FAKULTAS KEDOKTERAN
APRIL 2016
UNIVERSITAS TADULAKO
AUTOPSI KLINIK
OLEH :
MOH. CAESAR B.A.P.H ( N 111 14 020)
LESTARI IRAWAN HADI ( N 111 14 013 )
MICHELLINE BRIGITA BOLANG ( N 111 14 012)
SITI RAHMA ( N 111 14 015)
WINDY MENTARI ( N 111 14 0)
PEMBIMBING :
dr. ANNISA ANWAR MUTHAHER, SH, M.Kes, Sp.F
1
BAB I
PENDAHULUAN
Terdapat dua tipe autopsi yang utama, yaitu autopsi forensik dan autopsi
klinik. Autopsi forensik dilakukan pada kasus yang mencurigakan, kekerasan atau
yang tidak diketahui sebab kematiannya. Autopsi klinik dilakukan di rumah sakit
berdasarkan persetujuan keluarga pasien untuk mencari dan mengetahui sebab
kematian.1
Penyebab kematian antara rekam medis dengan audit kematian dapat saja
berbeda. Hal ini dikarenakan konteks penentuan penyebab kematian
ditentukansecara klinis, sedangkan sebagai standar baku emaspenyebab kematian
adalah dengan dilakukan autopsi klinik. Sayangnya, penentuan penyebab
kematian dengan autopsi klinik di Indonesia jumlahnya tidak banyak.4
2
menurun secara progresif, mulai dari sekitar 60% pada tahun 1960 menjadi
kurang dari 10% saat ini. Saat ini banyak alasan yang diperkirakan menjadi
penyebab turunnya jumlah autopsi.5
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Kata autopsi berasal dari bahasa Yunani (artinya untuk melihat sendiri)
dan menjadi istilah rujukan untuk pemeriksaan sistematis pada orang
meninggal dengan tujuan medis, legal, dan/atau ilmu pengetahuan. Dua tipe
autopsi dasar: autopsi klinik dan autopsi forensik atau medikolegal. Autopsi
klinik dilakukan berdasarkan permintaan keluarga yang bertujuan untuk
membuktikan korelasi diagnosis klinis dan gejala-gejala, penentuan
efektifitas pengobatan, mengevaluasi perjalanan dan durasi proses penyakit,
dan proses edukasi mahasiswa kedokteran. Autopsi forensik atau
medikoloegal dilakukan ketika penyebab kematian tidak jelas, biasanya pada
kasus-kasus yang tidak dapat dijelakan, diperkirakan, atau kematian yang
tidak wajar. Investigasi autopsi medikolegal dapat dilakukan hanya jika surat
investigasi dari yang mempunyai kuasa (jaksa, polisis, dan hakim) telah
dikeluarkan.5
Autopsi klinik semakin berkurang dilakukan sekitar setengah abad
terakhir. Jumlah autopsi di rumah-rumah sakit di Amerika dan Eropa telah
menurun secara progresif, mulai dari sekitar 60% pada tahun 1960 menjadi
kurang dari 10% saat ini. Saat ini banyak alasan yang diperkirakan menjadi
penyebab turunnya jumlah autopsi, antara lain: a) meningkatnya diagnosis
ante-mortem yang terpercaya, menyebabkan permintaan autopsi semakin
sedikit; b) pertentangan masyarakat pada diseksi dan pemeriksaan tubuh
manusia postmortem, mungkin dipengaruhi akibat film-film autopsi yang
kejam; c) evolusi teknologi diagnosis yang membuat validitas pemeriksaan
postmortem menjadi kontroversi; d) alasan ekonomi, autopsi bukan saja
menghabiskan biaya tetapi juga tidak memberikan pendapatan; e) persepsi
bahwa autopsi ini merupakan pekerjaan yang memakan waktu; f) alasan legal,
seperti ketakutan diketahuinya suatu kesalahan dalam tindakan medis yang
4
dapat diperkarakan; dan g) terbatasnya kredibilitas penelitian berbasis
autopsi.5
B. Tujuan
Autopsi adalah suatu cara yang bernilai dalam mencari dan menjelaskan
penyakit baru dan untuk evaluasi metode baru dalam bidang pembedahan dan
diagnostik, penanaman alat dan obat-obatan. Selain itu, rekaman autopsi
mempunyai akses langsung ke arsip yang sesuai untuk penelitian diberbagai
area ilmu pengetahuan, seperti penelitian morfologi kelas, imunohistokimia,
genetik, dan toksologi. Penelitian postmorterm dapat menyibak bagaimana
lingkungan mempengaruhi suatu penyakit.5
Secara global penyebab kematian mendadak yang tak terduga
diakibatkan penyakit jantung. Hal ini terjadi tidak hanya didaerah terpencil
tetapi juga di rumah sakit pemerintah. Fakta seperti ini akan mengakibatkan
gambaran inflasi yang berlebihan pada puncak statistik kesehatan nasional
untuk kesalahan formulasi, dan kebijakan yang tidak diinginkan. Penyakit
pankreas dan kantung empedu banyak menjadi masalah untuk diagnosis dan
jarang disebutkan pada surat keterangan kematian. Dalam beberapa situasi
autopsi klinik dapat membantu untuk menyimpulkan penyebab pasti dari
kematian jika dilakukan. Pada penelitian dimana 406 autopsi konsekutif
dilakukan selama 2 tahun dan mereka mengamati bahwa setiap bertambahnya
10 tahun usia akan meningkatkan 16,2% resiko ditemukannya diagnosis
banding yang dikategorikan dalam kelas I dan II (Ketidaksesuaian mayor)
dalam pembandingan menjadi kelas III, IV, dan V. Usia dan keberadan
keberadaan rumah sakit dipengaruhi oleh distribusi ketidaksesuaian diagnosis
atau penyesuaian antara diagnosis klinis dan autopsi klinik.6
Bahkan dalam investigasi empiris, progresif dan melalui prosedur
invasif, perbedaan antara diagnosis klinis dan diagnosis autopsi adalah 10%.
Hal ini menjadi perhatian khusus oleh seluruh dokter dan pakar kesehatan.
Kemungkinan terjadinya kesalahan tindakan medis jarang terjadi selama
prosedur autopsi forensik. Hal ini berkaitan dengan kemungkiana kesalahan
5
diagnosis. Autopsi forensik dapat menyediakan informasi yang dapata
digunakan untuk memperbaiki perawatan dan menurunkan angka kematian
melalui mencegah kemungkianan terjadinya kelalaian medis.6
Ketika hal ini dijadikan pertimbangan, autopsi klinik akan memberikan
sedikit gambaran pada deteksi awal, penatalaksanaan dan periode bertahan
hidup atau penyembuhan dari pasien dengan mengungkap patologi dari
kondisi sistemiknya. Autopsi klinik telah mengidentifikasi beberapa kelainan
kongenital yang sering diabaikan atau tidak terdiagnosis ketika pasien hidup.
Temuan ini akan membantu dalam konseling genetik keluarga untuk
mengidentifikasi masalah dan memberikan kewaspadaan untuk keadaan di
masa depan. Hal ini juga membantu dalam menghilangkan kesalahan pada
pemikiran relatif bahwa hal ini tidak dapat memberikan banyak penanganan
baik jika temuan autopsi luka yang tidak berkaitan dengan nyawa. Hal ini
baik untuk pembuktian hubungan orang tua dan anaknya, data tersebut akan
menguntungkan dalam kleim asuransi yang mungkin dapat ditolak pada
beberapa keadaan seperti melukai diri sendiri dan lain-lain.6
C. Manfaat
6
dalam statistik kesehatan nasional yang secara tidak langusung menentukan
kebijakan kesehatan nasional.6
a. Keluarga
Bagi keluarga manfaat yang diperoleh antara lain: 7,8
1) Diperolehnya informasi mengenai adanya kemungkinan kelainan
genetik atau kelainan yang sifatnya diturunkan pada generasi
berikutnya dalam garis keluarga.
2) Mengkonfirmasi penyebab kematian, dan memantau adanya
kemungkinan kelalaian medik dalam pelayanan.
3) Berpartisipasi dalam pendidikan dan penelitian kedokteran.
b. Institusi Pelayanan Kesehatan
Bagi Institusi Penyelenggara pelayanan kesehatan manfaat yang diperoleh
adalah: 7,8
1) Mengkonfirmasi diagnosis klinis yang dibuat selama pengobatan dan
perawatan.
2) Mengetahui asal penyakit dan perjalanan penyakit yang diderita
pasien.
3) Mendidik dokter dan perawat hingga pada gilirannya meningkatkan
kualitas pelayanan.
4) Merancang obat dan pengobatan yang efektif.
5) Mengidentifikasi sebagai akibat dari pengobatan.
c. Masyarakat
Bagi masyarakat, manfaat yang diperoleh adalah: 7,8
1) Mengevaluasi teknologi pemeriksaan kedokteran yang baru.
2) Menilai efektifitas metode pengobatan yang diberikan pada pasien.
3) Menyelidiki adanya penyakit terkait kondisi lingkungan kerja atau
lingkungan tinggal.
7
D. Regulasi Pelaksanaan Autopsi Klinik
(2) Bedah mayat klinis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan
untuk menegakkan diagnosis dan/atau menyimpulkan penyebab
kematian.
(3) Bedah mayat klinis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
atas persetujuan tertulis keluarga terdekat terdekat pasien.
2. Undang-undang R.I nomor 36 Tahun 2009, Pasal 121: (1) Bedah mayat
klinis dan bedah mayat anatomis hanya dapat dilakukan oleh dokter
sesuai dengan keahlian dan kewenangannya.9
3. Undang-undang R.I nomor 36 Tahun 2009, Pasal 124: (1) Tindakan
bedah mayat oleh tenaga kesehatan harus dilakukan sesuai dengan
norma agama, norma kesusilaan, dan etika profesi.9
4. Pelaksanaan autopsi klinik juga diatur di dalam Peraturan Pemerintah
No. 18 Th. 1981, yaitu:10
1) Pasal 2
Bedah mayat klinis hanya boleh dilakukan dalam keadaan sebagai
berikut :
8
a. Dengan persetujuan tertulis penderita dan atau keluarganya
yang terdekat setelah penderita meninggal dunia, apabila
sebab kematiannya belum dapat ditentukan dengan pasti;
b. Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya yang terdekat,
apabila di duga penderita menderita penyakit yang dapat
membahayakan orang atau masyarakat sekitarnya;
c. Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya yang terdekat,
apabila dalam jangka waktu 2 x 24 (dua kali dua puluh empat)
jam tidak ada keluarga terdekat dari yang meninggal dunia
datang ke rumah sakit.
2) Pasal 3
Bedah mayat klinis hanya dilakukan di ruangan data rumah sakit
yang disediakan untuk keperluan itu.
3) Pasal 4
Perawatan mayat sebelum, selama, dan sesudah bedah mayat klinis
dilaksanakan sesuai dengan masing-masing agama dan kepercayaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan diatur oleh Menteri Kesehatan.
Hasil laporan autopsi klinik dapat dimasukkan dalam rekam medis, dan
dapat diketahui oleh keluarga dan pihak peminta autopsi klinik dengan
mengingat batasan aturan mengenai rekam medis yang tercantum dalam
permenkes 269/MENKES/PER/III/2008 tentang rekam medis.11
9
E. Proses Pelaksanaan Autopsi Klinik
10
Dalam autopsi klinik pemeriksaan dalam memberikan informasi lebih
lanjut dari pemeriksaan luar organ yang relevan dan jaringan selalu
dipertahankan untuk pemeriksaan histopatologi/mikrobiologi sebagai
pemeriksaan rutin. Dengan demikian ahli patologi cenderung lebih
mengandalkan pada pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik organ
internal dan jaringan untuk menentukan penyebab kematian, sehingga
pemeriksaan luar kurang begitu penting. 11
1. Pemeriksaan luar.
Seluruh bagian luar dari tubuh jenazah, mulai dari ujung rambut sampai
ujung kaki diperiksa dengan teliti.12
1) Teknik Virchow
2) Teknik Rokitansky
11
Setelah rongga tubih dibuka, organ-organ dilihat dan diperiksa
dengan melakukan beberapa irisan secara in-situ, baru
kemudian seluruh organ-organ tersebut dikeluarkan dalam
kumpulan organ (en-bloc). 12
3) Teknik Letulle
4) Teknik Ghon
Setelah rongga tubuh dibuka, organ dada dan leher, hati, limpa,
dan organ-organ pencernaan, serta organ-organ urogenital
diangkat keluar sebagai tiga kumpulan organ-organ. 12
3. Pemeriksaan penunjang
12
Untuk pemeriksaan toksikologik diperlukan bahan untuk
mengawetkan sampel, yaitu etil alkohol. Jika tidak ada dapat digunakan
wiski atau es kering (dry ice). Sedangkan untuk pemeriksaan lengkap
diperlukan minimal 4 buah botol dari gelas berwarna gelap dengan mulut
lebar. Botol pertama diisi contoh bahan pengawet sebagai pembanding,
botol kedua diisijaringan traktus digestivus, botol ketiga traktus urinarius,
dan botol ke empat diisi jaringan lain. 2
F. Contoh Kasus
Penemuan Otopsi
13
Pada pemeriksaan mikroskopik jantung menunjukkan hipertrofi miosit
dan pembesaran nukleus (barrel shaped). Kedua ginjal menunjukkan
glomerular fibrosis yang tipikal dengan nefrosklerosis. Semua penemuan ini
sangat umum ditemukan pada pasien dengan riwayat hipertensi.13
Bagian 1
a. Perdarahan subarakhnoid
b. Karena atau konsekuensi dari : ruptur aneurisma berry dari arteri
serebri media
c. Karena atau konsekuensi dari : ________________________________
Bagian 2
14
DAFTAR PUSTAKA
6. Pawar JG, Pawar, GS. Pathological Autopsy: Most Valuable Aid in the
Present Medical and Medico Legal Scenario. J Indian Acad Forensic Med.
Jan- March 2012: 34 (1); p.74-76.
10. Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan
Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi Alat atau Jaringan Tubuh
Manusia
15
11. Kotabagi, et al. 2005. Clinical Autopsy vs Medicolegal Autopsy. MJAFI.
2005: 61 (3); 258-263.
13. Hoyert D. The Autopsy, Medicine, And Mortality Statistics - National Center
for Health Statistics. Vital Health Stat 3(32). USA: Centers for Disease
Control and Prevention; 2005.
16