DOKTER INTERNSHIP
MEDIKOLEGAL
Oleh:
dr. Bagoes Ario Bimo
Pembimbing:
dr. Fadhila Rohmi
NIP. 198111082009012007
PORTOFOLIO
Nama Peserta : dr. Bagoes Ario Bimo
Nama Wahana : RSUD Dr. Soeroto Ngawi
Topik : Otopsi pada Korban Kecelakaan Lalu Lintas
Tanggal Kasus : Rabu, 31 Agustus 2016
Nama Pasien : Sdr. EY
No. RM :
Tanggal Presentasi :
Nama Pembinging :
dr. Fadhila Rohmi
(NIP. 198111082009012007)
Obyektif Presentasi :
O Keilmuan O Keterampilan
O Diagnostik O Manajemen
O Penyegaran
O Masalah
O Tinjauan Pustaka
O Istimewa
O Neonatus
O Remaja
O Lansia
O Bayi
O Anak
O Dewasa
O Bumil
: Sdr. EY
: Laki-laki
: 17 Tahun
: Jl. Bernadit, Ngawi
: Islam
Kasus
Seorang jenazah laki-laki tidak berlabel terletak di atas meja otopsi
Jenazah dikirim oleh penyidik Kasatlantas Polsek Ngawi pada tanggal 31
Agustus 2016 jam 10.30. Penyidik meminta Instalasi Kedokteran Forensik
RSUD Dr. Soeroto Ngawi
I.
PEMERIKSAAN LUAR
Jenis kelamin laki-laki, berusia antara lima belas tahun sampai dua
puluh tahun, kulit sawo matang, gizi cukup, panjang tubuh seratus
enam puluh tujuh sentimeter, zakar sudah disunat.
Luka-luka
a. Kepala: Pada pipi kanan terdapat luka babras
b. Anggota gerak atas: Pada siku kanan dan telapak tangan kiri
terdapat luka babras
c. Anggota gerak bawah: Pada pangkal paha kanan terdapat luka
memar, serta pada paha kanan bagian belakang dan lutut kanan
terdapat luka babras
d. Dada dan perut: pada perut bagian bawah terdapat luka memar
e. Genetalia: -
II.
PEMERIKSAAN DALAM
a. Dalam rongga perut terdapat perdarahan kurang lebih 1000 cc
b. Pada hati terdapat luka robek
c. Pada ginjal kanan terdapat luka robek
d. Pada limpa terdapat luka robek
DAFTAR PUSTAKA
Hasil Pembelajaran
1. Mengetahui prinsip otopsi jenazah
2. Mengetahui Dasar hukum dari otopsi
B. Masalah yang diangkat
Apakah dokter boleh melakukan otopsi pada jenazah yang tidak diberi
label?
C. Analisa dan Pembahasan
Otopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, yang meliputi
pemeriksaan terhadap bagian luar maupun dalam dengan tujuan
menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera. Melakukan
interpretasi atau penemuan-penemuan tersebut. Menerangkan penyebab
kematian serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan
yang ditemukan dengan penyebab kematian.
Otopsi medikolegal dilakukan atas permintaan penyidik sehubungan
dengan adanya penyidikan suatu perkara. Hasil pemeriksaan
adalah
persiapan
yang
dilakukan
sebelum
melakukan
otopsi
forensik/medikolegal adalah :
1. Melengkapi surat-surat yang berkaitan dengan otopsi yang
akan dilakukan, termasuk surat ijin keluarga, surat permintaan
pemeriksaan/pembuatan visum.
2. Memastikan mayat yang akan diotopsi adalah mayat yang
dimaksud pada surat tersebut.
3. Mengumpulkan keterangan
yang
berhubungan
dengan
TERPENUHI.
3. KUHAP pasal 134 ayat 2 dan 3 mengenai persetujuan tertulis
dari pihak keluarga TERPENUHI.
4. Berita acara penyerahan jenazah TERPENUHI.
Berdasarkan Pasal 133 KUHAP Ayat 3 yang berbunyi mayat yang
dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit
harus diperlakukan baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat
tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat diberi cap jabatan
yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat maka
dokter tidak boleh melakukan otopsi sebelum jenazah diberi lebel terlebih
dahulu. Hal ini untuk memastikan bahwa jenazah yang akan diotopsi
memang sesuai dengan identitas pada surat permintaan otopsi dari
penyidik.
Akan tetapi pada kenyataan dilapangan, yang terjadi adalah
terkadang dokter tetap melakukan otopsi pada jenazah yang tidak berlabel
tapi pada kondisi dimana terdapat konfirmasi dari pihak penyidik untuk
menyusulkan label pada keesokan harinya atau beberapa hari berikutnya,
pada saat otopsi hadir keluarga serta penyidik, sehingga bisa memastikan
bahwa jenazah sesuai identitas.
D. Kesimpulan
Pada kasus diatas sebaiknya
dokter
menunggu
penyidik
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Autopsi
Otopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, yang meliputi pemeriksaan
terhadap bagian luar maupun dalam, dengan tujuan menemukan proses penyakit
dan atau adanya cedera, melakukan interpretasi atau penemuan-penemuan
tersebut, menerangkan penyebab kematian serta mencari hubungan sebab akibat
antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian.
Bila dokter melakukan pembedahan pada orang hidup, tujuannya adalah
melakukan tindakan medik invasif kedalam tubuh pasien untuk pengobatan. Bila
ini dilakukan pada orang mati, maka tindakan ini disebut pemeriksaan postmortem, necropsi, obduksi dan seksi. Dalam istilah indonesia dipakai bedah
mayat atau bedah jenazah. Pemeriksaan post mortem (post-sudah, mortem-mati)
berarti pemeriksaan yang dilakukan pada orang yang telah mati. Necropsi berasal
dari necros (jaringan mati) dan opsi (lihat) jadi berarti pemeriksaan pada jaringan
mati. Seksi berasal dari sectio (potong, bedah). Autopsi (autopsy) bila
3. Jenis Autopsi
Berdasarkan tujuannya, otopsi terbagi atas :
1. Autopsi anatomik, dilakukan oleh mahasiswa fakultas kedokteran untuk
mengetahui susunan jaringan dan organ tubuh
2. Autopsi klinik untuk menentukan sebab kematian pasti dari pasien yang
dirawat dirumah sakit (RS)
3. Autopsi forensik (autopsi kehakiman) untuk membantu penegak hukum dalam
menentukan peristiwa kematian korban secara medis.
a.
Otopsi Anatomi
Autopsi anatomi, yaitu autopsi yang dilakukan oleh mahasiswa fakultas
Otopsi Klinik
Dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga terjadi akibat suatu
dikemudian hari
Untuk mengetahui kelainan pada organ dan jaringan tubuh akibat dari suatu
penyakit
Untuk mendapatkan sebab kematian pasti dan tujuan lainnya, autopsi klinik
merdekan dengan kegiatan ini semakin menurun. Bahkan sekarang hampir tidak
dilakukan lagi.
Demikian keamajuan ilmu kesehatan kegiatan ini di Indonesia mulai dirintis
kembali. Untuk itu pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor : 18 Tahun 1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat
Anatomis serta tranplantasi Alat dan atau Jaringan Tubuh Manusia. Dan
dilingkungan ABRI dengan diterbitkannya Keputusan Menhankam, panglima
Angkatan Bersenjata Nomor : KEP/B/20N/1972 tentang Bedah Mayat Klinis
Dalam Lingkungan Angkatan Bersenjata RI.
Namun kegiatan ini ternyata hingga kini belum dapat dilaksanakan. Hambatan
utama adalah karena masyarakat belum menyadari kepentingan pemeriksaan ini.
Keluarga orang sakit sangat keberatan bila dilakukan pemeriksaan pada penderita
yang akhirnya meninggal dirumah sakit. Demikian pula dokter dan rumah sakit
belum berani menghadapi kenyataan kemungkinan salah dalam menetapkan
diagnosa klinis dan pengobatan.
Autopsi klinik dilakukan dengan persetujuan keluarga penderita. Dapat
dilakukan tanpa persetujuan keluarga apabila orang yang meninggal diduga
menderita penyakit yang dapat membahayakan orang ain atau masyarakat
sekitarnya (penyakit menular). Autopsi klinik dapat pula dilakukan apabila tidak
ada keluarga terdekat datang kerumah sakit dalam jangka waktu dua kali dua
puluh empat jam. Dineggara maju autopsi klinik kadang-kadang dilakukan atas
permintaan keluarga yaitu untuk memastikan adanya penyakit turunan.
c. Otopsi Forensik/Medikolegal
Autopsi forensik atau bedah mayat kehakiman dilakukan atas permintaan
yang berwenang, sehubung dengan adanya penyidikan dalam perkara pidana yang
menyebabkan korban meninggal. Biasanya dilakukan pada kematian yang tidak
wajar seperti pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan, kecelakaan lalu lintas,
keracunan, kematian mendadak dan kematian yang tidak diketahui atau
mencurigakan sebabnya.
Autopsi sejenis ini paling banyak dilkukan di Indonesia karena diperlukan
untuk membantu penegak hukum pemeriksaan jenazah ini merupakan kewajiban
yang harus dilaksanakan dokter bila diminta oleh penyidik. Namun kenyataannya
kecuali di RS yang dipakai untuk pendidikan, pemeriksaan autopsi jarang
dilakukan. Ada beberapa alasan yang dapat dikemukakan penyebabnya seperti
hambatan dari keluarga, agama, dan lain-lain. Tetapi hal ini bisa juga disebabkan
adanya keengganan dari dokter untuk melakukannya.
Dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga meninggal akibat suatu
sebab yang tidak wajar seperti pada kasus kecelakaan, pembunuhan, maupun
bunuh diri. Otopsi ini dilakukan atas permintaan penyidik sehubungan dengan
adanya penyidikan suatu perkara. Otopsi medikolegal dilakukan atas permintaan
penyidik sehubungan dengan adanya penyidikan suatu perkara. Hasil pemeriksaan
adalah temuan obyektif pada korban, yang diperoleh dari pemeriksaan medis.
Tujuan dari otopsi medikolegal adalah :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
10
11
pemeriksaan tentang apa yang terjadi pada mayat. Tujuan ini dapat dicapai
bila dilakukan pemeriksaan lengkap, yaitu pemeriksaan luar dan dalam tubuh
mayat meliputi rongga kepala, dada, perut dan panggul. Pemeriksaan yang
tidak lengkap akan membuat nilai visum menjadi kurang, hal ini harus
dihindari dokter.
4. Dilakukan oleh dokter
Keterampilan bedah mayat berbeda dengan pembedahan pada orang hidup.
Pada orang hidup, pengetahuan dan keterampilan dan wewenang pembedahan
hanya dimiliki oleh ahli bedah. Pada bedah jenazah pengetahuan dan
keterampilan ini telah diberikan kepada setiap dokterdalam pendidikan. Tidak
ada alasan bagi para dokter bahwa ia kurang atau tidak sanggup. Yang
diperlukan adalah kemauan untuk melakukannya.
5. Teliti
Sesuai dengan defenisi visum baahwa pemeriksaan harus dilakukan
dengan pengetahuan dan keterampilan yang sebaik-baiknya maka diperlukan
ketelitian dokter dalam pemeriksaan dan segala catatan selama pemeriksaan
dan bila perlu dengan menggunakan sarana fotografi. Dokter harus menyadari
tidak mungkin melakukan pemeriksaan ulang bila mayat telah dikubur.
Apalagi dikremasi. Apabila diperlukan pemeriksaan tambahan, lebih baik
mengambil bahan pemeriksaan lebih dari dipelukan, dari pada sebaliknya.
Dokter dapat melaporkan dalam visum tentang penemuan negatif (negative
findings) yang menunjukkan dokter telah melakukan pemeriksaan tetapi tidak
adanya kelainan yang didapati diputuskan dimeja autopsi, tidak menundanya
untuk diputuskan kemudian dibelakang meja.
6. Hasil pemeriksaan segera disampaikan kepada penyidik
Karena visum et repertum akan digunakan penyidik sebagai petunjuk
dalam melakukan penyidikan, maka sebaiknya hasil pemeriksaan segera
disampaikan oleh penyidik. Dalam hal pemeriksaan yang berkaitan dengan
pemeriksaan tambahan atas petunjuk jaksa maka ini akan berkaitan dengan
masa penahanan tersangka yang waktunya terbatas ( dua minggu )
6. Persiapan Sebelum Otopsi
Untuk menghindari masalah yang dapat timbul sewaktu atau sesudah autopsi, ada
beberapa persiapan yang perlu diperhatikan yaitu:
12
13
4. Perhiasan
Perhiasan yang dipakai seperti kalung, cicncin, arloji, anting-anting dan
lain-lain. Tentukan jenis, warna logam, merk, tulisan dan semuanya yang akan
digunakan berguna untuk identifikasi.
5. Tanda-tanda kematian
14
15
Rumus empiris dari Modi (India) maupun Simpson (Inggris) tidak dapat
dipakai untuk daerah kita. Menurut Modi, dalam 2 jam pertama temperatur
mayat turun dari perbedaan temperatur waktu mati (37 0C) temperatur
ruang, dan 2 jam berikutnya dari angka ini dan seterusnya.
Menurut Simpson, dalam 6 jam pertama temperatur mayat turun 2,50F per
jam (sama dengan 1,40C) dan 6 jam berikutnya 1,5 0F (sama dengan 0,840C)
per jam.
Banyak penelitian yang telah digunakan untuk menentukan lama kematian
diantaranya yang terbaru adalah yang dibuat oleh Henssege (1995) dan
menyajikannya dalam bentuk nomogram. Ada 2 nomogram yang dibuat
Henssege yaitu untuk daerah dengan temperatur lingkungan dibawah 230C dan
satu lagi untuk 230C dengan menggunakan hanya sekali pemeriksaan
temperatur rektal.
d. Pembusukan
Tanda pembusukan pertama, terlihat kulit parut sebelah kanan bawah
berwarna kehijau-hijauan kadang-kadang mayat diterima dalam keadaan
pembusukan dengan kulit ari yang mudah terkelupas. Terdapat gambaran
pembuluh darah superficial dan melebar dan berawarna biru hitam ataupun
tubuh yang mengalami pembengkakan akibat pembusukan lanjut.
e. Mummifikasi
Mummifikasi didapati pada mayat yang berada pada daerah panas atau
temperatur tinggi serta kelembaban udara yang rendah misalnya digurun pasir.
Dalam keadaan ini cairan tubuh mayat akan menguap sehingga tinggal kulit
pembalut tulang. Luka-luka dan kelainan tubuh biasanya masih terlihat.
Didaerah kita keadaan ini bisa juga didapat misalanya bila mayat
dikubur/berada ditempat yang panas, seperti didekat pendiangan atau
perapian.
f. Adipocere
Adalah keadaan mayat yang terpapar didaerah lembab atau basah. Disini
terlihat adanya perubahan lemak menjadi bahan yang menyerupai malam
(lilin). Proses ini terjadi karena hidrogenasi asam lemak tak jenuh menjadi
16
asam jenuh yang dengan kalsiu membentuk sabun yang tidak dapat larut
dalam air.
6. Identifikasi umum
Catat tanda-tanda umum yang menunjukkan identitas mayat, seperti jenis
kelamin, bangsa, umur, warna kulit, kedaan gizi, perawakan tinggi dan berat
badan, berkhitan atau tidak, striae albican pada wanita.
7. Identifikasi khusus
Catat segala sesuatu, yang dapat dipergunakan untuk penentuan identitas
secara khusus, misalnya :
a. Rajah/tatto, tahi lalat, parut dan lain-lain. Tentuka letak, bentuk, warna
serta tulisan tatto. Bila perlu buat sketsa atau foto.
b. Kelaianan bawaan atau didapati pada tubuh misalnya polidaktili, amputasi,
bekas patah tulang, kelainan kuku dan deformitas lainnya.
8. Pemeriksaan lokal
a. Kepala, perhatikan bentuk dan adanya luka atau tanda patah tulang
b. Rambut, periksa dan catat tentang : warna, beruban/tidak, lebat/jarang,
halus/kasar, lurus/kriting, ikal, botak. Ukur panjang rambut depang
samping dan belakang.
c. Mata, terbuka/tertutup, berapa lebar terbuka, kelainan pada kelopak mata,
warnanya, keadaan pembuluh darah (melebar, bintik perdarahan)
perhatikan keadaan bola mata seperti palsu ptysis bulbi dll.
Kornea : jernih/keruh, arcus senilis
Iris : warnanya dan kelainan kalau ada
Pupil mata : diameternya melebar atau mengecil, isokor/tidak
Lensa mata : apakah ada katarak dan lain-lain
Sklera : warna, perdarahan, pelebaran pembuluh darah, edema dll
Alis mata : warnanya, tebal/tipis
Bulu mata : lurus/melengkung
d. Telinga
Kelainan bentuk, ada keluar cairan atau darah dari liang telinga
e. Mulut
Tertutup atau terbuka, berapa lebarnya, perhatikan adanya cairan, dara
k. Punggung
Kelaianan dari tulang punggung seperti lordosis, skoliosis, kifosis dan
lain-lain. Adakah tanda-tanda kekerasan
l. Dubur
Tanda-tanda kekerasan seperti pada sodomi dijumoai erosi, rhagade
dan anus yang berbentuk lonjong
Apakah ada keluar najis atau benda lain dari liang dubur
9. Pemeriksaan luka
Dalam melaporkan gambaran tentang luka sebaiknya mengandung unsur
lokalisasi, jenis, bentuk, arah, pinggir, dasar, sekitar luka, ukuran luka dan
adakah menembus rongga tubuh. Pada luka yang luas dan sukar
dideskripsikan karena cukup banyak yang harus dijelaskan, maka sketsa dan
lampiran foto akan menolong bagi yang akan menggunakan VeR
a. Lokalisasi luka
Sebutkan dimana luka yang ditemukan, catat letaknya yang tepat dengan
menggunakan koordinat terhadap garis atau titis anatomis yang terdekat
dan jarak dari garis pertengahan tubuh. Pada luka tembak salah satu
ordinat, dipakai tumit korban.
b. Jenis luka
Luka lecet, luka memar atau luka terbuka, luka senjata tajam dll.
18
c. Bentuk luka
Pada luka terbuka sebutkan pula panjang luka setelah luka dirapatkan
d. Arah luka
Melintang, membujur atau miring
e. Pinggir luka
Rata, teratur, atau tidak teratur
f. Dasar luka
Perhatian dasar luka, jaringan bawah kulit atau otot atau rongga badan
g. Sekitar luka
Apakah memar, kotor lumpur, minyak dan lai-lain
h. Ukuran luka
Diukur panjang luka setelah dirapatkan terlebih dahulu, ukur juga lebar
dan dalamnya luka
i. Lubang luka/luka menembus rongga tubuh
Apakah ada cairan yang keluar dari luka. Dapat dimasukkan sonde tumpul
untuk memastikan luka menembus rongga tubuh
Pemeriksaan Dalam
Pemeriksaan dalam dilakukan dengan membuka semua rongga tubuh
korban, yaitu rongga kepala, dada, perut dan panggul. Secara ilmiah tidak boleh
mengabaikan pemeriksaan yang lengkap biarpun dokter telah mendapatkan
kelainan dan penyebab kematian. Pemeriksaan yang lengkap akan menghindari
dokter dari kesalahan yang mungkin terjadi. Sebab tidak teliti. Ini dapat dipakai
pihak lain (misalnya pembela) untuk menurunkan nilai dari laporan pemeriksaan
dokter dalam VeR.
1. Pembukaan jaringan kulit dan otot
Mayat yang akan dibedah diletakkan terlentang, bahu ditinggikan (dignjal)
dengan sepotong balok kecil, sehingga kepala akan bera dalam keadaan fleksi
maksimal dan bagian leher tampak dengan jelas. Dalam posisi ini autopsi akan
lebih mudah dilakukan.
Untuk pembukaan rongga tubuh dikenal 2 metode, yaitu :
a. Insisi I
Dimulai dari bawah dagu digaris pertengahan tubuh sampai kesimfisis
pubis, dengan jalan membelokkan kearak kiri setentang pusat. Dengan
insisi ini daerah leher mudah diperiksa (seperti pada korban mati gantung
19
21
Setelah rongga tubuh dibuka, organ dilihat dan diperiksa dengan insisi
organ secara insitu, baru kemudian semua organ tubuh dikeluarkan dalam
kumpulan organ (en block) untuk diperiksa satu persatu diluar tubuh.
c. Teknik Letulle
Setelah rongga tubuh dibuka, organ-organ leher dan dada diafragma dan
perut dikeluarkan sekaligus (en masse). Kemudian diletakkan diatas meja
dengan permukaan posterior menghadap keatas. Plexus coeliacus dan
kelenjarkelenjar pada aorta diperiksa. Aorta dibuka sampai arcus aorta,
arteri renalis kanan dan kiri dibuka serta diperiksa. Aorta diputus diatas
muara a.renalis. rectum dipisahkan disigmoid organ urogenital dipisahkan
dari organ-organ lain. Bagian proksimal jejenum diikat pada dua tempat
dan kemudian diputus antara dua ikatan tersebut dan usus-usus dapat
dilepaskan. Esofaghus dilepaskan dari trakea, tetapi hubungannya dengan
lambung dipertahankan. Vena cava inferior serta aorta diatas diafragma
dan dengan demikian, organ-organ leher dan dada dapat dilepas dari
organ-organ perut.
d. Teknik Gohn
Setelah rongga tubuh dibuka, organ tubuh dikeluarkan dalam 3 kumpulan
organ, masing-masing :
1. Organ leher dan dada
2. Organ pencernaan bersama hati dan limpa
3. Organ urogenital
Dalam bedah mayat, tentu dipilih salah satu teknik yang dikemukakan
diatas. Teknik mana yang akan dipakai sangat tergantung pada kasus yang
dihadapi. Seperti terilihat diatas teknik Virchow adalah yang paling sederhana,
yaitu mengeluarkan organ demi organ. Ini sering dipakai karena kasus yang
dihadapi umumnya tidak memerlukan ketelitian dalam hubungan organ (seperti
kecelakaaan lalu lintas). Tetapi bila kasus yang diperiksa memerlukan ketelitian
yang lebih baik (seperti mati tiba-tiba yang mencurigakan sebabnya), maka teknik
Letulle dan Ghon harus digunakan. Pilihan untuk teknik mengeluarkan organ
tubuh yang paling penting adalah kemampuan untuk melaksanakan teknik
tersebut dan bila perlu dapat mengkombinasikan.
3. Pembukaan Rongga Tengkorak
22
Kulit kepala diiris mulai dari prosesus mastoideus melintasi daerah parietal
dan pada pertengahan kepala sedikit dibelakang vertex menuju prosesus
mastoideus pada sisi lain. Buat irisan sampai ke periosteum. Kulit kepala ditarik
dan dikupas kedepan sampai 1 cm diatas garis supra orbita dan kebelakang sampai
ke protuberantia occipitalis. Periksa bagian dalam kulit kepala, otot-otot
temporalis dan tulang tengkorak, apakah ada resapan darah. Tulang tengkorak
dopotong dengan gergaji mulai dari pertengahan tulang dahi kearah kana dan kiri
menuju satu titik yang letaknya sedikit diatas protuberantia occipitalis atau kirakira 2 cm diatas daun teinga. Bila memungkinkan (ada gergaji listrik), diatas
kuping pemotongan tulang kepala diteruskan miring kebelakang atas sehingga
berbentuk sudut 1200 dengan garis pertama. Tujuannya agar tulang kepala lebik
kokoh letaknya pada penutupan nanti. Hindari terpotongnya durameter dan
jaringan otak. Lalu atap tengkorak dilepaskan dengan sedikit pencongkelan dengn
pahat berbentuk T (T-chisel) dan otak dapat diperiksa.
Pada bayi baru lahir karena tulang kepala masih lunak, atap tengkorak
digunting mulai dari ubun-ubun besar sejajar dengan sutura sagitalis superior pada
jarak 0,5-1 cm dari garis median, lalu lingkarkan kearah lateral dibelakang sub
accipitalis. Dan didepan pengguntingan diteruskan kearah frontalis yang berjarak
1-2 cm dari lipatan kulit kepala dan membelok kearah lateral kanan sampai keatas
telinga kanan yang disisakan sejarak 2 cm dari pengguntungan belakang tadi (sub
occipitalis) kearah lateral kanan. Demikian juga dilakukan terhadap atap
tengkorak sebelah kiri. Tulang tengkorak yang digunting tersebut dibuka seperti
jendela dengan engselnya diatas teliga.
4. Pemeriksaan Organ
a. Lidah
Permukaan, warna selaput lendir. Tanda-tanda tergigit (baru/lama) atau
perdarahan
b. Tonsil
Permukaan, penampang tonsil, selaput (difteri), gambaran infeksi, nanah
dsb.
c. Kelenjar gondok
Ukuran, permukaan rata/benjol-benjol, warna dan berat
d. Kerongkongan
23
24
25
Lihat bekuan darah diatas selaput tebal otak atau dibawahnya, bawah
selaput lunak, diffus atau setempat. Permukaan otak besar dan otak kecil,
apakah dijumpai kerusakan jaringan otak, perhatikan gyrus-gyrus, apakah
ada odema.
Pemeriksaan Tambahan
1. Pemeriksaan Patologi Anatomi
Pada beberapa kasus diperlukan pemeriksaan lebih teliti melalui pemeriksaan
jaringan secara mikroskopik
2. Pemeriksaan racun
Yang diambil adalah bahan yang dicurigai seperti muntahan, isi lambung,
beserta jaringan lambung dimasukkan kedalam botol. Darah diambil dari
jantung dan vena kira-kira 20-50 ml dan dimasukkan kedalam botol begitu
juga hati dan empedu. Pada dugaan keracunan logam berat seperti Arsen,
maka perlu dikirim rambut, kuku dan tulang
3. Pemeriksaan bakteriologi
Bila ada dugaan kearah adanya sepsis, maka darah diambil dari jantung dan
limpa untuk pembiakan kuman. Darah diambil dengan spuit 10 ml melalui
dinding kantong jantung yang telah dibakar dengan spatel panas terlebih
dahulu, lalu dipindahkan kedalam tabung reagen yang steril. Jaringan limpa
diambil dengan pinset dengan gunting steril dengan cara pembakaran yang
sama seperti diatas, lalu dimasukkan dalam tabung steril
4. Pemeriksaan balistik
Pemeriksaan mayat yang diduga mati akibat penembakan seharusnya dimulai
dengan melakukan pemeriksaan rontgenologi pada seluruh tubuh untuk
mendeteksi adanya loga (peluru). Tetapi karena sarana ini tidak terdapat,
bahkan dipusat pemeriksaan kedokteran forensik sekalipun, maka usaha untuk
mendapatkan adanya peluru terpaksa dilakukan dengan menelusuri seluruh
jaringan tubuh.
9. Ketentuan Hukum
Pemeriksaan autopsi diatur dengan jelas dalam ketentuan hukum. Dalam RIB
(reglemen Indonesia yang diperbaharui), hukum acara pidana sebelum KUHAP
yang berlaki sejak 31 Desember 1981, dinyatakan adanya wewenang pegawai
penuntut umum dan magistrat pembantu (ternasuk kepolisian) untuk meminta
bantuan dokter melakukan pemeriksaan jenazah.
26
RIB pasal 68
Kalau hal itu dianggap perlu oleh penuntun umum, hendaklah ia membawa
seseorang atau dua orang lain yang dapat menimbang sifat dan keadaan kejahatan
itu.
RIB Pasal 69
Ayat 1. Bila suatu kematian disebabkan karena kekerasan (ruda paksa) atau
suatu kematian yang sebabnya menimbulkan kecurigaan, demikian juga halnya
dengan luka parah atau percobaan meracuni seseorang dan makar lain terhadap
nyawa seseorang, hendaklah ia membawa serta seseorang atau dua orang dokter
yang akan memberi keterangan mengenai sebab kematian atau sebab luka dan
mengenai keadaan mayat atau keadaan orang yang dilukai dan bila perlu mayat
diperiksa bagian dalamnya.
Ayat 2. Hendaklah orang yang dipanggil tersebut, dalam pasal ini dan pasal
yang lalu disumpah dihadapan penuntut hukum, bawha mereka akan memberi
keterangan kepadanya menurut kebenaran yang sesungguh-sungguhnya, yakni
menurut pengetahuannya yang sebaik-baiknya.
Dalam ktentuan hukum ini tidak dijelaskan siapa yang menentukan perlu
dilakukan bedah mayat. Apakah pihak penyidik atau dokter. Dilema ini akhirnya
diatasi dengan diterbitkannya instruksi Kapolri tahun 1975, yaitu instruksi Kapolri
: Ins/FJ20/DU/75, yang mengharuskan aparat kepolisisan meminta pemeriksaan
lengkap yaitu pemeriksaan luar dan dalam (autopsi) kepada dokter. Dijelaskan
dalam instruksi tersebut : dengan visum atas mayat . badan mayat harus dibedah.
Sama sekali tidk dibenarkan mengajukan permintaan visum et repertum atas
mayat berdasarkan pemeriksaan luar saja.
Ternyata instruksi Kapolri ini tidak mudah dilaksanakan. Masih banyak visum
yang dikeluarkan berdasarkan pemeriksaan luar. Tatalaksana pencabutan belum
diaksanakan berdasarkan pemeriksaan luar. Tatalaksana pencabutan belum
dilaksanakan sesuai ketentuan.
27
Dalam KUHAP yang mulai berlaku pada penutup tahun 1981, terdapat
ketentuan yang menjelaskan keterlibatan dokter dalam melakukan autopsi.
KUHAP Pasal 133
Ayat 1. Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang
korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang
merupakan tindak pidana, ia berwewenang mengajukan permintaan keterangan
ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
Ayat 2. Permintaan keterangan ahli sebagaiman dimaksud dalam ayai 1
dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu dengan tegas untuk pemeriksan
mayat atau pemeriksaan bedah mayat.
Ayat 3: Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter
pada rumah sakitharus diperlakukan baikdengan penuh penghormatan terhadap
mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat diberi cap jabatan
yang diletakkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.
KUHAP Pasal 134
Dalam hal sangat diperlukan dimana kepentingan pembuktian bedah mayat
tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu
kepada keluarga korban.
Dalam hal keluarga korban keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan
sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan
tersebut.
Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau
pihak yang perlu diberi tahu tidak ditemukan, penyidik segera melaksanakan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat 3 undang-undang ini.
Ini berarti di Indonesia menurut KUHAP autopsi hanya dilakukan jika
terpaksa. Sementara dari segi medis pemriksaan jenazah tanpa autopsi akan
menyulitkan dokter dalam menentukan sebab kematian.
Dalam ketentuan hukum ini dengan tegas dijelaskan bawha penyidiklah yang
menetukan perlu dilakukan bedah mayat dan bahwa penyidiklah yang
menerangkan kepada keluarga korban bahwa mayat akan diperiksa bagian luar
saja atau memilih bedah mayat. Untuk keperluan penyidikan bila keluarga korban
28
29