Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH BERDIRINYA LEMBAGA PENEGAK HUKUM PEMBERANTASAN DAN

PENCEGAHAN KORUPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah PBAK (Pendidikan Budaya Anti Korupsi)

Dosen Pengampu :
Hj. Lisnawati Yupartini, SKM M.Kes
Hesti Ratna Sari, Ns.,M.Kep

Disusun Oleh:
Kelompok 13
1. Faradilla Heryani Ayari (8801190087)
2. Ninda Assyfa (8801190060)

DIII KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2020-2021

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan pembuatan
makalah sebagai tugas dari mata kuliah PBAK (Pendidikan Budaya Anti Korupsi) dengan
judul “Berdirinya Lembaga Penegak Hukum Pemberantasan dan pencegahan Korupsi”
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan kritik
serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah
yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon
maaf yang sebesar-besarnya.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Koordinator Ibu Hj.Lisnawati Yupartini,
SKM M.Kes dan tim Ibu Hesti Ratna Sari, Ns.,M.Kep sebagai dosen PBAK (Pendidikan
Budaya Anti Korupsi) kami yang telah membimbing dalam menulis makalah ini.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Serang, 20 September 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................................3
BAB 1..............................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG............................................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH........................................................................................................4
C. TUJUAN.................................................................................................................................5
BAB 2..............................................................................................................................................6
PEMBAHASAN..............................................................................................................................6
A. PERKEMBANGAN KORUPSI DARI DULU HINGGA SEKARANG...............................6
1. Era sebelum Indonesia Merdeka..........................................................................................6
2. Era Pasca Kemerdekaan.......................................................................................................6
3. Era Orde Baru.......................................................................................................................7
4. Era Reformasi.......................................................................................................................8
B. JENIS – JENIS KORUPSI......................................................................................................9
C. PERATURAN PERUNDANGAN YANG MENGATUR KORUPSI.................................10
D. BERDIRINYA LEMBAGA PENEGAK HUKUM PEMBERANTASAN KORUPSI.......11
A. Kepolisian..........................................................................................................................11
B. Kejaksaan...........................................................................................................................12
C. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).............................................................................13
D. Indonesia Corruption Watch (ICW)..................................................................................14
E. Ombudsman.......................................................................................................................16
BAB III..........................................................................................................................................19
PENUTUP.....................................................................................................................................19
A. Kesimpulan.........................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................20

3
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Perkembangan peradaban dunia semakin sehari seolah-akan berlari menuju modernisasi.
Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak lebih
nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga terus mengikuti perkembangan
zaman dan bertransformasi dalam bentuk-bentuk yang semakin canggih dan beragam.
Semuanya dalam bidang teknologi dan ilmu pengetahuan terus mengikutinya. Kejahatan masa
kini memang tidak lagi selalu menggunakan cara-cara lama yang telah terjadi selama bertahun-
tahun seiring dengan perjalanan usia bumi ini. Bisa kita lihat contohnya seperti kejahatan dunia
maya (cybercrime), tindak tindak pidana pencucian uang, tindak pidana korupsi dan tindak
pidana lainnya. tindak kejahatan diatas pemicu terjadinya korupsi juga dipengaruhi oleh sumber
daya manusia , mengapa hal ini bisa terjadi ? karena penyebabnya adalah rendahnya kualitas
sumber daya manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari segi pengetahuan atau
intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas moral dan kepribadiannya. Rapuhnya moral dan
rendahnya tingkat kejujuran dari aparat penyelenggara negara yang menyebabkan terjadinya
korupsi.korupsi di indonesia dewasa ini sudah merupakan patologi sosial (penyakit sosial) yang
sangat berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian materiil keuangan negara yang sangat besar.
Namun yang lebih penting lagi adalah terjadinya perampasan dan pengurasan keuangan yang
dilakukan secara kolektif oleh kalangan anggota legislatif dengan dalih studi banding, uang
pesangon dan lainsebagainya di luar batas kewajaran.
Bentuk perrampasan dan pengurasan keuangan negara terjadi hampir di seluruh wilayah
tanah air. Hal itu merupakan cerminan rendahnya moralitas dan rasa malu, sehingga menonjol
adalah sikap kerakusan dan aji mumpung. Persoalannya adalah dapatkah korupsi diberantas?
Tidak ada jawaban lain kalau kita ingin maju, adalah korupsi harus diberantas. Jika kita tidak
berhasil memberantas korupsi, atau paling tidak mengurangi sampai pada titik nadir yang paling
rendah maka jangan harap negara ini akan mampu mengejar ketertinggalannya dibandingkan
negara lain untuk menjadi sebuah negara maju. Karenakorupsi membawa dampak negatif yang
cukup luas dan dapat membawa negara ke jurang kehancuran.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana perkembangan korupsi dari dulu hingga sekarang ?
2. Apa saja jenis – jenis korupsi?
3. Apa saja peraturan perundangan yang mengatur korupsi?
4. Kapan berdirinya lembaga penegak hokum yang memberantas dan mencegah korupsi?

4
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui perkembangan korupsi dari dulu hingga sekarang ?
2. Untuk mengetahui jenis – jenis korupsi?
3. Untuk mengetahui peraturan perundangan yang mengatur korupsi?
4. Untuk mengetahui berdirinya lembaga penegak hokum yang memberantas dan mencegah
korupsi ?

5
BAB 2

PEMBAHASAN

A PERKEMBANGAN KORUPSI DARI DULU HINGGA SEKARANG

1. Era sebelum Indonesia Merdeka


Sejarah Indonesia merdeka sudah dengan “budaya-tradisi korupsi" yang tiada
henti karena kekuasaan, kekayaan dan wanita. Kita dapat menyirnak bagaimana tradisi
korupsi berjalin berkelin dan dengan perebutan kekusaan di Kerajaan Singosari (sampai
tujuh keturunan membalas dendam berebut kekusaan: Anusopati-Tohjoyo-Ranggawuni-
Mahesa Wongateleng dan seterusnya), Majapahit (pemberontakan Kuti, Narnbi, Suro dan
lain-lain), Demak (Joko Tingkir dengan Haryo Penangsang), Banten (Sultan Haji
merebut tahta dari ayahnya, Sultan Ageng Tirtoyoso), perlawanan rakyat terhadap
Belanda dan seterusnya sampai terjadinya beberapa kali kekuasaan di Nusantara telah
Sejarah dan Kekuasaan di Indonesia. Kebiasaan mengambil “upeti" dari rakyat kecil yang
dilakukan oleh Raja Jawa ditiru oleh Belanda ketika menguasai Nusantara (1800 – 1942)
minus Za man Inggris (1811 – 1816), Akibat kebijakan itulah banyak terjadi perlawanan-
perlawanan rakyat terhadap Belanda. Sebut saja misalnya perlawanan Diponegoro (1825
-1830), Imam Bonjol (1821 – 1837), Aceh (1873 – 1904) dan lain-lain.
Namun, yang lebih disukai lagi yaitut atas penduduk pribumi (Indonesia yang
terjajah) juga dilakukan oleh bangsa Indonesia sendiri. Sebut saja misalnya kasus
penyelewengan pada pelaksanaan Sistem "Cuituur Stelsel (CS)" yang secara harfiah
berarti Sistem Pembudayaan. Walaupun tujuan utama sistem itu adalah membudayakan
tanaman produktif di masyarakat agar hasilnya mampu untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat dan memberi kontribusi ke kas Belanda, namun sebenarnya sangat
mendukung."14) Isi peraturan (teori atau bunyi hukumnya) dalam CS sebenarnya sangat
"manusia" dan sangat "berada", namun tidak pelaksanaan atau manusiawi yang sangat
Dwang Stelsel (DS), yang artinya "Sistem Pemaksaan". Itu sebabnya mengapa sebagian
besar pengajar, guru atau sejarah di Indonesia mengganti sebutan CS menjadi DS.
penggantian istilah "Sistem Pembudayaan" menjadi "Tanam Paksa".

2. Era Pasca Kemerdekaan


Bagaimana sejarah “budaya korupsi” khususnya bisa dijelaskan? Sebenarnya
"Budaya korupsi" yang sudah mendarah daging sejak sejarah Indonesia dimulai seperti
dijelaskan di awal muka, tampaknya muncul lagi di Era Pasca Kemerdekaan Indonesia,
baik di Era Orde Lama maupun di Era Orde Baru. Titik tekan dalam masalah korupsi
sebenarnya adalah masyarakat masih belum melihat kesungguhan pemerintah dalam
upaya pemberantasan korupsi. Ibarat penyakit, sebenarnya sudah ditemukan
penyebabnya, namun obat mujarab untuk penyembuhan belum bisa ditemukan. Pada era
di bawah kepemimpinan Soekarno, sudah dua kali dibentuk Badan Pemberantasan

6
Korupsi. Namun ternyata pemerintah pada waktu itu setengah hati menjalankannya.
Paran, singkatan dari Panitia Retooling Aparatur Negara dibentuk berdasarkan Undang-
undang Keadaan Bahaya, dipimpin oleh Abdul Haris Nasution dan dibantu oleh dua
orang anggota yaitu Prof M Yamin dan Roeslan Abdulgani.
Salah satu tugas Paran saat itu adalah agar para pejabat pemerintah diharuskan
mengisi formulir yang disediakan – sekarang : daftar kekayaan pejabat negara. Dalam
perkembangannya, ternyata pengisiannya harus diisi dengan formulir reaksi keras dari
pejabat. Mereka berdalih agar formulir itu tidak diserahkan kepada Paran tetapi langsung
kepada Presiden. Usaha Paran akhirnya mengalami kebuntuan karena sebagian besar
tempat berlindung di balik Presiden. Di sisi lain, karena pergolakan di daerah-daerah
sedang memanas sehingga tugas akhirnya diserahkan kembali kepada pemerintah
(Kabinet Juanda).2[5] Tahun 1963 melalui Keputusan Presiden No 275 Tahun 1963,
upaya pemberantasan korupsi kembali digalakkan. Nasution yang saat itu ditarik sebagai
Menkohankam/Kasab yang ditunjuk kembali sebagai ketinggian dibantu oleh Wiryono
Prodjodikusumo. Tugas mereka lebih berat, yaitu kasus-kasus korupsi ke meja
pengadilan.
Lembaga ini di kemudian hah dikenal dengan istilah "Operasi Budhi".
Sasarannya adalah perusahaan-perusahaan negara serta lembaga-lembaga negara lainnya
yang dianggap rawan praktik korupsi dan kolusi. Operasi Budhi ternyata juga mengalami
hambatan. Misalnya, untuk menghindari pemeriksaan, Dirut Pertamina mengajukan
permintaan kepada Presiden untuk menjalankan tugas di luar negeri, sementara tugas
yang lain diperiksa dengan dalih belum mendapat izin dari atasan. Dalam kurun waktu 3
bulan sejak Operasi Budhi dijalankan, keuangan negara dapat meningkat sebesar kurang
lebih Rp 11 miliar, jumlah yang cukup signifikan untuk kurun waktu itu. Karena
mengganggu prestise Presiden, akhirnya Operasi Budhi dihentikan. Menurut Soebandrio
dalam suatu pertemuan di Bogor, "prestise Presiden harus ditegakkan di atas semua
kepentingan yang lain". Selang beberapa hari kemudian, Soebandrio mengumurnkan
pembubaran Paran/Operasi Budhi yang kemudian diganti namanya menjadi Kotrar
(Komando Tertinggi Retooling Aparat Revolusi) di mana Presiden Sukarno menjadi
ketuanya serta dibantu oleh Soebandrio dan Letjen Ahmad Yani. Sejarah akhirnya
mencatat pemberantasan korupsi pada masa itu mengalami stagnasi.

3. Era Orde Baru


Pada bicara kenegaraan di depan anggota DPR/MPR tanggal 16 Agustus 1967, Pj
Presiden Soeharto menyalahkan rezim Orde Lama yang tidak mampu memberantas
korupsi sehingga segala kebijakan ekonomi dan politik pusat di Istana. Pidato itu
memberi bahwa Soeharto ingin membasmi korupsi sampai ke akar-akarnya. Sebagai
wujud dari tekad itu tak lama kemudian dibentuklah Tim Pemberantasan Korupsi (TPK)
yang diketuai Jaksa Agung. Tahun 1970, terdorong oleh ketidak-seriusan TPK dalam
pemberantasan korupsi seperti komitmen Soeharto, mahasiswa dan pelajar melakukan
unjuk rasa memprotes keberadaan TPK. Perusahaan-perusahaan negara seperti Bulog,
Pertamina, Departemen Kehutanan banyak disorot masyarakat karena dianggap sebagai

7
sarang korupsi. Maraknya gelombang protes dan unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa,
akhirnya ditanggapi Soeharto dengan membentuk Komite Empat beranggotakan tokoh-
tokoh tua yang dianggap bersih dan berwibawa seperti Prof Johannes, IJ Kasimo, Mr
Wilopo dan A Tjokroaminoto. Tugas mereka yang utama adalah membersihkan antara
lain Departemen Agama, Bulog, CV Waringin, PT Mantrust, Telkom, dan Pertamina.
Namun kornite ini hanya "macan ompong" karena hasil temuannya tentang dugaan
korupsi di Pertamina tak direspon pemerintah.
Ketika Laksamana Sudomo diangkat sebagai Pangkopkamtib, maka dibentuklah
Opstib (Operasi Tertib) derigan tugas antara lain pemberantasan korupsi. Kebijakan ini
hanya melahirkan sinisme di masyarakat. Tak lama setelah Opstib terbentuk, suatu
ketika timbul perbedaan pendapat yang cukup tajam antara Sudomo dengan Nasution.
Hal itu menyangkut pemilihan atau cara pemberantasan korupsi, Nasution berpendapat
jika ingin berhasil dalam pemberantasan korupsi, harus dimulai dari atas. Nasution juga
menyarankan Laksamana Sudomo agar memulai dari dirinya. Seiring berjalannya waktu,
Opstib pun hilang ditiup angin tanpa bekas sama sekali.316)

4. Era Reformasi
Jika pada masa Orde Baru dan sebelumnya “korupsi” lebih banyak dilakukan oleh
kalangan elit pemerintahan, maka pada Era Reformasi hampir semua elemen
penyelenggara negara sudah terjangkit “Virus Korupsi” yang sangat ganas. Di era
pemerintahan Orde Baru, korupsi sudah membudaya sekali, kebenarannya tidak
terbantahkan. Orde Baru yang bertujuan bertujuan dan melakukan koreksi total terhadap
ORLA serta melaksanakan Pancasila dan DUD 1945 secara murni dan konsekwen,
namun yang terjadi justru Orde Baru lama-lama rnenjadi Orde Lama juga dan Pancasila
UUD 1945 belum pernah diamalkan secara murni, kecuali secara "konkesuen "alias
"terlalu lama". Kemudian, Presiden BJ Habibie mengeluarkan UU Nomor 28 Tahun 1999
tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN berikut pembentukan
berbagai komisi atau badan baru seperti KPKPN, KPPU atau lembaga Ombudsman,
Presiden berikutnya, Abdurrahman Wahid membentuk Tim Gabungan Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK).
Badan ini dibentuk dengan Keppres di masa Jaksa Agung Marzuki Darusman dan
dipimpin oleh Hakim Agung Andi Andojo, Namun di tengah semangat menggebu-gebu
untuk rnemberantas korupsi anggota tim, melalui suatu judicial review Mahkamah
Agung, TGPTPK akhirnya dibubarkan. Sejak itu, Indonesia mengalami kemunduran
dalam upaya. KKN. Di samping membubarkan TGPTPK, Gus Dur juga dianggap
sebagian masyarakat tidak bisa menunjukkan kepemimpinan yang dapat mendukung
pemberantasan korupsi. Kegemaran beliau melakukan pertemuan- pertemuan di luar
agenda kepresidenan bahkan di tempat-tempat yang tidak pantas dalam kapasitasnya
sebagai presiden, menimbulkan kecurigaan masyarakat bahwa Gus Dur sedang
melakukan proses tawar-menawar tingkat tinggi. TGPTPK akhirnya dibubarkan dengan
logika membenturkannya ke UU Nomor 31 Tahun 1999. Nasib serupa tapi tak sama
dialami oleh KPKPN, dengan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi, tugas

8
KPKPN melebur masuk ke dalam KPK, sehingga KPKPN sendiri hilang dan menguap.
Artinya, KPK-lah pemberantasan korupsi terbaru yang masih eksis.47] Pada tanggal 16
Desember 2003, Taufiequrachman Ruki, seorang alumni Akademi Kepolisian (Akpol)
1971, dilantik menjadi Ketua KPK. Di bawah Taufiequrachman Ruki, KPK berusaha
memposisikan dirinya sebagai katalisator (pemicu) bagi aparat dan institusi lain untuk
menciptakannya kepemimpinan sebuah "pemerintahan yang baik dan bersih" di Republik
Indonesia. Sebagai mantan Anggota DPR RI dari tahun 1992 sampai 2001,
Taufiequrachman walaupun konsisten kritik dari berbagai pihak tentang dugaan tebang
korupsi korupsi. Menurut Taufiequrachman Ruki, pemberantasan korupsi tidak
mengenai bagaimana menangkap dan memidanakan pelaku tindak pidana korupsi, tapi
juga bagaimana mencegah tindak pidana korupsi agar tidak terjadi pada masa yang akan
datang melalui pendidikan antikorupsi, kampanye antikorupsi dan adanya contoh "island
of integrity" (daerah contoh) yang bebas korupsi). Pernyataan Taufiequrachman
mengacu pada definisi korupsi yang dinyatakan dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No.
20 Tahun 2001. Menurutnya, tindakan preventif (pencegahan) dan represif
(pengekangan) ini dilakukan dengan "memposisikan KPK sebagai katalisator (pemicu)
bagi aparat atau lain agar tercipta good and clean governance dengan pilar utama
transparansi, partisipasi dan akuntabilitas"

B JENIS-JENIS KORUPSI
Advisor Sustainable Indonesia (SustaIN) Dwi Siska Susanti mencatat setidaknya ada
tujuh jenis kejahatan korupsi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
perserikatan rahasia. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
1. Perbuatan yang merugikan negara.

Perbuatan yang merugikan negara, dapat di bagi menjadi dua bagian, yaitu
mencari keuntungan dengan cara melawan hukum dan merugikan negara serta
memanfaatkan jabatan untuk mencari keuntungan dan merugikan negara. (Baca Juga:
Perusahaan Harus Memperhatikan Risiko Kecurangan). "Di sini syaratnya harus ada
keuangan negara yang masih diberikan. Biasanya bentuk tender, pemberian barang, atau
pembayaran pajak hanya setengahnya. Kalau ada yang bergerak di sektor industri
kehutanan atau pertambangan, itu mereka ada policy tax juga agar mereka menyetorkan
sekali pajak, semua itu jika terjadi kecurangan nanti bisa masuk ke konteks ini," kata Dwi
saat menambahkan materi dalam pelatihan publik bertema “Anti Corruption Training
Every Business Need" yang diselenggarakan pada Rabu (15/11) di Jakarta.
2. Suap.

Dwi menjelaskan pengertian suap adalah semua bentuk tindakan


mempersembahkan uang atau menerima uang yang dilakukan oleh siapa pun baik itu
perorangan atau badan hukum (korporasi). “Sekarang korporasi sudah bisa dipidana,

9
makanya penting sekali dunia usaha mengerti audit. Jadi penerimanya ini syaratnya
khusus, penerimanya itu mengklasifikasikannya apakah pegawai negeri atau
penyelenggara negara. Pasal diberikannya di depan atau DP dulu atau nanti di belakang,
itu tidak menjadi masalah, dua-duanya tetap suap-menyuap sepanjang kita
memberikannya kepada dua pihak tadi," katanya.
3. Gratifikasi.
Yang dimaksud dengan korupsi jenis ini adalah pemberian hadiah yang diterima
oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara Gratifikasi dapat berupa uang, barang,
diskon, kredit tanpa bunga, tiket pesawat, liburan, biaya pengobatan, serta fasilitas-
fasilitas lainnya. “Itu (gratifikasi-red) sebenarnya dari bahasa thanks jadi thanks, dia itu
netral, artinya dia itu baik, hal itu terjadi karena ada ramah tamah dan lain-lain. Tapi
kenapa sekarang dilarang? Yang dilarang adalah kalau bentuk-bentuk terima kasih ini,
kami berikan untuk pegawai negeri atau peyelenggara negara dan kita tahu ada kaitan
dengan jabatannya, itu gratiifikasi," jelasnya. “Dan ini yang membedakan adalah yang
ngotot adalah yang kasih seperti contoh sebelumnya yang niat adalah yang kasih,
sedangkan suap itu dua-duanya komitmen telah melakukan kesepakatan," lanjutnya.
(Baca Juga: Sektor Perizinan Masuk Urutan Pertama Penyuapan di Indonesia).
4. Penggelapan dalam jabatan.

Kategori ini sering juga dimaksudkan sebagai jabatan, yakni tindakan pejabat
pejabat pemerintah yang melakukan penggelapan laporan keuangan, menghilangkan
barang bukti atau membiarkan orang lain menghancurkan barang bukti yang bertujuan
untuk menguntungkan diri sendiri dengan jalan merugikan negara. “Penggelapan dalam
jabatan ini biasanya banyak memang pegawai negeri karena yang bisa melakukan ini
adalah yang memiliki kewenangan,” ujarnya.
5. Pemerasan.

Pemerasan adalah tindakan yang dilakukan oleh pegawai negeri atau


penyelenggara negara untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan
hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaaannya dengan memaksa seseorang
memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau
untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri. Nah, ini tadi bedanya apa dengan
gratifikasi, pemerasan yang terima yang maksa," kata Dwi.
6. Perbuatan curang.

Menurut Dwi, perbuatan curang ini biasanya terjadi di proyek-proyek


pemerintahan, seperti pemborong, pengawas proyek, dan lain-lain yang melakukan
penipuan dalam pengadaan atau pemberian barang yang mengakibatkan kerugian bagi
orang lain atau keuangan negara (Baca Juga: 5 Tips Agar Perusahaan Terhindar dari
Korupsi).
7. Kepentingan dalam pengadaan pengadaan

10
Adalah kegiatan yang bertujuan untuk menghadirkan barang atau kepentingan
dalam pengadaan. jasa yang dibutuhkan oleh instansi atau perusahaan.

C PERATURAN PERUNDANGAN YANG MENGATUR KORUPSI

Berikut peraturan perundang-undangan yang mengatur korupsi di indonesia :


1) Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Acara Pidana
2) Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negera yang Bersih dan
Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
3) Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
4) Peraturan Pemerintah No 71 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta
Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi
5) Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
6) Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tindak Pidana Pencucian Uang
7) Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2005 tentang Sistem Manajemen Sumber Daya
Manusia KPK
8) Undang-Undang No. 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
9) Peraturan Pemerintah No. 103 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah No. 63 Tahun 2005 Tentang Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia KPK
10) Undang-Undang No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian

D BERDIRINYA LEMBAGA PENEGAK HUKUM PEMBERANTASAN KORUPSI

1) Kepolisian
Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Negara Republik
Indonesia Pasal 5 ayat (1), Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan yang
berperan dalam memelihara alat dan masyarakat, kepolisian, kepolisian perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam
negeri. Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang
pemeliharaan keamanan dan pengawasan masyarakat, penegakan hukum, perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat (Pasal 2 undang-undang No 2 tahun
2002)
Tugas polisi secara umum sebagaimana tercantum dalam Pasal 13 Undang-
Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, tugas pokok
Negara Republik Indonesia adalah :
a. Menyediakan keamanan dan dan masyarakat

11
b. Menegakkan hukum
c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat

Tugas dan Tanggung Jawab Polisi dalam Tindak Pidana Korupsi sebagai Penyidik
Tugas dan Tanggung Jawab Polisi dalam Tindak Pidana Korupsi adalah sebagai
Penyidik. Tugas dan tanggung jawab Penyidik telah diatur dengan jelas dalam Undang-
Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP dan Undang-Undang No. 2 Tahun 2002
Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pasal 4 sampai pasal 9 KUHAP
menguraikan tentang Penyidik adalah Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia
yang bertanggung jawab melakukan Penyelidikan, Penyidikan sampai perkara perkara
untuk semua tindak pidana yang terjadi termasuk tindak pidana korupsi dan tatacara
dalam melaksanakan dan tanggung jawab tersebut terurai dalam pasal 102 sampai pasal
136 KUHAP.
Pada Undang-Undang No 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia juga telah diuaraikan mengenai tugas dan tanggung jawab sebagai Penyidik
(Pasal 1 sampai Pasal 8 serta pasal 10), Pasal 14 huruf g menyatakan dalam tugas dan
tanggung jawab penyidik berpedoman pada KUHAP. Untuk menangani tindak pidana
korupsi, kepolisian, berpedoman pada : a. Undang-Undang No 8 Tahun 1981 Tentang
KUHAP, dijelaskan bahwa Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
Penyidik menurut KUHAP tidak melakukan penyidikan tindak pidana yang terjadi,
dimana pasal 1 ayat (1),(2) tidak mengenal istilah pidana umum atau pidana khusus,
dengan setiap tindakan yang melawan hukum dan diancam dengan pidana baik yang ada
maupun di luar KUHP, Penyidik dalam hal ini Polisi melakukan penyelidikan.
Dengan demikian kewenangan tersebut telah ada sejak diberlakukannya KUHAP.
a) Undang-Undang No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan tindak Pidana
Korupsi yang dikembangkan dengan Undang-Undang No.20 Tahun 2001.
Undang-undang ini memberikan kewenangan yang luas kepada Penyidik
kepolisian untuk melakukan penyidikan Tindak Pi Korupsi yang dijelaskan dalam
Undang-undang ini secara rinci dan memuat ketentuan pidana yaitu untuk
menentukan ancaman pidana minimum khusus, pidana denda yang lebih tinggi
dan tindak pidana khusus yang merupakan tindak pidana korupsi. Pasal 26
menjelaskan : Penyelidikan, Penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan
terhadap Tindak Pidana Korupsi dilakukan berdasarkan hukum Acara Pidana
yang berlaku dan ditentukan lain dalam undang-undang ini dimana penyidikan
dalam pasal ini termasuk berwenang untuk melakukan penyadapan.
b) Berdasarkan Undang RI No.2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia. Pasal 14 ayat (1) yaitu melakukan penyelidikan dan penyidikan
terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan
perundang-undangan lainnya. Dengan demikian penyelidikan penyidikan
penyidikan tindak pidana korupsi yang jelas dan terarah sehingga diharapkan oleh

12
pemerintah/masyarakat kepada aparat penegak hukum dalam hal ini Kepolisian
dapat berjalan dengan baik.

2) Kejaksaan
Kejaksaan adalah lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara,
hususnya di bidang penuntutan (Undang Undang Nomor 16 Tahun 2004). Sedangkan
yang dimaksudkan adalah pejabat pejabat yang berwenang yang berwenang oleh undang-
undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana pengadilan yang
memperoleh kekuatan hukum tetap serta berwenang lain berdasarkan undangundang.
Tugas dan wewenang Kejaksaan di bidang pidana :
 Melakukan pendekatanan
 Menetapkan penilaian dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hokum
tetap
 Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana
pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat
 Berdasarkan penyelidikan terhadap tindak pidana tertentu
 Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan
tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya
dikoordinasikan dengan penyidik.

Dengan adanya tugas dan wewenang kejaksaan pada poin 4, yakni melakukan
penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan Undang-undang, maka kejaksaan
bisa menangani tindak pidana korupsi, karena tindak pidana korupsi merupakan salah
satu tindak pidana yang diatur dalam undang-undang, Undang-undang Nomor 31 tahun
1999. Dalam hal penanganan tindak pidana korupsi, kejaksaan berpedoman pada : a.
Undang-undang No 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia b. Pasal 91
ayat (1) KUHAP mengatur tentang kewenangan wewenang untuk mengambil alih berita
acara, Pasal 284 ayat (2) KUHAP menyatakan: "Dalam waktu dua tahun setelah undang-
undang ini diundangkan, maka terhadap semua perkara diberlakukan undang-undang ini,
dengan rencana untuk sementara mengenai ketentuan acara sesuai dengan undang-
undang tertentu, sampai ada perubahan dan/atau dinyatakan tidak lagi.

E Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)


Dalam konteks Indonesia, kehadiran Lembaga Negara Bantu menjamur pasca perubahan
UUD Negara RI Tahun 1945. Berbagai Lembaga Negara Bantu tersebut tidak dibentuk dengan
dasar hukum yang seragam. Beberapa di antaranya adalah berdiri di atas amanat konstitusi,
namun ada pula yang memperoleh legitimasi berdasarkan undang-undang atau keputusan
presiden. Salah satu Lembaga Negara bantu yang dibentuk dengan undangundang adalah KPK.
Di bawah perlindungan hukum Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi. Meskipun bersifat independen dan bebas dari kekuasaan mana pun,

13
KPK tetap bergantung pada kekuasaan eksekutif dalam kaitan dengan masalah keorganisasian,
dan hubungan khusus dengan kuasa persidangan dan perkara tindak pidana korupsi.
Kedepannya, kedudukan Lembaga Negara Bantu seperti KPK membutuhkan legitimasi hukum
yang lebih kuat dan lebih tegas serta dukungan yang lebih besar dari masyarakat.
Fungsi Dan Wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi :
Berkaitan dengan fungsi dan berwenang KPK sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, KPK memiliki tugas
dan wewenang sebagai berikut :
a. Koordinasi dengan instansi yang melakukan tindak pidana korupsi;
b. Pengawasan terhadap instansi yang melakukan tindakan pemberantasan tindak pidana
korupsi;
c. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi;
d. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan
e. Melakukan pemantauan terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

Selanjutnya berwenang KPK seperti diatur dalam pasal 7 Undang-Undang Nomor 30


Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi adalah sebagai berikut :
a) Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan tindak tindak pidana korupsi;
b) Pelaporan sistem pelaporan tindak pidana korupsi;
c) Meminta informasi tentang pemberantasan kejahatan korupsin instansi yang terkait;
d) Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang melakukan tindak
kejahatan korupsi; dan
e) Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.

F Indonesia Corruption Watch (ICW)


Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah organisasi non pemerintah yang memiliki
tujuan untuk mengawasi dan melaporkan pada masyarakat tentang aksi korupsi yang terjadi di
Indonesia. Organisasi ini dibentuk oleh Teten Masduki bersama pengacara Todung Mulya Lubis
serta ekonom Faisal Basri dan pegiat anti korupsi lainnya. ICW juga merupakan lembaga nirlaba
yang terdiri dari orang-orang yang memiliki komitmen untuk memberantas korupsi rakyat untuk
terlibat/berpartisipasi aktif melakukan perlawanan terhadap praktik korupsi. ICW lahir di Jakarta
pada tanggal 21 Juni 1998 di tengah-tengah gerakan reformasi yang menghendaki pemerintahan
pasca Soeharto yang demokratis, bersih dan bebas korupsi.
Program dan Divisi ICW :
a. Divisi Penggalangan Dana dan Kampanye Publik
Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah sebuah organisasi independen. Untuk
menjaga independensi sekaligus meningkatkan rasa kepemilikan publik dan keberlangsungan
program, sejak Maret 2010 lalu ICW membuka peluang donasi publik. Dengan memberi
bantuan finansial kepada lembaga ini, masyarakat dapat turut serta dalam kerja-kerja

14
pemberantasan korupsi. Donasi yang dikumpulkan dari publik dimanfaatkan untuk
menampilkan sejumlah program ICW, diantaranya; investigasi kasus, pemantauan sekolah,
advokasi layanan kesehatan, membangun generasi pemuda melawan korupsi, serta
menyelenggarakan pendidikan antikorupsi di sekolah dan kampus. Transparansi dan
akuntabilitas menjadi pilar utama gerakan antikorupsi. Untuk transparansi, setiap bulan ICW
menerbitkan hasil perolehan donasi di situs web www.fundraising.antikorupsi.org. Setiap
tahun, laporan keuangan secara menyeluruh akan diaudit oleh auditor independen dan
diunggah ke website.
b. Divisi Hukum dan Pengawasan Peradilan
Pemberantasan korupsi di Indonesia, dengan segala ketidakmaksimalannya
sebenarnya sudah mulai tumbuh sejak tahun 2004 hingga saat ini. lembaga penegak hukum
konvensional seperti Kepolisian dan Kejaksaan masih belum bisa maksimal memberantas
korupsi. alin-alih memandang, yang teradi justru konflik antara penegak hukum, seperti
kasus Cicak vs Buaya beberapa waktu lalu. sementara para mafia hukum dan peradilan
semakin menjadi-jadi. disisi yang sama, Oligarki semakin kuat menyandera berbagai lini
strategi penegakan hukum dan pemberantasan korupsi. Divisi Hukum dan Monitoring
Peradilan ICW menjalankan pengawasan terhadap berbagai lembaga penegak hukum, hingga
mengawal berbagai produk hukum yang relevan dengan pemberantasan korupsi. Beberapa
program yang dijalankan diantaranya; menginisiasi gerakan kerjasama institusi Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui kampanye "Cicak Vs Buaya", pemantauan pimpinan
KPK serta mengawal proses revisi UU Tindak Pidana Korupsi, UU KPK dan UU Pencucian
uang.
c. Divisi Monitoring Pelayanan Publik
Salah satu indikator keberhasilan pemberantasan korupsi dan kualitas pelayanan
publik. Oleh karena itu, pengawasan terhadap sektor pelayanan publik ini mutlak diperlukan
untuk menjamin rakyat benar-benar mendapatkan haknya. ICW tak pernah berhenti
mengawasi pemerintah sebagai penyedia layanan publik. Agar gaung dan manfaat lebih
besar, lembaga ini mengajak masyarakat untuk berpartisipasi. Mereka, para pengguna
layanan publik, diajak untuk memonitor kulitas pelayanan dan manajemen dana untuk
mencegah terjadinya penyelewengan.Pemantauan kualitas pelayanan publik berbasis
masyarakat terorganisir mewujudkan keadilan sosial dalam pelayanan publik. Selama
beberapa waktu terakhir ini, ICW fokus pada pelayaan publik di sektor kesehatan,
pendidikan, dan pelaksanaan ibadah haji.
d. Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran
Negara sering kali disebabkan oleh kekurangan penerimaan negara dari pajak dan
bukan pajak. Membahas penerimaan negara, saat ini Divisi Monitoring dan Analisisis
Anggaran ICW fokus pada dua sektor utama; penerimaan dari sumber daya alam khususnya
sektor pertambangan (industri ekstraktif) serta penerimaan negara dari pajak. Selain itu,
Divisi MAA juga rutin melakukan pemantauan dan advokasi belanja negara dan subsidi
energi. Terhadap ekstraktif industri, ICW mendorong negosiasi ulang kontrak sejumlah
perusahaan ekstraksi yang beroperasi di Indonesia agar memberikan manfaat lebih banyak
kepada negara.

15
e. Divisi Korupsi Politik
Patronase bisnis dan politik merupakan pangkal pokok terjadinya korupsi. cara
nilainya dengan mengimplementasikan nilai-nilai transparansi dan mendorong keterlibatan
rakyat dalam pembuatan kebijakan. Fokus utama kerja Divisi Korupsi Politik lebih untuk
mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam sektor politik melalui berbagai metode.
Divisi ini melakukan riset dan studi mengenai patronase politik bisnis di level lokal hingga
nasional. Divisi Korupsi Politik juga melakukan advokasi terkait isu-isu aktual mengenai
anggaran, korupsi di parlemen dan lingkungan pemerintahan daerah.
f. Divisi Investigasi
Indonesia Corruption Watch (ICW) menginvestigasi laporan kasus dugaan korupsi
kapan saja menerima mengenai kasus-kasus korupsi. Tugas Divisi Investigasi adalah
melakukan tinjauan secara mendalam sebelum melaporkan kasus-kasus tersebut kepada
aparat penegak hukum. Hingga akhir Oktober 2011, ICW telah menerima 370 laporan dari
masyarakat. Dari jumlah itu 149 diantaranya sangat berpotensi korupsi, sedangkan sisanya
adalah bukan korupsi. 15 diantaranya telah dilaporkan kepada aparat. Selain menangani
investigasi kasus, divisi ini juga melakukan advokasi terhadap implementasi Undang-Undang
Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). ICW mendukung implementasi undang-undang ini
dengan mendorong terbentuknya Komisi Informasi Daerah (KID) di 6 provinsi; Sumatera
Utara, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Sulawesi Selatan dan Bali. Selain itu ICW
juga sedang mendorong layanan audit sosial oleh masyarakat terhadap proyek-proyek
pemerintah terutama di bidang publik di beberapa daerah.

G Ombudsman
Ombudsman adalah Lembaga negara yang memiliki pengawasan mengawasi
penyelenggaraan pemerintahan yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN),
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan Badan Hukum Milik Negara (BHMN), serta badan
swasta atau individu yang diberi tugas untuk menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang
sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Fungsi Komisi
Ombudsman berdasarkan Keppres No. 44 Tahun 2000, yaitu sebagai berikut :
a) Memberdayakan masyarakat melalui peran serta mereka untuk melakukan pengawasan
lebih menjamin penyelenggaraan negara yang jujur, bersih, transparan, bebas korupsi,
kolusi dan nepotisme.
b) Menganjurkan dan membantu masyarakat memanfaatkan pelayanan publik secara
optimal untuk penyelesaian masalah.
c) Memberdayakan pengawasan oleh masyarakat merupakan implementasi demokrasi yang
perlu dikembangkan serta diterapkan agar pihak yang berwenang, atau jabatan oleh
aparatur negara dapat diminimalisasi.
d) Dalam penyelenggaraan negara pada penyelenggaraan pemerintahan memberikan
pelayanan dan perlindungan terhadap hak-hak anggota masyarakat oleh aparatur
pemerintah termasuk lembaga peradilan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
upaya untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan.

16
e) Lembaga Ombudsman merupakan suatu komisi pengawasan yang bersifat mandiri dan
berdiri sendiri lepas dari campur tangan lembaga kenegaraan lainnya. Pasal 2 Keppres
No. 44 Tahun 2000 tentang Komisi Ombudsman Indonesia.
Adapun yang menjadi tujuan dari dibentuknya Komisi Ombudsman Indonesia, yaitu :
a) Mewujudkan negara hukum yang demokratis, adil dan sejahtera.
b) Mendorong penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang efektif dan efisien, terbuka
serta bebas dari KKN.
c) Melalui peran masyarakat membantu menciptakan dan/atau mengembangkan kondisi
yang kondusif dalam melaksanakan pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme.
d) Meningkatkan kualitas pelayanan negara di segala bidang agar setiap warga dan
penduduk memperoleh keadilan, rasa aman dan kesejahteraan semakin baik.
e) Membantu menciptakan dan meningkatkan upaya untuk pemberantasan dan pencegahan
praktik-praktik maladministrasi Maladministrasi berarti perilaku atau perbuatan melawan
hukum, melebihi otoritas, menggunakan otoritas untuk tujuan lain yang menjadi tujuan
berwenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam
penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara negara dan
pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immaterial bagi masyarakat
dan orang perseorangan., diskriminasi serta KKN.
f) Peningkatan budaya hukum nasional, kesadaran hukum masyarakat dan supremasi
hukum yang berintikan kebenaran serta keadilan. Ibid. Pasal 3.
Kewenangan Ombudsman Republik Indonesia :
Dalam menjalankan otoritasnya, lembaga yang dapat diadukan ke Komisi Ombudsman
Nasional adalah semua lembaga dan pejabat di lingkungan pemerintah Indonesia yang
melakukan tugas umum dan yang dapat melakukan tindakan maladministrasi, seperti :
 Departemen-departemen
 Lembaga nondepartemen
 Kejaksaan Agung
 TNI/POLRI
 Bank pemerintah
 Lembaga-lembaga bentukan pemerintah
 Lembaga peradilan (kecuali yang memiliki peran memeriksa dan memutus suatu
perkara).
Agar lebih jelas mengenai kewenangan Komisi Ombudsman Nasional, maka ada baiknya
jika kita memiliki otoritas ombudsman berikut ini:
a) Meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari pelapor, terlapor atau pihak lain yang
terkait mengenai laporan yang disampaikan kepada ombudsman.
b) Memeriksa keputusan, surat menyurat atau dokumen lain yang ada pada pelapor atau pun
terlapor untuk mendapatkan kebenaran atau suatu laporan.
c) Penjelasan dan/atau dokumen yang diperlukan dari instansi manapun untuk pemeriksaan
laporan dari instansi terlapor.
d) Melakukan pemanggilan terhadap pelapor, terlapor dan pihak lain yang terkait dengan
laporan.
17
e) Menyelesaikan laporan melalui mediasi dan konsiliasi atas permintaan para pihak.
f) Membuat rekomendasi mengenai penyelesaian laporan, termasuk rekomendasi untuk
membayar ganti rugi dan/atau rehabilitasi kepada pihak yang dirugikan.
g) Demi kepentingan umum mengumumkan hasil temuan, kesimpulan dan rekomendasi.
h) Menyampaikan saran kepada presiden, kepala daerah atau pimpinan penyelenggara
negara lainnya untuk perbaikan dan peningkatan pelayanan organisasi dan/atau prosedur
publik.
i) Menyampaikan saran kepada presiden dan/atau DPR, DPD dan/atau kepala daerah agar
terhadap undang-undang dan peraturan perundang-undangan lainnya untuk mengadakan
perubahan dalam rangka mencegah maladministrasi.
j) Melakukan pemeriksaan terhadap penyelenggaraan administrasi yang bertentangan
dengan undang-undang atau tidak adil.
k) Jika setelah dilakukan penyelidikan secara objektif ternyata ditemukan administrasi yang
tidak layak, maka dibuatlah rekomendasi untuk mengeliminasi tindakan administratif
yang tidak layak tersebut.
l) Melaporkan kegiatannya dalam kasus-kasus tertentu kepada pemerintah dan
pengadu/pelapor dan jika rekomendasi yang dibuat dalam kasus-kasus tertentu tersebut
tidak diterima oleh pemerintah, maka kepada legislator.
Pada umumnya, ombudsman juga membuat laporan tahunan kinerjanya kepada legislator
dan masyarakat. Ibid. Pasal 4. Umumnya, Komisi Ombudsman Nasional tidak berwenang untuk
membuat keputusan yang mengikat pemerintah. Ombudsman hanya membuat rekomendasi
untuk mengubah yang didukung oleh adanya suatu penelitian atas keluhan tersebut. Hal yang
sangat mendasar dari ombudsman adalah kemandiriannya dari cabang administrasi
pemerintahan. Dalam rangka melakukan penyelidikan dan rekomendasi yang kredibel, baik
terhadap masyarakat maupun pemerintah, maka ombudsman menjaga dan melindungi
ketidakberpihakan dan integritas kantornya.
Beberapa negara telah ditetapkan Komisi Hak Asasi Manusia yang menggunakan konsep
ombudsman sebagai alat untuk memperbaiki perlindungan hak asasi manusia. Di negara-negara
tersebut Komisi Hak Asasi Manusia bertindak sebagai ombudsman dalam rangka keluhan
masyarakat dalam program pendidikan untuk menciptakan budaya hak asasi manusia. Model
ombudsman juga digunakan oleh sektor swasta sebagai suatu solusi penyelesaian sengketa
internal atau untuk mengatasi keluhan-keluhan terhadap lembaga swasta yang bermasalah,
misalnya: ombudsman khusus universitas dan perusahaan swasta.

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Korupsi adalah suatu tindakan perdana yang diri sendiri yang secara langsung
merugikan negara atau perekonomian negara. Jadi, unsur dalam korupsi meliputi dua
aspek. Aspek dan aspek diri dengan menggunakan kedudukannya penggunaan uang
negara untuk kepentingannya. Adapun penyebabnya antara lain, dan kelemahan
pemimpinkelemahan pengajaran etika, kolonialisme, kejahatan, tidak ada tindakan
hukuman yang keras, lingkungan yang buruk untuk perilaku korupsi , rendahnya sumber
daya manusia, serta ekonomi.Korupsi dapat diklasifikasikan menjadi tujuh jenis, yaitu
perbuatan yang merugikan Negara, suap, gratifikasi, penggelapan dalam jabatan,
pemerasan, perbuatan curang, dan kepentingan dalam pengadaan. Serta ada hukum yang
mengatur tindakan tersebut dan ada tersendiri yang menangani kasus-kasus tersebut. B.
Saran Sikap untuk menghindari korupsi yang seharusnya ditanamkan sejak dini.Dan
pencegahan korupsi dapat dimulai dari hal yang kecil. Dan seharusnya pemerintah lebih
tegas terhadap terpidana korupsi. Undang-undang yang adapun dapat digunakan sebaik-
baiknya. Agar korupsi tidak lagi menjadi budaya di negara ini.

19
DAFTAR PUSTAKA

https://kliklegal.com > ini-tujuh-kelompok-jenis-tindak-pidana- korupsi


https://www.academia.edu/34465245/berdirinya_lembaga_pene gak hukum
pemberantasan_korupsi.doc
https://www.kpk.go .id/id/tentang-kpk/undang-undang-terkait
http://syafieh74.blogspot.com/2013/05/korupsi-dan - perkembangannya-di-indonesia.html
https://id.scribd.com/document/439924870/MAKALAH-PBAK

20

Anda mungkin juga menyukai