Anda di halaman 1dari 30

TUGAS PORTOFOLIO

DOKTER INTERNSHIP
MEDIKOLEGAL

OTOPSI PADA KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS TANPA


LABEL

Oleh:
dr. Bagoes Ario Bimo
Pembimbing:
dr. Fadhila Rohmi
NIP. 198111082009012007

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SOEROTO


KABUPATEN NGAWI
2016

PORTOFOLIO
Nama Peserta : dr. Bagoes Ario Bimo
Nama Wahana : RSUD Dr. Soeroto Ngawi
Topik : Otopsi pada Korban Kecelakaan Lalu Lintas
Tanggal Kasus : Rabu, 31 Agustus 2016
Nama Pasien : Sdr. EY
No. RM :
Tanggal Presentasi :
Nama Pembinging :
dr. Fadhila Rohmi
(NIP. 198111082009012007)
Obyektif Presentasi :
O Keilmuan O Keterampilan
O Diagnostik O Manajemen

O Penyegaran
O Masalah

O Tinjauan Pustaka
O Istimewa

O Neonatus

O Remaja

O Lansia

O Bayi

O Anak

O Dewasa

O Bumil

Deskripsi: Dilakukan pemeriksaan otopsi pada jenazah korban kecelakaan lalu


lintas.
Tujuan: mengetahui cara melakukan otopsi mayat
Bahan bahasan O Tinjauan Pustaka
O Riset
Kasus O Audit
O
E-mail
Cara membahas O Diskusi O Presentasi & diskusi
O Pos
Data Pasien
Nama : Sdr.EY
Nama Klinik :
Telp.: Terdaftar sejak : Data utama untuk bahan diskusi
A. Deskripsi kasus
Nama
Jenis kelamin
Umur
Alamat
Agama

: Sdr. EY
: Laki-laki
: 17 Tahun
: Jl. Bernadit, Ngawi
: Islam

Kasus
Seorang jenazah laki-laki tidak berlabel terletak di atas meja otopsi
Jenazah dikirim oleh penyidik Kasatlantas Polsek Ngawi pada tanggal 31
Agustus 2016 jam 10.30. Penyidik meminta Instalasi Kedokteran Forensik
RSUD Dr. Soeroto Ngawi

untuk melakukan identifikasi serta

pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam. Otopsi dilakukan tanggal 31


Agustus 2016 mulai pukul 11.00 dan berakhir pukul 12.06. Dijelaskan
oleh penyidik jenazah meninggal setelah mengalami kecelakaan lalu
lintas.
Hasil Pemeriksaan

I.

PEMERIKSAAN LUAR
Jenis kelamin laki-laki, berusia antara lima belas tahun sampai dua
puluh tahun, kulit sawo matang, gizi cukup, panjang tubuh seratus
enam puluh tujuh sentimeter, zakar sudah disunat.
Luka-luka
a. Kepala: Pada pipi kanan terdapat luka babras
b. Anggota gerak atas: Pada siku kanan dan telapak tangan kiri
terdapat luka babras
c. Anggota gerak bawah: Pada pangkal paha kanan terdapat luka
memar, serta pada paha kanan bagian belakang dan lutut kanan
terdapat luka babras
d. Dada dan perut: pada perut bagian bawah terdapat luka memar
e. Genetalia: -

II.

PEMERIKSAAN DALAM
a. Dalam rongga perut terdapat perdarahan kurang lebih 1000 cc
b. Pada hati terdapat luka robek
c. Pada ginjal kanan terdapat luka robek
d. Pada limpa terdapat luka robek
DAFTAR PUSTAKA

Amir amri. 2011. Autopsi Medikolegal edisi kedua. Medan; ramadhan


simp. Kampus usu

Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Autopsi. Dalam:


Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid Kedua. Media Aesculapius.
Jakarta. 2000: 187-9.

Hamdani, Njowito. Autopsi. Dalam: Ilmu Kedokteran Kehakiman. Edisi


Kedua. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 2000 : 48-59.

Chadha, PV. Otopsi Mediko-Legal. Dalam: Ilmu Forensik dan


Toksikologi. Edisi Kelima.

Idries, AM. Prosedur Khusus. Dalam: Pedoman Ilmu Kedokteran


Forensik. Edisi Pertama. Binarupa Aksara. Jakarta. 1997 : 354-61.

Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Autopsi. Dalam:


Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid Kedua. Media Aesculapius.
Jakarta. 2000: 187-9.

Hasil Pembelajaran
1. Mengetahui prinsip otopsi jenazah
2. Mengetahui Dasar hukum dari otopsi
B. Masalah yang diangkat
Apakah dokter boleh melakukan otopsi pada jenazah yang tidak diberi
label?
C. Analisa dan Pembahasan
Otopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, yang meliputi
pemeriksaan terhadap bagian luar maupun dalam dengan tujuan
menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera. Melakukan
interpretasi atau penemuan-penemuan tersebut. Menerangkan penyebab
kematian serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan
yang ditemukan dengan penyebab kematian.
Otopsi medikolegal dilakukan atas permintaan penyidik sehubungan
dengan adanya penyidikan suatu perkara. Hasil pemeriksaan

adalah

temuan obyektif pada korban yang diperoleh dari pemeriksaan medis.


Adapun

persiapan

yang

dilakukan

sebelum

melakukan

otopsi

forensik/medikolegal adalah :
1. Melengkapi surat-surat yang berkaitan dengan otopsi yang
akan dilakukan, termasuk surat ijin keluarga, surat permintaan
pemeriksaan/pembuatan visum.
2. Memastikan mayat yang akan diotopsi adalah mayat yang
dimaksud pada surat tersebut.
3. Mengumpulkan keterangan

yang

berhubungan

dengan

terjadinya kematian selengkap mungkin untuk membantu


member petunjuk pemeriksaan dan jenis pemeriksaaan
penunjang yang harus dilakukan.
Aspek medikolegal :
1. KUHAP pasal 133 ayat 1 dan 2 mengenai permintaan tertulis
dari penyidik TERPENUHI.
2. KUHAP pasal 133 mengenai pelabelan jenazah TIDAK

TERPENUHI.
3. KUHAP pasal 134 ayat 2 dan 3 mengenai persetujuan tertulis
dari pihak keluarga TERPENUHI.
4. Berita acara penyerahan jenazah TERPENUHI.
Berdasarkan Pasal 133 KUHAP Ayat 3 yang berbunyi mayat yang
dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit
harus diperlakukan baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat
tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat diberi cap jabatan
yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat maka
dokter tidak boleh melakukan otopsi sebelum jenazah diberi lebel terlebih
dahulu. Hal ini untuk memastikan bahwa jenazah yang akan diotopsi
memang sesuai dengan identitas pada surat permintaan otopsi dari
penyidik.
Akan tetapi pada kenyataan dilapangan, yang terjadi adalah
terkadang dokter tetap melakukan otopsi pada jenazah yang tidak berlabel
tapi pada kondisi dimana terdapat konfirmasi dari pihak penyidik untuk
menyusulkan label pada keesokan harinya atau beberapa hari berikutnya,
pada saat otopsi hadir keluarga serta penyidik, sehingga bisa memastikan
bahwa jenazah sesuai identitas.
D. Kesimpulan
Pada kasus diatas sebaiknya

dokter

menunggu

penyidik

memberikan label pada jenazah tersebut sebelum diotopsi, agar jenazah


yang akan diotopsi memang sudah sesuai dengan identitas yang ada di
surat permintaan otopsi.

TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Autopsi
Otopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, yang meliputi pemeriksaan
terhadap bagian luar maupun dalam, dengan tujuan menemukan proses penyakit
dan atau adanya cedera, melakukan interpretasi atau penemuan-penemuan
tersebut, menerangkan penyebab kematian serta mencari hubungan sebab akibat
antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian.
Bila dokter melakukan pembedahan pada orang hidup, tujuannya adalah
melakukan tindakan medik invasif kedalam tubuh pasien untuk pengobatan. Bila
ini dilakukan pada orang mati, maka tindakan ini disebut pemeriksaan postmortem, necropsi, obduksi dan seksi. Dalam istilah indonesia dipakai bedah
mayat atau bedah jenazah. Pemeriksaan post mortem (post-sudah, mortem-mati)
berarti pemeriksaan yang dilakukan pada orang yang telah mati. Necropsi berasal
dari necros (jaringan mati) dan opsi (lihat) jadi berarti pemeriksaan pada jaringan
mati. Seksi berasal dari sectio (potong, bedah). Autopsi (autopsy) bila

diterjemahkan langsung berarti lihat sendiri (auto-sendiri, opsi-lihat). Sekarang


istilah yang terakhir ini yang lebih sering dipakai.
Autopsi dimaksud sebagai pemeriksaan luar dan dalam pada mayat untuk
kepentingan pendidikan, hukum dan ilmu kesehatan.
2. Sejarah Autopsi
Autopsi sudah dilakukan sejak beberapa abad yang lalu. Untuk perkembangan
pendidikan dibidang ilmu kedokteran, Raja Frederik II (Jerman) pada abad ke 13
telah memerintahkan dilakukan autopsi setiap 5 tahun dimuka umum.
Autopsi untuk kepentingan hukum (medicolegal autopsy) dimulai di Bologna
(Itali). Oleh Bartholomeo Devarignana tahun 1302.
Sejak abad ke 13 dan 14 autopsi telah merupakan bagian dari pendidikan
mahasiswa fakultas kedokteran. Pada mulanya dipergunakan mayat dari autopsi
medikolegal, yaitu korban pembunuhan dan bunuh diri serta korban hukuman
mati. Demikian penting peranan autopsi pendidikan pada masa itu sehingga
Giovanni Morgagni (1682-1771) yang dianggap sebagai Bapak ilmu Anatomi
menyatakan : Those hwo have dissected or inspected many bodies have at least
learned to doubt, while those who are ignorance of anatomy and do not take take
the trouble to attand to it, are in no doubt at all.
Pada abad 17 di Eropa sedang berkembang pendapat-pendapat terutama dari
kalangan hukum tentang pentingnya dilakukan autopsi untuk mengetahui dan
memastikan secara pasti sebab dan cara kematian. Pendapat ini kemudian diambil
alih oleh para dokter dengan membentuk dan mengembangkan cabang baru ilmu
kedokteran yang bertujuan membantu kalangan hukum dan peradilan melalui
pemeriksaan pada korban maupun sebagai saksi ahli disidang pengadilan. Cabang
baru ilmu kedokteran ini disebut dengan Official Medicine, State Medicine,
Medical Police, Medical Jurisprudence, tetapi akhirnya lebih sering disebut
dengan nama Medicolegal Science. Dalam cabang baru ilmu kedokteran ini
dikembangkan pemeriksaan pada mayat secara menyeluruh, luar dan dalam untuk
kepentingan hukum.
Dalam perkembangan waktu ternyata selain dipakai untuk pendidikan dan
hukum, autopsi berkembang pula untuk kepentingan ilmu kedokteran sendiri yang
disebut dengan autopsi klinik.

3. Jenis Autopsi
Berdasarkan tujuannya, otopsi terbagi atas :
1. Autopsi anatomik, dilakukan oleh mahasiswa fakultas kedokteran untuk
mengetahui susunan jaringan dan organ tubuh
2. Autopsi klinik untuk menentukan sebab kematian pasti dari pasien yang
dirawat dirumah sakit (RS)
3. Autopsi forensik (autopsi kehakiman) untuk membantu penegak hukum dalam
menentukan peristiwa kematian korban secara medis.
a.

Otopsi Anatomi
Autopsi anatomi, yaitu autopsi yang dilakukan oleh mahasiswa fakultas

kedokteran dibawah bimbingan langsung ahli ilmu urai anatomi dilaboratorium


anatomi fakultas kedokteran. Tujuannya adalah untuk mempelajari jaringan dan
susunan alat-alat tubuh dalam keadaan normal. Tidak mungkin seseorang dapat
menjadi dokter tanpa mengenal tubuh manusia dengan segala jaringan, organ
tubuh dan sistemnya. Untuk mengenal jaringan manusia secara mikroskopis
dipelajari dalam histologi.
Pada mulanya tubuh manusia yang dipakai untuk pendidikan ini adalah korban
tindak pidana, terutama pada korban pembunuhan, bunuh diri dan korban
hukuman mati. Pada masa itu autopsi juga dihindari oleh kalangan bukan dokter,
seperti penegak hukum, pejabat negara, pemahat dan pelukis.
Belakangan hari, karena sistem demikian tidak efektif untuk pendidikan
karena harus dilakukan segera dan waktu yang singkat maka dipergunakan mayat
yang sudah diawetkan terlebih dahulu. Dalam al ini digunakan mayat yang tidak
dikenal keluarganya atau kerelaan tertulis dari seseorang yang telah membuat
pernyataan tubuhnya dapat dipakai untuk pendidikan. Karena sulitnya
mendapatkan jenazah untuk pendidikan, petugas kamar mayat (Mr. Burke) di
London melakukan pembunuhan dengan menekan dada korban sehingga terjadi
gangguan pernapasan yang menyebabkan kematian karena asfiksiab tanpa
meninggalkan luka-luka. Asfiksia jenis ini disebut dengan istilah Burking.
Dilakukan untuk keperluan pendidikan mahasiswa fakultas kedokteran. Bahan
yang dipakai adalah mayat yang dikirim ke rumah sakit yang setelah disimpan 2 x
24 jam di laboratorium ilmu kedokteran kehakiman tidak ada ahli waris yang

mengakuinya. Setelah diawetkan di laboratorium anatomi, mayat disimpan


sekurang-kurangnya satu tahun sebelum digunakan untuk praktikum anatomi.
Menurut hukum, hal ini dapat dipertanggungjawabkan sebab warisan yang tak ada
yang mengakuinya menjadi milik negara setelah tiga tahun (KUHPerdata pasal
1129). Ada kalanya, seseorang mewariskan mayatnya setelah ia meninggal pada
fakultas kedokteran, hal ini haruslah sesuai dengan KUHPerdata pasal 935.
b.

Otopsi Klinik
Dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga terjadi akibat suatu

penyakit. Tujuannya untuk menentukan penyebab kematian yang pasti,


menganalisa kesesuaian antara diagnosis klinis dan diagnosis postmortem,
pathogenesis penyakit, dan sebagainya. Otopsi klinis dilakukan dengan
persetujuan tertulis ahli waris, ada kalanya ahli waris sendiri yang memintanya.
Autopsi klinik dilakukan pada penderita yang meninggal setelah dirawat di RS
bertujuan untuk :
c.
d.
e.

Menentukan proses patologis yang terdapat dalam tubuh korban


Menentukan penyebab kematian yang pasti
Menentukan apakah diagnosa klinis yang dibuat selama perawatan sesuai

dengan hasil pemeriksaan post-mortem


f. Menentukan efektifitas pengobatan yang telah diberikan
g. Mempelajari perjalanan lazim suatu penyakit
h. Bermanfaat sebagai pencegahan dalam menghadapi penyakit yang serupa
i.

dikemudian hari
Untuk mengetahui kelainan pada organ dan jaringan tubuh akibat dari suatu
penyakit
Untuk mendapatkan sebab kematian pasti dan tujuan lainnya, autopsi klinik

selalu disertai dengan pemeriksaan yang lengkap, seperti pemeriksaan


bakteriologi, histopatologi, serologi, mikrobiologi, toksikologi, dan lain-lain
sesuai dengan kebuthan.
Seluruh penyakit yang diketahui sekarang merupakan hasil dari kumpulan
autopsi klinis yang dilakukan diberbagai rumah sakit dibeberapa negara dari
dahulu hingga sekarang. Kegiatan ini sangat mempengaruhi perkembangan dan
kemajuan dalam bidang ilmu kesehatan. Di Indonesia pada zaman penjajahan
Belanda dahulu sudah dilakukan kegiatan yang sama, namun sejak indonesia

merdekan dengan kegiatan ini semakin menurun. Bahkan sekarang hampir tidak
dilakukan lagi.
Demikian keamajuan ilmu kesehatan kegiatan ini di Indonesia mulai dirintis
kembali. Untuk itu pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor : 18 Tahun 1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat
Anatomis serta tranplantasi Alat dan atau Jaringan Tubuh Manusia. Dan
dilingkungan ABRI dengan diterbitkannya Keputusan Menhankam, panglima
Angkatan Bersenjata Nomor : KEP/B/20N/1972 tentang Bedah Mayat Klinis
Dalam Lingkungan Angkatan Bersenjata RI.
Namun kegiatan ini ternyata hingga kini belum dapat dilaksanakan. Hambatan
utama adalah karena masyarakat belum menyadari kepentingan pemeriksaan ini.
Keluarga orang sakit sangat keberatan bila dilakukan pemeriksaan pada penderita
yang akhirnya meninggal dirumah sakit. Demikian pula dokter dan rumah sakit
belum berani menghadapi kenyataan kemungkinan salah dalam menetapkan
diagnosa klinis dan pengobatan.
Autopsi klinik dilakukan dengan persetujuan keluarga penderita. Dapat
dilakukan tanpa persetujuan keluarga apabila orang yang meninggal diduga
menderita penyakit yang dapat membahayakan orang ain atau masyarakat
sekitarnya (penyakit menular). Autopsi klinik dapat pula dilakukan apabila tidak
ada keluarga terdekat datang kerumah sakit dalam jangka waktu dua kali dua
puluh empat jam. Dineggara maju autopsi klinik kadang-kadang dilakukan atas
permintaan keluarga yaitu untuk memastikan adanya penyakit turunan.
c. Otopsi Forensik/Medikolegal
Autopsi forensik atau bedah mayat kehakiman dilakukan atas permintaan
yang berwenang, sehubung dengan adanya penyidikan dalam perkara pidana yang
menyebabkan korban meninggal. Biasanya dilakukan pada kematian yang tidak
wajar seperti pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan, kecelakaan lalu lintas,
keracunan, kematian mendadak dan kematian yang tidak diketahui atau
mencurigakan sebabnya.
Autopsi sejenis ini paling banyak dilkukan di Indonesia karena diperlukan
untuk membantu penegak hukum pemeriksaan jenazah ini merupakan kewajiban

yang harus dilaksanakan dokter bila diminta oleh penyidik. Namun kenyataannya
kecuali di RS yang dipakai untuk pendidikan, pemeriksaan autopsi jarang
dilakukan. Ada beberapa alasan yang dapat dikemukakan penyebabnya seperti
hambatan dari keluarga, agama, dan lain-lain. Tetapi hal ini bisa juga disebabkan
adanya keengganan dari dokter untuk melakukannya.
Dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga meninggal akibat suatu
sebab yang tidak wajar seperti pada kasus kecelakaan, pembunuhan, maupun
bunuh diri. Otopsi ini dilakukan atas permintaan penyidik sehubungan dengan
adanya penyidikan suatu perkara. Otopsi medikolegal dilakukan atas permintaan
penyidik sehubungan dengan adanya penyidikan suatu perkara. Hasil pemeriksaan
adalah temuan obyektif pada korban, yang diperoleh dari pemeriksaan medis.
Tujuan dari otopsi medikolegal adalah :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Menentukan sebab kematian yang pasti


Mengetahui mekanisme kematian
Mengetahui cara kematian
Menentukan lama kematian
Pada korban tak dikenal dilakukan pemeriksaan identifikasi
Mengenal jenis senjata maupun racun yang digunakan
Apakah ada penyakit penyerta yang diderita oleh korban
Apakah ada tanda-tanda perlawanan dari korban yang berhubungan dengan

kematiannya, seperti pada kasus perkosaan


i. Megetahui apakah posisis korban telah diubah setelah ia mati
j. Mengumoulkan serta mengenal benda-benda bukti yang berguna untuk
penentuan identitas pelaku kejahatan
k. Pada bayi yang baru lahir untuk menentukan viabilitas, apakah bayi baru lahir
hidup atau lahir mati
l. Membuat laporan tertulis yang objektif dan berdasarkan fakta dalam bentuk
Visum et Repertum
4. Yang Harus Diperhatikan Pada Otopsi
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada otopsi medikolegal :
1. Tempat untuk melakukan otopsi adalah pada kamar jenazah.
2. Otopsi hanya dilakukan jika ada permintaan untuk otopsi oleh pihak yang
berwenang.
3. Otopsi harus segera dilakukan begitu mendapat surat permintaan untuk otopsi.

10

4. Hal-hal yang berhubungan dengan penyebab kematian harus dikumpulkan


dahulu sebelum memulai otopsi. Tetapi kesimpulan harus berdasarkan
temuan-temuan dari pemeriksaan fisik.
5. Pencahayaan yang baik sangat penting pada tindakan otopsi.
6. Identitas korban yang sesuai dengan pernyataan polisi harus dicatat pada
laporan. Pada kasus jenazah yang tidak dikenal, maka tanda-tanda identifikasi,
photo, sidik jari, dan lain-lain harus diperoleh.
7. Ketika dilakukan otopsi tidak boleh disaksikan oleh orang yang tidak
berwenang.
8. Pencatatan perincian pada saat tindakan otopsi dilakukan oleh asisten.
9. Pada laporan otopsi tidak boleh ada bagian yang dihapus.
10. Jenazah yang sudah membusuk juga bisa diotopsi.
5. Petunjuk Dalam Autopsi
Ada bebearapa petunjuk yang harus dipahami dokter dalam melakukan autopsi
forensik yaitu :
1. Pemeriksaan harus dilaksanakan pada siang hari
Pemeriksaan dibawah sinar lampu biasa menyebabkan kesalahan dalam
interpretasi warna yang kadang-kadang punya peranan penting. Misalnya
warna lebam luka atau infark pada organ dan lain-lain. Oleh karena warna
lebam luka atau infark pada organ dan lain-lain. Oleh karena itu pemeriksaan
pada malam hari harus dihindari. Namun untuk kasus dan keadaan tertentu
dengan penerangan yang cukup pemeriksaan kalau perlu dapat dilakukan
2. Lakukan sedini mungkin
Penundaan autopsi menyebabkan timbulnya pembususkan yang dapat
mengaburkan bahkan menghilangkan tanda-tanda yang penting. Oleh karena
itu tidak salah bila dokter turut menjelaskan perlunya dilakukan bedah mayat
kepada keluarga korban sementara menunggu kepastian dapat dilakukan
autopsi maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan luar pada mayat, meskipun
pada malam hari yang dapat dilanjutkan keesokan harinya. Dengan demikian
bisa terdapat dua saat saat pemeriksaan dalam Visum et Repertum yaitu :
pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam yang berlainan jam atau hari
pemeriksaannya.
3. Pemeriksaan lengkap

11

Autopsi bila ditinjau dari kepentingannya adalah membuat laporan sebagai


pengganti mayat

(corpus delicti) yang mengandung kesimpulan hasil

pemeriksaan tentang apa yang terjadi pada mayat. Tujuan ini dapat dicapai
bila dilakukan pemeriksaan lengkap, yaitu pemeriksaan luar dan dalam tubuh
mayat meliputi rongga kepala, dada, perut dan panggul. Pemeriksaan yang
tidak lengkap akan membuat nilai visum menjadi kurang, hal ini harus
dihindari dokter.
4. Dilakukan oleh dokter
Keterampilan bedah mayat berbeda dengan pembedahan pada orang hidup.
Pada orang hidup, pengetahuan dan keterampilan dan wewenang pembedahan
hanya dimiliki oleh ahli bedah. Pada bedah jenazah pengetahuan dan
keterampilan ini telah diberikan kepada setiap dokterdalam pendidikan. Tidak
ada alasan bagi para dokter bahwa ia kurang atau tidak sanggup. Yang
diperlukan adalah kemauan untuk melakukannya.
5. Teliti
Sesuai dengan defenisi visum baahwa pemeriksaan harus dilakukan
dengan pengetahuan dan keterampilan yang sebaik-baiknya maka diperlukan
ketelitian dokter dalam pemeriksaan dan segala catatan selama pemeriksaan
dan bila perlu dengan menggunakan sarana fotografi. Dokter harus menyadari
tidak mungkin melakukan pemeriksaan ulang bila mayat telah dikubur.
Apalagi dikremasi. Apabila diperlukan pemeriksaan tambahan, lebih baik
mengambil bahan pemeriksaan lebih dari dipelukan, dari pada sebaliknya.
Dokter dapat melaporkan dalam visum tentang penemuan negatif (negative
findings) yang menunjukkan dokter telah melakukan pemeriksaan tetapi tidak
adanya kelainan yang didapati diputuskan dimeja autopsi, tidak menundanya
untuk diputuskan kemudian dibelakang meja.
6. Hasil pemeriksaan segera disampaikan kepada penyidik
Karena visum et repertum akan digunakan penyidik sebagai petunjuk
dalam melakukan penyidikan, maka sebaiknya hasil pemeriksaan segera
disampaikan oleh penyidik. Dalam hal pemeriksaan yang berkaitan dengan
pemeriksaan tambahan atas petunjuk jaksa maka ini akan berkaitan dengan
masa penahanan tersangka yang waktunya terbatas ( dua minggu )
6. Persiapan Sebelum Otopsi
Untuk menghindari masalah yang dapat timbul sewaktu atau sesudah autopsi, ada
beberapa persiapan yang perlu diperhatikan yaitu:
12

1. Permintaan tertulis dari penyidik


Bila telah ada, lihat kelengkapan isi dan penandatanganan yang berwewenang
untuk itu. Bila belum ada, hubungi segera Kepolisisan sektor (Polsek) atau
Kepolisian resort (Polres) yang bersangkutan. Permintaan lisan atau pertelfon
tidak dilayani sampai permintaan tertulis disampaikan.
2. Kepastian korban yang akan diperiksa
Periksa apakah yang akan diautopsi adalah mayat yang dimaksud dalam
permintaan visum. Sesuaikan dengan informasi dalam label mayat (kalau ada)
atau kepastian dari keluarga korban ( kalau ada ).
3. Persetujuan keluarga
Menurut KUHAP 134 adalah tanggung jawab penyidik untuk menjelaskan
perlu dilakukannya bedah mayat. Bila penyidik tidak ada maka dokter dapat
membantu melakukan penjelasan ini kepada keluarga korban. Dalam hal ini,
untuk keamanan pemeriksaan, dokter terpaksa mengambil kebijakan untuk
meminta keluarga korban menandatangani pernyataan tidak keberatan
dilakukan autopsi. Dibeberapa pusat pelayanan autopsi didaerah lain, hal yang
seperti ini tidak terjadi. Ini terutama karena tatalaksana permintaan dan
pembuatan visum jenazah dipatuhi sesuai standar prosedur.
Bila hambatan ini berkaitan dengan norma agama maka untuk yang beraga
islam dapat dipedomani Fatwa Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syara no.
4 tahun 1955 bahwa bedah mayat itu hukumnya mubah.
4. Keterangan yang mendukung pemeriksaan
Keterangan yang didapat dari penyidik atau keluarga korban sangan menolong
dalam pemeriksaan yang akan dilakukan, reutama pada korban mati tiba-tiba,
keracunan, luka listrik dan lain-lain. Demikian pula pemeriksaan ditempat
kejadian perkara (TKP) bila dihadiri dokter akan membantu dalam
pemeriksaan dan mengambil kesimpulan pemeriksaan.
7. Pemeriksaan Otopsi
Ada 2 bagian besar pemeriksaan yang dilakukan yaitu pemeriksaan luar dan
pemeriksaan bagian dalam. Pemeriksaan harus dilakukan dengan secara cermat
meliputi segala sesuatu yang terlihat, tercium, dan teraba pada tubuh mayat.
Pemeriksaan Luar

13

Yang dimaksud dengan pemeriksaan luar, tidak saja pemeriksaan luar


tubuh korban tetapi juga pakaian korban, benda-benda yang dipakai korban
bahkan barang atau benda disekitar korban. Pemeriksaan pakaian dan benda
disekitar korban penting karena sering berhubungan dengan penentuan
identifikasi, sebab dan cara kematian serta waktu kematian.
1. Label mayat
Bila ada, catat warna dan bahan label tersebut, tulisan dalam label dan cap
dari instansi kepolisisan yang mengirim mayat. Didaerah kita pemakaian label
pada ibu jari kaki korban belum terdapat pada semua mayat yang dikirim
penyidik
2. Tutup dan pembungkus mayat
Catat jenis, bahan, warna, corak serta apakah ada pengotoran. Bila ada tali
pengikatnya, catat mengenai jenis, bahan, cara pengikatan serta letak
pengikatannya.
3. Pakaian
Pakaian korban harus dibuka seluruhnya, bila perlu melalui pengguntingan
(pada mayat yang telah mengalami kaku mayat). Pengguntingan harus
dilakukan tanpa merusak bagian penting untuk pemeriksaan lanjutan
dilaboratorium forensik isi kantong, perhiasan, pakaian maupun benda-benda
penting disamping mayat diperiksa dan dicatat. Pakaian dan benda-benda ini
dikembalikan kepada penyidik.
Pakaian korban diperiksa dan direkan satu persatu dan tentukan warna dan
corak serta terbuat dari bahan apa, merk pabrik pembuatannya, penjahit jenis
pakaian (misalnya : piyama, pakaian olah raga), cap, ukuran dan lain-lain.
Apakah pakaian kotor, berlumuran darah, pasir, lumpur, minyak dan
sebagainya. Catat robekan yang dijumpai, lokalisasi, lama atau baru, bentuk
dan tepinya. Periksa kantong dan isisnya, misalnya surat, benda-benda dan
lain sebagainya untuk diidentifikasi.

4. Perhiasan
Perhiasan yang dipakai seperti kalung, cicncin, arloji, anting-anting dan
lain-lain. Tentukan jenis, warna logam, merk, tulisan dan semuanya yang akan
digunakan berguna untuk identifikasi.
5. Tanda-tanda kematian

14

Pemeriksaan dan perekaman tanda-tanda kematian ini berguna untuk


penentuan saat kematian. Agar bermanfaat, jangan lupa mencatat saat
dilakukan pemeriksaan, juga suhu sekitarnya.
a. Lebam mayat
Catat letak, distribusi dan warna lebam mayat, adanya bagian tertentu yang
tidak menunjukkan lebam mayat karena tertekan, perhatikan apakah lebam
mayat hilang pada penekanan. Pemeriksaan ini penting untuk menentukan
posisi korban waktu meninggal dan lama kematian.
b. Kaku mayat
Catat distribusi kaku mayat, serta derajat kekakuannya pada rahang, leher,
sendi lengan atas, siku, pinggang, pangkal paha, dan lutut, apakah mudah atau
sukar dilawan. Apabila ditemukan adanya cadaveric spasme (kejang mayat)
dicatat melibatkan otot-otot mana, dan bila didapati ditangan perhatikan
apakah ada menggenggam sesuatu.
Keadaan dan penyebaran kaku mayat dapat dimanfaatkan untuk menentukan
lamanya kematian.
c. Temperatur tubuh mayat
Dipakai termometer panjang (00C-500C) yang diperiksa per rektal atau
dibawah hepar melalui insisi diperut. Termometer harus berada dianus korban
sedalam 10cm dan dibaca sesudah 3-5 menit. Bersamaan dicatat pula
temperatur ruangan. Bila korban lama dikamar mayat. Pemeriksaan ulang
temperatur mayat dapat dilakukan untuk menentukan lama kematian korban
lebih akurat.
Ada beberapa rumusan empiris yang dapat dipakai. Didaerah tropis pada
awal kematian temperatur turun dengan pelan ( pada 1-2 jam pertama sering
belum turun ) kemudian turun lebih cepat 0,5 0C 0,60C / jam dan mendekati
12 jam kematian turun dengan pelan kembali. Diperkirakan sesudah 12 jam
temperatur korban telah sama dengan temperatur ruangan. Dalam grafik
terlihat seperti kurva sigmoid.
Ada rumusan empiris yang jempolan dan sederhana yang dapat dipakai
yaitu : lama kematian= temperatur waktu meninggal (370C) temperatur
mayat waktu diperiksa, ditambah 3 (nominal)

15

Rumus empiris dari Modi (India) maupun Simpson (Inggris) tidak dapat
dipakai untuk daerah kita. Menurut Modi, dalam 2 jam pertama temperatur
mayat turun dari perbedaan temperatur waktu mati (37 0C) temperatur
ruang, dan 2 jam berikutnya dari angka ini dan seterusnya.
Menurut Simpson, dalam 6 jam pertama temperatur mayat turun 2,50F per
jam (sama dengan 1,40C) dan 6 jam berikutnya 1,5 0F (sama dengan 0,840C)
per jam.
Banyak penelitian yang telah digunakan untuk menentukan lama kematian
diantaranya yang terbaru adalah yang dibuat oleh Henssege (1995) dan
menyajikannya dalam bentuk nomogram. Ada 2 nomogram yang dibuat
Henssege yaitu untuk daerah dengan temperatur lingkungan dibawah 230C dan
satu lagi untuk 230C dengan menggunakan hanya sekali pemeriksaan
temperatur rektal.
d. Pembusukan
Tanda pembusukan pertama, terlihat kulit parut sebelah kanan bawah
berwarna kehijau-hijauan kadang-kadang mayat diterima dalam keadaan
pembusukan dengan kulit ari yang mudah terkelupas. Terdapat gambaran
pembuluh darah superficial dan melebar dan berawarna biru hitam ataupun
tubuh yang mengalami pembengkakan akibat pembusukan lanjut.
e. Mummifikasi
Mummifikasi didapati pada mayat yang berada pada daerah panas atau
temperatur tinggi serta kelembaban udara yang rendah misalnya digurun pasir.
Dalam keadaan ini cairan tubuh mayat akan menguap sehingga tinggal kulit
pembalut tulang. Luka-luka dan kelainan tubuh biasanya masih terlihat.
Didaerah kita keadaan ini bisa juga didapat misalanya bila mayat
dikubur/berada ditempat yang panas, seperti didekat pendiangan atau
perapian.
f. Adipocere
Adalah keadaan mayat yang terpapar didaerah lembab atau basah. Disini
terlihat adanya perubahan lemak menjadi bahan yang menyerupai malam
(lilin). Proses ini terjadi karena hidrogenasi asam lemak tak jenuh menjadi

16

asam jenuh yang dengan kalsiu membentuk sabun yang tidak dapat larut
dalam air.
6. Identifikasi umum
Catat tanda-tanda umum yang menunjukkan identitas mayat, seperti jenis
kelamin, bangsa, umur, warna kulit, kedaan gizi, perawakan tinggi dan berat
badan, berkhitan atau tidak, striae albican pada wanita.
7. Identifikasi khusus
Catat segala sesuatu, yang dapat dipergunakan untuk penentuan identitas
secara khusus, misalnya :
a. Rajah/tatto, tahi lalat, parut dan lain-lain. Tentuka letak, bentuk, warna
serta tulisan tatto. Bila perlu buat sketsa atau foto.
b. Kelaianan bawaan atau didapati pada tubuh misalnya polidaktili, amputasi,
bekas patah tulang, kelainan kuku dan deformitas lainnya.
8. Pemeriksaan lokal
a. Kepala, perhatikan bentuk dan adanya luka atau tanda patah tulang
b. Rambut, periksa dan catat tentang : warna, beruban/tidak, lebat/jarang,
halus/kasar, lurus/kriting, ikal, botak. Ukur panjang rambut depang
samping dan belakang.
c. Mata, terbuka/tertutup, berapa lebar terbuka, kelainan pada kelopak mata,
warnanya, keadaan pembuluh darah (melebar, bintik perdarahan)
perhatikan keadaan bola mata seperti palsu ptysis bulbi dll.
Kornea : jernih/keruh, arcus senilis
Iris : warnanya dan kelainan kalau ada
Pupil mata : diameternya melebar atau mengecil, isokor/tidak
Lensa mata : apakah ada katarak dan lain-lain
Sklera : warna, perdarahan, pelebaran pembuluh darah, edema dll
Alis mata : warnanya, tebal/tipis
Bulu mata : lurus/melengkung
d. Telinga
Kelainan bentuk, ada keluar cairan atau darah dari liang telinga
e. Mulut
Tertutup atau terbuka, berapa lebarnya, perhatikan adanya cairan, dara

atau buih yang keluar


Bibir : tebal/tipis, warna, sumbing atau tidak
Lidah : terjulur atau tergigit
Gigi geligi : gigi susu atau permanen, lengkap atau tidak dan gigi
ompong, gigi palsu, ditambal, dibungkus logam, kelainan letak,

kelaianan gusi dll


Untuk identifikasi korban yang lebih tepat, bila dibuat odontogram
f. Leher
17

Tanda-tanda pembesaran, struma dan lain-lain


g. Dada
Bentuk dada, luka atau tanda patah tulang
Pada wanita : bentuk mammae, papila mammae dan warna aerola
mammae
h. Perut
Bentuk, tanda kekerasan, tebal lemak dan lain-lain
i. Ekstremitas atas dan bawah
Tanda kekerasan dan patah tulang, ujung jari membiru atau tidak
j. Alat kelamin
Pada wanita adakah tanda-tanda kekerasan atau luka, komisura
posterior masih utuh/tidak, selaput dara utuh atau robek, robekan baru
atau lama, kalau ada dugaan persetubuhan sebelumnya maka diambil

sekret vagina untuk pemeriksaan sperma.


Pada laki-laki dilihat apakah sudah disunat atau tidak. Ukuran penis
(kecil atau besar dari biasa) perlu dicatat.

k. Punggung
Kelaianan dari tulang punggung seperti lordosis, skoliosis, kifosis dan
lain-lain. Adakah tanda-tanda kekerasan
l. Dubur
Tanda-tanda kekerasan seperti pada sodomi dijumoai erosi, rhagade
dan anus yang berbentuk lonjong
Apakah ada keluar najis atau benda lain dari liang dubur
9. Pemeriksaan luka
Dalam melaporkan gambaran tentang luka sebaiknya mengandung unsur
lokalisasi, jenis, bentuk, arah, pinggir, dasar, sekitar luka, ukuran luka dan
adakah menembus rongga tubuh. Pada luka yang luas dan sukar
dideskripsikan karena cukup banyak yang harus dijelaskan, maka sketsa dan
lampiran foto akan menolong bagi yang akan menggunakan VeR
a. Lokalisasi luka
Sebutkan dimana luka yang ditemukan, catat letaknya yang tepat dengan
menggunakan koordinat terhadap garis atau titis anatomis yang terdekat
dan jarak dari garis pertengahan tubuh. Pada luka tembak salah satu
ordinat, dipakai tumit korban.
b. Jenis luka
Luka lecet, luka memar atau luka terbuka, luka senjata tajam dll.

18

c. Bentuk luka
Pada luka terbuka sebutkan pula panjang luka setelah luka dirapatkan
d. Arah luka
Melintang, membujur atau miring
e. Pinggir luka
Rata, teratur, atau tidak teratur
f. Dasar luka
Perhatian dasar luka, jaringan bawah kulit atau otot atau rongga badan
g. Sekitar luka
Apakah memar, kotor lumpur, minyak dan lai-lain
h. Ukuran luka
Diukur panjang luka setelah dirapatkan terlebih dahulu, ukur juga lebar
dan dalamnya luka
i. Lubang luka/luka menembus rongga tubuh
Apakah ada cairan yang keluar dari luka. Dapat dimasukkan sonde tumpul
untuk memastikan luka menembus rongga tubuh
Pemeriksaan Dalam
Pemeriksaan dalam dilakukan dengan membuka semua rongga tubuh
korban, yaitu rongga kepala, dada, perut dan panggul. Secara ilmiah tidak boleh
mengabaikan pemeriksaan yang lengkap biarpun dokter telah mendapatkan
kelainan dan penyebab kematian. Pemeriksaan yang lengkap akan menghindari
dokter dari kesalahan yang mungkin terjadi. Sebab tidak teliti. Ini dapat dipakai
pihak lain (misalnya pembela) untuk menurunkan nilai dari laporan pemeriksaan
dokter dalam VeR.
1. Pembukaan jaringan kulit dan otot
Mayat yang akan dibedah diletakkan terlentang, bahu ditinggikan (dignjal)
dengan sepotong balok kecil, sehingga kepala akan bera dalam keadaan fleksi
maksimal dan bagian leher tampak dengan jelas. Dalam posisi ini autopsi akan
lebih mudah dilakukan.
Untuk pembukaan rongga tubuh dikenal 2 metode, yaitu :
a. Insisi I
Dimulai dari bawah dagu digaris pertengahan tubuh sampai kesimfisis
pubis, dengan jalan membelokkan kearak kiri setentang pusat. Dengan
insisi ini daerah leher mudah diperiksa (seperti pada korban mati gantung
19

dan mati dijerat/dicekik tetapi dari segi kosmetik kurang menguntungkan


karena terlihat bekas jahitan dileher bila sebelum dikubur pasien
diperhatikan kepada keluarga/masyarakat.
b. Insisi Y
Insisi ini dimulai dari pertengahan klavikula atau kira-kira 4 cm dibawah
akromion ke prosesus xhipoideus, kesimfisis pubis dengan cara
membelokkan irisan kearah kiri setentang pusat. Pada wanita insisi mulai
dari axilla ke prosesus xhipoideus secara meengkung melalui bawah garis
mammae terus kebawah dan sekitar pusat kesimfisis pubis. Secara
kosmetik teknik ini lebih baik dan daerah axilla dapat dipaksa dengan
mudah, tetapi kerugiannya pengeluaran alat-alat leher lebih sulit. Ada
modifikasi insisi Y, yaitu insisi mulai dari bawah sudut rahang bawah
kanan dan kiri kearah pertengahan manubrium sterni, selanjutnya sama
kebawah seperti insisi I
2. Membuka Rongga Tubuh
Kulit dipotong mulai dari bawah dagu kearah bawah, dikuatkan kekiri dan
kekanan untuk melihat adanya kelainan pada jaringan otot, terutama pada
kekerasan didaerah leher seperti dicekik, dijerat dan mati gantung. Didaerah dada,
bila tidak ada kecurigaan ada trauma yang perlu diperiksa teliti, insisi dapat
diteruskan sampai ketulang dada. Pisau dalam posisi tegak, mengiris otot yang
telah dikuakkan dengan ibu jari dibagian telunjuk dan jari tengah tangan kiri
dimasukkan kedalam rongga perut, pisau diletakkan diantara ibu jari dan pisau
ditegakkan memotong kebawah sampai ke simfisis. Sekarang dada telah
dibebaskan dari ototdan daerah perut sudah terbuka.
Memotong tulang iga sternoclaido, mulai dari iga 2 kearah bawah sedikit
lateral. Pisau dipegang dengan tangan kanan dan tangan kiri menekan pisau
ditangan kanan dan menariknya kebawah. Kecuali pada orang tua, biasanya
pemotongan ini mudah dilakukan. Bila tulang sudah keras dapat dipotong dengan
gunting tulang. Sternum dibebaskan dari perlekatannya dengan diafragma dan
dinding mediastinum anterior. Kemudian iga I dipotong dari arah bawah dan
miring kearah craniolateral guna menghindari bagian keras tulang, kemudian
pisau diarahkan kembali kearah medial mencari persendian costa 1 dengan
sternum. Lalu dipotong persendian sternoclavicula dari bawah keatas mengikuti
20

lengkung persendian. Dengan cara ini dapat dihindari terpotongnya pembuluh


darah subclavicula dan memotong lebih mudah. Untuk memudahkan sternum
diangkat kearah kepala sehingga dengan demikian sambungan tersebut menjadi
renggang dan bisa lepas
Rongga paru-paru kanan dan kiri diperiksa adanya perlekatan, cairan darah,
pus, atau cairan lain. Bila ada darah atau cairan maka dikeluarkan dengan sendok
besar dan diukur jumlahnya. Mediastinum anterior diperiksa adanya timus
persisten. Kantong (pericardium) digunting seperti huruf Y terbalik. Diperiksa isi
kantong jantung dan diukur jumlahnya. Dalam keadaan normal akan didapati
cairan jernih kekuningan sebanyak 50 ml. Lihat kemungkinan adanya pericarditis
atau kelainan lain. Apex jantung diangkat, dibuat insisi diventrikel dan atrium
kanan untuk melihat adanya embolus yang menutup arteri pulmonalis. Kemudian
dibuat insisi diventrikel dan atrium kiri. Sekarang jantung dapat diangkat dengan
memotong pembuluh darah besar dipangkal jantung.
Untuk membuka dan mengeluarkan organ dileh dan muut dilakukan insis
dibagian dalam rahang bawah dan membebaskan otot dibagian kiri dan kanan.
Dengan cara ini, lidah dan organ sekitarnya dapat ditarik keluar dari rongga
mulut. Dengan tangan kiri memegang kerongkongan dan tangan kanan kanan
dipangkal lidah.
Pengeluaran Organ Dalam Tubuh
Pada autopsi ada beberapa cara mengeluarkan organ dalam, yaitu :
a. Teknik Virchow
Organ tubuh dikeluarkan satu persatu dan langsung diperiksa. Teknik ini
mudah dan sering digunakan dokter. Kelemahannya hubungan tofografi
antar beberapa organ yang tergolong dalam satu sistem menjadi hilang.
Untuk autopsi forensik yang memerlukan ketelitian kurang baik digunaka,
terutama pada kasus-kasus penembakan, dan penusukan dimana perlu
dilakukan penetuan saluran luka, arah serta dalamnya penetrasi yang
terjadi.
b. Teknik Rokitansky

21

Setelah rongga tubuh dibuka, organ dilihat dan diperiksa dengan insisi
organ secara insitu, baru kemudian semua organ tubuh dikeluarkan dalam
kumpulan organ (en block) untuk diperiksa satu persatu diluar tubuh.
c. Teknik Letulle
Setelah rongga tubuh dibuka, organ-organ leher dan dada diafragma dan
perut dikeluarkan sekaligus (en masse). Kemudian diletakkan diatas meja
dengan permukaan posterior menghadap keatas. Plexus coeliacus dan
kelenjarkelenjar pada aorta diperiksa. Aorta dibuka sampai arcus aorta,
arteri renalis kanan dan kiri dibuka serta diperiksa. Aorta diputus diatas
muara a.renalis. rectum dipisahkan disigmoid organ urogenital dipisahkan
dari organ-organ lain. Bagian proksimal jejenum diikat pada dua tempat
dan kemudian diputus antara dua ikatan tersebut dan usus-usus dapat
dilepaskan. Esofaghus dilepaskan dari trakea, tetapi hubungannya dengan
lambung dipertahankan. Vena cava inferior serta aorta diatas diafragma
dan dengan demikian, organ-organ leher dan dada dapat dilepas dari
organ-organ perut.
d. Teknik Gohn
Setelah rongga tubuh dibuka, organ tubuh dikeluarkan dalam 3 kumpulan
organ, masing-masing :
1. Organ leher dan dada
2. Organ pencernaan bersama hati dan limpa
3. Organ urogenital
Dalam bedah mayat, tentu dipilih salah satu teknik yang dikemukakan
diatas. Teknik mana yang akan dipakai sangat tergantung pada kasus yang
dihadapi. Seperti terilihat diatas teknik Virchow adalah yang paling sederhana,
yaitu mengeluarkan organ demi organ. Ini sering dipakai karena kasus yang
dihadapi umumnya tidak memerlukan ketelitian dalam hubungan organ (seperti
kecelakaaan lalu lintas). Tetapi bila kasus yang diperiksa memerlukan ketelitian
yang lebih baik (seperti mati tiba-tiba yang mencurigakan sebabnya), maka teknik
Letulle dan Ghon harus digunakan. Pilihan untuk teknik mengeluarkan organ
tubuh yang paling penting adalah kemampuan untuk melaksanakan teknik
tersebut dan bila perlu dapat mengkombinasikan.
3. Pembukaan Rongga Tengkorak

22

Kulit kepala diiris mulai dari prosesus mastoideus melintasi daerah parietal
dan pada pertengahan kepala sedikit dibelakang vertex menuju prosesus
mastoideus pada sisi lain. Buat irisan sampai ke periosteum. Kulit kepala ditarik
dan dikupas kedepan sampai 1 cm diatas garis supra orbita dan kebelakang sampai
ke protuberantia occipitalis. Periksa bagian dalam kulit kepala, otot-otot
temporalis dan tulang tengkorak, apakah ada resapan darah. Tulang tengkorak
dopotong dengan gergaji mulai dari pertengahan tulang dahi kearah kana dan kiri
menuju satu titik yang letaknya sedikit diatas protuberantia occipitalis atau kirakira 2 cm diatas daun teinga. Bila memungkinkan (ada gergaji listrik), diatas
kuping pemotongan tulang kepala diteruskan miring kebelakang atas sehingga
berbentuk sudut 1200 dengan garis pertama. Tujuannya agar tulang kepala lebik
kokoh letaknya pada penutupan nanti. Hindari terpotongnya durameter dan
jaringan otak. Lalu atap tengkorak dilepaskan dengan sedikit pencongkelan dengn
pahat berbentuk T (T-chisel) dan otak dapat diperiksa.
Pada bayi baru lahir karena tulang kepala masih lunak, atap tengkorak
digunting mulai dari ubun-ubun besar sejajar dengan sutura sagitalis superior pada
jarak 0,5-1 cm dari garis median, lalu lingkarkan kearah lateral dibelakang sub
accipitalis. Dan didepan pengguntingan diteruskan kearah frontalis yang berjarak
1-2 cm dari lipatan kulit kepala dan membelok kearah lateral kanan sampai keatas
telinga kanan yang disisakan sejarak 2 cm dari pengguntungan belakang tadi (sub
occipitalis) kearah lateral kanan. Demikian juga dilakukan terhadap atap
tengkorak sebelah kiri. Tulang tengkorak yang digunting tersebut dibuka seperti
jendela dengan engselnya diatas teliga.
4. Pemeriksaan Organ
a. Lidah
Permukaan, warna selaput lendir. Tanda-tanda tergigit (baru/lama) atau
perdarahan
b. Tonsil
Permukaan, penampang tonsil, selaput (difteri), gambaran infeksi, nanah
dsb.
c. Kelenjar gondok
Ukuran, permukaan rata/benjol-benjol, warna dan berat
d. Kerongkongan

23

Oesofagus dibuka dengan jalan menggunting sepanjang dinding belakang


dan diperhatikan adanya benda asing, selaput lendir serta kelainankelainan misalnya striktura, varises dan lain-lain.
e. Tenggorok
Pemeriksaan dimulai dari epiglotis. Apakah ada perdarahan dan kelainan
lain. Lihat pita suara, tulang lidah (os hyoid), rawan gondok (kartilago
thyroidea), rawan cincin (cartilago cricoidea)
f. Tulang lidah lebih dahulu dilepaskan dari jaringan sekitarnya dengan
menggunakan pinset dan gunting, perhatikan adanya patah tulang dan
resapan darah. Tulang lidah bisa patah pada kasus korban mati gantung
atau pencekikan. Pada pemeriksaan korban yang digali dari kuburan
pemeriksaan ini dilakukan pada bagian awal pemeriksaan kerena sering
pembunuhan dilakukan dengan pencekikan
g. Arteri carotis interna
Terutama pada kekerasan didaerah leher, lihat adakah tanda0tanda
kekerasan diarteri ini, kerusakan pada tunika intima. Pada korban mati
gantung, luka pada tunika intima arteri ini khas, disebut redline, berupa
garis melintang, setentang tekanan tali.
h. Paru-paru
Volume atau pengembangan paru : biasa, emfisematous atau mengecil.
Paerhatikan adanya bintik perdarahan dipermukaan paru (tardeus spot)
atau bercak akibat aspirasi darah kedalam saluran paru dostal (alveolus),
resapan darah, luka, bul dan lain-lain. Lihat warna, permukaan (licin atau
kasar). Pemijitan (consistensi) seperti spons atau padat (pada penderita
tuberculosis seperti kantong pasir). Pemotongan saluran nafas dimulai dari
apex kearah basal, dengan tangan kiri didaerah hilus. Pada pemotongan
bagaimana warnanya, adakah mengeluarkan darah, sifat darah tersebut
apakah encer, kental berbuih dan sebagainya.
i. Jantung
Jantung dilepas dan pembuluh darah besar yang keluar dan masuk
kejantung dengan jalan memegang apex jantung dan mengangkat serta
menggunting pembuluh darah tadi sejauh mungkin. Perhatikan besar
jantung, bandingkan dengan kepalan tinju kanan mayat dan adakah
resapan darah, luka atau bintik perdarahan, penebalan dinding jantung
j. Hati

24

Perhatikan warna, permukaannya (licin, kasar), tepinya (tajam atau


tumpul) dan konsistensinya. Lakukan pengirisan melintang mulai dari
lobus kanan sampai lobus kiri dan perhatikan penampang ptong, apakah
banyak cairan darah, adakah kelainan. Selanjutnya timbang beratnya.
Berat hati norma pada dewasa muda pria 1600 gram, wanita 1400 gram
k. Kandung empedu
Carilah saluran empedu dan buka dengan gunting sampai kepapilla vateri
didupdenum dan lihat apakah adanya penyumbatan, perhatikan warna
selaput lendirnya, buka kandung empedu, periksa apakah warna cairan,
selaput lendir, danya batu atau tidak.
l. Limpa
Perhatikan warna, permukaannya licin atau berkeriput. Ukur beratnya,
perabaannya, lihat penampangnya, membesar/mengecil
m. Lambung dan usus
Lambung digunting sampai ke pylorus, lalu mulai dari cardia menyusuri
curvatura mayor sampai ke pylorus, lalu isi lambung diperiksa, apa
isisnya, misalkan sisa-sisa makanan dan cairan, warna dan baunya.
Perhatikan bagian luar lambung, apakah ada perforasi ulkus, warnanya dan
lain-laian.
n. Vesika urinaria
Vesika urinaria digunting mulai dan saluran kensing didaerah prostat
kearah atas, lalu puncakknya guntingan diteruskan kearah kiri dan kanan.
Kemudian perhatikan mukosa vesika urinaria, warna dan kelainankelainan, misalnya adanya batu.
o. Alat kelamin dalam
1. Pada pria
Kelenjar prostat; peratikan permukaan, besar dan konsistensi. Saluran
kencing daerah prostat, apakah ada penyempitan. Testis dikeluarkan
dan scrotum melalui rongga perut dan buka konsistensi serta
kemungkinan terdapat resapan darah. Perhatikan bentuk dan ukuran
epidermis.
2. Pada wanita
Uterus dibuka mulai dan portio kearah atas sampai fundus uteri dan
diteruskan kearah kanan dan kiri sampai muara tuba, seperti huruf T
dan perhatikan bentuk portio, selaput lendir uterus, tebal dinding, isi
rongga rahim serta kemungkinan kelainan lain.
p. Otak

25

Lihat bekuan darah diatas selaput tebal otak atau dibawahnya, bawah
selaput lunak, diffus atau setempat. Permukaan otak besar dan otak kecil,
apakah dijumpai kerusakan jaringan otak, perhatikan gyrus-gyrus, apakah
ada odema.
Pemeriksaan Tambahan
1. Pemeriksaan Patologi Anatomi
Pada beberapa kasus diperlukan pemeriksaan lebih teliti melalui pemeriksaan
jaringan secara mikroskopik
2. Pemeriksaan racun
Yang diambil adalah bahan yang dicurigai seperti muntahan, isi lambung,
beserta jaringan lambung dimasukkan kedalam botol. Darah diambil dari
jantung dan vena kira-kira 20-50 ml dan dimasukkan kedalam botol begitu
juga hati dan empedu. Pada dugaan keracunan logam berat seperti Arsen,
maka perlu dikirim rambut, kuku dan tulang
3. Pemeriksaan bakteriologi
Bila ada dugaan kearah adanya sepsis, maka darah diambil dari jantung dan
limpa untuk pembiakan kuman. Darah diambil dengan spuit 10 ml melalui
dinding kantong jantung yang telah dibakar dengan spatel panas terlebih
dahulu, lalu dipindahkan kedalam tabung reagen yang steril. Jaringan limpa
diambil dengan pinset dengan gunting steril dengan cara pembakaran yang
sama seperti diatas, lalu dimasukkan dalam tabung steril
4. Pemeriksaan balistik
Pemeriksaan mayat yang diduga mati akibat penembakan seharusnya dimulai
dengan melakukan pemeriksaan rontgenologi pada seluruh tubuh untuk
mendeteksi adanya loga (peluru). Tetapi karena sarana ini tidak terdapat,
bahkan dipusat pemeriksaan kedokteran forensik sekalipun, maka usaha untuk
mendapatkan adanya peluru terpaksa dilakukan dengan menelusuri seluruh
jaringan tubuh.
9. Ketentuan Hukum
Pemeriksaan autopsi diatur dengan jelas dalam ketentuan hukum. Dalam RIB
(reglemen Indonesia yang diperbaharui), hukum acara pidana sebelum KUHAP
yang berlaki sejak 31 Desember 1981, dinyatakan adanya wewenang pegawai
penuntut umum dan magistrat pembantu (ternasuk kepolisian) untuk meminta
bantuan dokter melakukan pemeriksaan jenazah.

26

RIB pasal 68
Kalau hal itu dianggap perlu oleh penuntun umum, hendaklah ia membawa
seseorang atau dua orang lain yang dapat menimbang sifat dan keadaan kejahatan
itu.
RIB Pasal 69
Ayat 1. Bila suatu kematian disebabkan karena kekerasan (ruda paksa) atau
suatu kematian yang sebabnya menimbulkan kecurigaan, demikian juga halnya
dengan luka parah atau percobaan meracuni seseorang dan makar lain terhadap
nyawa seseorang, hendaklah ia membawa serta seseorang atau dua orang dokter
yang akan memberi keterangan mengenai sebab kematian atau sebab luka dan
mengenai keadaan mayat atau keadaan orang yang dilukai dan bila perlu mayat
diperiksa bagian dalamnya.
Ayat 2. Hendaklah orang yang dipanggil tersebut, dalam pasal ini dan pasal
yang lalu disumpah dihadapan penuntut hukum, bawha mereka akan memberi
keterangan kepadanya menurut kebenaran yang sesungguh-sungguhnya, yakni
menurut pengetahuannya yang sebaik-baiknya.
Dalam ktentuan hukum ini tidak dijelaskan siapa yang menentukan perlu
dilakukan bedah mayat. Apakah pihak penyidik atau dokter. Dilema ini akhirnya
diatasi dengan diterbitkannya instruksi Kapolri tahun 1975, yaitu instruksi Kapolri
: Ins/FJ20/DU/75, yang mengharuskan aparat kepolisisan meminta pemeriksaan
lengkap yaitu pemeriksaan luar dan dalam (autopsi) kepada dokter. Dijelaskan
dalam instruksi tersebut : dengan visum atas mayat . badan mayat harus dibedah.
Sama sekali tidk dibenarkan mengajukan permintaan visum et repertum atas
mayat berdasarkan pemeriksaan luar saja.
Ternyata instruksi Kapolri ini tidak mudah dilaksanakan. Masih banyak visum
yang dikeluarkan berdasarkan pemeriksaan luar. Tatalaksana pencabutan belum
diaksanakan berdasarkan pemeriksaan luar. Tatalaksana pencabutan belum
dilaksanakan sesuai ketentuan.

27

Dalam KUHAP yang mulai berlaku pada penutup tahun 1981, terdapat
ketentuan yang menjelaskan keterlibatan dokter dalam melakukan autopsi.
KUHAP Pasal 133
Ayat 1. Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang
korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang
merupakan tindak pidana, ia berwewenang mengajukan permintaan keterangan
ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
Ayat 2. Permintaan keterangan ahli sebagaiman dimaksud dalam ayai 1
dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu dengan tegas untuk pemeriksan
mayat atau pemeriksaan bedah mayat.
Ayat 3: Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter
pada rumah sakitharus diperlakukan baikdengan penuh penghormatan terhadap
mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat diberi cap jabatan
yang diletakkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.
KUHAP Pasal 134
Dalam hal sangat diperlukan dimana kepentingan pembuktian bedah mayat
tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu
kepada keluarga korban.
Dalam hal keluarga korban keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan
sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan
tersebut.
Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau
pihak yang perlu diberi tahu tidak ditemukan, penyidik segera melaksanakan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat 3 undang-undang ini.
Ini berarti di Indonesia menurut KUHAP autopsi hanya dilakukan jika
terpaksa. Sementara dari segi medis pemriksaan jenazah tanpa autopsi akan
menyulitkan dokter dalam menentukan sebab kematian.
Dalam ketentuan hukum ini dengan tegas dijelaskan bawha penyidiklah yang
menetukan perlu dilakukan bedah mayat dan bahwa penyidiklah yang
menerangkan kepada keluarga korban bahwa mayat akan diperiksa bagian luar
saja atau memilih bedah mayat. Untuk keperluan penyidikan bila keluarga korban

28

keberatan dilakukan bedah mayat, penyidik dapak menggunakan pasal 222


KUHP, yaitu sanki hukum bagi yang enghalang-halangi bedah mayat untuk
pengadilan.
KUHP Pasal 222
Barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalangi atau menggagalkan
pemeriksaan mayat untuk pengadilan, dihukum dengan hukuman penjara selamalamanya 9 bulan atau dengan sebanyak-banyaknya tiga ratus ribu rupiah

29

Anda mungkin juga menyukai