Anda di halaman 1dari 32

BAGIAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO

AUTOPSI KLINIK

OLEH : PEMBIMBING :
KELOMPOK V dr. ANNISA ANWAR MUTHAHER, SH, M.Kes, Sp.F
KELOMPOK V

MOH CAESAR B A P H – N 111 14 020


LESTARI IRAWAN HADI – N 111 14 013
SITI RAHMA – N 111 14 015
MICHELINE BRIGITA BOLANG – N 111 14 012
WINDY MENTARI – N 111 14 026
PENDAHULUAN
Autopsi  baku emas dan alat paling penting untuk
penilaian kualitas diagnosis klinis

Terdapat dua tipe autopsi yang utama:


 autopsi forensik

 autopsi klinik

2. Dahlan S. Ilmu Kedokteran Forensik. Cetakan VI. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 2008.
PENDAHULUAN
Dalam studi-studi penelitian yang membandingkan
diagnosis klinis dan temuan autopsi,
memperlihatkan ketidaksesuaian kira-kira 25% dari
pasien meninggal yang dilakukan autopsi.2,3
Autopsi klinik semakin berkurang dilakukan sekitar
setengah abad terakhir.
Saat ini banyak alasan yang diperkirakan menjadi
penyebab turunnya jumlah autopsi.5

1. Costache et al. Clinical or Postmortem? The Importance of the Autopsy; a Retrospective Study. Maedica: a
journal of Clinical Medicine. 2014: 9(3); p.261-265.
2. Dahlan S. Ilmu Kedokteran Forensik. Cetakan VI. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 2008.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Kata autopsi berasal dari bahasa Yunani (artinya
untuk melihat sendiri) dan menjadi istilah rujukan
untuk pemeriksaan sistematis pada orang
meninggal dengan tujuan medis, legal, dan/atau
ilmu pengetahuan.3,4

3. Kuijpers et al. The Value of Autopsies in the Era of High-Tech Medicine: Discrepant Finding Persist. Journal
Clinical Pathology. 2014; 67(6): p.512-519.
4. Anwar et al. Analisis Penyebab Kematian Pasien Kanker Paru. Jurnal Respirologi Indonesia. 2014: 7(1); p. 34.
TINJAUAN PUSTAKA
B. TUJUAN
Autopsi klinik adalah suatu cara yang bernilai
dalam mencari dan menjelaskan penyakit baru dan
untuk evaluasi metode baru dalam bidang
pembedahan dan diagnostik, penanaman alat dan
obat-obatan.4

4. Anwar et al. Analisis Penyebab Kematian Pasien Kanker Paru. Jurnal Respirologi Indonesia. 2014: 7(1); p. 34.
TINJAUAN PUSTAKA
B. TUJUAN
 Memberikan sedikit gambaran pada deteksi awal,
penatalaksanaan dan periode bertahan hidup atau
penyembuhan dari pasien dengan mengungkap patologi
dari kondisi sistemiknya.5
 Autopsi klinik telah mengidentifikasi beberapa kelainan
kongenital yang sering diabaikan atau tidak terdiagnosis
ketika pasien hidup. 6
 Membantu dalam konseling genetik keluarga untuk
mengidentifikasi masalah dan memberikan kewaspadaan
untuk keadaan di masa depan.6
5. Vougiouklakis T, Fragkouli K, Mitselou A, Boumba V. A comparison of the provisional clinical diagnosis of
death with autopsy findings. Rom J Leg Med. 2011: 19; p. 177-182.
6. Pawar JG, Pawar, GS. Pathological Autopsy: Most Valuable Aid in the Present Medical and Medico Legal
Scenario. J Indian Acad Forensic Med. Jan- March 2012: 34 (1); p.74-76.
TINJAUAN PUSTAKA
C. Manfaat
1. Keluarga
Bagi keluarga manfaat yang diperoleh antara lain: 7,8
 Diperolehnya informasi mengenai adanya kemungkinan

kelainan genetik atau kelainan yang sifatnya diturunkan pada


generasi berikutnya dalam garis keluarga.
 Mengkonfirmasi penyebab kematian, dan memantau adanya

kemungkinan kelalaian medik dalam pelayanan.


 Berpartisipasi dalam pendidikan dan penelitian kedokteran.

7. Idries AM. Pedoman Praktis Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Sagung Seto; 2009.
8. Sudjari S, Hariadi A, Agus MA. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Surabaya; 2010
TINJAUAN PUSTAKA
C. Manfaat
2. Institusi Pelayanan Kesehatan 7,8
 Mengkonfirmasi diagnosis klinis yang dibuat selama
pengobatan dan perawatan.
 Mengetahui asal penyakit dan perjalanan penyakit yang
diderita pasien.
 Mendidik dokter dan perawat hingga pada gilirannya
meningkatkan kualitas pelayanan.
 Merancang obat dan pengobatan yang efektif.
 Mengidentifikasi sebagai akibat dari pengobatan.
7. Idries AM. Pedoman Praktis Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Sagung Seto; 2009.
8. Sudjari S, Hariadi A, Agus MA. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Surabaya; 2010
TINJAUAN PUSTAKA
Ilmu kedokteran merupakan pihak yang paling
diuntungkan dengan adanya autopsi. Hal ini juga
akan membantu mengembangkan segala bidang
keilmuan. Contohnya, digunakan secara luas dalam
penelitian, pendidikan dan pelatihan tenaga dan
mahasiswa kedokteran. 6

6. Pawar JG, Pawar, GS. Pathological Autopsy: Most Valuable Aid in the Present Medical and Medico Legal
Scenario. J Indian Acad Forensic Med. Jan- March 2012: 34 (1); p.74-76.
TINJAUAN PUSTAKA
C. Manfaat
3. Masyarakat 7,8
 Mengevaluasi teknologi pemeriksaan kedokteran yang
baru.
 Menilai efektifitas metode pengobatan yang diberikan
pada pasien.
 Menyelidiki adanya penyakit terkait kondisi
lingkungan kerja atau lingkungan tinggal.

7. Idries AM. Pedoman Praktis Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Sagung Seto; 2009.
8. Sudjari S, Hariadi A, Agus MA. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Surabaya; 2010
TINJAUAN PUSTAKA
D. Regulasi Pelaksanaan Autopsi Klinik
1. Pelaksanaan autopsi klinik dalam praktek kedokteran, secara hukum
berpijak pada landasan:9
Undang-undang R.I nomor 36 Tahun 2009, Pasal 119: 9
(1) Untuk kepentingan penelitian dan pengembangan pelayanan kesehatan
dapaat dilakukan bedah mayat klinis di rumah sakit.
(2) Bedah mayat klinis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk
menegakkan diagnosis dan/atau menyimpulkan penyebab kematian.
(3) Bedah mayat klinis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas
persetujuan tertulis keluarga terdekat terdekat pasien.
(4) Dalam hal pasien diduga meninggal akibat penyakit yang membahayakan
masyarakat dan bedah mayat klinis mutlak diperlukan untuk menegakkan
diognosis dan/atau penyebab kematiannya, tidak diperlukan persetujuan.

9. Undang-undang R.I nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.


TINJAUAN PUSTAKA
D. Regulasi Pelaksanaan Autopsi Klinik
2. Undang-undang R.I nomor 36 Tahun 2009, Pasal 121: (1)
Bedah mayat klinis dan bedah mayat anatomis hanya dapat
dilakukan oleh dokter sesuai dengan keahlian dan
kewenangannya.9

3. Undang-undang R.I nomor 36 Tahun 2009, Pasal 124:


(1) Tindakan bedah mayat oleh tenaga kesehatan harus
dilakukan sesuai dengan norma agama, norma kesusilaan,
dan etika profesi.9

9. Undang-undang R.I nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.


TINJAUAN PUSTAKA
D. Regulasi Pelaksanaan Autopsi Klinik
4. Pelaksanaan autopsi klinik juga diatur di dalam Peraturan Pemerintah
No. 18 Th. 1981, yaitu:10
1. Pasal 2
Bedah mayat klinis hanya boleh dilakukan dalam keadaan sebagai berikut :
a) Dengan persetujuan tertulis penderita dan atau keluarganya yang terdekat
setelah penderita meninggal dunia, apabila sebab kematiannya belum dapat
ditentukan dengan pasti;
b) Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya yang terdekat, apabila di duga
penderita menderita penyakit yang dapat membahayakan orang atau masyarakat
sekitarnya;
c) Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya yang terdekat, apabila dalam
jangka waktu 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam tidak ada keluarga terdekat
dari yang meninggal dunia datang ke rumah sakit.

10. Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta
Transplantasi Alat atau Jaringan Tubuh Manusia
TINJAUAN PUSTAKA
D. Regulasi Pelaksanaan Autopsi Klinik
4. Pelaksanaan autopsi klinik juga diatur di dalam Peraturan
Pemerintah No. 18 Th. 1981, yaitu:10
2. Pasal 3
Bedah mayat klinis hanya dilakukan di ruangan data rumah
sakit yang disediakan untuk keperluan itu.
3. Pasal 4
Perawatan mayat sebelum, selama, dan sesudah bedah
mayat klinis dilaksanakan sesuai dengan masing-masing
agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
dan diatur oleh Menteri Kesehatan.
10. Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta
Transplantasi Alat atau Jaringan Tubuh Manusia
TINJAUAN PUSTAKA
D. Regulasi Pelaksanaan Autopsi Klinik
Permintaan autopsi klinik juga dapat diajukan oleh institusi
penyelenggara pelayanan kesehatan (puskesmas, rumah
sakit, klinik, atau penyelenggara pelayanan kesehatan
resmi yang lain), institusi pendidikan dan penelitian, atau
dari otorita kesehatan RI (departemen kesehatan atau dinas
kesehatan) dengan persetujuan dari pasien sendiri atau
keluarga dekatnya atau yang mewakilinya secara hukum.11

11. Kotabagi, et al. 2005. Clinical Autopsy vs Medicolegal Autopsy. MJAFI. 2005: 61 (3); 258-263.
TINJAUAN PUSTAKA
D. Regulasi Pelaksanaan Autopsi Klinik
Hasil laporan autopsi klinik dapat dimasukkan
dalam rekam medis, dan dapat diketahui oleh
keluarga dan pihak peminta autopsi klinik dengan
mengingat batasan aturan mengenai rekam medis
yang tercantum dalam permenkes
269/MENKES/PER/III/2008 tentang rekam medis.11

11. Kotabagi, et al. 2005. Clinical Autopsy vs Medicolegal Autopsy. MJAFI. 2005: 61 (3); 258-263.
TINJAUAN PUSTAKA
E. Proses Pelaksanaan Autopsi Klinik
Autopsi klinik dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
undang-undang dan peraturan pemerintah yang
berlaku. Dalam autopsi tidak semua bagian dari
dalam tubuh dikeluarkan tetapi hanya diambil
sebagian kecil yang berupa irisan yang cukup untuk
diperiksa di bawah mikroskop atau dengan alat-alat
lain. Jika pihak ahli waris tidak menyetujui autopsi,
maka dapat dilakukan autopsi sebagian (partial
autopsy) saja.11
11. Kotabagi, et al. 2005. Clinical Autopsy vs Medicolegal Autopsy. MJAFI. 2005: 61 (3); 258-263.
TINJAUAN PUSTAKA
E. Proses Pelaksanaan Autopsi Klinik
Autopsi klinik harus dilakukan sesuai dengan
standar pemeriksaan autopsi (bedah mayat) dengan
membuka rongga kepala, dada dan perut, serta
melakukan pemeriksaan-pemeriksaan penunjang
untuk menentukan sebab kematian. 11

11. Kotabagi, et al. 2005. Clinical Autopsy vs Medicolegal Autopsy. MJAFI. 2005: 61 (3); 258-263.
TINJAUAN PUSTAKA
E. Proses Pelaksanaan Autopsi Klinik
Pemeriksaan eksternal dan internal dilakukan secara
sistematis, mencatat semua kelainan maupun temuan
yang tidak relevan. Sepanjang autopsi, temuan yang
diperoleh yakni tanda-tanda dan gejala klinis dicatat
oleh dokter secara khusus untuk dilihat secara
lengkap dalam mencapai korelasi klinikal-patologis.
11

11. Kotabagi, et al. 2005. Clinical Autopsy vs Medicolegal Autopsy. MJAFI. 2005: 61 (3); 258-263.
TINJAUAN PUSTAKA
E. Proses Pelaksanaan Autopsi Klinik
Semua kelainan yang dicatat dengan teliti juga
membantu dalam mendeteksi berbagai penyakit lain
yang mungkin muncul selain penyebab kematian.
Pada akhir autopsi, penyebab dari kematian
ditentukan oleh pemeriksaan makroskopik dari organ
dan jaringan sehingga memfasilitasi dokter
penyelesaian dokumen awal. Kemudian dikonfirmasi
ke bagian histopatologi/ pemeriksaan mikrobiologi
dengan jaringan yang diawetkan. 11
11. Kotabagi, et al. 2005. Clinical Autopsy vs Medicolegal Autopsy. MJAFI. 2005: 61 (3); 258-263.
TINJAUAN PUSTAKA
E. Proses Pelaksanaan Autopsi Klinik
Dalam autopsi klinik pemeriksaan dalam memberikan
informasi lebih lanjut dari pemeriksaan luar organ
yang relevan dan jaringan selalu dipertahankan untuk
pemeriksaan histopatologi/mikrobiologi sebagai
pemeriksaan rutin. Dengan demikian ahli patologi
cenderung lebih mengandalkan pada pemeriksaan
makroskopik dan mikroskopik organ internal dan
jaringan untuk menentukan penyebab kematian,
sehingga pemeriksaan luar kurang begitu penting. 11

11. Kotabagi, et al. 2005. Clinical Autopsy vs Medicolegal Autopsy. MJAFI. 2005: 61 (3); 258-263.
TINJAUAN PUSTAKA
E. Proses Pelaksanaan Autopsi Klinik
Prosedur melakukan autopsi klinik dan autopsi forensik
kurang lebih sama, yaitu:12
1. Pemeriksaan luar.
Seluruh bagian luar dari tubuh jenazah, mulai dari ujung
rambut sampai ujung kaki diperiksa dengan teliti. 12

2. Pemeriksaan dalam, terdiri atas:


a) insisi (pengirisan), yaitu untuk membuka rongga kepala,
leher, rongga dada, rongga perut, rongga panggul, dan
bagian-bagian lain yang diperlukan. 12

12. Collins KA, Hutchins GM. An Introduction To Autopsy Technique. USA: College of American Pathologist:
2005.
TINJAUAN PUSTAKA
E. Proses Pelaksanaan Autopsi Klinik
b) Pengeluaran organ dalam.
 Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengeluarkan organ-
organ dalam, yaitu: 12
 Teknik Virchow
 Teknik Rokitansky
 Teknik Letulle
 Teknik Ghon
c) Pemeriksaan tiap-tiap organ satu persatu.
d) Pengembalian organ tubuh ke tempat semula.
e) Menutup dan menjahit kembali.

12. Collins KA, Hutchins GM. An Introduction To Autopsy Technique. USA: College of American Pathologist:
2005.
TINJAUAN PUSTAKA
E. Proses Pelaksanaan Autopsi Klinik
3. Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan penunjang tersebut misalnya pemeriksaan laboratorium
sederhana, toksikologik, mikroskopik, serologik, DNA, dan sebagainya. 2
 Untuk pemeriksaan toksikologik diperlukan bahan untuk mengawetkan
sampel. Sedangkan untuk pemeriksaan lengkap diperlukan minimal 4 buah
botol dari gelas berwarna gelap dengan mulut lebar. Botol pertama diisi
contoh bahan pengawet sebagai pembanding, botol kedua diisi jaringan
traktus digestivus, botol ketiga traktus urinarius, dan botol ke empat diisi
jaringan lain. 2
 Untuk pemeriksaan mikroskopik diperlukan bahan pengawet berupa cairan
formalin 10% dan sampel jaringan yang dicurigai ada kelainan dipotong-
potong dalam ukuran yang tidak terlalu besar (1 x 1 x 2,5 cm) karena daya
tembus formalin terbatas. 2

2. Dahlan S. Ilmu Kedokteran Forensik. Cetakan VI. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 2008.
Kasus
Seorang wanita berusia 62 tahun ditemukan
meninggal di tempat tidur pada pagi hari. Ia pergi
tidur pada malam hari sebelum mengeluh sakit
kepala. Terdapat riwayat penyakit hipertensi, obesitas
ringan, dan sakit kepala hebat namun kesehatan
pasien secara umum baik. Keluarga dan dokter yang
merawatnya meminta untuk dilakukan otopsi secara
lengkap.13

13. Hoyert D. The Autopsy, Medicine, And Mortality Statistics - National Center for Health Statistics. Vital Health
Stat 3(32). USA: Centers for Disease Control and Prevention; 2005.
Kasus
Penemuan Otopsi
Pada otopsi ditemukan perdarahan subaraknoid
yang difus disebabkan ruptur aneurima berry di pada
arteri meningea media. Pada pemeriksaan
makroskopik ditemukan berat jantungnya meningkat
menjadi 500 g, terdapat penebalan di ventrikel kiri
menjadi 2,0 cm dan kedua ginjal menunjukkan
permukaan yang granular sesuai dengan
nefrosklerosis.13

13. Hoyert D. The Autopsy, Medicine, And Mortality Statistics - National Center for Health Statistics. Vital Health
Stat 3(32). USA: Centers for Disease Control and Prevention; 2005.
Kasus
Penemuan Otopsi
Pada pemeriksaan mikroskopik jantung menunjukkan
hipertrofi miosit dan pembesaran nukleus (barrel
shaped). Kedua ginjal menunjukkan glomerular fibrosis
yang tipikal dengan nefrosklerosis. Semua penemuan
ini sangat umum ditemukan pada pasien dengan
riwayat hipertensi.13
Secara tidak sengaja ditemukan nodul sebesar 1,5 cm
pada payudara sebelah kiri. Analisis histologi
menunjukkan bahwa tumor merupakan karsinoma
13.
duktal invasif. 13
Hoyert D. The Autopsy, Medicine, And Mortality Statistics - National Center for Health Statistics. Vital Health
Stat 3(32). USA: Centers for Disease Control and Prevention; 2005.
Kasus
Berdasarkan temuan-temuan ini kemungkinan
penyebab dari kematian yaitu :13
 Perdarahan subarakhnoid

 Karena atau konsekuensi dari : ruptur aneurisma

berry dari arteri serebri media


 Karena atau konsekuensi dari : ________________

 Kondisi signifikan lainnya : Hipertensi sistemik

13. Hoyert D. The Autopsy, Medicine, And Mortality Statistics - National Center for Health Statistics. Vital Health
Stat 3(32). USA: Centers for Disease Control and Prevention; 2005.
KESIMPULAN
 Autopsi klinik adalah autopsi yang dilakukan terhadap
jenazah dari penderita penyakit yang dirawat dan
kemudian meninggal dunia di Rumah Sakit.
 Autopsi adalah suatu cara yang bernilai dalam
mencari dan menjelaskan penyakit baru dan untuk
evaluasi metode baru dalam bidang pembedahan dan
diagnostik, penanaman alat dan obat-obatan. Selain
itu, rekaman autopsi mempunyai akses langsung ke
arsip yang sesuai untuk penelitian diberbagai area
ilmu pengetahuan, seperti penelitian morfologi kelas,
imunohistokimia, genetik, dan toksologi.
KESIMPULAN
 Pelaksanaan autopsi klinik akan membawa manfaat
bagi keluarga, institusi penyelenggara pelayanan
kesehatan dan individu di dalamnya serta membawa
manfaat bagi masyarakat luas.
 Autopsi klinik dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
undang-undang dan peraturan pemerintah yang
berlaku. autopsi sebagian (partial autopsy) saja
 Autopsi klinik ini harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
untuk itu.
DAFTAR PUSTAKA
1. Costache et al. Clinical or Postmortem? The Importance of the Autopsy; a Retrospective Study. Maedica: a
journal of Clinical Medicine. 2014: 9(3); p.261-265.
2. Dahlan S. Ilmu Kedokteran Forensik. Cetakan VI. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 2008.
3. Kuijpers et al. The Value of Autopsies in the Era of High-Tech Medicine: Discrepant Finding Persist. Journal
Clinical Pathology. 2014; 67(6): p.512-519.
4. Anwar et al. Analisis Penyebab Kematian Pasien Kanker Paru. Jurnal Respirologi Indonesia. 2014: 7(1); p. 34.
5. Vougiouklakis T, Fragkouli K, Mitselou A, Boumba V. A comparison of the provisional clinical diagnosis of
death with autopsy findings. Rom J Leg Med. 2011: 19; p. 177-182.
6. Pawar JG, Pawar, GS. Pathological Autopsy: Most Valuable Aid in the Present Medical and Medico Legal
Scenario. J Indian Acad Forensic Med. Jan- March 2012: 34 (1); p.74-76.
7. Idries AM. Pedoman Praktis Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Sagung Seto; 2009.
8. Sudjari S, Hariadi A, Agus MA. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Surabaya; 2010
9. Undang-undang R.I nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
10. Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta
Transplantasi Alat atau Jaringan Tubuh Manusia
11. Kotabagi, et al. 2005. Clinical Autopsy vs Medicolegal Autopsy. MJAFI. 2005: 61 (3); 258-263.
12. Collins KA, Hutchins GM. An Introduction To Autopsy Technique. USA: College of American Pathologist:
2005.
13. Hoyert D. The Autopsy, Medicine, And Mortality Statistics - National Center for Health Statistics. Vital Health

Anda mungkin juga menyukai