Anda di halaman 1dari 9

Tugas Forensik

DASAR HUKUM PENGGUNAAN MAYAT UNTUK KEPENTINGAN


PRAKTIKUM KEDOKTERAN
SESUAI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 18 TAHUN 1981
TENTANG BEDAH MAYAT KLINIS DAN BEDAH MAYAT ANATOMIS
SERTA TRANSPLANTASI ALAT DAN ATAU JARINGAN TUBUH MANUSIA

Oleh:
Anindita Ratna Gayatri
G99141032

Pembimbing:
dr. Sugiharto, M. Kes. (MMR), S.H.

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN


MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2015

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan dalam teknologi kedokteran terjadi dengan pesat sejak abad ke-18,
terutama dengan penemuan-penemuan baru seperti penemuan Pasteur dan Kock
dalam pengertian etiologi penyakit, penemuan Rontagen dalam bidang diagnostik dan
lain-lain. Teknologi lebih maju lagi setelah Perang Dunia II dengan penemuan
berbagai antibiotik dan insektisida. Beberapa tahun kemudian teknologi kedokteran
telah berhasil melakukan pergantian alat tubuh manusia dengan alat tubuh buatan atau
dengan organ dari tubuh hewan dan orang lain. Bahkan dengan manipulasi genetik
manusia seolah dapat membuat manusia seperti apa yang diinginkannya. Bagi
seorang dokter, memiliki informasi tentang tubuh manusia adalah penting. Salah satu
informasi dasar tersebut dapat diperoleh dengan pemeriksaan klinis tubuh pasien.
Semua tindakan pemeriksaan pada tubuh pasien yang meliputi palpasi, perkusi
maupun auskultasi. Untuk melakukan semua pemeriksaan maupun pengobatan
dengan teknologi canggih tersebut diperlukan pengetahuan anatomi terlebih dahulu,
yang tentu saja didapat bukan dari manusia percobaan, tetapi dengan belajar dari
buku-buku dan atlas anatomi dan melakukan praktik anatomi mayat. Tetapi disisi lain
menurut pandangan beberapa agama sangat memuliakan jiwa dan jasad manusia,
bahkan setelah wafat sekalipun. Oleh karena itu pada tulisan ini penulis mengkaji
mengenai dasar hukum penggunaan mayat untuk kepentingan praktikum kedokteran.
B. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan pemahaman tentang dasar hukum penggunaan mayat untuk
kepentingan praktikum kedokteran
b. Mencegah terjadinya masalah hukum dalam pelayanan kedokteran.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Anatomi
Pengertian Anatomi menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah Ilmu yang
melukiskan letak dan hubungan bagian-bagian tubuh manusia, binatang atau tumbuhtumbuhan atau uraian yang mendalam tentang sesuatu. Hal tersebut semakna dengan
pengertian Anatomi yang menurut Kamus Kedokteran DORLAND (1996:90) yaitu
Ilmu tentang struktur tubuh hewan dan berhubungan antara bagian-bagiannya, sering
berdasarkan direksi. Oleh sebab itu mendapatkan namanya atau direksi dari tubuh
yang terorganisasi.
Ruang lingkup Studi Anatomi mencakup Anatomi Regional yang mempelajari letak
bagian tubuh. Dan setiap region atau daerah, misalnya lengan, dada, tungkai kepala,
dan seterusnya ternyata terdiri dari sejumlah struktur atau susunan yang umum
terdapat pada semua region. Anatomi adalah ilmu urai yang mempelajari lebih dekat
tentang bentuk dan letak struktur organ tubuh manusia serta hubungan
bagianbagiannya satu sama lain. Hal ini berhubungan dengan istilah Anatomi
Fungsional yang bertalian erat dengan fisiologi atau ilmu faal. Kemudian diketahui
bahwa ada struktur-struktur tertentu yang dapat dilihat dengan mata telanjang. Maka
diperkenalkan istilah Anatomi Makroskopik untuk membedakan dari Anatomi
Mikroskopik yang memerlukan penggunaan mikroskop. Studi Anatomi mempelajari
berbagai sistem dalam tubuh seperti Anatomi Sistematik yang merupakan pembagian
tubuh dalam sistemasistema disusun sesuai dengan fungsinya. Istilah-istilah lain yang
menunjukkan Ilmu yang mempelajari bagian-bagian tertentu antara lain :
1. Osteologi
Mempelajari pengklasifikasian tulang sesuai dengan bentuk formasinya, seperti
tulang kecil dalam rongga telinga tengah, tengkorak, rangka dada, tulang belakang
dan lain-lain.

2. Arthrologi
Mempelajari tentang pengklasifikasian sendi menurut kemungkinan geraknya dan
persambungan pada kerangka, seperti sendi anggota gerak atas, sendi dari tangan dan
jari.
3. Miologi
Mempelajari tentang otot-otot kerangka, otot dikaitkan pada tulang rawan,ligament,
dan kulit.
B. Macam-macam Bedah Mayat
Ada tiga kelompok bedah mayat dilihat dari tujuannya, yaitu bedah mayat anatomi,
bedah mayat klinis, dan bedah mayat forensik.
a. Bedah Mayat Anatomi
Yaitu bedah mayat dengan tujuan menerapkan teori yang diperoleh mahasiswa
kedokteran atau peserta didik kesehatan lainnya sebagai bahan praktikum tentang
ilmu anatomi.
b. Bedah Mayat Klinis
Yaitu pembedahan terhadap mayat yang meninggal di rumah sakit setelah mendapat
perawatan yang cukup dari para dokter. Pembedahan ini dilakukan dengan tujuan
mengetahui secara mendalam sifat perubahan suatu penyakit setelah dilakukan
pengobatan secara intensif terlebih dahulu, serta untuk mengetahui secara pasti jenis
penyakit yang di derita selama pasien sakit.
c. Bedah Mayat Forensik
Yaitu pembedahan terhadap mayat dengan tujuan mencari kebenaran hukum dari
suatu peristiwa yang terjadi, seperti dugaan pembunuhan, bunuh diri atau kecelakaan.
Pembedahan seperti ini biasanya dilakukan atas permintaan pihak kepolisian atau
kehakiman untuk memastikan sebab kematian seseorang. Hasil visum dokter (visum
et repertum) akan mempengaruhi keputusan hakim dalam menentukan suatu perkara.

C. Manfaat Umum Bedah Mayat Anatomi


Dalam studi anatomi dilakukan pembedahan mayat dengan tujuan menerapkan teori
yang diperoleh mahasiswa dan sebagai bahan praktikum tentang ilmu urai tubuh
manusia. Mahasiswa fakultas kedokteran untuk menjadi dokter harus diberi pelajaran
ilmu anatomi baik secara mikroskopis yang disebut ilmu jaringan tubuh (Histologi).
Ilmu anatomi memberikan mahasiswa ilmu pengetahuan tentang alat tubuh serta letak
didalamnya, sedangkan ilmu histologi memberikan pengetahuan tentang susunan selsel berbagai organ. Tanpa ilmu anatomi dan histologi tidak mungkin seorang dokter
mengetahui tentang sususnan tubuh manusia yang sehat, walaupun ada alat peraga
tubuh manusia yang dibuat dari bahan tiruan, namun hal tersebut tidak memberikan
kesan sebenarnya.

BAB III
PEMBAHASAN

DASAR

HUKUM

PENGGUNAAN

MAYAT

UNTUK

KEPENTINGAN

PRAKTIKUM KEDOKTERAN
Ketentuan penggunaan mayat untuk praktikum kedokteran diatur dalam Peraturan
Pemerintah RI No. 18 tahun 1981 mengenai tentang bedah mayat klinis dan bedah
mayat anatomis serta transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia. Disebutkan
bahwa :
BAB III
BEDAH MAYAT ANATOMIS
Pasal 5
Untuk bedah mayat anatomis diperlukan mayat yang diperoleh dari rumah sakit
dengan memperhatikan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 huruf a
dan c.
Pasal 6
Bedah mayat anatomis hanya dapat dilakukan dalam bangsal anatomi suatu fakultas
kedokteran.
Pasal 7
Bedah mayat anatomis dilakukan oleh mahasiswa fakultas kedokteran dan sarjana
kedokteran dibawah pimpinan dan tanggung jawab langsung seorang ahli urai.
Pasal 8
Perawatan mayat sebelum, selama, dan sesudah bedah mayat anatomis dilaksanakan
sesuai dengan masing-masing agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
dan diatur oleh Menteri Kesehatan.

BAB IV
MUSIUM ANATOMIS DAN PATOLOGI
Pasal 9
Untuk kepentingan pendidikan, penyelidikan penyakit, dan pengembangan
ilmu kedokteran diadakan museum anatomis dan patologi yang diatur oleh Menteri
Kesehatan.
Seperti yang disebutkan pada Peraturan Pemerintah No.18 Tahun 1981
tersebut, bahwa penggunaan mayat untuk kepentingan praktikum kedokteran
diperbolehkan dibawah pimpinan dan tanggung jawab ahli urai.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penggunaan mayat untuk kepentingan praktik kedokteran tidak melanggar
hukum karena telah disebutkan pada Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 18 Tahun 1981 bahwa penggunaan mayat diperbolehkan untuk
kepentingan pendidikan, penyelidikan penyakit, dan pengembangan ilmu
kedokteran
B. Saran
Undang-undang tentang Praktik Kedokteran perlu ditinjau kembali agar dapat
dilaksanakan dengan baik dan adil.

DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir Muhammad, 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung : PT Aditya


Citra
Adami Chazawi, 2011. Pelajaran Hukum Pidana I. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Bagir Manan, 2004. Hukum Positif Indonesia, Satu kajian Teoritik. Yogyakarta : FH
UII Press

Bambang Sunggono, 2006. Metode Penelitian Hukum. Jakarta : Raja Grafindo


Persada
Kitab Undang- Undang Hukum Pidana. Pustaka Mahardika.
IDI, 2005. Kode Etik Kedokteran Indonesia
Muladi,2008. Lembaga Pidana Bersyarat. Bandung: Alumni
Moeljatno, 2005. Kitab Undang Undang Hukum Pidana. Jakarta : Bumi Aksara
Moeljatno, 2002. Asas-asas hukum pidana. Jakarta : Asdy Mahasatya
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1981 tentang tentang bedah mayat klinis dan
bedah mayat anatomis serta transplantasi alat dan atau jaringan tubuh
manusia
Ridwan HR, 2006. Hukum Adminintrasi Negara. Jakarta : Raja Grafindo
Sholehuddin, 2004. Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana. Jakarta : Raja Grafindo
Persada
Soerjono Soekanto, 2005. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : Penerbit UI Press
Soerjono Soekanto, 2006. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta : Raja Grafindo
Tri Andrisman, 2009. Asas-Asas dan Dasar Aturan Hukum Pidana Indonesia. Bandar
Lampung : Unila

Anda mungkin juga menyukai