempertanyakan apakah kenyataan tersebut memiliki kualitas tertentu, seperti
misalnya daun yang memiliki warna kehijauan, bunga mawar yang berbau harum. Orang
jarang berpikir, mengapa bunga melati dan kantil herbeda haunya. Apakah bau itu
sebenarnya?

6
Atas dasar pelacakan realitas, pengetahuan dan ilmu pengetahuan semakin kaya.
Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau
kenyataan konkret secara kritis. Realitas itu yang menarik perhatian para ilmuwan. Tanpa
realitas, kita sulit menyebut di dunia ini ada bermacam-macam air, bunga. angin, jamur,
dan lain-lain. Realitas pula yang hendak menyadarkan manusia hingga tahu, bahwa kecika
orang minum teh, sebenarnya sedang menikmati bunga, air, daun, dan sebagainya. Biarpun
hanya minum teh, sebenarnya manusia tengah berpikir ribuan orang yang menghasilkan
teh itu. Jadi, ontologi akan menguraikan asal-usul suatu fenomena secara mendasar atas
dasar fakta-fakta, data-data, dan metode yang mantap.

2.3 Aliran Ontologi


Ontology sebagai cabang filsafat ilmu telah melahirkan sekian banyak aliran
ontoligisme. Tiap aliran ontology biasanya memegang pokok-pokok pikiran yang satu
sama lain mendukung dang lengkap-melengkapi. Aliran dalam bidang ontology :
1. Realisme: pandangan bahwa objek-objek indera adalah real dan berada sendiri
tanpa disandarkan ,tanpa pengetahuan lain atau kesadaran akal. Realisme
berpandangan bahwa hakikat realitas ialah fisik dan juga ruh yang bersifat hal fisik
dan rohani (dualitas).
2. Naturalisme: merupakan hasil berlakunya hukum alam fisik dan terjadinya menurut
kodrat atau menurut wataknya sendiri.
3. Empirisme: suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa semua pengetahuan
berasal dari pengalaman manusia, empirisme menolak anggapan bahwa manusia
telah membawa fitrah pengetahuan dalam dirinya ketika dilahirkan.
Ciri-ciri khas terpenting yang terkait dengan ontologi adalah:
a. Yang ada (being) artinya yang dibahas eksistensi keilmuan
b. Kenyataan/realitas (reality), yaitu fenomena yang didukung oleh data yang mantap
c. Eksistensi (exsistence) adalah keadaan fenomena sesungguhnya,yang secara hakiki
tampak dan tak tampak
d. Esensi (essence) adalah pokok atau dasar sebuah ilmu, yang lekat dalam suatu ilmu
e. Substansi (substance) artinya membicarakan masalah isi dan makna suatu ilmu bagi
kehidupan manusia
f. Perubahan (change) artinya ilmu itu cair, berubah setiap saat, menuju ke suatu
kesempurnaan

7
g. Tunggal (one) damak (many) artinya keadaan suatu ilmu dan fenomena itu terbelah
menjadi dua hal tersebut.
Ontology ini pantas dipelajari bagi orang yang ingin memahami secara menyeluruh
tentang dunia ini dan berguna bagi studi ilmu-ilmu empiris (misalnya antropologi,
sosiologi, ilmu kedokteran, ilmu budaya, fisika, ilmu teknik, dan sebagainya).
Tiap-tiap aliran ontologi tentu memiliki objek keilmuan yang berbeda-beda. Objek
telaah ontology adalah tentang ada. Ontology membahas tentang yang ada, yang tidak
terikat oleh suatu perwujudan tertentu. Ontology membahas tentang yang ada yang
universal, menampilkan pemikiran semesta universal.

2.4 Objek Ontologi


Objek ontologi yang pokok memang perlu dijelaskan secara tegas. Objek termaksud
terkait dengan aliran-aliran yang muncul. Objek termaksud ada dua macam, yaitu:
1. Objek formal adalah cara memandang, cara meninjau yang dilakukan oleh peneliti
terhadap objek materialnya secara prinsip-prinsip yang digunakannya. Objek
formal dari suatu ilmu tidak hanya memberi keutuhan suatu ilmu, tetapi pada saat
yang sama membedakannya dari bidang-bidang yang lain.
2. Objek material adalah sesuatu hal yang dijadikan sasaran pemikiran, sesuatu hal
yang diselidiki atau sesuatu hal yang dipelajari. Objek material mencakup hal
konkret misalnya manusia, tumbuhan, batu ataupun hal-hal yang abstrak seperti
ide-ide, nilai-nilai, dan kerohanian. Kedua objek tersebut akan membingkai pada
berbagai penelitian. Penelitian akan menyangkut dua metode, yaitu metode
kualitatif dan kuantitatif.
Ada tiga tingkatan abstraksi dalam ontologi, yaitu:
1. Abstraksi fisik, menampilkan keseluruhan sifat khas sesuatu objek.
2. Abstraksi bentuk, mendeskripsikan sifat umum yang menjadi ciri semua sesuatu
yang sejenis.
3. Abstraksi metafisik, mengetengahkan prinsip umum yang menjadi dasar dari
semua realitas.
Ketiga abstraksi itu merupakan bagian dari berpikir ontologi, yaitu memikirkan
tentang hakikat suatu fenomena. Tugas filsafat ilmu ontologisme, akan membuktikan dari
esensi keilmuan. Pembuktian secara ontologisme selalu diperlukan dalam kajian ilmiah.
Metode pembuktian dalam ontologi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Pembuktian a priori

8
Pembuktian a priori disusun dengan meletakkan term tengah berada lebih dahulu
dari predikat dan pada kesimpulan term tengah menjadi sebab dari kebenaran
kesimpulan. Bangunan teori pembuktian disusun terlebih dahulu secara rigid untuk
melihat suatu gejala.
2. Pembuktian a posteriori
Pembuktian a posteriori secara ontologi, term tengah ada sesudah realitas
kesimpulan, dan term tengah menunjukkan akibat realitas yang dinyatakan dalam
kesimpulan hanya saja cara pembuktian a posteriori disusun dengan tata silogistik.
Didalam pemahaman ontologi terdapat beberapa pandangan-pandangan pokok
pemikiran diantaranya:
1. Monoisme. Paham ini menganggap hakikat yang berasal dari kenyataan adalah satu
saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber yang asal, baik
berupa materi maupun rohani. Paham ini terbagi menjadi dua aliran yaitu
materialisme dan idealisme.
2. Dualisme. Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat
sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan rohani, benda dan ruh, jasad dan
spirit. Tokoh paham ini adalah Descater (1696-1650 SM).
3. Pluarisme. Paham ini beranggapan bahwa segenap macam bentuk merupakan
kenyataan. Pluarisme tertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap
macam bentuk itu semuanya nyata. Tokoh aliran ini pada masa Yunani kuno adalah
Anaxagoras dan Empedcoles.
4. Nihilisme. Doktrin tentang Nihilisme sebenarnya sudah ada sejak zaman Yunani
kuna, yaitu pandangan Grogias (483-360 SM) yang memberikan tiga potensi
tentang realitas. Pertama, tidak ada sesuatu pun yang eksis. Kedua, bila sesuatu itu
ada, ia tidak dapat diketahui, ini disebabkan oleh pengindraan itu tidak dapat
dipercaya, pengindraan itu sumber ilusi. Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita
ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain.
5. Agnostisisme. Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui
hakikat benda, baik hakikat materi maupun hakikat rohani.

2.5 Ontologi Ilmu Pengetahuan


Ilmu pengetahuan mempunyai pengertian yang berbeda dengan pengetahuan
(knowledge) pengetahuan itu berbeda dengan pengetahuan. Bahkan mereka menyamakan
dua pengertian atau juga disebut common sense). Orang awam tidak memahami atau tidak

9
menyadari bahwa ilmu tersebut. Tentang perbedaan antara ilmu pengetahuan dan
pengetahuan yang akan dicoba dibahas disini.
Mempelajari apa itu ilmu pengetahuan itu berarti mempelajari atau membahas esensi
atau hakikat ilmu pengetahuan. Demikian pula membahas pengetahuan itu juga berarti
membahas hakikat pengetahuan. Untuk itu kita perlu memahami serba sedikit filsafat ilmu
pengetahuan. Dengan mempelajari Filsafat Ilmu Pengetahuan di samping akan diketahui
hakikat ilmu pengetahuan dan hakikat pengetahuan, kita tidak akan terbenam dalam suatu
ilmu yang spesifik sehingga makin menyempit dan eksklusif. Dengan mempelajari filsafat
ilmu pengetahuan akan membuka perspektif (wawasan) yang luas, sehingga kita dapat
menghargai ilmu-ilmu lain, dapat berkomunikasi dengan ilmu-ilmu lain. Dengan demikian
kita dapat mengembangkan ilmu pengetahuan secara interdisipliner. Sebelum kita
membahas hakikat ilmu pengetahuan dan perbedaannya dengan pengetahuan, terlebih
dahulu akan dikemukakan serba sedikit tentang sejarah perkembangan ilmu pengetahuan.
Orang yang memaknai ilmu pengetahuan itu sebagai sebuah sarana mengembangkan
hidup manusia. Ilmu memang memberikan manfaat bagi hidup manusia. Definisi ilmu
menurut para ahli antara lain : (a) Mohammad Hatta, mendefinisikan ilmu adalah
pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hokum kausal dalam suatu golongan masalah
yang sama tabiatnya, maupun menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut
hubungannya dari dalam, (b) Ralp Ross dan Ernest Van Den Hagg, Mengatakan ilmu
adalah yang empiris, rasional, umum dan sistematik, dan keempatnya serentak, (c) Karl
Person, mengatakan ilmu adalah lukisan atau keterangan yang komprehensif dan konsesten
tentang fakta pengalaman dengan istilah sederhana. (d) Ashely Montagu, Guru Besar
Antropolo di Rutgers University menyimpulkan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang
disusun dalam satu system yang berasal dari pengamatan, studi dan percobaan untuk
menentukan hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji, (e) Harsojo, Guru Besar
Antropolog di Universitas Padjajaran, menerangkan bahwa ilmu adalah merupakan
akumulasi pengetahuan yang disistematisasikan. Suatu pendekatan atau metode
pendekatan terhadap seluruh dunia empris, yaitu dunia yang terikat oleh faktor ruang dan
waktu yang pada prinsipnya dapat diamati pancaindra manusia suatu cara menganalisis
yang mengijinkan kepada ahli-ahlinya untuk menyatakan suatu proposisi dalam bentuk”
jika…maka…”. (f) Afanasyef, seorang pemikir Marxist bangsa Rusia mendefinisikan ilmu
adalah pengetahuan manusia tentang alam, masyarakat, dan pikiiran. Ia mencerminkan
alam dan konsep-konsep, kategori dan hokum-hukum, yang ketetapannya dan
kebenarannya diuji dengan pengalaman praktis. Inti dari ilmu pengetahuan adalah kadar

10
keilmiahan, yang didukung metode dan sistematika keilmuan yang jelas. Inilah prinsip
dasar berpikir ontologisme, yang mengikat pada langkah sistematis.
Dasar ontology mencangkup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh
pancaindra manusia. Jadi masih dalam jangkauan pengamalan manusia atau bersifat
empiris. Objek empiris dapat berupa objek material seperti ide-ide, nilai-nilai, tumbuhan,
binatang buru-buruan dan manusia itu sendiri. Ontology merupakan salah satu objek
lapangan penelitian kefilsafatan yang paling konu. Untuk memberi arti tentang suatu objek
ilmu ada beberapa asumsi yang perlu diperhatikan, yaitu asumsi pertama adalah suatu
objek bias dikelompokkan berdasarkan kesamaan bentuk, sifat (substansi), struktur atau
komparasi dan kuantitatif asumsi. Asumsi kedua adalah kelestarian relative artinya ilmu
tidak mengalami perubahan dalam periode tertentu (dalam waktu singkat). Asumsi ketiga,
yaitu diterminasi artinya ilmu menganut pola tertentu atau tidak terjadi kebetulan.
Sementara itu, pengetahuan filsafat, merupakan hasil proses berpikir dalam mencari
hakikat sesuatu secara sistematis, menyeluruh, dan mendasar. Seperti pengetahuan tentang
api, apa hakikat api, dan dari mana asal api. Jadi pengetahuan filsafat mencari hakikat
sesuatu sampai kedasarnya atau sedalam-dalamnya. Inilah yang membedakan ilmu
pengetahuan dengan pengetahuan filsafat. Ilmu pengetahuan membatasi dirinya dengan
pengalaman dan pembuktian, sedangkan pengetahuan filsafat tidak sedemikian, filsafat
dapat menyelidiki sesuatu sampai keakar-akarnya.
Salah satu karakter filsafat adalah spekulatif karakter ini dijelaskan oleh suriasumantri
(1982). Spekulatif adalah dasar dari ilmu pengetahuan, bias disebut asumsi. Hal ini jugalah
yang menjadi jurang pemisah antara pengetahuan filsafat dan ilmu pengetahuan. Spekulatif
sebagai dasar dari ilmu pengetahuan hanya bersifat sementara, yang kemudian harus
dibuktikan secara empiris dengan menggunakan metode ilmu sains.
Kendati filsafat menjadikan spekulatif sebagai salah satu cirinya, namun bukan berarti
ia berpikir hanya menebak-nebak atau menerka-nerka tanpa aturan. Akan tetapi, dalam
analisis dan pembuktian filsafat akan dapat diketahui dan diterapkan mana spekulatif yang
salah dan atau tidak logis. Hal ini berarti kebenaran berfikir filsafat hanya sepanjang
kerangka filosofis dan belum tentu benar dalam kenyataan secara empiris. Sementara
kebenaran hasil ilmu atau sains merupakan consensus dari seluruh imuan ilmu tersebut di
seluruh dunia. Hal ini disebabkan hasil kajian ilmu atau sains harus dapat dikaji ulang atau
diperiksa ulang oleh yang bersangkutan atau ilmuan lainnya dengan hasil yang sama. Jika
tidak ditentukan hasil yang sama, penemuan itu tidak dapat dikategorikan sebagai ilmu.
Ada dua jenis pengetahuan, menurut Sirajjudin Zat dalam “ Filsafat Islam”. Yaitu: (1)

11
Pengetahuan yang bukan berdasarkan hasil usaha aktif manusia. Pengetahuan ini diperoleh
manusia lewat wahyu Allah swt. Manusia menerima kebenaran wahyu lewat keimanan
dalam hatinya dan (2) Pengetahuan yang berdasarkan hasil usaha aktif manusia.
Pengetahuan ini disebut dengan pengetahuan indra, yaitu pengetahuan yang diperoleh
berdasarkan pengalaman sehari-hari, seperti api panas, air membasahi, es dingin, dan lain
sebagainya.
Sedangkan secara temonologi definisi pengetahuan ada beberapa definisi. (1)
Pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut
adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti dan pandai. Pengetahuan itu adalah semua
milik atau isi pikiran. Dengan demikian pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha
manusia untuk tahu, (2) Pengetahuan adalah proses kehidupan yang diketahui manusia
secara langsung dari kesadaran sendiri. Dalam hal ini yang mengetahui (subjek) memiliki
yang diketahui (objek) di dalam dirinya sendiri sedemikian aktif sehingga yang
mengetahui itu tersusun yang diketahui pada dirinya sendiri dalam kesatuan aktif, (3)
Pengetahuan adalah segenap apa yang kita ketahui tentang suatu objek tertentu, termasuk
didalamnya ilmu, seni dan agama. Pengetahuan ini merupakan khazanh kekayaan mental
secara langsung dan tak langsung memperkaya kehidupan kita.
Pada dasarnya pengetahuan merupakan hasil tahu manusia terhadap sesuatu, atau
segala perbuatan manusia untuk memahami suatu objek tertentu. Pengetahuan dapat
berwujud barang-barang baik lewat indra maupun lewat akal, dapat pula objek yang
dipahami oleh manusia berbentuk ideal, atau bersangkutan dengan masalah kejiwaan.
Pengetahuan adalah keseluruhan pengetahuan yang belum tersusun, baik mengenai
metafisik maupun fisik. Dapat juga dikatakan pengetahuan adalah informasi yang berupa
Common Sense, tanpa memiliki metode, dan mekanisme tertentu. Pengetahuan berakar
pada adat dan tradisi yang menjadi kebiasaan dan pengulangan-pengulangan. Dalam hal ini
landasan pengetahuankurang kuat cenderung kabur dan samar-samar. Pengetahuan tidak
teruji karena kesimpulan ditarik berdasarkan asumsi yang tidak teruji lebih dahulu.
Pencarian pengetahuan lebih cenderung trial and error dan berdasarkan pengalaman
belaka.
Ilmu tentu memiliki ciri khusus, yang membedakan dengan bidang non ilmu. Amsal
(2009) berpendapat bahwa ciri ilmu utama adalah :
(1) Ilmu adalah sebagian pengetahuan bersifat koheren, empiris, sistematis, dapat
diukur, dan dibuktikan. Berbeda dengan iman, yaitu pengetahuan didasarkan atas
keyakinan kepada yang gaib dan penghayatan serta pengalaman pribadi.

12
(2) Berbeda dengan pengetahuan, ilmu tidak pernah mengartikan kepingan
pengetahuan satu putusan tersendiri, sebaliknya ilmu menandakan seluruh
kesatuan ide yang mengacu keobjek (alam objek) yang sama dan saling berkaitan
secara logis. Karena itu, koherensi sistematis adalah hakikat ilmu. Prinsip-prinsip
objek dan hubungan-hubungannya yang tercermin dalam kaitan-kaitan logis yang
dapat dilihat dengan jelas. Bahwa prinsip-prinsip logis yang dapat dilihat dengan
jelas. Bahwa prinsip metafisis objek menyingkapkan dirinya sendiri kepada kita
dalam prosedur ilmu secara lamban, didasarkan pada sifat khusus intelek kita
yang tidak dapat dicarikan oleh visi rohani terhadap realitas tetapi oleh berpikir.
(3) Ilmu tidak memerlukan kepastian lengkap berkenaan dengan masing-masing
penalaran perorangan, sebab ilmu dapat membuat di dalamnya dirinya sendiri
hipotesis-hipotesis dan ranah-ranah yang belum sepenuhnya dimantapkan .
(4) Ciri hakiki lainnya dari ilmu ialah metodologi yang dicari ilmu tidak dicapai
dengan penggabungan tidak teratur dan tidak terarah dari banyak pengamatan ide
yang terpisah-pisah. Sebaliknya, ilmu menuntut pengamatan dan berpikir metodis
dan tertata rapi. Alat bantu metodologis yang penting adalah terminologi ilimah.
Yang disebut belakangan ini mencoba konsep-konsep ilmu. Ciri-ciri ilmu
demikian yang akan menandai tingkat keilmiahan suatu bidang. Ilmu pengetahuan
ini jelas ada tanda-tanda keilmiahan.
Pengetahuan ilmiah harus memenuhi kriteria tertentu. Di semua ciri ilmu pengetahuan
ilmiah adalah harus sistematis. Artinya ilmu pengetahuan ilmiah dalam upaya menjelaskan
setiap gejala selalu berdasarkan suatu teori. Atau dapat dikatakan bahwa teori
dipergunakan sebagai sarana untuk menjelaskan gejala dari kehidupan sehari-hari. Tetapi
teori itu sendiri bersifat abstrak dan merupakan puncak piramida dari susunan tahap-tahap
proses mulai dari persepsi sehari-hari, observasi atau konsep ilmiah, hipotesis, hukum dan
puncaknya adalah teori. Ciri-ciri yang sistematis dari ilmu pengetahuan ilmiah tersebut
dapat digambarkan sebagai berikut :
a) Persepsi sehari-hari (bahasa sehari-hari), dari persepsi sehari-hari terhadap
fenomena atau fakta yang biasanya disampaikan dalam bahasa sehari-hari diobservasi
agar dihasilkan makna. Dan observasi ini akan dihasilkan konsep ilmiah.
b) Observasi (konsep ilmiah).
Ilmu pengetahuan ilmiah dapat dipertanggungjawabkan melalui 3 macam sistem
yaitu :

13
1) sistem axiomatis, artinya sistem ini berusaha membuktikan kebenaran suatut
fenomena atau gejala sehari-hari mulai dari kaidah atau rumus umum menuju rumus
khusus atau konkret. Atau mulai teori umum menuju fenomena atau gejala konkret.
Cara ini disebut deduktif-nomologis. Umumnya yang menggunaka metode ini adalah
ilmu-ilmu formal, misalnya matematika.
2) sistem empiris, sistem ini berusaha membuktikan kebenaran suatu teori mulai dari
gejala atau fenomena khusus menuju rumus umum atau teori. Jadi bersifat induktif dan
untuk menghasilkan rumus umum digunakan alat bantu statistik. Umumnya yang
menggunakan metode ini adalah ilmu pengetahuan alam dan sosial.
3) sistem semantik atau linguistik, dalam sistem ini kebenaran didapatkan dengan cara
menyusun proposisi-proposisi secara ketat. Umumnya yang menggunakan metode ini
adalah ilmu bahasa (linguistik).
Ilmu pengetahuan ilimiah itu bersifat mandiri atau milik orang banyak (inter
subjektif). Ilmu pengetahuan ilmiah itu bersifat otonom dan mandiri, bukan milik
perorangan (subjektif) tetapi merupakan konsensus antar subjek (pelaku) kegiatan ilmiah.
dengan kata lain ilmu pengetahuan ilmiah itu harus ditopang oleh komunitas ilmiah. ilmu
pengetahuan bukanlah kumpulan pengetahuan semesta alam atau kegiatan yang dapat
dijadikan dasar bagi kegiatan yang lain tetapi merupakan teori, prinsip, atau dalil yang
berguna bagi pengembangan teori, prinsip, atau dalil lebih lanjut atau dengan kata lain
untuk menemukan teori, prinsip, atau dalil baru. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan dapat
didefinisikan sebagai berikut : Ilmu pengetahuan adalah rangkaian konsep dan telah
berkembang sebagai hasil percobaan dan pengamaran yang bermanfaat untuk percobaan
lebih lanjut. Pengertian percobaan disini adalah pengkajian atau pengujian terhadap
kerangka konseptual, ini dapat dilakukan dengan penelitian (pengamatan dan wawancara)
atau dengan percobaan (eksperimen).
Definisi tersebut memberi tekanan pada makna dan manfaat ilmu pengetahuan.
Kesahihan gagasan baru dan makna penemuan eksperimen baru atau juga penemuan
penelitian baru akan di ukur hasilnya, yaitu hasil dalam kaitan dengan gagasan lain dan
eksperimen lain. Dengan demikian ilmu pengetahuan tidak dipahami sebagai pencarian
kepastian melainkan sebagai penyelidikan yang berhasil hanya sampai pada tingkat yang
berkesinambungan. Bila kita analisis lebih lanjut perlu dipertanyakan mengapa definisi
ilmu pengetahuan diatas menekankan bagaimana untuk menghasilkan percobaan baru,
berarti juga menghasilkan penelitian baru yang pada gilirannya menghasilkan teori baru
dan seterusnya berlangsung tanpa berhenti.

14
Mengapa ilmu pengetahuan tidak menekankan penerapannya ? seperti yang dilakukan
para ahli fisika dan kimia yang hanya menekankan pada penerapannya yaitu dengan
mempertanyakan bagaimana alam semesta dibentuk dan berfungsi. Bila hanya itu yang
menjadi penekanan ilmu pengetahuan aka apabila pertanyaan itu sudah terjawab, ilmu
pengetahuan ini akan berhenti. Oleh karena itu, definisi ilmu pengetahuan tidak
berorientasi pada penerapannya melainkan pada kemampuannya untuk menghasilkan teori
baru. Dengan demikian ilmu pengetahuan itu bersifat terbuka terhadap perubahan. Ilmu
pengetahuan secara ontologisme, eksistensinya tidak stabil. Siapa saja boleh dan berhak
menggoyahkan ilmu pengetahuan sejauh ada penemuan baru.
Jadi ilmu pengetahuan merupakan usaha manusia dari proses berpikir kritis. Akal budi
manusia yang melahirkan ilmu pengetahuan. Dalam fenomena hidup yang sangat
sederhana pun akan terkait dengan ilmu pengetahuan. Orang yang gemar memelihara belut
pun btuh ilmu pengetahuan. Orang memelihara ular pun begitu. Tak ada satu pun
fenomena yang lepas dari ilmu pengetahuan. Maka di jagat perguruan tinggi, sudah lahir
sekian banyak cabang ilmu pengetahuan yang kita tidak mungkin tidak begitu mengenal.

15
BAB II
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
a. Ontologi adalah cabang filsafat ilmu yang mencoba mencermati hakikat keilmuan
baik yang nyata atau konkret maupun yang tidak nyata atau abstrak
b. Ilmu pengetahuan ialah ilmu pengetahuan yang telah diolah kembali dan disusun
secara metodis, sistematis, konsisten, dan koheren. Inilah ciri-ciri ilmu
pengetahuan, yang membedakan degan pengetahuan biasa.
c. Aliran-aliran ontologi adalah :
- Realisme merupakan pandangan bahwa objek-objek indera adalah real dan
berada sendiri tanpa disandarkan, tanpa pengetahuan lain, atau kesadaran akal.
- Naturalisme merupakan hasil berlakunya hukum alam fisik dan terjadinya
menurut kodrat atau wataknya sendiri.
- Empirisme menyatakan bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalaman
manusia
d. Objek ontologi terdiri atas :
- Objek formal, cara memandang yang dilakukan oleh peneliti terhadap objek
materialnya secara prinsip-prinsip penggunaannya.
- Objek material adalah sesuatu hal yang dijadikan sasaran pemikiran, diselidiki,
atau sesuatu hal yang dipelajari.
e. ontologi pengetahuan adalah suatu ajaran tentang hakikat yang ada berdasarkan
kepercayaan yang benar yang diperoleh dari informasi yang masuk akal ataupun
common sense.

3.2 Saran
a. Sebaiknya anak mulai dari kecil dilatih berpikir HOTS agar mereka nantinya
ketika remaja dan beranjak dewasa terbiasa berpikir yang mengacu kepada

16
ontologi sehingga akan memudahkan mereka dalam memecahkan permasalahan
hidupnya.
b. Kami menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan dan sangat jauh dari
kesempurnaan. Tentunya, penulis akan terus memperbaiki makalah dengan
mengacu pada sumber yang dapat dipertanggungjawabkan nantinya. Oleh karena
itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan makalah
diatas.

DAFTAR PUSTAKA

Bakhtiar, Amsal, 2017. Filsafat Ilmu. Depok: PT. Raja Grafindo Persada
Endraswara, Suwardi, 2015. Filsafat Ilmu Konsep, Sejarah, dan Pengembangan Metode
Ilmiah. Jakarta: PT. Buku Seru.
Muhadjir, Noeng. 2011. Filsafat Ilmu; Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi. Yogyakarta:
Belukar.

17

Anda mungkin juga menyukai