Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Remaja putri merupakan salah satu kelompok yang rawan menderita

anemia. Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 prevalensi anemia di

Indonesia sebesar 21,7%. Prevalensi anemia ada wanita di Indonesia sebesar

23,9%, sedangkan prevalensi anemia pada wanita umur 5 – 14 tahun sebesar

26,4% dan umur 15-25 tahun sebesar 18,4%. Zat besi sang Penderita anemia

di indonesia untuk kelompok umur 15-24 tahun mencapai 18,4% (Riskesdas,

2013). Sedangkan penderita anemia pada usia 11-14 tahun adalah 2,8%

dan usia 15-19 tahun adalah 7,2%.(1)


Anak perempuan dengan usia 10-19 tahun yang telah memasuki masa

pubertas dan mengalami menstruasi, akan membutuhkan lebih banyak

gizi bagi tubuhnya. Pada usia tersebut, remaja mengalami pertumbuhan dan

penambahan berat badan yang sangat cepat. Selain itu, kehilangan zat besi

sebanyak 12,5-15 mg atau 0,4-0,5 mg besi terjadi setiap harinya pada saat

menstruasi sehingga, anak remaja putri rentan terhadap anemia.(2)


Anemia merupakan masalah gizi utama yang terjadi di seluruh dunia.

Menurut World Health Organization (WHO) wanita dengan usia 15-49 tahun

yang menderita anemia di enam Negara yaitu Afrika, Amerika, Asia, Eropa,

Mediteran Timur, dan wilayah Pasifik Barat sebesar 409-595 juta orang di

Asia prevalensi anemia pada wanita usia 15-45 tahun mencapai 191 juta

orang dan Indonesia menempati urutan ke 8 dari 11 negara di Asia setelah

1
2

Srilangka dengan prevalensi anemia sebanyak 7,5 juta orang pada usia 10-19

tahun.(2)
Penderita anemia pada remaja putri berjumlah 26,50% dan wanita

(WUS) 26,9%. Hal ini mengindikasikan anemia masih menjadi masalah

kesehatan di Indonesia. Dari data analisis RISKESDAS 2018 prevalensi

anemia pada remaja di Indonesia mencapai 92,6%. Di Jawa Tengah remaja

dengan anemia cukup tinggi mencapai angka 43,2%. Berdasarkan data dari

Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal tahun 2018 prevalensi anemia pada remaja

13,23%. Banyaknya kejadian kasus anemia pada siswi menunjukkan bahwa

masih kurangnya konsumsi zat gizi besi (Fe) pada remaja putri.(3)
Kebutuhan besi pada remaja putri meningkat karena mengalami

menstruasi/haid berkala yang mengeluarkan sejumlah zat besi setiap bulan.

Peningkatan kebutuhan jumlah total volume darah ini seringkali tidak diikuti

dengan konsumsi zat besi yang adekuat, apalagi saat menginjak usia remaja

putri cenderung ingin memiliki tubuh yang lebih langsing, sehingga sering

melakukan berbagai usaha, diantaranya adalah melakukan diet ketat.(4)


Penambahan asupan atau konsumsi tinggi protein dalam menu makan

kesehariannya. Makanan tinggi protein ini bisa didapatkan d ari telur. Telur

merupakan jenis lauk-pauk protein hewani yang murah, mudah ditemukan,

ekonomis dan salah satu makanan paling padat nutrisi. Jenis telur yang biasa

dikonsumsi oleh masyarakat seperti, telur puyuh, telur itik dan telur ayam ras.

Telur itik merupak an salah satu sumber protein hewani yang memiliki rasa

yang sangat lezat, mudah dicerna dan b ergizi tinggi. Telur itik umumnya

berukuran b esar dan warna kerabang putih sampai hijau keb iruan. Rata-rata

bobot telur itik adalah 60-75 gram. Keunggulan telur itik dibandingkan
3

dengan telur unggas lainnya antaralain kay a ak an mineral, vitamin B6, asam

pantotenat, tiamin, vitamin A, vitamin E,niasin, vitamin B12, dan kandungan

zat besi pada telur yang paling tinggi dibandingkan telur jenis lainya yaitu

mencapai 3,85 gram per 100 gram.(5)


Telur itik merupakan makanan yang tergolong ekonomis serta

merupakan sumber protein yang lengkap. Di dalam telur itik mengandung

sejenis mineral mikro yang sangat penting, yaitu zat besi, seng, dan selenium.

Telur itik mengandung zat besi yang cukup tinggi dibandingkan jenis telur

yang biasa dikonsumsi, kandungan besi telur itik adalah 3,85 gram per 100

gram. Menambah konsumsi telur itik rebus dalam menu diitnya untu k

memperbaiki status gizi agar ibu nifas dapat memperbaiki sel-sel jaringan

yang rusak dan meningkatkan kadar Hemoglobin pada ibu nifas lebih atau

sama dengan 11 gr% sehingga ibu nifas terhindar dari anemia dalam masa

nifasnya.(6)
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang “Pengaruh konsumsi telur terhadap peningkatan

kadar HB pada anemia remaja putri di MTS Aswaja Bumijawa tegal”.


4

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana “Pengaruh

konsumsi telur terhadap peningkatan kadar HB pada anemia remaja putri di

MTS Aswaja Bumijawa tegal”?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui “Pengaruh konsumsi telur terhadap peningkatan kdr HB pada

anemia remaja putri di MTS Aswaja Bumijawa tegal”..


2. Tujuan khusus
a. Mendeskripsikan kadar Hb pada remaja putri sebelum pemberian telur

itik di MTS Aswaja Bumijawa tegal


b. Mendeskripsikan kadar Hb pada remaja putri sesudah pemberian telur

itik di MTS Aswaja Bumijawa tegal


c. Menganalisis Pengaruh konsumsi telur terhadap peningkatan kdr HB

pada anemia remaja putri di MTS Aswaja Bumijawa tegal

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi remaja putri
Mampu memanfaatkan telur itik dalam menigkatkan kadar hemoglobin

dalam darah sehingga dampak anemia pada remaja dapat diminimalisir.


2. Bagi institusi pelayanan
Memberikan konstribusi untuk mengevaluasi program pengobatan

anemia melalui upaya pencegahan dan penanggulangan anemia pada

remaja putri dengan memberikan penyuluhan tentang manfaat telur itik.


3. Bagi penelitian lain
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian

selanjutnya terkait dengan program penanggulangan anemia serta manfaat

telur itik dalam meningkatkan kadar HB.

E. Keaslian Penelitian
Tabel 1. Keaslian Penelitian

Peneliti, Metode
Judul Hasil penelitian
tahun penelitian
5

Sri Karyati Pengaruh konsumsi jenis penelitian Ada perbedaan berma


2016 Telur terhadap adalah Quesy kna kenaikan kadar Hb
peningkatan kadar eksperimen sebelum dan sesudah
Hemoglobin pada dengan perlakuan pada kelompok
remaja putri yang menggunakan intervensi (p = 0,008) maupun
mengalami anemia bentuk rancangan pada kelompok kontrol (p =
Di kudus control group pre 0,001). Terdapat perbedaan
test-post tes kenaikan kadar Hb antara
kelompok intervensi dan
kelompok kontrol (nilai p =
0,000)
Hastuti Pengaruh Konsumsi Penelitian ini Hasil: Sebelum dilakukan
Marlina, Telur Itik Rebus menggunakan penerapan konsumsi telur itik
2015 Terhadap Peningkatan deskriptik analitik rebus, dari 5 partisipan,
Kadar Hemoglobin Pada dengan partisipan 1 kadar Hb 10,2
Ibu Nifas Di Puskesmas pendekatan studi gr/dl, partisipan 2 kadar Hb
Buayan kasus 7,5 gr/dl, partisipan 3 kadar
Hb 10,0 gr/dl, partisipan 4
kadar Hb 9,8 gr/dl, dan
partisipan 5 kadar Hb 10,0
gr/dl. Setalah dilakukan
penerapan konsumsi telur itik
rebus satu butir sehari selama
21 hari ke 5 partisipan
mengalami kenaikan kadar
Hb yaitu partisipan 1 kadar
Hb 11,2 gr/dl, partisipan 2
kadar Hb 10, 1 gr/dl, partisipan
3 kadar Hb 11,9 gr/dl,
partisipan 4 kadar Hb 11,0
gr/dl, dan partisipan 5 kadar
Hb 11,2 gr/dl.
Nocky Tri Efektifitas pemberian Penelitian ini Hasil penelitian diketahui
Rahmadianto. tablet tambah darah merupakan mayoritas siswi sebelum diberi
2014 terhadap kadar Hb siswi penelitian tablet tambah darah mengalami
SLTPN 1 Donorojo kuantitatif anemia ringan sebanyak 102
Kecamatan donorojo eksperimental. siswi (64,56%) dan setelah
kabupaten pacitan sampel diambil diberi tablet tambah darah
dengan mengalami anemia ringan 70
proportionate siswi (44,30%). Hasil uji
random sampling diketahui pemberian tablet
tambah darah efektif terhadap
kadar Hb siswi, yang
ditunjukkan nilai p = 0,026 (p
< 0,05)

Anda mungkin juga menyukai