Anda di halaman 1dari 63

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stunting didefinisikan sebagai indikator status gizi TB/U sama dengan

atau kurang dari minus dua standar deviasi (-2 SD) dibawah rata-rata standar atau

keadaan dimana tubuh anak lebih pendek dibandingkan dengan anak-anak lain

seusianya. Balita stunting termasuk masalah gizi kronik yang disebabkan oleh

banyak faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan pada

bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi. Balita stunting di masa yang akan

datang akan mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik dan

kognitif yang optimal. Asupan zat gizi adalah salah satu faktor yang berpengaruh

langsung terhadap stunting. Stunting terjadi lantaran kekurangan gizi dalam waktu

lama pada masa 1.000 hari pertama kehidupan (HPK). Pertumbuhan fisik

berhubungan dengan faktor lingkungan, perilaku dan genetik, kondisi sosial

ekonomi, pemberian ASI serta kejadian BBLR merupakan faktor-faktor yang

berhubungan dengan kejadian stunting.

Indonesia masih menghadapi permasalahan gizi yang berdampak serius

terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM). Salah satu masalah gizi yang

menjadi perhatian utama saat ini adalah masih tingginya kasus anak balita pendek

(stunting). Prevalensi stunting (tinggi badan per umur) di Indonesia menurut hasil

Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 mencapai 37,2 %. Hasil Riskedas tahun 2018

balita stunting sebanyak 30,8% yaitu balita sangat pendek sebanyak 11,5% dan

balita pendek 19,3% meningkat lebih tinggi daripada tahun 2007 yaitu balita

1
pendek sebanyak 18%. Pemantauan Status Gizi Tahun 2016 stunting pada balita

mencapai 27,5 % sedangkan batasan WHO < 20%. Hal ini berarti pertumbuhan

yang tidak maksimal dialami oleh sekitar 8,9 juta anak Indonesia, atau 1 dari 3

anak Indonesia mengalami stunting. Lebih dari 1/3 anak berusia di bawah 5 tahun

di Indonesia tingginya berada di bawah rata-rata (Kementrian desa, 2017).

Pada bulan Februari 2020 angka stunting di Jawa Tengah mencapai


14,9%. Dari data riset sebelumnya, ada 955.835 balita yang diukur tinggi
badannya, dari jumlah tesebut 14,9% diantaranya mengalami stunting. Terdapat 3
daerah di Jawa Tengah yang meiliki angka bayi stunting yang cukup tinggi.
Yakni, Kabupaten Wonosobo dengan 27,17%, Banjarnegara dengan 24,31%, dan
Kabupaten Rembang dengan 24,15% balita.. Jumlah anak stunting di wilayah
kerja Puskesmas Wuryantoro dengan 8 desa tahun 2020 yaitu sebanyak 62 anak.
Dan balita dengan gizi kurang sebanyak 74 anak. Jumlah stunting terbanyak
didapatkan di Desa Genukharjo sebanyak 17 anak.

Upaya untuk meningkatkan status gizi balita salah satunya adalah dengan

memaksimalkan promosi kesehatan dengan memberikan komunikasi, informasi,

edukasi, (kie) dan konseling gizi serta memberdayakan keluarga agar sadar gizi

dan menumbuhkan pola hidup sehat. untuk itu perlu dilakukan penyuluhan

kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan sikap dan tindakan ibu tentang gizi

dan berpengaruh terhadap perubahan status gizi balita setelah dilakukan

penyuluhan.

Dalam suatu penelitian didapatkan pendidikan gizi dapat meningkatkan

pemahaman dalam memilih makanan yang sehat dan bergizi berdasarkan latar

belakang diatas kami tertarik melakukan penelitian mengenai Pengaruh

Pemberian Penyuluhan Makanan Pendamping ASI terhadap tingkat pengetahuan

pada ibu dengan balita stunting di Desa Genukharjo Kecamatan Wuryantoro.

2
1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana Pengaruh Pemberian Penyuluhan Makanan Pendamping ASI

terhadap Tingkat Pengetahuan pada Ibu dengan Balita Stunting di Desa

Genukharjo Kecamatan Wuryantoro.

1.3 Tujuan Mini Project

1. Mengetahui karateristik balita stunting wilayah Desa Genukharjo

Kecamatan Wuryantoro berdasarkan jenis kelamin

2. Mengetahui pengaruh pemberian penyuluhan makanan pendamping ASI

terhadap tingkat pengetahuan pada ibu dengan balita stunting di Desa

Genukharjo Kecamatan Wuryantoro

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stunting

2.1.1 Pendahuluan

Stunting atau malnutrisi kronik merupakan bentuk lain dari kegagalan

pertumbuhan. Definisi lain menyebutkan bahwa pendek dan sangat pendek adalah

status gizi yang didasarkan pada indeks panjang badan menurut umur (PB/U) atau

tinggi badan menurut umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah stunted

(pendek) dan severely stunted (sangat pendek). Kategori status gizi berdasarkan

indeks panjang badan menurut umur (PB/U) atau tinggi badan menurut umur

(TB/U) anak umur 0-60 bulan dibagi menjadi sangat pendek, pendek, normal

tinggi. Sangat pendek jika Z-score < -3 SD, pendek jika Z-score -3 SD sampai

dengan -2 SD normal jika Z-score -2 SD sampai dengan 2 SD dan tinggi jika Z-

score > 2 SD. Seorang anak yang mengalami kekerdilan (stunted) sering terlihat

seperti anak dengan tinggi badan yang normal, namun sebenarnya mereka lebih

pendek dari ukuran tinggi badan normal untuk anak seusianya. Stunting sudah

dimulai sejak sebelum kelahiran disebabkan karena gizi ibu selama kehamilan

buruk, pola makan yang buruk, kualitas makanan juga buruk, dan intensitas

frekuensi menderita penyakit sering. Berdasarkan ukuran tinggi badan, seorang

anak dikatakan stunting jika tinggi badan menurut umur kurang dari -2 z score

berdasarkan referensi internasional WHO-NCHS. Stunting menggambarkan

kegagalan pertumbuhan yang terjadi dalam jangka waktu yang lama, dan

4
dihubungkan dengan penurunan kapasitas fisik dan psikis, penurunan

pertumbuhan fisik, dan pencapaian di bidang pendidikan rendah. (The World

Bank, 2010;UNICEF)

2.1.2 Epidemiologi Stunting

Kejadian balita stunting (pendek) merupakan masalah gizi utama yang

dihadapi Indonesia. Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi (PSG) selama tiga

tahun terakhir pendek memiliki prevalensi tertinggi dibandingkan dengan masalah

gizi lainnya seperti gizi kurang kurus, dan gemuk. Prevalen balita pendek

mengalami peningkatan dari tahun 2016 yaitu 27,5% menjadi 29,6% pada tahun

2017.

Gambar 2.1 Masalah Gizi di Indonesia Tahun 2015-2017

5
Prevalensi balita pendek di Indonesia cenderung statis. Hasil Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan prevalensi balita pendek

di Indonesia sebesar 36,8%. Pada tahun 2010, terjadi sedikit penurunan menjadi

35,6%. Namun prevalensi balita pendek kembali meningkat pada tahun 2013 yaitu

menjadi 37,2%. Prevalensi balita pendek selanjutnya akan diperoleh dari hasil

Riskesdas tahun 2018 yang juga menjadi ukuran keberhasilan program yang

sudah diupayakan olehpemerintah.

Gambar 2.2 Prevalensi Balita Pendek di Indonesia Tahun 2007-2013

Survei PSG diselenggarakan sebagai monitoring dan evaluasi kegiatan dan

capaian program. Berdasarkan hasil PSG tahun 2015, Prevalen balita pendek di

Indonesia adalah29%. Angka ini mengalami penurunan padat ahun 2016 menjadi

27,5%. Namun prevalensi balita pendek kembali meningkat menjadi 29,6% pada

tahun 2017.

6
Gambar 2.3 Prevalensi Balita Pendek di Indonesia Tahun 2015-2017

Prevalensi balita sangat pendek dan pendek usia 0-59 bulan di Indonesia

tahun 2017 adalah 9,8% dan 19,8%. Kondisi ini meningkat dari tahun

sebelumnya yaitu prevalensi balita sangat pendek sebesar 8,5% dan balita pendek

sebesar 19%. Provinsi dengan prevalensi tertinggi balita sangat pendek dan

pendek pada usia 0-59 bulan tahun 2017 adalah Nusa Tenggara Timur, sedangkan

provinsi dengan prevalensi terendah adalah Bali.

7
Gambar 2.4. Peta Prevalensi Balita Pendek di Indonesia Tahun 2017

Menurut WHO, prevalensi balita pendek menjadi masalah kesehatan

masyarakat jika prevalensinya 20% atau lebih. Karenanya persentase balita

pendek di Indonesia masih tinggi dan merupakan masalah kesehatan yang harus

ditanggulangi. Dibandingkan beberapa negara tetangga, prevalensi balita pendek

di Indonesia juga tertinggi dibandingkan Myanmar (35%), Vietnam (23%),

Malaysia (17%), Thailand(16%) dan Singapura (4%) (UNSD, 2014). Global

Nutrition Report tahun 2014 menunjukkan Indonesia termasuk dalam 17 negara,

di antara 117 negara, yang mempunyai tiga masalah gizi yaitu stunting, wasting

dan overweight pada balita.

8
2.1.3 Faktor Resiko Stunting

1. Pendidikan Ibu

Penelitian mengenai hubungan antara pendidikan ibu dengan kejadian

stunting yang dilakukan di Kenya memberikan hasil bahwa anak-anak yang

dilahirkan dari ibu yang berpendidikan beresiko lebih kecil untuk mengalami

malnutrisi yang dimanifestasikan sebagai wasting atau stunting daripada anak-

anak yang dilahirkan dari ibu yang tidak berpendidikan. Hasil yang sama juga

diperlihatkan dari hasil penelitian yang dilakukan di Mesir, dimana semakin tinggi

tingkat pendidikan ibu, resiko anak yang dilahirkan stunting semakin kecil. Ibu

yang berpendidikan akan lebih mudah menerima dan memproses informasi

kesehatan dibandingkan dengan ibu yang tidek berpendidikan. (Frost et al, 2004;

Zottarelli et al, 2007; Shrestha & Findeis, 2007; Abuya et al,2010).

2. Sanitasi

Sanitasi dasar adalah sarana sanitasi rumah tangga yang meliputi sarana

buang air besar, sarana pengelolaan sampah dan limbah rumah tangga.

(Kepmenkes No 852 tentang strategi nasional sanitasi total berbasis masyarakat).

Sanitasi yang buruk merupakan penyebab utama terjadinya penyakit di seluruh

dunia, termasuk didalamnya adalah diare, kolera, disentri, tifoid, dan hepatitis A.

Sanitasi yang baik sangat penting terutama dalam menurunkan risiko kejadian

penyakit dan kematian, terutama pada anak-anak. Sanitasi yang baik dapat

terpenuhi jika fasilitas sanitasi yang aman, memadai dan dekat dengan tempat

tinggal tersedia. (Water and Sanitation Program-East Asia and The Pasific)

9
3. Air Bersih

Anak-anak yang bertahan hidup dengan sumber air minum yang

terkontaminasi kemungkinan besar akan menderita malnutrisi, stunting, dan

perkembangan otak (intelektual) yang terhambat. (Clean Water ChangedLives)

4. Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)

Berat bayi lahir rendah (BBLR) diartikan sebagai berat bayi ketika lahir

kurang dari 2500 gram dengan batas atas 2499 gram. Banyak faktor yang

mempengaruhi kejadian BBLR terutama yang berkaitan dengan ibu selama masa

kehamilan. Berat badan ibu kurang dari 50 kg, keluarga yang tidak harmonis

termasuk didalamnya adalah kekerasan dalam rumah tangga dan tidakadanya

dukungan dari keluarga selama masa kehamilan, gizi ibu buruk terutama selama

masa kehamilan, kenaikan berat badan selama kehamilan kurang dari 7 kg, infeksi

kronik, tekanan darah tinggi selama kehamilan, kadar gula darah ibu tinggi selama

kehamilan, merokok, alkohol, dan genetik merupakan beberapa faktor penyebab

bayi yang dilahirkan BBLR.

Berat bayi lahir rendah (BBLR) merupakan masalah kesehatan masyarakat

yang banyak terjadi di negara-negara miskin dan berkembang.Diperkirakan 15 %

dari seluruh bayi yang dilahirkan merupakan bayi dengan berat lahir rendah. Berat

bayi lahir rendah erat kaitannya dengan mortalitas dan morbiditas janin dan bayi,

penghambat pertumbuhan dan perkembangan kognitif dan penyakit kronik ketika

menginjak usia dewasa seperti diabetes tipe II, hipertensi, dan jantung.

10
5. ASI Eksklusif

ASI eksklusif adalah kondisi dimana bayi hanya diberi ASI saja, tanpa

tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan

tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur

nasi, dan tim. Pemberian ASI secara eksklusif ini dianjurkan untuk jangka waktu

setidaknya selama 4 bulan, namun rekomendasi terbaru UNICEF bersama World

Health Asssembly (WHA) dan banyak Negara lainnya adalah menetapkan jangka

waktu pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan. Pemberian makanan padat atau

tambahan yang terlalu dini dapat menggangu pemberian ASI eksklusif serta

meningkatkan angka kesakitan pada bayi .

6. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

Pemberian makanan pada bayi dan anak merupakan landasan yang penting

dalam proses pertumbuhan. Di seluruh dunia sekitar 30 % anak dibawah 5 tahun

yang mengalami stunting merupakan konsekuensi dari praktek pemberian

makanan yang buruk dan infeksi berulang. Meskipun bayi mendapatkan ASI dari

ibu secara optimal, namun jika setelah berusia 6 bulan tidak mendapatkan

makanan pendamping yang cukup baik dari segi kuantitas maupun kualitas, anak-

anak akan tetap mengalami stunting. Diperkirakan sekitar 6% atau 600.000

kematian anak dibawah 5 tahun dapat dicegah dengan memastikan bahwa anak-

anak tersebut diberi makanan pendamping secara optimal.

7. Asupan Makanan (Konsumsi Energi dan Protein)

11
Asupan makanan berkaitan dengan kandungan nutrisi (zat gizi) yang

terkandung didalam makanan yang dimakan.Dikenal dua jenis nutrisi yaitu

makronutrisi dan mikronutrisi. Makronutrisi merupakan nutrisi yang menyediakan

kalori atau energi, diperlukan untuk pertumbuhan, metabolisme, dan fungsi

tubuhlainnya. Makronutrisi ini diperlukan tubuh dalam jumlah yang besar, terdiri

dari karbohidrat, protein, dan lemak (WHO, 2011; Macronutriens, 2008). Tanpa

nutrisi yang baik akan mempercepat terjadinya stunting selama usia 6-18 bulan,

ketika seorang anak berada pada masa pertumbuhan yang cepat dan

perkembangan otak hampir mencapai 90% dari ukuran otak ketika anak tersebut

dewasa (Children at Risk of Stunting and Wasting).

8. Pengeluaran Rumah Tangga (Ekonomi)

Besarnya pendapatan yang diperoleh atau diterima rumah tangga dapat

menggambarkan kesejahteraan suatu masyarakat. Di negara yang sedang

berkembang, pemenuhan kebutuhan makanan masih menjadi merupakan prioritas

utama, dikarenakan untuk memenuhi kebutuhan gizi . Bahwa keluarga terutama

ibu dengan pendapatan rendah biasanya memiliki rasa percaya diri yang kurang

dan memiliki akses terbatas untuk berpartisipasi pada pelayanan kesehatan dan

gizi seperti Posyandu, Bina Keluarga Balita dan Puskesmas, oleh karena itu

mereka memiliki resiko yang lebih tinggi untuk memiliki anak yang kurang gizi.

2.1.4 Upaya Pencegahan Stunting

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan

prevalensi balita pendek di Indonesia sebesar 36,8% walau pada tahun 2010,

terjadi sedikit penurunan, namun prevalensi balita pendek kembali meningkat

12
pada tahun 2013 yaitu menjadi 37,2%. Hasil yang tidak jauh berbeda dengan

Pemantauan status gizi, terjadi peningkatan prevalensi balita pendek dari 2016 ke

2017 dengan hasil akhir 29,7%. Hal ini memperlihatkan bahwa balita pendek kian

meningkat jumlahnya, oleh karena itu perlu dilakukan upaya-upaya pencegahan

stunting pada kelompok umur terutama pada 1000 hari pertama kehidupan anak

(Pusdatin Kemenkes, 2018).

Untuk mengatasi permasalahan gizi ini, pada tahun 2010 PBB telah

meluncurkan program Scalling Up Nutrition (SUN) yaitu sebuah upaya bersama

dari pemerintah dan masyarakat untuk mewujudkan visi bebas rawan pangan dan

kurang gizi (zero hunger and malnutrition), melalui penguatan kesadaran dan

komitmen untuk menjamin akses masyarakat terhadap makanan yang bergizi. Di

Indonesia, Gerakan scaling up nutrition dikenal dengan Gerakan Nasional

Percepatan Perbaikan Gizi dalam rangka Seribu Hari Pertama Kehidupan

(Gerakan 1000 HPK) dengan landasan berupa Peraturan Presiden (Perpres) nomor

42 tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi dengan

sasaran masyarakat, khususnya remaja, ibu hamil, ibu menyusui, anak di bawah

usia dua tahun, kader-kader masyarakat seperti Posyandu, Pemberdayaan

Kesejahteraan Keluarga, dan/atau kader-kader masyarakat yang sejenis, perguruan

tinggi, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan dan keagamaan, Pemerintah

dan Pemerintah Daerah, media massa, dunia usaha, dan lembaga swadaya

masyarakat, dan mitra pembangunan internasional (Rosha BC, 2016; Perpres No.

42 Tahun 2013). Dalam upaya penanggulangan stunting, terdapat 2 model

13
intervensi, yaitu intervensi gizi sensitif, merupakan berbagai kegiatan

pembangunan di luar sektor kesehatan, sasarannya adalah masyarakat umum dan

intervensi gizi spesifik, yang pada umumnya kegiatan ini dilakukan oleh sektor

kesehatan.

Gambar 2.5 Pendekatan Multisektor dan Intervensi Terintegrasi dalam Strategi

(Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat Bappenas, 2018)

Intervensi spesifik merupakan kegiatan yang ditujukan langsung atau khusus

pada kelompok sasaran tertentu seperti balita, ibu hamil, remaja putri, dan

lainnya. Dalam The Lancet seri Ibu dan Anak menunjukkan bahwa terdapat 13

intervensi gizi yang telah terbukti dapat mengurangi masalah stunting sebesar

sepertiga dari prevalensi di dunia, yaitu intervensi melalui suplementasi dan

fortifikasi, mendukung pemberian ASI eksklusif, penyuluhan mengenai pola

14
makan anak, pengobatan untuk kekurangan gizi akut,serta pengobatan infeksi.

Intervensi ini terbukti menghasilkan manfaat yaitu pengurangan biaya dengan

rasio 15,8 berbanding 1,7.

Salah satu intervensi spesifik yangdilakukan di Kota Bogor yaitu melalui

kegiatan posyandu. Posyandu merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan

bersumber daya masyarakat (UKBM) yang dilaksanakan oleh, dari dan bersama

masyarakat, untuk memberdayakan dan memberikan kemudahan kepada

masyarakat guna memperoleh pelayanan kesehatan bagi ibu, bayi dan anak balita.

Pada beberapa negara yang telah berhasil menjalankan dan meyebarluaskan

intervensi gizi menunjukkan keberhasilan didukung oleh sistem kesehatan yang

berfungsi dengan efektif serta keterlibatan kader kesehatan berbasis dari

masyarakat. Salah satu tujuan kegiatan posyandu adalah sebagai upaya

pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak balita. Penelitian Hidayat dan

Jahari menunjukkan bahwa di antara rumah tangga balita yang memanfaatkan

pelayanan kesehatan di posyandu memiliki proporsi balita berstatus gizi baik

(indeks BB/U) dan tidak kurus/ normal(indeks BB/TB) lebih besar.

2.2 Definisi Gizi

Zat gizi dari makanan merupakan sumber utama untuk memenuhi

kebutuhan anak tumbuh kembang optimal sehingga dapat mencapai kesehatan

yang paripurna, yaitu sehat fisik, sehat mental, dan sehat sosial. Oleh karena itu,

slogan umum bahwa pencegahan adalah upaya terbaik dan lebih efektif-efisien

daripada pengobatan, harus benar-benar dilaksanakan untuk mencegah

terjadinya masalah gizi pada anak. Hal ini pula yang menjadi tujuan utama

15
Millennium Development Goals (MDGs) tahun 2015 yang dicanangkan UNICEF

tercapainya keadaan gizi dan kesehatan yang baik serta seimbang.

Setiap harinya, anak membutuhkan gizi seimbang yang terdiri dari asupan

karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral. Asupan kandungan gizi tersebut

dapat diperoleh dari makanan yang dikonsumsi yang berguna untuk pertumbuhan

otak (intelegensia) dan pertumbuhan fisik. Untuk mengetahui status gizi dan

kesehatan anak secara menyeluruh dapat dilihat mulai dari penampilan umum

(berat badan dan tinggi badan), tanda-tanda fisik, motorik, fungsional, emosi dan

kognisi anak. Berdasarkan pengukuran antropometri, maka anak yang sehat

bertambah umur, bertambah berat, dan tinggi dikaitkan dengan kecukupan

asupan makronutrien, kalsium, magnesium, fosfor, vitamin D, yodium, dan zink.

Indonesia memiliki kesepakatan tanda anak sehat bergizi baik yang terdiri dari 10

kriteria, yaitu:

1. Bertambah umur, bertambah padat, bertambah tinggi. Anak dengan

asupan gizi baik akan mempunyai tulang dan otot yang sehat dan kuat karena

konsumsi protein dan kalsiumnya cukup. Jika kebutuhan protein dan kalsium

terpenuhi, massa tubuh pun akan bertambah dan anak akan bertambah tinggi.

2. Postur tubuh tegap dan otot padat. Anak yang memiliki massa otot yang

padat dan tubuh tegap didapat adalah ciri anak yang tidak kekurangan protein

dan kalsium. Mengonsumsi susu dapat membantu anak mencapai postur ideal

kelaknya.

3. Rambut berkilau dan kuat. Protein dari daging, ayam, ikan dan kacang-

16
kacangan dapat membuat rambut menjadi lebih sehat dan kuat. Rambut yang

sehat dapat melindungi kepala si anak.

4. Kulit dan kuku bersih dan tidak pucat. Kulit dan kuku bersih pada anak

menandakan asupan vitamin A,C,E dan mineralnya terpenuhi. Makanan yang

kaya mineral didapatkan dari kangkung, bayam, jambu buji, jeruk, mangga

danlainnya.

5. Wajah ceria, mata bening dan bibir segar. Mata yang sehat dan bening

didapat dari konsumsi vitamin A dan C seperti tomat dan wortel. Bibir segar

didapat dari vitamin B, C dan E seperti yang terdapat dalam wortel, kentang,

udang, mangga,jeruk.

6. Gigi bersih dan gusi merah muda. Gigi dan gusi sehat dibutuhkan untuk

membantu mencerna makanan dengan baik, seperti kalsium dan vitamin B.

Nafsu makan baik dan buang air besar teratur. Nafsu makan baik dilihat dari

intensitas anak makan, idealnya yaitu 3 kali sehari. Buang air besar pun harusnya

setiap hari agar sisa makanan dalam usus besat tidak menjadi racun bagi tubuh

yang dapat mengganggu nafsu makan.

17
2.2.1 Prinsip Gizi Seimbang

Gizi seimbang adalah susunan makanan sehari-hari yang mengandung zat-

zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan

memperhatikan prinsip keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik,

kebersihan, dan berat badan ideal. Gizi seimbang di Indonesia divisualisasikan

dalam bentuk Tumpeng Gizi Seimbang (TGS) yang sesuai dengan budaya

Indonesia. TGS dirancang untuk membantu setiap orang memilih makanan

dengan jenis dan jumlah yang tepat sesuai dengan berbagai kebutuhan menurut

usia (bayi, balita, remaja, dewasa dan usia lanjut), dan sesuai keadaan kesehatan

(hamil, menyusui, aktivitas fisik,sakit).

Gambar 2.6 Piramida Gizi Seimbang

TGS terdiri dari beberapa potongan tumpeng, yaitu:

• 1 potongan besar: golongan makanan karbohidrat,

18
• 2 potongan sedang dan 2 potongan kecil yang merupakan golongan

sayuran dan buah,

• 2 potongan kecil diatasnya yang merupakan golongan protein hewani dan

nabati,dan

• 1 potongan terkecil di puncak yaitu gula, garam, dan minyak yang

dikonsumsi seperlunya.

• Potongan TGS juga dilapisi dengan air putih yang idealnya dikonsumsi 2

liter atau 8 gelas sehari.

• Luasnya potongan TGS ini menunjukkan porsi konsumsi setiap orang per

hari. Karbohidrat dikonsumsi 3 - 8 porsi, sayuran 3 - 5 porsi sedikit lebih

besar dari buah, buah 2-3 porsi, serta protein hewani dan nabati 2 - 3porsi.

• Konsumsi ini dibagi untuk makan pagi, siang, dan malam. Kombinasi

makanan per harinya perlu dilakukan.

• Dibagian bawah TGS terdapat prinsip gizi seimbang yang lain,yaitu pola

hidup aktif dengan berolahraga, menjaga kebersihan dan pantau berat

badan.

Prinsip gizi seimbang harus diterapkan sejak anak usia dini hingga usia

lanjut. Ibu hamil, remaja perempuan serta bayi sampai usia 2 tahun merupakan

kelompok usia yang penting menerapkan prinsip gizi seimbang ini. Kelompok

ini adalah kelompok kritis tumbuh kembang manusia yang akan menentukan

masa depan kualitas hidup manusia. Khusus untuk ibu hamil, akan mengalami

periode window of opportunity, kesempatan singkat untuk melakukan sesuatu

yang menguntungkan dan memanfaatkan zat gizi untuk kesehatan ibu dan janin.
19
Periode ini berkisar dari sebelum kehamilan hingga anak berumur dua tahun.

Prinsip gizi seimbang dinilai efektif dilakukan dalam periode ini karena jika

calon ibu kekurangan gizi dan berlanjut hingga ibu hamil, maka janin akan

kekurangan gizi dan dapat menimbulkan beban ganda masalah gizi. Anak

kurang gizi lambat berkembang, mudah sakit, kurang cerdas, serta ketika

dewasa kegemukan dan beresiko terkena penyakit degeneratif.

2.2.2 Gizi Seimbang Anak Usia Dini

Air susu ibu (ASI) adalah satu-satunya makanan yang mengandung semua

zat gizi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bayi 0-6 bulan. ASI eksklusif tanpa

ditambah cairan atau makanan lain merupakan makanan pertama dalam

kehidupan manusia yang bergizi seimbang. Namun sesudah usia 6 bulan

kebutuhan gizi bayi meningkat dan harus ditambah bahan makanan lain sehingga

ASI tidak lagi bergizi seimbang. Sampai usia 2 tahun merupakan masa kritis dan

termasuk dalam periode window of opportunity. Pada periode kehidupan ini sel-

sel otak tumbuh sangat cepat sehingga saat usia 2 tahun pertumbuhan otak sudah

mencapai lebih 80% dan masa kritis bagi pembentukan kecerdasan. Oleh karena

itu jika pada usia ini kekurangan gizi maka perkembangan otak dan kecerdasan

terhambat dan tidak dapat diperbaiki. Pola makan bergizi seimbang sangat

diperlukan dalam bentuk pemberian ASI dan MP-ASI yang benar.

Ketika memasuki usia 1 tahun, laju pertumbuhan mulai melambat tetapi

perkembangan motorik meningkat, anak mulai mengeksplorasi lingkungan sekitar

dengan cara berjalan kesana kemari, lompat, lari dan sebagainya. Namun pada

20
usia ini anak juga mulai sering mengalami gangguan kesehatan dan rentan

terhadap penyakit infeksi seperti ISPA dan diare sehingga anak butuh zat gizi

tinggi dan gizi seimbang agar tumbuh kembangnya optimal. Sementara ketika

masuk usia 3 tahun, anak mulai bersifat ingin mandiri dan dalam memilih

makanan sudah bersikap sebagai konsumen aktif dimana anak sudah dapat

memilih dan menetukan makanan yang ingin dikonsumsinya. Pada rentang usia

3-5 tahun kerap terjadi anak menolak makanan yang tidak disukai dan hanya

memilih makanan yang disukai sehingga perlu diperkenalkan kepada mereka

beranekaragam makanan.

Saat ini banyak ditemukan anak yang terlalu gemuk sekaligus kurus,

sekitar 14% balita di Indonesia kurus (6% nya sangat kurus) dan sekitar 12%

gemuk. Aktivitas bermain yang meningkat dan mungkin mulai masuk sekolah

membuat anak menunda waktu makan, bahkan orang tua yang tidak

memperhatikan bisa saja membuat anak minta makan menjelang tidur saat ia

terlalu lelah beraktivitas seharian dan baru lapar ketika malam. Pada usia ini anak

juga mulai banyak bermain dengan teman-temannya sehingga mudah tertular

penyakit sehingga perlu ditanamkan kebiasaan makan beragam dan bergizi serta

pola hidup bersih.

2.2.3 Makanan Anak Usia Dini

2.2.2.1 Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI)

Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI) harus dimulai saat

ASI saja tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisi anak sehingga dibutuhkan

21
makanan dan cairan lain bersama dengan ASI. Masa transisi dari ASI

ekslusif sampai makanan keluarga ini terjadi saat bayi berusia sekitar 6-23

bulan. Periode ini adalah masa kritis untuk pertumbuhan dan perkembangan

optimal bayi. MPASI dibutuhkan untuk mengisi kesenjangan antara

kebutuhan nutrisi anak dan jumlah yang dapat dipenuhi oleh ASI. Pemberian

MPASI pada umumnya terjadi pada saat bayi berusi 4-6 bulan. pada masa

ini otot dan saraf bayi mulai dapat digunakan untuk makan. Selain itu, sistem

saluran cerna bayi sudah cukup matang untuk menerima berbagai macam

makanan.World Health Organization (WHO) dan Ikatan Dokter Anak

Indonesia (IDAI) merekomendasikan pemberian MPASI saat bayi berusia 6

bulan.

• Strategi pemberian MPASI yang baik

a) Tepat waktu

MPASI diberikan pada saat bayi berusia 6 bulan, ASI saja sudah

tidak cukup memenuhi kebutuhan gizi makro dan zat gizi mikro bayi.

Kebutuhan energi dan zat besi akan meningkat seiring dengan bertambahnya

usia bayi. Pada bayi yang lahir cukup bulan cadangan zat besi pada usia

setelah 6 bulan akan habis. Ini berarti MPASI harus mampu menyediakan zat

besi yang memenuhi kesenjangan zat besi sejak berusia 6 bulan. Jika tidak

terpenuhi, bayi akan mengalami defisiensi zat besi yang akan mempengaruhi

pertumbuhan dan perkembangan bayi. Ada beberapa kondisi dimana bayi

diperbolehkan makan setelah beusia 4 bulan selama ada tanda dan sikap siap

makan atas nasihat dokter. Tanda siap makan adalah adanya kontrol kepala

22
sehingga kepala bayi tetap tegak dan stabil jika didudukkan, refleks

menjulurkan lidah dan refleks muntah sudah mulai berkurang, serta bayi

menunjukkan ketertarikan terhadap makanan.

Pemberian MPASI dini dapat meningkatkan risiko kekurangan nutrisi

pada bayi dan meningkatkan risiko diare dan berbagai penyakit lainnya

karena bayi menerima lebih sedikit faktor proteksi yang terkandung dalam

ASI. Sedangkan pemberian MPASI terlalu lambat (lebih dari 7 bulan) juga

membahayakan bayi karena dapat meningkatkan risiko gagal tumbuh dan

defisiensi zat gizi mikro.

b) Adekuat

MPASI harus mengandung zat gizi yang lengkap dan seimbang,

dapat memenuhi kebutuhan zat gizi makro seperti karbohidrat,lemak, dan

protein serta mikronutrien seperti vitamin dan mineral. Kecukupan MPASI

dapat dilihat melalui jumlah,frekuensi,konsistensi, dan variasi makanan.

c) Aman dan higienis

Aman dan higienis dalam proses persiapan, pembuatan, dan

penyajian menggunakan cara, bahan, dan alat yang aman serta higienis. Pada

prisnipnya selalu perhatikan prinsip-prinsip berikut dalam menyiapkan dan

menyimpan MPASI:

• Jagalah kebersihan

• Selalu pisahkan antara bahan makanan yang mentah dan yang sudah

dimasak

• Masak makanan sampai matang


23
• Simpan makanan pada suhu yang dianjurkan. Jangan menyimpan

makanan pada suhu ruang lebih dari 2 jam.

• Gunakan air bersih dalam memasak

d) Diberikan secara responsif

MPASI diberikan secara konsisten sesuai dengan sinyal lapar atau

kenyang dari anak. Proses makan tidak memaksa, dan mengikuti aturan.

Pastikan jadwal makan bayi teratur, dengan durasi kurang dari 30 menit per

kali makan, serta tidak ada cemilan yang ditawarkan diluar jadwal makan.

Lingkungan saat makan harus menyenangkan, dan tanpa distraksi.

2.2.2.2 Makanan untuk usia 6-12bulan

Usia 6 bulan. Pada usia ini sudah diberikan makanan tambahan pendamping

ASI (MP-ASI). Hal ini sudah boleh dilakukan karena bayi sudah mempunyai

reflek mengunyah dengan pencernaaan yang lebih kuat. Makanan tambahan

diberikan dalam bentuk lumat dan rendah serat, misalnya pisang yang

dilumatkan, sari jeruk, labu, papaya dan biscuit yang dilumatkan dengan

susu. Pola pemberian dilakukan secara bertahap sebanyak 2 sendok makan

per waktu makan dan diberikan 2 kali sehari. Kenalkan setiap jenis makanan

2-3 hari baru lanjutkan mengenalkan jenis makanan yang lain.

Usia 7 bulan. Pada usia 7 bulan mulai dikenalkan bubur tim saring dengan

campuran sayuran dan protein hewani-nabati. Sehingga pola menunya terdiri

dari buah lumat, bubur susu dan timsaring.

24
Usia 8 bulan. Mulai usia 8 bulan sudah bisa diberi tim cincang untuk

membantu merangsang pertumbuhan gigi, meskipun belum tumbuh gigi,

bayi dapat mengunyah dengan gusi. Untuk meningkatkan kandungan gizi,

makanan pada usia ini dapat ditambah minyak. Minyak akan menambah

kalori dan meningkatkan penyerapan vitamin A dan zat gizilain.

Usia 9 bulan. Secara bertahap mulai dikenalkan makanan yang lebih kental

dan berikan makanan selingan 1 kali sehari. Makanan selingan berupa:

bubur kacang hijau, pudding susu, biscuit susu.

Usia 10 bulan. Kepadatan makanan ditingkatkan mendekati makanan

keluarga, mulai dari tim lunak sampai akhirnya nasi pada usia 12 bulan.

Apa yang harus diperhatikan dalam pemberian MP-ASI?

- Buatlah makanan dari bahan segar yang bebas pestisida dan pengawet.

- Jangan menggunakan MSG, untuk menggantinya dapat digunkan keju

atau kaldu.

- Kenalkan gula dan garam saat usia 12bulan.

- Variasikan sehingga anak tidak bosan sehingga kelak anak terhindar dari

kesulitan makan di usiaberikutnya.

- Jika membeli makanan bayi dalam kemasan perhatikan tanggal

kadaluarsa.

25
2.2.2.3 Makanan anak usia 1-5 tahun

Pada usia ini anak sudah harus makan seperti pola makan keluarga, yaitu:

sarapan, makan siang, makan malam dan 2 kali selingan. Porsi makan pada usia

ini setengah dari porsi orang dewasa. Memasuki usia 1 tahun pertumbuhan mulai

lambat dan permasalahan mulai sulit makan muncul. Sementara itu aktivitas

mulai bertambah dengan bermain sehingga makan dapat dilakukan sambil

bermain. Namun selanjutnya akan lebih baik kalau makan dilakukan bersama

seluruh anggota keluarga dengan mengajarkannya duduk bersama di meja

makan.

Beberapa hal yang harus diperhaikan dalam pemberian makan anak usia 1-5

tahun:

• Selalu variasikan makanan yang diberikan meliputi makanan pokok, lauk

pauk, sayuran dan buah. Usahakan protein yang diberikan juga berganti

sehingga semua zat gizi terpenuhi.

• Variasikan cara mengolah sehingga semua bahan makanan dapat masuk,

misalnya anak tidak mau makan bayam maka bayam dapat dibuat dalam telur

dadar.

• Berikan air putih setiap kali habis makan.

• Hindari memberikan makanan selingan mendekati jam makan utama.

• Ketika masuk usia 2 tahun jelaskan manfaat makanan yang harus dimakan

sehingga dapat mengurangi rasa tidak sukanya.

26
Kebutuhan Gizi dan Anjuran Pembagian Makan Sehari

Usia 6-8 bulan: 650 kalori

Bahan makanan Jumlah Selingan Selingan


Pagi Siang Sore
atau penukar porsi (p) pagi sore
Nasi ½ ¼ ¼
Daging
Tempe
Sayur
Buah 1 ½ ½
Susu ½ ½
Minyak
ASI sekehendak
Taburia 1 sachet sehari
Total sehari 650 84 97 28

Contoh set hidangan:

Energi
Waktu Hidangan Bhn makanan Berat (g) Porsi (p)
(kalori)

Bubur Tepung beras 12 ¼


Pagi 117
susu Susu bubuk 10 2/5

Jam 10 Buahjeruk Jeruk manis 25 ½


52
pepaya Pepaya 60 ½

27
Usia 9-11 bulan: 900 kalori

Bahan makanan Jml Pagi Selinganpa Siang Selingans Sore


atau penukar porsi (p) gi ore
Nasi 1 ¼ ¼

Daging ½

Tempe ½

Sayur ½

Buah 1½ ½ ½

Susu ½ ½

Minyak ½

ASI sekehendak

Taburia 1 sachet sehari

Total sehari 900 122 36 123 25 143

28
Usia 12 bulan: 1100 kalori

Bahan makanan Jml porsi Selingan Selingan


Pagi Siang Sore
atau penukar (p) pagi sore
Nasi 2 ½ ½ 1 ½

Daging 1 ¼ ½ ¼

Tempe 1 ¼ ½ ¼

Sayur 1 ¼ ½ ¼

Buah 2 1 1

Susu ½ ½

Minyak 1½ ½ ½ ½

ASI Sekehendak

Taburia 1 sachet sehari

Total sehari 1100 144 50 218 126 253

29
Usia 1-2 tahun: 1300 kal

Bahan makanan Jml Selingan Selingan


Pagi Siang Sore
atau penukar porsi(p) pagi sore
Nasi 2¼ 7/10 ¼ 7/10 6/10

Daging 1¼ ¼ ¼ ½ ¼

Tempe 1½ ½ ½ ½

Sayur 1½ ¼ ¼ ½ ½

Buah 2 ½ 1 ½

Susu

Minyak 1 ½ ¼ ¼

ASI Sekehendak

Taburia 1 sachet sehari

Total sehari 1300 221 149 261 87 235

30
Usia 3-5 tahun: 1400kal

Bahan makanan Jml porsi Selingan Selingan


Pagi Siang Sore
atau penukar (p) pagi sore
Nasi 3 1 1 1

Sayur 2 ¾ ¾ ½

Buah 2½ ½ 2

Tempe 2 1 1

Daging 3 1 1 1

Minyak 2 ½ ¾ ¾

Gula 2 1 1

Susu 1 1

Total sehari 1400 293,75 75 381,25 275 375

Patokan porsi yang digunakan:

1. Nasi 1 porsi= 3/4 gls=100 g=175kal

2. Sayur 1 porsi= 1 gls=100 g=25kal

3. Buah 1 porsi=1-2 bh=50-190 g=50kal

4. Tempe 1 porsi= 2 ptg sdg=50 g=75kal

5. Daging 1 porsi= 1 ptg sdg= 35 g=75kal

6. Minyak 1 porsi= 1 sdt=5 g=50kal

7. Gula 1 porsi= 1 sdm=13 g=50kal

8. Susu bubuk (tanpa lemak) 1 porsi=4 sdm=20 g=75kal

31
2.2.4 Mengatasi Susah Makan Anak

Susah makan merupakan problem yang dihadapi oleh hampir semua ibu-

ibu. Terkadang anak menolak makanan yang diberikan tanpa tahu apa

penyebabnya. Susah makan dapat pula terjadi karena pemberian makan kepada

anak sudah salah sejak awal. Misalnya anak terlalu lama diberi ASI dan

pengenalan M-ASI terlambat, tidak dikenalkan beragam bahan pangan, terlalu

banyak diberi susu formula atau banyak diberi makanan jajanan. Mengatasi

susah makan dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah

memberikan suasana makan yang nyaman dan menyenangkan, perhatikan pula

hal-hal berikut:

• Ajakan makan harus disampaikan dengan penuh kasih sayang. Lebih ideal

jika disertai dengan menanamkan pemahaman tentang artimakanan.

• Coba dengan menambahkan hal-hal menyenangkan seperti sambil menonton

TV, mendengarkan music atau bermain tetapi usahakan anak tetap duduk dan

sambil berkomunikasi.

• Coba ajak makan bersama temannya.

• Ajak makan bersama seluruh anggota keluarga dan duduk bersama di meja

makan. Biarkan anak makan sendiri dengan alat makan yang sama dengan

anggota keluarga yang lain.

• Buat jadwal makan secara teratur sehingga lama kelamaan anak akan kenal

dan tahu waktunya makan.

32
BAB III

LAPORAN KEGIATAN

3.1 Metode

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah Deskriptif


Analitik. Untuk menilai Pengaruh Pemberian Penyuluhan Makanan
Pendamping ASI terhadap Tingkat Pengetahuan pada Ibu dengan Balita
Stunting di Wilayah Desa Genukharjo Kecamatan Wuryantoro.

3.2 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah dengan rancangan one group pre
and post test design, yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan
tujuan utama melihat pengaruh Pengaruh Pemberian Penyuluhan Makanan
Pendamping ASI terhadap Tingkat Pengetahuan pada Ibu dengan Balita
Stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Wuryantoro berdasarkan grafik TB/U
pada grafik Z-Score. Pengolahan Data dengan menyajikan data statistik dasar
berupa rerata dan simpangan baku. Untuk mengetahui Pengaruh Pemberian
Penyuluhan Menu Makanan Seimbang terhadap Tingkat Pengetahuan Ibu
dengan Balita Stunting dan dilakukan uji statistik T-pait Test jika sebaran
data tidak normal maka akan dilakukan uji alternatif Wilcoxon.

33
3.3 Subjek Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua balita stunting
dan gizi kurang yang berada di wilayah Desa Genukharjo di Puskesmas
Wuryantoro
2. Ukuran Sampel

Pengambilan sampel dengan cara Total Sampling. Karena populasi


penelitian kurang dari 100, lebih baik sampel diambil semua sehingga
penelitiannya merupakan penelitian populasi .Sampel pada penelitian ini
berjumlah 26 orang dengan kriteria yaitu semua ibu yang mempunyai bayi
stunting dan gizi kurang di Desa Genukharjo Kecamatan Wuryantoro.
Dengan metode sampling :

𝑍𝛼 ! 𝑋𝑃𝑋𝑄
𝑛=[ ]
𝑑!

Keterangan :

n = Jumlah Sampel
P = Proporsi , proporsi balita stunting Indonesia 0,3
Q = 1-P = 0,7
d = Tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki (ditetapkan
0,01)
α = Tingkat kemaknaan (ditetapkan 1,96)

3. Metode Pengumpulan Sampel

Metode penelitian ini menggunakan Quasi Eksperimen (eksperimen semu)


yaitu percobaan yang bertujuan untuk mengetahui suatu gejala atau pengaruh
yang ditimbulkan sebagai akibat adanya intervensi atau perlakuan tertentu
(Notoatmodjo, 2010). Jumlah penduduk dan jumlah balita stunting dan gizi
kurang terdapat 26 balita di wilayah kerja Puskesmas Wuryantoro yang
memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Kriteria inklusi adalah semua ibu yang
memiliki balita yang memiliki TB/U <-2SD, dan gizi kurang. Kriteria ekslusi

34
adalah balita yang memiliki TB dan BB normal. Metode pengumpulan data
menggunakan kuisioner pre-test dan post-test.

3.4 Penyajian Data

Data yang telah terkumpul akan ditabulasi dan ditampilkan dalam bentuk
tabel, diagram dan penjelasan naratif.

3.5 Variabel Penelitian

Pada penelitian ini, yang menjadi variabel penelitian adalah balita stunting
yang tercatat pada periode 2019 hingga Oktober 2020.

3.6 Definisi Operasional

1. Stunting

Definisi : Gabungan dari kategori status gizi sangat pendek dan


pendek. Sangat pendek jika Z-Score <3SD, dan pendek
jika Z-Score -3SD- 2SD (Kemenkes)
Alat Ukur : Antropometri
Cara Ukur : Dengan menggunakan WHO-Antropometri TB/U dengan
memperhatikan umur, tanggal survey dan jenis kelamin
Hasil Ukur : Jumlah stunting
Skala Ukur : Numerik
2. Tingkat Pengetahuan Ibu

Definisi : Tingkat pengetahuan ibu tentang MPASI dan gizi


seimbang

Alat ukur : pre test da n post test

Cara ukur : metode kuisioner yang terdapat soal-soal tentang


MPASI dan gizi seimbang

35
Hasil Ukur : pertanyaan terdiru dari 10 soal, setiap jawaban benar
diberi nilai 1, sedangkan untuk jawaban salah diberi
nilai 0.

1. Baik : 75-100%
2. Cukup : 60-74%
3. Kurang: <60 %

3.7 Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini terdiri dari tiga tahap yaitu persiapan penelitian,
pengambilan data penelitian, dan pelaporan hasil penelitian.
Persiapan penelitian diawali dengan penentuan tema dan judul penelitian
dengan berdiskusi dengan pihak Puskesmas Wuryantoro dan dimulai pengambilan
data sekunder dari data laporan tahunan dan register Balita Stunting di Wilayah
Kerja Puskesmas Wuryantoro. Hasil yang diperoleh kemudian direkap dan
disusun dalam penyusunan laporan penelitian.
3.8 Tempat dan Waktu

Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2020. Pengambilan


data dilakukan di wilayah Desa Genukharjo Kecamatan Wuryantoro Kota
Wonogiri

36
BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik Balita

Subjek penelitian sebanyak 26 orang balita yang diketahui stunting terdiri dari
17 orang balita , 11 orang berjenis kelamin laki-laki dan 15 orang berjenis kelamin
perempuan. Hasil ini bisa dilihat di Tabel 5.1 dan Tabel 5.2

Tabel 5.1 Karakteristik Balita Stunting berdasarkan Jenis Kelamin di Wilayah Kerja
Puskesmas Air Tawar

Jenis Kelamin f %

Laki-Laki 11 42.3
Perempuan 15 57.7
Jumlah 26 100

4.2 Karakteristik Responden

1. Karakteristik Responden berdasarkan Usia Ibu

Tabel 5.2.1 Distribusi Responden berdasarkan Usia Ibu yang mempunyai bayi
stunting dan gizi buruk di Desa Genukharjo Kecamatan Wuryantoro

USIA IBU Jumlah Persentase

≤23 - < 25 tahun 6 23.1

25 - 31 tahun 6 23.1

>32 tahun 14 53.8

Total 26 100

37
Dari tabel 5.2.1 didapatkan bahwa sebagian besar responden berusia >32 tahun
, yaitu sebanyak 14 responden (53.8%).

2. Karakteristik Responden berdasarkan Pendidikan Terakhir Ibu

Tabel 5.2.2 Distribusi Responden berdasarkan Pendidikan Ibu yang mempunyai bayi
stunting dan gizi buruk di Desa Genukharjo Kecamatan Wuryantoro

PENDIDIKAN IBU Jumlah persentase


SD 2 7.7
SLTP 10 38.5
SLTA 14 53.8
Total 26 100

Dari tabel 5.2.2 diperoleh hasil bahwa sebagian besar responden


berpendidikan SLTA, yaitu sebanyak 14 respoden (53.8%).

3. Karakteristik Responden berdasarkan Pekerjaan Ibu

Tabel 5.2.3 Distribusi Responden berdasarkan Pekerjaan Ibu yang mempunyai bayi
stunting dan gizi buruk di Desa Genukharjo Kecamatan Wuryantoro

PEKERJAAN IBU Jumlah Persentase

Ibu Rumah Tangga 26 100


Karyawan Swasta 0 0
Buruh 0 0
Dagang 0 0
Total 26 100

Dari tabel 5.2.3 diperoleh hasil bahwa sebagian besar responden tidak
bekerja atau sebagai ibu rumah tangga, yaitu sebanyak 26 responden (100%).

38
4. Karakteristik Responden berdasarkan Jumlah Anak yang Dimilki

Tabel 5.2.4 Distribusi Responden berdasarkan Jumlah Anak yang dimiliki oleh Ibu
Karakteristik Responden berdasarkan Jumlah Anak yang Dimilki


JUMLAH ANAK banyaknya persentase

1 anak 8 30.7

2 anak 14 53.8

> 2 anak 4 15.5

Total 26 100

Dari tabel 5.2.4 diperoleh hasil bahwa sebagian besar ibu,mempunyai 2


orang

anak, yaitu sebanyak 14 responden (53.8%).

5. Karakteristik Responden berdasarkan Pemeriksaan ANC rutin

Tabel 5.2.5 Distribusi Responden berdasarkan Pemeriksaan ANC rutin pada Ibu
yang mempunyai bayi stunting dan gizi buruk di Desa Genukharjo Kecamatan
Wuryantoro

ANC Jumlah persentase


<4 kali 0 0
4 kali 5 19.2
>4 kali 21 80.8
Total 26 100

Dari tabel 5.2.5 diperoleh hasil bahwa sebagian besar responden


memeriksakan kehamilan > 4 kali, yaitu sebanyak 21 respoden (80.8%).

39
6. Karakteristik Responden berdasarkan Penambahan BB selama kehamilan

Tabel 5.2.6 Distribusi Responden berdasarkan Kenaikan BB selama kehamilan pada


Ibu yang mempunyai bayi stunting dan gizi buruk di Desa Genukharjo Kecamatan
Wuryantoro

KENAIKAN BB IBU Jumlah persentase


< 8 kg 10 38.5
9-12 kg 14 53.8
> 12 kg 2 7.7
Total 26 100

Dari tabel 5.2.6 diperoleh hasil bahwa sebagian besar responden


mengalami kenaikan BB 9-12 kg, yaitu sebanyak 14 respoden (53.8%).

40
4.3 Analisa Univariat

Pada tabel 5.3 Data khusus yang disampaikan meliputi tingkat pengetahuan Ibu
dan pemberian makanan pendamping ASI

1. Tingkat Pengetahuan Ibu

Tabel 5.3.1 Distribusi frekuensi Tingkat Pengetahuan Ibu pada saat Pre-test

TINGKAT PENGETAHUAN IBU jumlah persentase


Baik (75-100%) 0 0
Cukup (60-74%) 23 88.5
Kurang (<60%) 3 11.5
Total 26 100

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar responden berpengetahuan


cukup yaitu sebanyak 23 responden (88.5%).

Tabel 5.3.1.2 Distribusi frekuensi Tingkat Pengetahuan Ibu pada saat Post-test

TINGKAT PENGETAHUAN IBU jumlah persentase


Baik (75-100%) 21 80.8
Cukup (60-74%) 5 19.2
Kurang (<60%) 0 0
Total 26 100

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengalami


peningkatan pengetahuan menjadi Baik yaitu sebanyak 21 responden (80.8%).

41
Tabel 5.3.1.3 Peningkatan Penyuluhan Responden Sebelum dan Sesudah
Diberikan Penyuluhan

Variabel Mean P N

± SD Value

Sebelum 1.75 ± 26

diberikan 0.643

penyuluhan 0,002

sesudah 2.13 ± 26

diberikan 0.504

penyuluhan

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa terdapat perbedaan nilai pretest


dan postest. Nilai mean ± SD sebelum diberikan penyuluhan 1.75 ± 0.643
sedangkan nilai mean ± SD 2.13 ± 0.504. Hal ini membuktikan bahwa ibu yang
telah diberikan penyuluhan gizi mengalami peningkatan pengetahuan, dimana
sebelum diberikan penyuluhan nilai mean 1.75 dan setelah diberikan penyuluhan
mengalami peningkatan sebanyak 2.13. Hasil analisis data uji wilcoxon
pengetahuan ibu dalam pemberian makanan pendamping ASI dan gizi seimbang
didapatkan nilai signifikansi p = 0.002 < 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa
Ha diterima dan H0 ditolak yang artinya penyuluhan gizi berpengaruh terhadap
tingkat pengetahuan ibu dalam pemberian makanan pendamping ASI dan gizi
seimbang pada balita di Desa Genukharjo Kecamatan Wuryantoro

Berdasarkan tabel 5.3.1.3 nilai mean sebelum diberikan penyuluhan 1.75


sedangkan nilai mean setelah dilakukan penyuluhan 2.13. Hal ini membuktikan
bahwa tingkat pengetahuan mengalami peningkatan sebanyak 2.13 setelah
diberikan penyuluhan. Berdasarkan hasil uji wilcoxon didapatkan p= 0.002 < a
(0.05). Hal ini membuktikan bahwa pemberian penyuluhan pada ibu-ibu Desa
Genukharjo berpengaruh positif terhadap tingkat pengetahuan pemberian
makanan pendamping ASI dan gizi seimbang pada balita. Hasil penelitian ini

42
sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dasuki 2012 yang
menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu
tentang gizi dengan perkembangan kognitif balita. Tetapi hasil penelitian ini
berbeda dengan hasil penelitian Merdawati 2008 bahwa hasil penelitiannya
disimpulkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu
tentang grafik berat badan pada KMS, dan pengetahuan ibu tentang pola
pemberian makanan pada balita dengan status gizi balita. Peningkatan
pengetahuan responden setelah mengikuti penyuluhan memperkuat teori
Notoatmojo (2007) dan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dian (2013), tingkat
pengetahuan dari seseorang ada 6 tingkatan yaitu tahu, memahami, aplikasi,
analisis, sintesis, dan evaluasi. Namun pada hasil penelitian ini masih hanya
terlihat dari tataran tahu dan memahami. Pada tataran aplikasi, analisis, sintesis,
dan evaluasi belum ditindaklanjuti oleh peneliti, hal ini disebabkan untuk aplikasi,
analisis, sintesis, dan evaluasi dapat berkaitan dengan perilaku ibu dalam
memberikan asupan gizi seimbang kepada anaknya dalam kehidupan sehari-hari.
Peningkatan pengetahuan pada responden dapat dipengaruhi oleh faktor interaksi
antara anggota keluarga, materi penyuluhan, dan pemberi penyuluhan.

43
BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil penelitian dari 80 anak anak stunting di dapatkan data


jenis kelamin pada anak yang mengalami stunting di wilayah kerja Puskesmas Air
Tawar yaitu terdiri dari 48 (60%) orang berjenis kelamin laki-laki dan 32 (40%)
orang berjenis kelamin perempuan. Hal ini senada dengan penelitian yang
dilakukan di Bangladesh, Libya dan Indonesia oleh Ramli et al (2009) tetapi,
penelitian yang dilakukan di perkotaan amazon, diperoleh hasil bahwa tidak
terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan keadian stunting (Sinaga, 2016).
Tidak adanya hubungan antara jenis kelamin dengan risiko stunting adalah
karena pada anak-anak belum terlihat adanya perbedaan kecepatan dan
pencapaian pertumbuhan pada laki-laki dan perempuan. Perbedaan tersebut akan
mulai terlihat ketika memasuki usia remaja, dimana perempuan akan terlebih
dahulu mengalami peningkatan kecepatan pertumbuhan. Hal ini menyebabkan
resiko stunting pada laki-laki dengan perempuan tidak menunjukkan perbedaan
yang bermakna sehingga keduanya dapat terkena risiko stunting dengan
kemungkinan yang sama (Ma’artussalehah A, 2013).

5.2 Pengaruh Pemberian Penyuluhan Makanan Pendamping ASI (MPASI)


terhadap Tingkat Pengetahuan pada Ibu dengan Balita Stunting

Hasil penelitian antara pengaruh penyuluhan terhadap tingkat pengetahuan


ibu tentang pemberian makanan pendamping ASI di Desa Genukharjo Tahun
2020 menunjukkan bahwa adanya pengaruh yang sangat cukup bermakna antara
variabel tingkat pengetahuan ibu dengan pemberian penyuluhan tentang makanan
pendamping ASI dan gizi seimbang. Dari 26 responden yang diteliti, untuk
kategori post-test baik terdapat 21 orang (81%) responden setelah mendapatkan
penyuluhan tentang makanan pendamping ASI dan gizi seimbang, dengan
sebelumnya kategori terbanyak pada pre-test di kategori cukup yaitu 23 orang
(88%) responden. Hal ini dapat terjadi karena pentingnya pemberian penyuluhan

44
terhadap pengetahuan ibu. Susanti pada tahun 2010 yang melakukan penelitian
tentang pengaruh penyuluhan gizi terhadap perilaku ibu dalam penyediaan
menu seimbang untuk balita di desa Ramunia-I Kecamatan pantai Labu
Kabupaten Deli Serdang Tahun 2010, dimana hasil penelitian menyimpulkan
bahwa ada pengaruh penyuluhan gizi terhadap tindakan ibu dalam
penyediaan menu seimbang untuk balita (p < 0,05).
Semua responden penelitian berpendidikan formal dimana 2 responden (8%)
berpendidikan SD, 10 responden (38%) berpendidikan SLTP dan 14 responden
(54%) berpendidikan SLTA. Data tersebut menunjukkan bahwa pendidikan
sebagian besar responden diatas pendidikan dasar di Indonesia sehingga
mempengaruhi pola pikir individu dalam hal penerimaan dan pemahaman atas
informasi tersebut yang dapat berpengaruh terhadap pengetahuan yang
bersangkutan. Dalam hal ini pengetahuan dapat dipengaruhi oleh lingkungan
sosial sehingga dalam prakteknya tidak sesuai dengan teori yang ada. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Saryono (2003) bahwa sikap positif yang timbul dari
suatu pengetahuan akan membuat individu memiliki niat untuk melakukan suatu
perilaku. Terwujudnya niat menjadi perilaku tergantung pada beberapa faktor
seperti lingkungan sekitar, norma, aturan dan sebagainya.
Karakteristik responden yang lain adalah pekerjaan dimana sebagian besar
responden merupakan ibu rumah tangga, ini berarti responden memiliki
ketersediaan waktu yang lebih banyak untuk meningkatkan pengetahuan
mengenai MP-ASI dan mengaplikasikannya pada pelaksananan pemberian MP-
ASI. Responden juga memiliki kesempatan untuk memperhatikan zat gizi dari
MP-ASI yang diberikan (Ariani, 2008).
Responden penelitian yang memiliki 2 orang anak sebanyak 14 orang (54%),
diikuti yang memiliki seorang anak sebanyak 8 orang (31%) sehingga
dimungkinkan responden belum begitu banyak memiliki pengalaman dalam
memberikan MP-ASI. Berdasarkan penelitian milik Saryono (2003), pola
kekerabatan di Indonesia masih menganut sistem Extended Family dimana ada
lebih dari dua generasi yang tinggal bersama dalam satu rumah sehingga
memungkinkan seseorang telah memiliki pengalaman merawat anak sebelum
berkeluarga karena ikut mengasuh anak saudaranya. Hal ini sesuai dengan

45
pernyataan Notoatmodjo (2007) bahwa pengetahuan juga dapat diperoleh melalui
pendidikan, pengalaman diri sendiri maupun orang lain, media massa serta
lingkungan. Pengalaman merupakan sarana untuk mencapai kematangan dan
perkembangan kepribadian, pengalaman dalam memberikan MP-ASI dapat
diperoleh dengan cara melihat orang lain yang melakukan atau melakukannya
sendiri. Namun jika pengalaman awal yang didapat salah, hal itu dapat berakibat
pada praktek selanjutnya.
Menurut UU No.36 tahun 2009, penyuluhan kesehatan
diselenggarakan guna meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kemauan, dan
kemampuan masyarakat untuk hidup sehat, dan aktif berperan serta dalam
upaya kesehatan. Penyuluhan kesehatan diselenggarakan untuk mengubah
perilaku seseorang atau kelompok masyarakat agar hidup sehat melalui
komunikasi, informasi, dan edukasi. Salah satu bentuk dari penyuluhan
kesehatan adalah penyuluhan gizi. Penyuluhan gizi merupakan salah satu
unsur penting dalam meningkatkan status gizi masyarakat untuk jangka
panjang. Melalui sosialisasi dan penyampaian pesan-pesan gizi yang praktis
akan membentuk suatu keseimbangan bangsa antara gaya hidup dan pola
konsumsi masyarakat. Seseorang yang berpengetahuan gizi baik cenderung
memilih makanan yang lebih baik mutu maupun jumlahnya (Depkes RI, 2002).

46
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Jenis kelamin perempuan lebih banyak dari pada laki-laki pada belita

stunting dan gizi kurang wilayah Desa Genukharjo Kecamatan

Wuryantoro

2. Terdapat pengaruh yang bermakna pada pemberian penyuluhan menu

makanan seimbang terhadap peningkatan pengetahuan ibu yang memiliki

anak stunting dan gizi kurang

6.2 Saran

Terdapat banyak faktor resiko lain mengenai stunting selain faktor asupan

nutrisi yang kurang seperti, sosio ekonomi orang tua, lingkungan tempat

tinggal, tingkat pendidikan orang tua, faktor prenatal, imunisasi, ASI ekslusif

dll. Sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan stunting

dengan faktor lainnya agar penatalaksanaan komprehensif.

Bagi petugas kesehatan di Puskesmas Wuryantoro penelitian ini sebagai

sumber informasi dalam pengambilan kebijakan untuk meningkatkan

penyampaian informasi bisa dengan mengumpulkan para ibu balita dengan

tinggi badan kurang dan gizi kurang dalam suatu kelompok. Lalu diberikan

promosi kesehatan terutama penyuluhan khusus dari bidang gizi dan tumbuh

kembang anak serta melakukan tinjauan kerumah-rumah untuk melihat

lingkungan, keadaan sosial ekonomi serta ketersediaan air bersih.

47
Bagi peneliti berikutnya, diharapkan untuk lebih meneliti dan

mengembangkan beberapa faktor yang mempengaruhi dalam

pemberian MP-ASI agar MP-ASI di berikan secara tepat. Bagi ibu

diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang pemberian

makanan pendamping ASI sehingga bayi mendapatkan gizi yang

cukup unuk pertumbuhan dan perkembangannya.

48
DAFTAR PUSTAKA

1. Abuya, A.A., Kimani, K.J., & Elijah, O.O. (2010). Influence of maternal

educationon child health in Kenya.

http://paa2010.princeton.edu/download.aspx?submissionId=100182

2. American Thyroid Association. (2011). Iodine deficiency.

http://www.thyroid.org/patients/patient_brochures/iodine_deficiency.html

3. Anderson, J., & Young, L. (2008). Fat-soluble vitamins.

http://www.ext.colostate.edu/pubs/foodnut/09315.html

4. Arisman. (2008). Gizi dalam daur kehidupan : buku ajar ilmu gizi, ed. 2.

Jakarta : EGC.

5. Astari, L.D., Nasoetion, A., & Dwiriani, C.M. (2005). Hubungan

karakteristik keluarga, pola pengasuhan dan kejadian stunting anak

usia 6-12 bulan. Media Gizi & Keluarga, 29 (2) : 40-46.

6. Bobroff, L.B., & Jensen, N.C. (2009, Desember). Facts about vitamin A.

http://edis.ifas.ufl.edu/pdffiles/fy/fy20600.pdf

7. Brown, J.E. (2005). Nutrition through the life cycle (2nd ed.). USA :

Wadsworth.B vitamins. (2011).

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/bvitamins.html

8. Children at risk of stunting and wasting.

http://www.dairyglobalnutrition.org/content.cfm?ItemNumber=88374

9. Consumption and cost.

http://www.jabarprov.go.id/root/dalamangka/dda2003Konsumsi.pdf

49
10. Dietary fats: know which types to choose. (2011, February15).

http://www.mayoclinic.com/health/fat/NU00262

11. Depkes RI. (2004). Sistem Kesehatan Nasional.

http://www.depkes.go.id/downloads/SKN+.PDF

12. Depkes RI. (2008). Strategi nasional sanitasi total berbasis masyarakat.

http://www.depkes.go.id/downloads/pedoman_stbm.pdf

13. Facts for feeding: feeding low birthweight babies. (2006).

http://www.linkagesproject.org/media/publications/FFF_LBW_3-30-

06.pdf

14. Ma’artussalehah A, Bardosono S (2013). Prevalensi Anak Beresiko

Stunting dan Faktor-faktor yang Berhubungan Studi Cross Sectional pada

Anak usia 3-9 tahun di Pondok Pesantren Tapak Sunan Condet pada Tahun

2011. Universitas Indonesia ; Jakarta

15. Norhayati, Noorhayati, Mohammod, Oothuman, Azizi, Fatimah, & Fatmah.

Malnutrition and its risk factors among children 1-7 years old in rural

Malaysian communities. Asia Pasific Journal of Clinical Nutrition

(1997) volume 6, Number 4:260-264.

http://apjcn.nhri.org.tw/server/apjcn/Volume6/vol6.4/norhayatil.html

16. Pengertian dasar imunisasi. (2011).

http://www.artikelkedokteran.com/540/pengertian-dasar-imunisasi.html

17. Rahmawati., 2006. Status gizi dan perkembangan anak usia dini di

Taman Pendidikan Karakter Sutera Alam Desa Sukamantri Bogor. Skripsi

Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor : Bogor.

50
18. Reyes, L., & Manalich, R. (2005). Long term consequences of low birth

weight. http://www.nature.com/ki/journal/v68/n97s/pdf/4496408a.pdf

19. Shrestha, S.S., & Findeis, J.L. (2007). Maternal human capital and

childhood stunting in Nepal: a multi level modeling approach.

http://ageconsearch.umn.edu/bitstream/9723/1/sp07sh02.pdf

20. Teshome, B., Kogi-makau, W., Getahun, Z., & Taye, G. (2009). Magnitude

and determinants of stunting in children under five years of age in food

surplus region in Ethiopia: the case of West Gojam Zone.

http://ejhd.uib.no/ejhdv23n2/98%20Magnitude%20and%20determinant

s %20of%20stunting%20in%20children%20under-.pdf

21. UNICEF. (2004). Low birthweight: country, regional and global

estimate.

http://www.unicef.org/publications/files/low_birthweight_from_EY.pdf

22. UNICEF. (2007). Progress for children.

http://www.unicef.org/publications/files/Progress_for_Children_No_6_r

e vised.pdf

23. UNICEF. (2008). Complementary feeding.

http://www.unicef.org/nutrition/index_24826.html

24. University of Maryland Medical Center. (2011). Vitamin C (ascorbic acid).

http://www.umm.edu/altmed/articles/vitamin-c-000339.htm

25. University of Maryland Medical Center. (2011). Vitamin D.

http://www.umm.edu/altmed/articles/vitamin-c-000339.htm

51
26. Water and Sanitation Program-East Asia & The Pasific. Buku penuntun opsi

Sanitasi yang terjangkau untuk daerah spesifik.

http://www.wsp.org/wsp/sites/wsp.org/files/publications/wsp_Opsi_San

it asi_yang_terjangkau.pdf

27. WHO. (2011). 10 facts on sanitation.

http://www.who.int/features/factfiles/sanitation/en/index.html

28. WHO. (2011). Nutrition: complementary feeding.

http://www.who.int/nutrition/topics/complementary_feeding/en/index.ht

ml

29. WHO. (2011). 10 facts on nutrition.

http://www.who.int/features/factfiles/nutrition/en/index.html

30. Worthington-Roberts, B.S., & Williams, S.R. (2000). Nutrition throughout

the life cycle (4th ed.). Singapore : McGraw-Hill

31. Fat.(2011).

http://health.nytimes.com/health/guides/nutrition/fat/overview.html

32. Frost, M.B., Forste, R., & Haas, D.W. (2005). Maternal education and child

nutritional status in Bolivia : finding the links. Social Science and

Medicine, 60, 395- 407.

http://www.hawaii.edu/hivandaids/Maternal_Education_and_Child_Nutr

it ional_Status_in_BoliviaFinding_the_Links.pdf

33. Gurung, G. (2009). Investing in mother’s education for better maternal and

child health outcomes. Journal of Rural and Remote Health Research,

Education, Practice and Policy.

http://www.rrh.org.au/publishedarticles/article_print_1352.pdf
52
34. Hong, R., Banta, J.E., & Betancourt, J.A. (2006). Relationship between

household wealth inequality and chronic childhood under-nutrition in

Bangladesh. International Journal for Equity in Health.

http://www.equityhealthj.com/content/pdf/1475-9276-5-15.pdf

35. Hutagalung, H. (2004). Karbohidrat.

http://library.usu.ac.id/download/fk/gizi- halomoan

36. Immunizations-general overview. (2010)

http://health.nytimes.com/health/guides/specialtopic/immunizations-

general-overview/overview.html

37. Iron. (2011). http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/iron.html

38. Iron deficiency anemia. (2011). http://www.mayoclinic.com/health/iron-

deficiency-anemia/DS00323

39. Iron Disorders Institute. (2009). Iron overload.

http://www.irondisorders.org/iron-overload

40. Lifewater Internasional. Clean water changed lives: the crisis.

http://www.lifewater.org/water-crisis

41. Mbuya, M.N.N., Chidem, M., Chasekwa, B., & Mishra, V. (2010).

Biological, social, and environmental determinants of low

birthweight and stunting among infants and young children in Zimbabwe.

http://pdf.usaid.gov/pdf_docs/PNADR633.pdf

42. McKinley Health Center. (2008). Macronutriens: the importance of

carbohydrate, protein, and fat.

http://www.mckinley.illinois.edu/handouts/macronutrients.htm
53
43. National Institute of Health. (2011, June 24). Dietary supplement fact sheet:

vitamin C.http://ods.od.nih.gov/factsheets/VitaminC-QuickFacts

44. Kementrian desa dan transmigrasi. 2007. Buku saku desa dalam

penanganan stunting. Jakarta

45. Hestuningtyas, NR & Noer ER. (2014). Pengaruh konseling gizi terhadap

pengetahuan, sikap, praktik ibu dalam pemberian makan anak, dan asupan

zat gizi anak stunting usia 1-2 tahun di kecamatan semarang timur.

54
LAMPIRAN

• Kata sambutan dari Kepala Desa Genukharjo

• Kata Sambutan oleh bidan desa Genukharjo Bu Danik

• Pemberian Penyuluhan tentang MPASI dan gizi seimbang

55
• Pemberian Demo contoh makanan MPASI

• DATA IBU DAN BALITA

No Nama umur Pendidikan Pekerjaan Riw. ANC Penambah


an BB
terakhir Kehamilan

1 Triani 31 SMA IRT CB/2kali 10 kali 12 kg

2 Aditya dyah 30 SMA IRT CK/2kali 11 kali 9 kg

3 Ria widayah 28 SMA IRT CK/2 8 kali 19 kg

4 Aprita 23 SMA IRT CK/1 11 kali 11 kg

5 Erna 24 SMP IRT CK/1 9 kali 10 kg

6 Hartanti 39 SMP IRT CK/2 7 kali 6 kg

7 Desi 33 SMP IRT CK/2 6kali 9kg

8 Sri mulyani 34 SMA IRT CK/2 12 kali 12kg

9 Jiatun 39 SMA IRT CK/2 7kali 8 kg

10 Ari 31 SMA IRT CK/2 14kali 10 kg


ermasasari

11 Hesti 24 SMA IRT CK/1 10kali 9kg

12 Kurie 33 SMK IRT CK/2 6kali 11kg

56
13 Desi 33 SMP IRT CK/2 6kali 9kg

14 Lita 29 SMA IRT CK/1 4kali 1kg

15 Dwi lestari 27 SMP IRT CK/2 10kali 7kg

16 Ida 33 SMK IRT CK/1 4kali 5kg

17 Lia 20 SMP IRT CK/1 8kali 13kg

18 Darsi 40 SMA IRT CK/2 12kali 4,5kg

19 Ririn 21 SMA IRT CK/1 4kali 5kg

20 Desi 22 SMP IRT CK/2 11kali 16kg

21 Siti 34 SD IRT CK/2 10kali 6kg

22 Herna 40 SD IRT CK/4 4kali 4kg

23 Sri mulyani 46 SMP IRT CK/3 4kali 3kg

24 Yuliana 30 SMP IRT CK/2 9kali 12kg

25 Giyarti 39 SMA IRT CK/3 11kali 11kg

26 Ernawati 32 SMP IRT CK/3 6kali 1kg

27

28

29

• Usia <21 tahun : 1 org, usia > 35 tahun: 5 org, usia 21-35: 20 org
• Pendidikan : SD: 2 org, SMP: 10 org, SMA : 14 org
• Pekerjaan : IRT: 26 org
• Riwayat persalinan : cukup bulan
• ANC < 4 kali : 0, ANC 4 kali : 5, ANC> 4 kali : 21 org
• Penambahan BB < 8 kg : 10 org, BB > 12 kg : 2 org, BB 8-12 kg : 15 org

Data Anak
• BB anak PR <-2: 15 org
• BB anak LK <-2 : 11org
• TB< -2 : 17 org

57
No Nama umur Anak ke Jenis BB TB
Kelamin

1 Chalya sadiya 24 bln 2/2 Pr 8,4 kg

2 Zefanya 9 bln 2/2 Pr 6.7kg 66cm

3 Mesya 27 bln 2/2 Pr 9.4kg 85.5cm

4 Grizella 18 bln 1/1 Pr 8 kg 76cm

5 Anindiya 12 bulan 1/1 Pr 6,6 kg 73 cm

6 Safana 22 bln 2/2 Pr 9kg 83cm

7 Aqila 43 bln 2/2 Pr 11.8 kg

8 Arisa aulia 41 bln 2/2 Pr 12kg

9 Carlita 47bln 2/2 Pr 13.2kg

10 ALkeira 46 bln 2/2 Pr 13.6kg 102 cm

11 Alifa 29bln 1/1 Pr 10.7kg

12 Danica 23bln 2/2 Pr 9,2kg 77cm

13 Zidna 43bln 2/2 Pr 11.8kg

14 Inaya 54bln 1/1 Pr 14.5kg

15 Nadiva 27bln 1/1 Pr 10.2kg 82cm

16 Arvino 52bln 1/1 Lk 13.2kg 92cm

17 Azka 25bln 1/1 Lk 10kg 81cm

18 brendy 45bln 2/2 Lk 12.3kg 91cm

19 Ahsan 25bln 1/1 Lk 10kg 81cm

20 Rasekal 57bln 2/2 Lk 13.3kg

21 Azril 37bln 2/2 Lk 8 kg 88cm

22 Ahmad 16bln 4/4 Lk 8,1kg 76cm

23 Septian 37bln 3/3 Lk 12.9kg 77cm

24 Dermansyah 36bln 2/2 Lk 11.9kg

25 Daffa 25bln 3/3 Lk 9.1kg 80cm

26 Arga 27bln 3/3 Lk 9.4kg 79cm

58

• Kuesioner

KUESIONER

Tanggal Pengambilan Data:

Nomor Responden;

A. Data Responden

1. Nama Ibu :
2. Tempat, Tanggal Lahir Ibu :
3. Umur Ibu :
4. Pendidikan Terakhir Ibu :
5. Pekerjaan Ibu :
6. Riwayat kehamilan : cukup bulan /................bulan
7. Riwayat Pemeriksaan kehamilan: ........... kali
8. Riwayat persalinan: spontan / sectio caesaria
9. Penambahan BB ibu selama kehamilan : ......... kg
10. Alamat :
11. Nama Anak :
12. Anak ke:...............dari.......... bersaudara
13. Tempat, Tanggal Lahir Anak :
14. Umur Anak :
15. Jenis Kelamin :
16. Berat Badan :
17. Tinggi badan :

Pre Test /Post Test Pengetahuan Ibu

1. Kapan sebaiknya bayi harus diberi ASI untuk pertama kalinya?

a. Satu minggu setelah bayi lahir

b. Satu hari setelah bayi lahir

c. Saat bayi mulai menangis

d. Segera setelah bayi lahir

2. Apa yang ibu ketahui tentang makanan sehat?

a. Makanan sehat adalah makanan yang mahal.

b. Makanan sehat adalah makanan yang mengandung zat-zat gizi.

c. Makanan sehat adalah makanan yang mengenyangkan.

59
d. Makanan sehat adalah makanan yang enak rasanya.

3. Kapan sebaiknya anak mulai diberi makanan selain ASI?

a. Setelah usia 2 bulan

b. Setelah usia 4 bulan

c. Setelah usia 6 bulan

d. Setelah usia 8 bulan

4. Di bawah ini bahan makanan yang mengandung komposisi gizi seimbang adalah ...

a. Makanan pokok, sayur, susu, vitamin, mineral

b. Makanan pokok, lauk-pauk, vitamin, buah, susu

c. Makanan pokok, sayur, lauk-pauk, buah, vitamin, mineral

d. Makanan pokok, sayur, lauk-pauk, buah, susu

5. Berapa kali idealnya Ibu memberikan makanan pendamping ASI?

a. 2 x Sehari

b. 3 x Sehari

c. 1 x Sehari

d. Saat bayi lapar

6. Daging, telur, susu merupakan contoh makanan yang mengandung...

a. Vitamin

b. Lemak

c. Protein

d. Karbohidrat

7. Pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) harus dilakukan secara bertahap, yaitu ...

a. Dari bentuk bubur cair kemudian bubur kental

b. Langsung dalam bentuk bubur kental

c. Langsung dalam bentuk bubur kental kemudian nasi

padat

60
d. Sesuai dengan selera balita

8. Di bawah ini yang merupakan makanan yang mengandung

lemak nabati adalah ...

a. Tempe dan tahu

b. Nasi dan tempe

c. Mie dan nasi

d. Minyak kelapa dan alpukat

9. Bahan makanan berikut mengandung karbohidrat, kecuali ...

a. Singkong dan nasi

b. Agar-agar dan jelly

c. Makaroni dan mie

d. Kentang dan ubi

10. Pengolahan bahan makanan adalah ...

a. Dicuci-dikupas-dipotong

b. Dicuci-dipotong-dikupas

c. Dikupas-dipotong-dicuci

d. Dikupas-dicuci-dipotong

61
62

63

Anda mungkin juga menyukai