Anda di halaman 1dari 26

Skenario 1.

Paijo malang
Seminggu yang lalu desa corondes dihebohkan dengan penemuan sesosok mayat
anak laki-laki di kebun. Masyarakat segera menghubungi dokter puskesmas setempat.
Setelah diperiksa diduga kematiannya tidak wajar, sehingga segera melapor ke
kepolisian setempat. Setelah diidentifikasi mayat tersebut ternyata si paijo, seorang
anak berusia 9 tahun, buah hati dari pasangan Sukijo dan Karti. Untuk mengetahui
penyebab kematian, polisi meminta persetujuan orang tuanya untuk melakukan otopsi
dan uji laboratorium forensik guna menentukan penyebab pasti kematian paijo.
Dengan rasa sedih keluarga menyetujuinya karena ditemukan kejanggalan pada
visum luar, diantaranya ditemukan luka memar di punggung dan dada paijo, serta
beberapa luka lecet di tangan dan kaki paijo. Menurut tetangga, kedua orangtuanya
sering bertengkar karena masalah rumah tangga, tetangga berulang kali melihat paijo
kadang dipukul dan dikunci di dalam kamar mandi oleh ayahnya.

Step 1 : Klarifikasi Istilah


1. Otopsi :
 Pemeriksaan ilmiah terhadap tubuh yang sudah meninggal, ketika
seluruh permukaan tubuh dan rongga badan diperiksa dan catat apa
yang ditemukan.
 Suatu penyelidikan atau pemeriksaan tubuh mayat, termasuk alat-alat
atau organ tubuh dan susunanya pada bagian dalam setelah dilakukan
pembedahan dengan tujuan menentukan sebab kematian seseorang,
baik untuk kepentingan ilmu kedokteran maupun menjawab misteri
suatu tindak kriminal.

2. Memar : suatu perdarahan dalam jaringan bawah kulit/kutis akibat pecahnya


kapiler dan vena, yang disebabkan oleh kekerasan benda tumpul. Luka memar
kadangkala memberi petunjuk tentang bentuk benda penyebabnya, misalnya
jejas ban yang sebenarnya adalah suatu perdarahan tepi (marginal
haemorrhage).

3. Luka lecet :
 Cedera pada lapisan epidermis kulit yang bersentuhan dengan benda
berpermukaan kasar atau runcing
 Gundulan kulit yang disebabkan oleh gesekan

4. Forensik :
 Bidang ilmu pengetahuan yang digunakan untuk membantu proses
penegakan keadilan melalui proses penerapan ilmu (sains)
 Ilmu forensik (biasa disingkat forensik) adalah sebuah penerapan dari
berbagai ilmu pengetahuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang penting untuk sebuah sistem hukum yang mana hal ini mungkin
terkait dengan tindak pidana. Namun disamping keterkaitannya
dengan sistem hukum, forensic umumnya lebih meliputi sesuatu atau
metode-metode yang bersifat ilmiah (bersifat ilmu) dan juga aturan-
aturan yang dibentuk dari fakta-fakta berbagai kejadian, untuk
melakukan pengenalan terhadap bukti-bukti fisik (contohnya mayat,
bangkai, dan sebagainya).

Step 2 : Identifikasi Masalah


1. Kenapa kematian di scenario disebut kematian tidak wajar?
2. Apa saja hal pokok pada otopsi?
3. Apa penyebab kematian paijo berdasarkan luka?
4. Bagaimana cara identifikasi mayat?
5. Apa tujuan dilakukan visum?
6. Mengapa pada scenario polisi meminta izin pada keluarga sebelum otopsi?
7. Apa saja jenis dari otopsi?
8. Tanda dan klasifikasi luka?
9. Bagaimana cara mengetahui waktu kematian jenazah?
10. Apa saja peranan dari otopsi?
11. Mengapa polisi melakukan pemeriksaan lab dan apa kemungkinan intepretasi
hasilnya?
12. Apa saja pemeriksaan yang dilakukan pada anak yang mengalami kekerasan
fisik?

Step 3 : Klarifikasi Masalah


1. Kenapa kematian di scenario disebut kematian tidak wajar?
Secara umum cara kematian dibagi menjadi dua, yakni wajar dan tidak wajar.
Kematian wajar disebabkan penyakit atau usia tua (>80 tahun) sedangkan
kematian tidak wajar disebabkan berbagai jenis kekerasan (pembunuhan,
bunuh diri, dan kecelakaan kerja serta kecelakaan lalu lintas), kematian akibat
tindakan medis, tenggelam, intoksikasi, dan kematian yang tidak jelas
penyebabnya. Surat keterangan penyebab kematian yang diterbitkan dokter
dapat digunakan sebagai salah satu petunjuk untuk memperkirakan cara
kematian korban. Berdasarkan pedoman WHO penyebab kematian dibagi
menjadi penyebab langsung, penyebab antara, dan penyebab dasar yang saling
berkaitan satu sama lain. Selain itu terdapat kondisi lain yang tidak
bertanggung jawab secara langsung terhadap kematian pasien/ korban atau
sebagai penyulit. Penyebab langsung adalah mekanisme kematian yaitu
gangguan fisiologis dan biokimiawi yang ditimbulkan penyebab dasar
kematian. Sedangkan penyebab dasar merupakan penyebab kematian utama
yang sarat muatan medikolegalnya sehingga berhubungan langsung dengan
cara kematian. Dengan demikian, penyebab dasar adalah penyebab kematian
yang perlu ditelaah secara seksama untuk memperkirakan cara kematian.
Pada pemeriksaan luar jenazah dengan melihat keseluruhan tubuh dengan
cermat bila ditemukan luka-luka yang diperkirakan sebagai penyebab
kematian maka kematian ini sangat mungkin sebagai suatu kematian yang
tidak wajar. Sebab kematian pada kematian tidak wajar lebih mengarah
kepada alat / sarana yang dipakau untuk mematikan korban, namun untuk
mengetahui suatu pasti diperlukan pemeriksaan otopsi

2. Apa saja hal pokok pada otopsi?


Dalam melakukan autopsi forensik, beberapa hal pokok perlu diketahui.
a. Autopsi dilakukan sedini mungkin
Perubahan post mortem dapat mengubah keadaan suatu Iuka maupun suatu
proses patologik sedemikian rupa sehingga mungkin diinterpretasi salah.
petechiae asfiksial misalnya dapat menghilang dengan lewatnya waktu.
Rongga pleura yang semula kosong dapat terisi cairan merah kehitaman
akibat pembusukan.
b. Autopsi harus dilakukan lengkap.
Agar autopsi dapat mencapai tujuannya, maka autopsi haruslah lengkap,
meliputi pemeriksaan luar, pembedahan yang meliputi pembukaan rongga
tengkorak, dada, perut dan panggul.
c. Autopsi dilakukan sendiri oleh dokter.
Autopsi tidak boleh diwakilkan kepada perawat atau mantri. Dokter harus
melakukan sendiri interpretasi atas pemeriksaan yang dilakukan, untuk
.memenuhi ketentuan dalam undang-undang yang menuntut dilakukannya
pemeriksaan yang sejujur-jujumya, menggunakan pengetahuan yang sebaik-
baiknya.
d. Pemeriksaan dan pencatatan yang seteliti mungkin.
Semua kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan jenazah harus dicatat
sebaik-baiknya. Di samping itu, perlu juga dicatat "penemuan negatip"
(negative findings) pada kasus tertentu, yang menunjukkan bahwa dokter
pemeriksa telah melakukan pemeriksaan dan mencari kelainan tertentu, tetapi
tidak menemukannya

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada proses penyidikan dalam
Otopsi Forensik:
a. Tempat untuk melakukan otopsi adalah pada kamar jenazah dan juga bisa di
kuburan
b. Otopsi hanya dilakukan jika ada permintaan untuk Otopsi Forensik oleh pihak
yang berwenang
c. Otopsi Forensik harus segera dilakukan begitu mendapat surat permintaan
untuk Otopsi Forensik
d. Hal-hal yang berhubungan dengan penyebab kematian harus dikumpulkan
dahulu sebelum memulai Otopsi Forensik. Tetapi kesimpulan harus
berdasarkan temuan-temuan dari pemeriksaan fisik
e. Pencahayaan yang baik sangat penting pada tindakan Otopsi Forensik
f. Identitas korban yang sesuai dengan pernyataan polisi harus dicatat pada
laporan Pada kasus jenazah yang tidak dikenal, maka tanda-tanda identifikasi
foto, sidik jari, dan lain-lain harus diperoleh
g. Ketika dilakukan Otopsi Forensik tidak boleh disaksikan oleh orang yang
tidak berwenang
h. Pencatatan perincian pada saat tindakan Otopsi Forensik dilakukan oleh
asisten
i. Pada laporan Otopsi Forensik tidak boleh ada bagian yang dihapus
j. Jenazah yang sudah membusuk juga bisa Otopsi Forensik

3. Apa penyebab kematian paijo berdasarkan luka?


Berdasarkan luka pada korban,kemungkinan korban mengalami kekerasan
akibat benda tumpul. Benda- benda yang mengakibatkan luka memar dan luka
lecet adalah benda yang memiliki permukaan tumpul. Selain itu luka akibat
benda tumpul juga dapat ditandai dengan adanya luka terbuka atau luka robek.
Luka memar adalah suatu perdarahan dalam jaringan bawah kulit atau cutis
akibat pecahnya kapiler dan vena yang disebabkan oleh kekerasan benda
tumpul. Luka memar pada awalnya berwarna merah kemudian menjadi ungu
atau hitam, setelah 4-5 hari akan berwarna hijau lalu menjadi kuning diahri ke
7-10 dan menghilang pada hari ke 14-15. Luka lecet terjadi akibat cedera pada
epidermis yang bersentuhan langsung dengan benda dengan permukaan kasar
atau runcing.

4. Bagaimana cara identifikasi mayat?


Terdapat beberapa cara yaitu :
 Teknik Virchow
Teknik yang dilakukan setelah pembukaan rongga tubuh organ dikeluarkan
satu
persatu langsung diperiksa.
 Teknik Rokitansky
Ditandai dengan irisan insitu dikombuinasikan dengan pengeluaran sekaligus
enblok. Setelah rongga tubuh dibuka organ-organ dilihat dan diperiksan
dengan
melakukan beberapa irisan insitu.
 Teknik letvile
Setelah rongga tubuh dibuka dinlajutkan dengan organ-organ yang
dikeluarkan.
 Teknik ghon
Setelah rongga tubuh dibuka, organ leher dan dada, hati dompa dan organ
organ pencernaan sertaorgan organ urogenital diangkat keluar.

Identifikasi forensik merupakan upaya menentukan identitas seseorang


berdasarkan ras, jenis kelamin, umur, tinggi badan dan prinsip identifikasi
rangka yang tidak diketahui identitasnya, dengan tujuan membantu penyidik.
Identifikasi merupakan cara yang digunakan untuk menentukan identitas
seseorang, baik dalam keadaan hidup maupun mati. Identifikasi forensik
dilakukan berdasar pada ciri-ciri/tanda-tanda khusus yang ada pada fisik
seseorang. Cara identifikasi yang bersifat primer merupakan identifikasi yang
dapat berdiri sendiri tanpa dibantu metode identifikasi lain, yaitu pemeriksaan
sidik jari (daktiloskopi), gigi geligi (odontologi) dan DNA.

a.Cara identifikasi primer berupa pemeriksaan sidik jari dan gigi geligi yang
dapat berdiri
sendiri tanpa dibantu metode identifikasi lain, karena hampir tidak ada sidik
jari dan gigi
yang identik antara dua orang berbeda, sehingga pemeriksaan sidik jari dan
gigi tersebut
bersifat sangat individual dan memiliki validitas tinggi. Metode ilmiah
mutakhir yang
dinilai memiliki akurasi tinggi berhubungan dengan identifikasi primer adalah
penggunaan metode DNA, namun demikian sepanjang masih dapat
menggunakan metode
identifikasi yang lain, pemeriksaan DNA tidak diutamakan dalam identifikasi
forensik.
Pemeriksaan DNA merupakan salah satu teknik identifikasi primer yang
memiliki
validitas tinggi, namun demikian memerlukan biaya yang tinggi pula,
sehingga tidak
diutamakan dalam proses identifikasi forensik. Di samping cara identifikasi
primer,
dikenal pula metode identifikasi yang bersifat sekunder, yang tidak dapat
berdiri sendiri,
sehingga memerlukan dukungan metode identifikasi lain dalam rangka
menemukan
kebenaran jati diri/identitas seseorang.
b.Identifikasi sekunder dapat dilakukan secara sederhana dan ilmiah. Secara
sederhana
identifikasi sekunder dilakukan dengan cara melihat langsung ciri seseorang
dengan
memperhatikan pakaian yang dikenakan, perhiasan, dan atau kartu identitas
diri yang
diketemukan pada korban; sedangkan secara ilmiah dilakukan dengan
menggunakan
metode keilmuan tertentu, misalnya dengan menggunakan sarana pemeriksaan
medis,
yang pelaksanaannya dilakukan oleh tenaga medis. Sarana pemeriksaan medis
diperlukan
apabila pihak kepolisiantidak dapat menggunakan sarana identifikasi sekunder
dengan
melihat langsung ciri seseorang dari pakaian yang dikenakan, perhiasan, atau
kartu
identitas diri yang diketemukan pada korban; di samping itu pemeriksaan
medis
diperlukan apabila hasil identifikasi kurang memperoleh hasil yang
meyakinkan.

5. Apa tujuan dilakukan visum?


Tujuan Visum et Repertum adalah, untuk memberikan kepada hakim (majelis)
suatu kenyataan akan fakta-fakta dari bukti-bukti tersebut atas semua
keadaan/hal sebagaimana tertuang dalam pembagian pemberitaan agar hakim
dapat mengambil putusannya dengan tepat atas dasar kenyataan atau
faktafakta tersebut, sehingga dapat menjadi pendukung atas keyakinan hakim.

6. Mengapa pada scenario polisi meminta izin pada keluarga sebelum otopsi?
Dijelaskan pada pasal 134 ayat 1, bahwa :
Dalam hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian bedah
mayat tidak mungkin dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih
dahulu kepada keluarga korban

7. Apa saja jenis dari otopsi?


Berdasarkan tujuannya, dikenal dua jenis Autopsi, yaitu otopsi klinik dan
Autopsi Forensik/Autopsi Medikolegal.

Autopsi klinik dilakukan terhadap mayat seseorang yang menderita penyakit,


dirawat di Rumah Sakit tetapi kemudian meninggal
a. Autopsi Anatomi
Yaitu autopsi yang dilakukan oleh mahasiswa fakultas kedokteran
di bawah bimbingan langsung ahli ilmu urai anatomi laboratorium
anatomi fakultas
kedokteran.Tujuannya adalah untuk mempelajari susunan jaringan dan organ
tubuh
dalam keadaan normal.
b. Autopsi klinik
Autupsi klinik dilakukan terhadap mayat seseorang yangdiduga terjadi akibat
suatu
penyakit. Tujuannya untuk menentuka npenyebab kematian yang pasti,
menganalisa
antara diagnosis klinis dan diagnosis postmortem (diagnosis setelah autopsi),
pathogenesis penyakit, dan sebagainya.
c. Autopsi forensik/medikolegal
Autopsi forensik atau bedah mayat kehakiman dilakukan atas permintaan
yang
berwenang, sehubungan dengan adanya penyidikan dalam perkara pidana
yang
menyebabkan korban meninggal. Tujuan dilakukannya pelayanan untuk
kepentingan hukum ini, yaitu :
 Menentukan sebab kematian yang pasti
 Mengetahui mekanisme kematian
 Mengetahui cara kematian
 Menentukan lama kematian (postmortem interval)
 Pada korban tak dikenal dilakukan pemeriksaan identifikasi
 Mengetahui jenis senjata maupun racun yang digunakan
 Apakah ada penyakit penyerta diderita oleh korban
 Apakah ada tanda-tanda perlawanan dari korban yang berhubungan
dengan kematiannya, seperti pada kasus perkosaan
 Mengetahui apakah posisi korban telah diubah setelah iamati 
 Mengumpulkan serta mengenal benda-benda bukti yang berguna
untuk penentuan identitas pelaku kejahatan
 Pada bayi baru lahir untuk menentukan viabilitas, apakah bayi lahir
hidup atau lahir mati
 Membuat laporan tertulis yang objektif dan berdasarkan fakta dalam
bentuk visum et repertum.

Ada 3 macam bedah mayat (otopsi) :


a) Otopsi anatomis
Syarat untuk dapat melakukan otopsi anatomis menurut P.P 18 Tahun 1981
adalah :
1. Adanya surat wasiat dari yang bersangkutan yang menghendaki supaya
mayatnya
diserahkan kepada suatu Fakultas Kedokteran untuk otopsi anatomis yang
sesuai
2. dengan apa yang telah diatur dalam Bugerlijk Wetboek (B.W) atau Kitab
Undang-undang Hukum Perdata pasal 935. 2. Surat persetujuan keluarga yang
terdekat yang menyerahkan mayat yang bersangkutan kepada Fakultas
Kedokteran.
3. Tanpa persetujuan keluarga yang tersekat, bila dalam waktu 2x24 jam (dua
kali dua puluh
empat jam) tidsk ada keluarha terdekat dari yang meninggal dunia datang ke
Rumah sakit
untuk mengurus mayat.
b) Otopsi Klinik
Otopsi klinik adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara pembedahan
terhadap mayat untuk mengetahui dengan pasti penyakit atau kelainan yang
menjadi sebab kematian dan untuk penelitian hasil usaha pemulihan
kesehatan.
Otopsi klinik kemudian dilengkapi dengan pemeriksaan
- Hispatologi
- Bakteriologi/virologi
- Toksikologi
- Sero-imunologi
Bahwa otopsi klinik sangat bermanfaat dapat dilihat dalam contoh sebagai
berikut : suami istri mempunyai 5 orang anak, dalam seminggu 2 orang anak
meninggal karena suatu penyakit yang tidak diketahui oleh dokter. Dalam hal
seperti ini otopsi klinik kemungkinan besar dapat memberi jawaban apa sebab
kematiannya sehingga dapat diambil tindakan untuk mencegah menjalarnya
penyakit dan mengusahakan obat untuk menyembuhkan penderita lain.
Untuk otopsi klinik mutlak diperlukan izin dari keluarga terdekat mayat yang
bersangkutan.
Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, yang terbaik adalah melakukan
otopsi klinik yang lengkap, meliputi pembukaan rongga tengkorak, dada dan
perut/panggul, serta melakukan pemeriksaan terhadap seluruh alat-alat
dalam/organ
Namun bila pihak keluarga berkeberatan untuk dilakukannya otopsi klinik
lengkap, masih dapat diusahakan untuk melakukan Autopsi klinik parsial,
yaitu yang terbatas pada satu atau dua rongga badan tertentu. Apabila ini
masih ditolak, kiranya dapat diusahakan dilakukannya suatu needle necropsy
terhadap organ tubuh tertentu,

c) Otopsi kehakiman/forensic
Otopsi kehakiman (forensik) atau pemeriksaan mayat untuk peradilan ialah
otopsi yang dilakukan atas dasar perintah yang berwajib untuk kepentingan
peradilan, karena peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana, cara
melakukannya tidak berbeda dengan otopsi klinik. Otopsi kehakiman/forensik
selain dilakukan di Rumah Sakit bila perlu dikerjakan di tempat kejadian
perkara atau ditempat dimana mayat dikuburkan (misal di pemakaman
umum), bila mayat tidak mungkin diangkut ke Rumah Sakit.
Yang berwenang minta otopsi kehakiman/forensik ialah: Penyidik (KUHAP
133, 134, 135) dan Hakim Pidana ( KUHAP 180).

Untuk melakukan otopsi forensik, diperlukan suatu surat permintaan


pemeriksaan/pembuatan visum et repertum dari yang berwenang, dalam hal
ini pihak penyidik. Izin keluarga tidak diperlukan, bahkan apabila ada
seseorang yang menghalang-halangi di lakukannya otopsi forensik, yang
bersangkutan dapat dituntut berdasarkan undang-undang yang berlaku.

Dalam melakukan Autopsi forensik, mutlak diperlukan pemeriksaan yang


lengkap, meliputi pemeriksaan tubuh bagian luar, pembukaan rongga
tengkorak, rongga dada dan rongga perut/panggul Seringkali perlu pula
dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya, antara lain pemeriksaan
toksikologi forensik, histopatologi forensik, serologi forensik dan sebagainya
Pemeriksaan yang tidak lengkap, yaitu otopsi parsial atau needle necropsy
dalam rangka pemeriksaan ini tidak dapat dipertanggungjawabkan, karena
tidak akan dapat mencapai tujuan.

8. Tanda dan klasifikasi luka?


Klasifikasi menurut akibatnya :
- Luka derajat 1 atau ringan : Penganiayaan ringan atau penganiayaan yang
tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan
(pasal 352 KUHP)
- Luka derajat 2 : Mengakibatkan penyakit dan halangan sementara dalam
melakukan pekerjaan atau jabatanyya selama beberapa hari
- Luka derajat 3 atau berat : Jatuh sakit atau mendapat luka yang itdak
memberi harapan sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya
mmaut; yang menyebabkan seseorang terus menerus tidak mampu
menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencaharian.
Menurut Taylor (1997) Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka, luka dapat
dibagi
menjadi:
a. Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka
yang terjadi
pada lapisan epidermis kulit.
b. Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit
pada lapisan
epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya
tanda
klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
c. Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit
keseluruhan meliputi
kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah
tetapi
tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan
epidermis,
dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai
suatu
lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
d. Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot,
tendon dan
tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
Luka akibat benda tumpul
• Memar (kontusio, hematom),
• Luka lecet (ekskoriasi, abrasi)
• Luka terbuka/robek (vulnus laseratum).
Luka akibat benda setengah tajam
• Jejas-Gigit (Bite-Mark)
Luka akibat benda tajam
• Luka iris atau sayat,
• Luka tusuk
• Luka bacok.

9. Bagaimana cara mengetahui waktu kematian jenazah?


Perkiraan waktu kematian korban tergantung kepada Faktor-faktor yang
digunakan untuk menentukan saat terjadinya kematian, yaitu :
a. Livor mortis (lebam jenazah)
Livor mortis atau lebam mayat terjadi akibat pengendapan eritrosit
sesudah kematian akibat berhentinya sirkulasi dan adanya gravitasi
bumi . Eritrosit akan menempati bagian terbawah badan dan terjadi
pada bagian yang bebas dari tekanan. Livor mortis muncul pada menit
ke-30 sampai dengan 2 jam. Intensitas lebam jenazah meningkat dan
menetap 8-12 jam.
b. Rigor mortis (kaku jenazah)
Rigor mortis atau kaku jenazah terjadi akibat hilangnya ATP
digunakan untuk memisahkan ikatan aktin dan myosin sehingga terjadi
relaksasi otot. Namun karena pada saat kematian terjadi penurunan
cadangan ATP maka ikatan antara aktin dan myosin akan menetap
(menggumpal) dan terjadilah kekakuan jenazah.
Rigor mortis akan mulai muncul 2 jam postmortem semakin
bertambah hingga mencapai maksimal pada 12 jam postmortem.
Kemudian setelah itu akan berangsur-angsur menghilang sesuai
dengan kemunculannya. Pada 12 jam setelah kekakuan maksimal (24
jam postmortem) kaku jenazah sudah tidak ada lagi.
Periode Rigor Mortis
• Relaksasi Primer
Terjadi segera setelah kematian (0-2 jam), berlangsung
selama 2-3 jam, seluruh otot akan mengalami relaksasi
dan dapat digerakkan ke segala arah
• Rigor Mortis
Karena dalam keadaan ATP rendah dan tingkat
keasaman tinggi, maka serabut aktin dan myosin akan
saling beriaktan dan menimbulkan kekakuan. Kekakuan
dimulai dari bagian luar tubuh (otot-otot kecil) kearah
dalam (sentripetal) dan menjalar kraniokaudal.
• Relaksasi Sekunder
Terjadi relaksasi kembali karena telah terjadi
dekomposisi dari serabut aktin dan myosin
c. Body temperature (suhu badan)
Penurunan suhu tubuh, setelah kematian karena proses perpindahan
panas melalui cara konduksi, evaporasi, dan radiasi.
Penurunan suhu badan dipengaruhi oleh suhu lingkungan, konstitusi
tubuh dan pakaian. Bila suhu lingkugan rendah, badannya kurus dan
pakaiannya tipis maka suhu badan akan menurun lebih cepat. Lama
kelamaan suhu tubuh akan sama dengan suhu lingkungan.
d. Degree of decomposition (derajat pembusukan)
Pembusukan jenazah terjadi akibat proses degradasi jaringan karena
autolisis dan kerja bakteri. Mulai muncul 24 jam postmortem, berupa
warna kehijauan dimulai dari daerah sekum menyebar ke seluruh
dinding perut dan berbau busuk karena terbentuk gas seperti HCN,
H2S dan lainlain. Gas yang terjadi menyebabkan pembengkakan.
Akibat proses pembusukan rambut mudah dicabut, wajah
membengkak, bola mata melotot, kelopak mata membengkak dan
lidah terjulur. Pembusukan lebih mudah terjadi pada udara terbuka
suhu lingkungan yang hangat/panas dan kelembaban tinggi. Bila
penyebab kematiannya adalah penyakit infeksi maka pembusukan
berlangsung lebih cepat.
e. Stomach Content (isi lambung)
Pengosongan lambung dapat dijadikan salah satu petunjuk mengenai
saat kematian. Karena makanan tertentu akan membutuhkan waktu
spesifik untuk dicerna dan dikosongkan dari lambung. Misalnya
sandwich akan dicerna dalam waktu 1 jam sedangkan makan besar
membtuhkan waktu 3 sampai 5 jam untuk dicerna.
f. Insect activity (aktivitas serangga)
Telur lalat biasanya akan mulai ditemukan pada jenazah sesudah 1-2
hari postmortem. Larva ditemukan pada 6-10 hari postmortem.
Sedangkan larva dewasa yang akan berubah menjadi pupa ditemukan
pada 12-18 hari.
g. Scene markers (tanda-tanda yang ditemukan pada sekitar tempat
kejadian)
Keadaan lingkungan di sekitar jenazah yang dapat mempengaruhi
tanda-tanda kematian pada jenazah tersebut.

10. Apa saja peranan dari otopsi?


Autopsi merupakan salah satu bagian penting dalam ilmu kedokteran, sebab
selain berfungsi untuk menegakkan diagnosis akhir, autopsi juga berfungsi
untuk menemukan hubungan antara penyebab kematian dengan kelainan pada
organ tubuh yang kemungkinan menyebabkan kematian, serta dapat
menjelaskan hubungan antara kedua hal tersebut. Autopsi dilakukan pada
kasus kematian yang menimbulkan kecurigaan, kematian akibat tindak pidana
pembunuhan, dan kematian mendadak tanpa sebab yang jelas.
 Peran autopsi pada kasus tindak pidana pembunuhan adalah membantu
penegak hokum dalam mengungkap kematian dengan cara melakukan
pemeriksaan bedah mayat.
 Pada kasus kematian mendadak tanpa sebab yang jelas, peran autopsi
adalah untuk mengetahui penyebab pasti kematian, karena kematian
tersebut dapat mendatangkan kecurigaan akan adanya unsur kriminal.
 Penyebab kematian pada kasus kematian mendadak tanpa sebab yang
jelas biasanya disebabkan penyakit.

Autopsi forensik atau Autopsi mediko-legal di lakukan terhadap mayat


seseorang berdasarkan peraturan undang-undang, dengan tujuan
a. membantu dalam hal penentuan identitas mayat.
b. menentukan sebab pasti kematian, memperkirakan cara kematian serta
memperkirakan saat kematian.
c. mengumpulkan serta mengenali benda-benda bukti untuk penentuan
identitas benda penyebab serta identitas pelaku kejahatan.
d. membuat laporan tertulis yang obyektif dan berdasarkan fakta dalam
bentuk visum et repertum.
e. melindungi orang yang tidak bersalah dan membantu dalam penentuan
identitas serta penuntutan terhadap orang yang bersalah
11. Mengapa polisi melakukan pemeriksaan lab dan apa kemungkinan intepretasi
hasilnya?
Pemeriksaan laboratorium forensik, merupakan pemeriksaan laboratorium
yang mengaplikasikan ilmu pengetahuan untuk menemukan kebenaran
materiil. Pemeriksaan laboratorium forensik antara lain meliputi pemeriksaan
sidik jari, genetik, mayat, analisis kimia, analisis fisika, dan segala sesuatu
yang berhubungan dengan tubuh manusia atau bagian dari dalam tubuh
maupun luar tubuh. Misalnya, dalam kasus narkoba dilakukan dengan cara
pemeriksaan urine tersangka yang diduga pengguna narkoba, atau dalam
kasus pembunuhan yang tidak ditemukan bukti lain selain sidik jari yang
tertinggal, maka penyelidikan untuk mengungkap penyebab kematian dengan
mengutamakan pemeriksaan sidik jari di laboratorium forensik, yang
berfungsi untuk membandingkan sidik jari yang tertinggal di TKP dengan
terduga pelakunya. Laboratorium forensik merupakan bagian dari institusi
kepolisian, yang memegang peranan penting untuk melaksanakan tugas
membantu pembuktian dan mengungkap perkara hukum. Hasil penelitian dan
pemeriksaan laboratorium forensik berupa berita acara pemeriksaan barang
bukti merupakan alat bukti sah dalam perkara di persidangan. Berikut
beberapa pemeriksaan forensic :
a) Pemeriksaan Toksikologi Forensik, merupakan penerapan ilmu alam
untuk menganalisis kandungan racun atas dugaan adanya tindak
pidana. Tujuannya untuk mengidentifikasi kandungan racun dan
menganalisis akibat yang ditimbulkan dari peracunan tersebut,
sehingga dapat menemukan penyebab kematian atau tindak pidana lain
dalam suatu kasus. Di samping itu, pemeriksaan toksikologi forensik
dapat digunakan sebagai upaya dalam rekaan rekonstruksi dalam suatu
peristiwa, misalnya dalam kasus kecelakaan penerbangan atau
kecelakaan yang disebabkan karena human error. Dari penyebab
kecelakaan dapat dilakukan rekaan dalam mengetahui reaksi atas suatu
obat atau zat-zat tertentu yang berpengaruh pada terjadinya
kecelakaan. Untuk menentukan jenis racun penyebab kematian
seseorang, maka pemeriksaan dalam mayat (otopsi forensik) wajib
dilakukan dalam kasus keracunan guna menemukan jenis racun yang
digunakan untuk melakukan pembunuhan. Penentuan jenis racun
dalam kasus pembunuhan berhubungan dengan kesimpulan dalam
pembuatan visum et repertum atas mayat, yaitu hubungan kausal
antara racun yang digunakan dengan penyebab matinya korban;
b) Pemeriksaan Histopatologi, merupakan pemeriksaan mikroskopik
pada salah satu bagian jaringan menggunakan teknik histologist.
Pemeriksaan histopatologi dalam perkara pidana antara lain dilakukan
pada uji apung paru untuk menentukan ada atau tidaknya pembunuhan
bayi setelah dilahirkan atau tidak lama setelah dilahirkan. Bayi
dilahirkan hidup dapat diketahui dari uji tes paru secara makroskopis
maupun mikroskopis. Pemeriksaan makroskopis paru anak yang
dilahirkan hidup akan tampak mengembang dan menutupi jantung,
tepinya tumpul, berwarna merah ungu dengan gambaran mozaik, bila
dimasukkan ke dalam air akan mengapung, bila diiris dan dipijat akan
banyak mengeluarkan darah dan busa, secara mikroskopik akan
tampak jelas ada pengembangan dari kantung-kantung hawa;
c) Pemeriksaan Antropologi Forensik, merupakan aplikasi dari
antropologi fisik atau biologi antropologi ke dalam perkara hukum.
Pemeriksaan dilakukan terhadap kerangka atau sisasisa kerangka yang
bertujuan membantu menentukan apakah kerangka atau bagian dari
kerangka merupakan kerangka manusia atau kerangka binatang. Jika
yang diperiksa kerangka manusia, maka pemeriksaan antropologi
forensik berperan dalam mengidentifikasi identitas kerangka tersebut,
antara lain untuk menentukan jenis kelamin, perkiraan usia, bentuk
tubuh, ras, perkiraan waktu kematian, penyebab kematian, riwayat
penyakit terdahulu atau luka yang bisa terlihat jelas pada struktur
tulang, dan sebagainya.
d) Pemeriksaan teknik superimposisi, merupakan salah satu cara
identifikasi mayat dengan menggunakan sistim pemeriksaan melalui
cara membandingkan kerangka/tengkorak yang diketemukan dengan
korban pada waktu hidup, dan ciri-ciri khusus yang ada pada tubuh
korban. Ciri-ciri khusus korban dicari dan dicatat, dengan harapan
akan dapat menentukan identifikasi secara akurat. Ciri-ciri tersebut,
antara lain: misalnya, melalui pemeriksaan odontologi forensik atau
pemeriksaan kondisi gigi geligi korban, gigi ompong atau gigi patah,
lubang pada bagian depan, dan sebagainya yang biasanya dapat lebih
mudah dikenali oleh keluarga korban. Pemeriksaan teknik
superimposisi dapat dilakukan dengan cara mencocokkan tengkorak
korban dengan foto korban semasa hidupnya. Namun demikian,
kendala yang dihadapi pada pemeriksaan teknik superimposisi apabila
tengkorak yang diketemukan dalam kondisi hancur sehingga sulit
dikenali bentuk wajah/tubuh korban;
e) Pemeriksaan laboratorium forensik, merupakan pemeriksaan
laboratorium yang mengaplikasikan ilmu pengetahuan untuk
menemukan kebenaran materiil. Pemeriksaan laboratorium forensik
antara lain meliputi pemeriksaan sidik jari, genetik, mayat, analisis
kimia, analisis fisika, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan
tubuh manusia atau bagian dari dalam tubuh maupun luar tubuh.
Misalnya, dalam kasus narkoba dilakukan dengan cara pemeriksaan
urine tersangka yang diduga pengguna narkoba, atau dalam kasus
pembunuhan yang tidak ditemukan bukti lain selain sidik jari yang
tertinggal, maka penyelidikan untuk mengungkap penyebab kematian
dengan mengutamakan pemeriksaan sidik jari di laboratorium
forensik, yang berfungsi untuk membandingkan sidik jari yang
tertinggal di TKP dengan terduga pelakunya. Laboratorium forensik
merupakan bagian dari institusi kepolisian, yang memegang peranan
penting untuk melaksanakan tugas membantu pembuktian dan
mengungkap perkara hukum. Hasil penelitian dan pemeriksaan
laboratorium forensik berupa berita acara pemeriksaan barang bukti
merupakan alat bukti sah dalam perkara di persidangan.

12. Apa saja pemeriksaan yang dilakukan pada anak yang mengalami kekerasan
fisik?
a. Pemeriksaan ramah dan sopan . menjalin hubungan akrab , menyiapkan alat
bantu
seperti mainan , bersifat rahasia.
b. Anamnesis :
 Perhatikan sikap anak . Apakah ada takut dan cemas?
 Melengkapi identitas korban
 Melakukan konfirmasi urutan kejahatan
 Menggali informasi tentang trauma , Kesehatan sebelum trauma ,
penyakit dan masalah perilaku sebelumnya
c. Observasi :
 adanya keterlambatan bermakna
 adanya interaksi antara korban dengan orangtua/pengasuh.
d. Pemeriksaan fisik :
 periksan kesadaran umum dna TTD
 adakah luka lama/baru (memar, patah tulang, luka bakar)
 pada kasus kekerasan seksual, perlu memperhatikan adanya tanda
kekerasan atau perlawanan, adanya luka, organ vital.

Pemeriksaan fisik pada anak meninggal dunia dikarenakan kekerasan fisik.


a. Berkas rekam medis, yang dicocokkan dengan identitas jenazah
b. Lembar persetujuan pemeriksaan luar jenazah oleh keluarga (disesuaikan
dengan SOP rumah sakit).
c. Berkas rekam medis (jika sebelumnya pasien pernah dirawat di rumah
sakit), Surat
permintaan pemeriksaan jenazah (Surat Permintaan Visum) dari penyidik,
Pemeriksaan dilakukan terhadap jenazah yang ditunjukkan oleh penyidik
(penyidik
bertanggung jawab untuk menunjukkan/mengidentifikasi jenazah yang
dimaksud).
d. Pemeriksaan Status Antropometri dan Ciri Fisik
e. Deskripsikan ciri-ciri fisik jenazah seperti:
 Jenis kelamin, yakni melalui inspeksi alat kelamin dan tanda-tanda
perkembangan seks sekunder
 Perkiraan usia
 Ras
 Warna kulit
 Status gizi
 Rambut-rambut pada jenazah
f. Pemeriksaan Tanatologi
g. Pemeriksaan Tanda-Tanda Asfiksia
h. Pemeriksaan Gigi Jenazah
i. Pemeriksaan Lubang-Lubang pada Tubuh
j. Pemeriksaan Patah Tulang
k. Pemeriksaan Tanda Tenggelam
l. Menuliskan Anjuran/Saran untuk Melakukan Pemeriksaan Bedah Mayat
(Autopsi).
Step 4 : Skema

Definisi
Tanatologi

Tanda Kematian

Tanatologi
Sebab Kematian

Otopsi Jenazah

Visum et
Repertum

AIK

Step 5 : Sasaran Belajar


1. Definisi tanatologi
2. Tanda kematian
3. Sebab kematian
4. Otopsi jenazah (syarat, alur, deskripsi)
5. Visum et Repertum
6. AIK
DAFTAR PUSTAKA

1. Henderson r. Net doctor autopsy. 2014


2. Dedi, afandi. Otopsi virtual. Maj kedokteran indon. Volum 59. no. 7 juli 2009
3. Henky, Yulianti K,dkk. Buku panduan belajar koas: Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal.Bali: FK UDAYANA; 2017.
4. Erfan SM,dkk. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Surabaya: FK
UNAIR;2012
5. Ohoiwutun,T. Ilmu Kedokteran Forensik.Yogyakarta:Pohon Cahaya; 2016.
6. Imran,Majesty A.Berat Organ Post Mortem Kasus yang di Autopsi di RS
Bhayangkara Pekanbaru polda Riau Tahun 2017-2018[Skripsi]. Padang: FK
UNAND.2019
7. Staf Pengajar FK UI. Teknik Autopsi Forensik.Jakarta: FK UI;2000.
8. Pusat Bahasa Depdiknas.Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta: Balai
Pustaka;2016.
9. Prawestiningtyas E. Pedoman Diagnosa Dan Tindakan: Pemeriksaan Kasus
Forensik. Universitas Brawijaya Press; 2013.
10. RI BDK, INDONESIA KR. DISUSUN OLEH: TIM PENYUSUN MODUL..
11. Al Haris MS, Rohmah IN, Miranti IP. Perbandingan gambaran histopatologi
kulit leher tikus wistar yang digantung dengan pembedaan periode
postmortem. Diponegoro med j (jurnal kedokt diponegoro). 2019;8(1):313–
22.
12. Buku Ilmu Kedokteran Forensik (Interaksi dan Dependensi Hukum pada Ilmu
Kedokteran) Dr. Y.A. Triana Ohoiwutun, S.H., M.H
13. Atiek S Soemanto. “Kapita Selekta Kedokteran” ed IV. FK UI : Media
Aesculapieus; 2014 : 817.
14. Angi, Charisa et al. Gambaran Sebab Kematian pada Kasus Kematian Tidak
Wajar yang di Autopsi di RS Bhatangkara Tingkat III Manado dan RSUP
Prof. Dr. RD. Kandou Manado Tahun 2017-2018. Jurnal e-clinic. Vol 8 (1) :
10 – 14; 2021
15. Chorwutun, Triana. Ilmu Kedokteran Forensik : Interaksi dan Dependensi
Hukum pada Ilmu Kedokteran.
16. Maramis, Marekel. Peran Ilmu Forensik Dalam Penyelesaian Kasus Kejahatan
Seksual Dalam Dunia Maya [Internet]. Jurnal Ilmu Hukum. Vol 2 (7) : 2015
17. Mekie, India. Fungsi Otopsi Forensik dan Kewenangan Kepolisian Republik
Indonesia Berdasarkan KUHAP. Jurnal dex privatum. Vol 4 (5) : 2016
18. Dedi Affandi. Visum et Repertum. 2017
19. Natasya A F. Gambaran Perubahan Luka Memar pada Suku Minahasa. 2019
20. FK UI. Teknik Autopsi Forensik. Jakarta : FKUI, 2000

Anda mungkin juga menyukai