Anda di halaman 1dari 40

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/355126736

Nirmalasari, Nila. OTOPSI FORENSIK PADA KEMATIAN MENDADAK. Bab I. Fajar


Copypaste. Yogyakarta, Indonesia. 2020

Chapter · October 2021

CITATIONS READS

0 832

1 author:

Nila Nirmalasari
Universitas Lambung Mangkurat
3 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

OTOPSI FORENSIK PADA KEMATIAN MENDADAK View project

TRANSAKSI TERAPEUTIK, SUMPAH DOKTER, KODEKI, MALPRAKTIK, DAN MEDIKOLEGAL View project

All content following this page was uploaded by Nila Nirmalasari on 07 October 2021.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


BAB I 1

KEMATIAN MENDADAK
DAN OTOPSI

MATI MENDADAK
Kematian adalah berhentinya fungsi biologis yang mempertahankan kehidupan
seseorang. Pada dasarnya kematian disebabkan oleh gagalnya fungsi salah satu dari
tiga pilar kehidupan manusia yaitu gagalnya fungsi otak (central nervous system)
yang ditandai dengan keadaan koma, gagalnya fungsi jantung (circulatory system)
dengan gejala sinkop, dan gagalnya fungsi paru-paru (respiratory system) yang
menyebabkan asfiksia.
Kematian dapat terjadi perlahan-lahan mengikuti perjalanan penyakit, namun
juga dapat terjadi secara mendadak. Pemeriksaan kematian mendadak sering
dilakukan oleh dokter ahli forensik mengingat pada kasus kematian mendadak dapat
timbul kecurigaan apakah ada unsur-unsur tindak pidana sehingga harus
diperlakukan sebagai kematian yang tidak wajar (unnatural) sebelum dapat
dibuktikan bahwa kematian tersebut bersifat wajar (natural) secara ilmiah. Kematian
mendadak sering disamakan dengan kematian wajar yang tidak terduga (sudden
natural unexpected death), yaitu suatu kematian yang disebabkan oleh karena
penyakit alamiah bukan akibat trauma atau keracunan.
Pada kasus-kasus kematian forensik diperlukan adanya suatu pembuktian
mengenai cara kematian (manner of death), sebab kematian (cause of death) dan
mekanisme kematian (mechanism of death) seseorang yang akan dituangkan pada
visum et repertum (VeR). Diperlukan suatu pemahaman bagaimana mekanisme dan
2

sebab kematian yang mungkin saja terjadi dan bagaimana tanda-tanda yang terlihat
dari setiap sebab dan mekanisme kematian yang diperoleh pada tubuh korban.
Definisi WHO untuk kematian mendadak adalah kematian yang terjadi pada 24
jam sejak gejala-gejala timbul, namun pada kasus-kasus forensik, sebagian besar
kematian terjadi dalam hitungan menit atau bahkan detik sejak gejala pertama
timbul. Kematian mendadak tidak selalu tidak terduga, dan kematian yang tak
diduga tidak selalu terjadi mendadak, namun amat sering keduanya ada bersamaan
pada suatu kasus.
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang
melalui pengamatan terhadap perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan
itu akan terjadi dari mulai terhentinya suplai oksigen. Manifestasinya akan dapat
dilihat setelah beberapa menit, jam, dan seterusnya. Setelah beberapa waktu, timbul
perubahan pascamati yang jelas memungkinkan diagnosis kematian lebih pasti.
Sedangkan mendadak merupakan kata yang berkaitan dengan waktu yang cepat atau
seketika terhadap munculnya suatu kejadian atau peristiwa. Mendadak kaitannya
dengan kematian dapat bersifat mutlak ataupun relatif. Dilihat dari perjalanan waktu
kata mendadak dapat diartikan seketika, saat itu juga. Mendadak juga dapat
dirasakan bagi orang yang sempat bertemu dengan korban saat masih sehat dan
sangat terkesan dengan pertemuan tersebut.
Pengertian mati mendadak sebenarnya berasal dari sudden unexpected natural
death yang didalamnya terkandung kriteria penyebab yaitu natural (alamiah, wajar).
Terminologi kematian mendadak dibatasi pada suatu kematian alamiah yang terjadi
tanpa diduga dan terjadi secara mendadak, mensinonimkan kematian mendadak
dengan terminologi “sudden natural unexpected death”.
Kematian mendadak secara umum dapat disebabkan berbagai kelainan sistem
tubuh diantaranya sistem kardiovaskular, respirasi, saraf pusat, gastrointestinal,
urogenital, endokrin metabolik dan hemopoetik. Sebelum terjadinya pandemic
3

covid-19, di seluruh dunia, penyakit kardiovaskuler menempati urutan teratas


sebagai penyakit yang menyebabkan kematian secara umum diikuti dengan penyakit
infeksi dan kanker.
Pada kematian mendadak kardiovaskuler penyebab kematiannya adalah
penyakit atau kelainan kardiovaskuler itu sendiri. Dalam literatur menyebutkan ada
beberapa metode penentuan sebab kematian diantaranya melalui pemeriksaan
eksternal postmortem (sehari-hari disebut pemeriksaan luar), pemeriksaan internal
(autopsi/ pemeriksaan dalam) dan pemeriksaan penunjang.

OTOPSI
Otopsi berasal dari kata oto yang berarti sendiri dan opsis yang berarti melihat.
Namun pengertian yang sebenarnya dari otopsi adalah suatu pemeriksaan terhadap
tubuh jenazah untuk kepentingan tertentu, meliputi pemeriksaan bagian luar dan
bagian dalam dengan menggunakan cara-cara yang dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah oleh ahli yang berkompeten. Karena meliputi pemeriksaan bagian
dalam, maka otopsi memerlukan pembukaan tubuh jenazah dengan menggunakan
irisan.
Terdapat tiga macam otopsi, yaitu : otopsi anatomik, otopsi klinik, dan otopsi
forensik Otopsi anatomik adalah otopsi yang dilakukan untuk kepentingan
pendidikan, yaitu untuk mempelajari susunan tubuh manusia yang normal.
Pelaksanaan otopsi jenis ini diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 18 tahun 1981
tentang bedah jenazah. Bahan yang dipakai adalah mayat yang dikirim ke rumah
sakit yang setelah disimpan 2 kali 24 jam di laboratorium ilmu kedokteran
kehakiman tidak ada ahli waris yang mengakuinya. Setelah diawetkan di
laboratorium anatomi, mayat disimpan sekurang-kurangnya satu tahun sebelum
digunakan untuk praktikum anatomi.
4

Otopsi klinik adalah otopsi yang dilakukan terhadap jenazah dari penderita
penyakit yang dirawat dan kemudian meninggal dunia di Rumah Sakit. Otopsi klinik
dilakuan dengan persetujuan tertulis ahli waris, ada kalanya ahli waris sendiri yang
memintanya. Autopsi klinik dilengkapi dengan pemeriksaan histopatologi,
bakteriologi, serologi, dan lain-lain. Tujuan utama dari otopsi klinik adalah untuk
kepentingan penyelidikan penyakit antara lain:
a) Untuk mengetahui diagnosis penyakit dari penderita yang sampai meninggalnya
belum dapat ditentukan
b) Untuk menilai apakah diagnosis klinik yang dibuat sebelum mati benar.
c) Untuk mengetahui proses perjalanan penyakit.
d) Untuk mengetahui kelainan-kelainan patologik yang timbul.
e) Untuk menilai efektifitas obat atau metode pengobatan.
Pelaksanaan otopsi ini juga diatur di dalam Peraturan Pemerintah nomor 18
tahun 1981, yang pada prinsipnya baru boleh dilakukan setelah ada izin dari
keluarga terdekat atau jika sesudah 2 hari tidak ada keluarga yang mengurusnya.
Otopsi forensik ialah otopsi yang dilakukan untuk kepentingan peradilan, yaitu
membantu penegak hukum dalam rangka menemukan kebenaran material. Kata
“bedah mayat kehakiman” atau dalam bahasa Belanda gerechtelijke lijkschouwing
terdapat dalam KUHAP pasal 133, KUHAP pasal 222, Catatan Sipil Eropa pasal 72,
Catatan Sipil Cina pasal 80 dan Stbl. 1871 No.91. Autopsi kehakiman mutlak harus
dikerjakan atas dasar pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam mayat.
Kegunaan otopsi forensik pada hakekatnya adalah membantu penegak hukum
untuk menjawab persoalan-persoalan yang dihadapinya, yakni:
a) Membantu menemukan cara kematian (manner of death = mode of dying), yaitu:
1) Pembunuhan
2) Bunuh diri
3) Kecelakaan
5

Bantuan dokter seperti ini sangat penting, utamanya terhadap kasus yang belum jelas
cara kematiannya.
b) Membantu mengungkapkan proses terjdinya tindak pidana yang menyebabkan
kematiannya, yaitu:
1) Kapan dilakukan.
Hal ini perlu mendapat kejelasan sebab berkitan dengan alibi yang sering
dikemukakan oleh orang yang dituduh sebagai pelakunya. Perlu diketahui bahwa
pembunuhan selalu dilakukan sebelum kematian, yaitu berhimpitan dengan atau
beberapa saat sebelum kematian.
2) Di mana dilakukan.
Hal ini perlu mengingat banyaknya jenazah yang ditemukan di luar tempat kejadian
perkara.
3) Senjata, benda, atau zat kimia apa yang digunakan.
Sebagaimana yang sering terjadi pada kasus pembunuhan, senjata atau benda yang
digunakannya tidak ditemukan akan dapat diidentifikasi benda yang digunakan.
Dalam hal pembunuhan dilakukan dengan racun, perlu racun tersebut diidentifikasi.
4) Cara melakukan.
Perlu diketahui bahwa dari satu jenis senjata dapat digunakan berbagai cara untuk
membunuh. Senjata tajam misalnya; dapat ditusukkan, digorokkan, atau dibacokkan
dengan meninggalkan luka yang ciri-cirinya berbeda.
5) Sebab kematian (cause of death)
Hal ini sangat penting karena kadang-kadang pada orang yang mati dengan trauma,
sebab kematiannya bukan karena akibat trauma tersebut.
c) Membantu mengungkapkan identitas jenazah.
Sebagaimana yang sering terjadi, banyak jenazah ditemukan dalam keadaan busuk
atau terpotong-potong (mutilasi) sehingga tidak mudah dikenali. Padahal identitas
6

korban perlu diketahui mengingat penyidikan yang tidak dimulai dengan


mengetahui siapa korban akan sulit dilakukan.
d) Membantu mengungkapkan pelaku kejahatan.
Pada tubuh jenazah dari korban tindak pidana (misalnya perkosaan) acapkali
ditemukan bagian-bagian dari tubuh pelaku; seperti misalnya sperma, rambut
kepala, rambut kelamin, atau darah. Kadang-kadang juga jejas perbuatan pelaku,
yaitu jejas gigit. Semua yang ditemukan itu dapat dijadikan bahan guna
mengidentifikasi pelaku.
Otopsi dikenal sebagai pemeriksaan post-mortem, nekropsi (terutama untuk
tubuh manusia), autopsia cadavarum atau obduction yang merupakan prosedur
bedah khusus yang terdiri dari pemeriksaan mayat secara menyeluruh untuk
memastikan penyebab kematian, cara kematian dan melakukan evaluasi setiap
penyakit atau cedera yang mungkin ada. Prosedur ini biasanya dilakukan oleh
seorang dokter khusus yang disebut ahli patologi.
Otopsi dilakukan untuk tujuan hukum atau medis. Sebagai contoh, otopsi
forensik dilakukan ketika penyebab kematian mungkin menjadi masalah kriminal,
sementara otopsi klinis atau akademik dilakukan dokter untuk menemukan
penyebab kematian secara medis dan digunakan dalam kasus kematian yang tidak
diketahui atau tidak pasti penyebabnya, juga untuk tujuan penelitian. Otopsi dapat
diklasifikasikan pada pemeriksaan eksternal dan pemeriksaan internal (tubuh
dibedah). Ijin mungkin diperlukan untuk keperluan otopsi internal dalam beberapa
kasus. Setelah otopsi internal selesai, tubuh direkonstitusi dengan menjahit kembali
bersama-sama.
Tujuan utama dari otopsi adalah untuk menentukan penyebab kematian,
kondisi kesehatan seseorang sebelum meninggal dan apakah ada diagnosis medis
dan pengobatan sebelum kematian sesuai. Di kebanyakan negara-negara barat,
jumlah otopsi yang dilakukan di rumah sakit telah berkurang setiap tahun sejak
7

tahun 1955. Kritikus, termasuk ahli patologi dan mantan editor JAMA George
Lundberg telah mengatakan bahwa penurunan jumlah pada otopsi telah
mempengaruhi perawatan di rumah sakit secara negatif, karena ketika kesalahan
mengakibatkan kematian, mereka sering tidak diperiksa dan pelajaran karena itu
tetap tidak dipelajari. Ketika seseorang telah memberikan ijin sebelum kematian
mereka, otopsi juga dapat dilakukan untuk tujuan pengajaran atau penelitian medis.
Otopsi sering dilakukan dalam kasus-kasus kematian mendadak, di mana
seorang dokter tidak mampu menulis sebuah surat kematian atau ketika kematian
diyakini berasal dari penyebab yang tidak wajar. Pemeriksaan ini dilakukan di
bawah otoritas hukum (pemeriksa medis / koroner / prokurator fiskal) dan tidak
memerlukan persetujuan dari kerabat almarhum. Contoh paling ekstrim adalah
pemeriksaan korban pembunuhan, terutama ketika pemeriksa medis sedang mencari
tanda-tanda kematian atau cara pembunuhan seperti luka peluru, tanda-tanda
pencekikan, atau jejak racun.
Otopsi sangat penting dalam kedokteran klinis karena dapat mengidentifikasi
kesalahan medis dan membantu perbaikan secara terus-menerus. Menurut kajian
yang dilakukan, diperkirakan bahwa sebanyak 25% dari otopsi akan
mengungkapkan kesalahan mayor dari diagnostik yang telah dilakukan. Namun,
angka ini menurun dari waktu ke waktu. Kajian meta-analisis menyatakan bahwa
sekitar sepertiga dari sertifikat kematian adalah salah dan setengah dari otopsi yang
dilakukan mendapatkan temuan yang tidak diduga sebelum orang tersebut
meninggal. Selain itu, diperkirakan sebanyak 1/5 temuan tak terduga hanya dapat
didiagnosa secara histologi yaitu dengan cara biopsi atau otopsi, dan kira-kira 1/4
temuan tak terduga tersebut dapat didiagnosa dari jaringan.

a. Pelaksanaan Otopsi Forensik


8

Pelaksanaan otopsi forensik diatur di dalam KUHAP, yang pada prinsipnya otopsi
baru boleh dilakukan jika ada surat permintaan tertulis dari penyidik dan setelah
keluarga diberi tahu serta telah memahaminya atau setelah 2 hari dalam hal keluarga
tidak menyetujui otopsi atau keluarga tidak ditemukan.
Sebagaimana disebutkan di dalam pasal 134 KUHAP bahwa penyidik yang
meminta otopsi mempunyai kewajiban untuk memberitahukan keinginannya kepada
keluarga. Dalam hal keluarga merasa keberatan maka penyidik wajib menerangkan
dengan sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan otopsi. Apabila dalam waktu 2
hari tidak ada tanggapan apapun (perubahan sikap) dari keluarga atau keluarga tidak
ditemukan maka otopsi segera dilaksanakan.
Dari pasal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk keperluan otopsi
forensik tidak diperlukan izin keluarga seperti pada otopsi klinik atau otopsi
anatomik. Keluarga hanya punya hak untuk diberitahu dan tanggung jawab
memberitahu itu berada di pundak penyidik. Demi praktisnya, tugas memberitahu
itu sering diambil alih oleh dokter karena kebanyakan keluarga langsung datang ke
rumah sakit.
Dalam menjelaskan kepada keluarga perlu diingatkan adanya sanksi pidana
bagi siapa saja yang menghalang-halangi pelaksanaan otopsi, yaitu dihukum
berdasarkan Pasal 222 KUHP.

b. Cara Pelaksanaan Otopsi


Cara melakukan otopsi klinik dan otopsi forensik kurang lebih sama, yaitu:
a) Pemeriksaan luar.
Seluruh bagian luar dari tubuh jenazah, mulai dari ujung rambut sampai ujung
kaki diperiksa dengan teliti.
b) Pemeriksaan dalam, terdiri atas :
9

- insisi (pengirisan), yaitu untuk membuka rongga kepala, leher, rongga dada,
rongga perut, rongga panggul, dan bagian-bagian lain yang diperlukan.
- Pengeluaran organ dalam.
Insisi Pada Otopsi
Terdapat beberapa jenis insisi yang dapat digunakan untuk membuka tubuh.
Pada dasarnya, semua jenis insisi menggunakan pendekatan dari midline anterior,
namun berbeda pada diseksi leher. Terlepas dari jenis insisi yang dipilih, tubuh
jenazah sebaiknya diletakkan dalam posisi supinasi dan bahu ditopang oleh balok
agar leher terekstensi. Jenis insisi yang digunakan diharapkan aman bagi operator
dan dapat memberikan lapang pandang yang maksimal dengan tetap
mempertertimbangkan aspek rekonstruksi dari tubuh jenazah.
Teknik pembukaan dapat menggunakan teknik insisi I atau insisi Y.
Keuntungan teknik insisi I adalah mudah dikerjakan dan daerah leher dapat diperiksa
lapis demi lapis sehingga semua kelainan yang ada dapat dilihat, tetapi
keburukannya ialah dari segi estetika karena ada irisan pada daerah leher. Sedangkan
keuntungan teknik insisi huruf Y ialah tidak adanya irisan di daerah leher, tetapi
teknik ini agak sulit dan memerlukan ketrampilan tinggi.
Insisi I dimulai di bawah tulang rawan krikoid di garis tengah sampai prosesus
xifoideus kemudian 2 jari paramedian kiri dari pusat sampai simfisis, dengan
demikian tidak perlu melingkari pusat.
Insisi Y dilakukan semata-mata untuk alasan kosmetik, sehingga jenazah yang
sudah diberi pakaian, tidak memperlihatkan adanya jahitan setelah dilakukan bedah
mayat.
Ada dua macam insisi Y, yaitu:
a) Insisi yang dilakukan dangkal (shallow incision), yang dilakukan pada tubuh
pria
10

- buat sayatan yang letaknya tepat di bawah tulang selangka dan sejajar dengan
tulang tersebut, kiri dan kanan, sehingga bertemu pada bagian tengah
(incissura jugularis),
- lanjutkan sayatan, dimulai dari incissura jugularis ke arah bawah tepat di garis
pertengahan sampai ke symphisis os pubis; dengan menghindari daerah
umbilicus.
- kulit daerah leher dilepaskan secara hati-hati, sampai ke rahang bawah;
tindakan ini dimulai dari sayatan yang telah dibuat untuk pertama kali,
- dengan kulit daerah leher dan dada bagian atas tetap utuh, alat-alat dalam
rongga mulut dan leher dikeluarkan,
- tindakan selanjutnya sama dengan tindakan yang biasa dilakukan pada bedah
mayat biasa.7
b) Insisi yang lebih dalam (deep incision), yang dilakukan pada tubuh wanita,
- Buat sayatan yang letaknya tepat di tepi bawah buah dada, dimulai dari bagian
lateral menuju bagian medial (processus xyphoideus); bagian lateral di sini
dapat dimulai dari ketiak, ke arah bawah sesuai dengan garis ketiak depan
(linea axillaris anterior), hal yang sama juga dilakukan untuk sisi yang lain.
- Lanjutkan sayatan ke arah bawah seperti biasa, sampai ke symphisis os pubis,
dengan demikian pengeluaran dan pemeriksaan alat-alat yang berada dalam
rongga mulut, leher, dan rongga dada lebih sulit bila dibandingkan dengan
insisi Y yang dangkal.
Insisi dimulai dari 1 cm di belakang meatus acusticus externa, menyusuri aspek
lateral leher dan melewati klavikula di sepertiga luar. Insisi yang sama dilakukan di
sisi yang lain dan bertemu dengan insisi sebelumnya di atas angulus sternalis. Insisi
di lanjutkan melalui garis tengah depan, menghindari umbilikus sampai ke mons
pubis.
11

Teknik lain yang


dapat digunakan
adalah single midline
incision. Pada single
line incision, insisi
dimulai dari prominensia
laryngeal sampai ke
mons pubis. Penggunaan
single midline
incision dapat
berbahaya bagi operator
karena tidak dapat

menyediakan ruangan yang cukup untuk diseksi lidah dan leher.


Pada saat tidak adanya persetujuan untuk membuka leher (dan thorax), tubuh
dapat dibuka dengan menggunakan insisi T subcostal. Insisi dimulai dari processus
xyphoideus sampai ke mons pubis. Kulit dan otot abdomen selanjutnya diinsisi
sepanjang batas costochondral.6
Pilihan teknik ini diserahkan sepenuhnya kepada dokter yang hendak
melakukan otopsi, tetapi pada kasus dengan trauma pada leher harus dilakukan
dengan teknik insisi I.
12

Gambar 1.1. Contoh insisi pada otopsi


Pembukaan rongga dada
Kulit dan otot dibebaskan dari costae, dan dijaga agar muskulus intercostalis
tidak rusak. Payudara dapat diperiksa saat jaringan lunak telah dibebaskan dari
tulang iga. Untuk pemeriksaan payudara, dilakukan palpasi dari luar dan dalam, lalu
jaringan payudara dapat diiris dari dalam dengan interval ketebalan tidak lebih dari
10 mm.
Tulang dada diangkat dengan memotong tulang rawan iga 1 cm dari
sambungannya dengan cara pisau dipegang dengan tangan kanan dengan bagian
tajam horizontal diarahkan pada tulang rawan iga dan dengan tangan yang
lainmenekan pada punggung pisau. Pemotongan dimulai dari tulang rawan iga no.
2. Tulang dada diangkat dan dilepaskan dari diafragma kanan dan kiri kemudian
dilepaskan mediastenum anterior. Rongga paru-paru diperiksa adanya perlekatan,
darah, pus, atau cairan lain kemudian diukur.
13

Kemudian pisau dalam tangan kanan dimasukkan dalam rongga paru-paru,


bagian tajam tegak lurus diarahkan ke tulang rawan no. 1 dan tulang rawan dipotong
sedikit ke lateral, kemudian bagian tajam pisau diarahkan ke sendi sternokavikularis
dengan menggerak-gerakkan sternum, sendi dipisahkan. Prosedur diulang untuk
sendi yang lainnya.
Pemotongan costa dapat juga dilakukan sejajar dengan linea axillaris anterior,
hal ini dimaksudkan untuk memberikan ruang lebih luas untuk pemeriksaan isi
rongga dada dan memberikan akses yang lebih baik dalam pemeriksaan medulla
spinalis.
Mediastenum anterior diperiksa adanya timus persisten. Perikardium dibuka
dengan Y terbalik, diperiksa cairan pericardium, normal sebanyak kurang lebih 50
cc dengan warna agak kuning. Apex jantung diangkat, dibuat insisi di bilik dan
serambi kanan diperksa adanya embolus yang menutup arteria pulmonalis.
Kemudian dibuat insisi di bilik dan serambi kiri. Jantung dilepaskan dengan
memotong pembuluh besar dekat pericardium.
14

Gambar 1.2. Pembukaan rongga dada dan perut serta pembukaan perikardium.

Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengeluarkan organ-organ


dalam, yaitu:
- Teknik Virchow
Setelah dilakukan pembukaan rongga tubuh, organ-organ dikeluarkan satu
persatu dan langsung diperiksa. Manfaatnya kelainan-kelainan yang terdapat pada
organ dapat langsung diperiksa. Kelemahannya hubungan anatomik antar beberapa
organ yang tergolong dalam satu sistem menjadi hilang.
- Teknik Rokitansky
Setelah rongga tubih dibuka, organ-organ dilihat dan diperiksa dengan
melakukan beberapa irisan secara in-situ, baru kemudian seluruh organ-organ
tersebut dikeluarkan dalam kumpulan organ (en-bloc).
- Teknik Letulle
Pada teknik Letulle, setelah organ dibuka, organ-organ leher, dada, diafragma,
dan perut dikeluarkan sekaligus (en masse) kemudian diletakkan di atas meja dengan
permukaan posterior menghadap ke atas. Dengan pengangkatan organ-organ tubuh
15

secara en masse ini, hubungan antar organ tetap dipertahankan setelah seluruh organ
dikeluarkan dari tubuh. Kerugian dari teknik ini adalah sukar dilakukan tanpa asisten
serta agak sukar dalam penanganan karena panjangnya kumpulan organ-organ yang
dikeluarkan bersama-sama ini.
- Teknik Ghon
Setelah rongga tubuh dibuka, organ dada dan leher, hati, limpa, dan organ-
organ pencernaan, serta organ-organ urogenital diangkat keluar sebagai tiga
kumpulan organ-organ.
1) Pemeriksaan tiap-tiap organ satu persatu.
2) Pengembalian organ tubuh ke tempat semula
3) Menutup dan menjahit kembali.

Peralatan Untuk Autopsi


Dalam melakukan autopsi perlu dilakukan persiapan-persiapan sebagai
berikut :
a. Kamar autopsi
b. Meja autopsi
c. Peralatan autopsi
d. Pemeriksaan untuk pemeriksaan tambahan
e. Peralatan tulis menulis dan fotografi
Pemeriksaan Luar
Sistematika pemeriksaan luar adalah sebagai berikut :
1. Label mayat
2. Tutup mayat
3. Bungkus mayat
4. Pakaian mayat
5. Perhiasan mayat
16

6. Benda Disamping mayat. Disertakan pula pengiriman benda disamping mayat


(misal bungkusan atau tas). Lakukan pencatatan teliti dan lengkap
7. Tanda Kematian
Pencatatan tanda kematian berguna untuk penentuan saat kematian,. Jangan lupa
mencatat waktu/saat dilakukan pemeriksaan.
a. Lebam mayat. Catatan letak/distribusi lebam mayat, adanya bagian tertentu di
daerah lebam mayat yang justru tidak menunjukkan lebam (karena tertekan
pakaian terbaring di atas benda keras dan lain-lain). Warna dari lebam mayat
serta intensitas (hilang dengan penekanan/sedikit hilang/tidak menghilang
sama sekali).
b. Kaku mayat. Catat distribusi kaku mayat serta derajat kekakuan pada beberapa
sendi (daerah dagu/tengkuk, lengan atas, siku, pangkal paha, sendi lutut)
dngan menentukan apakah mudah/sukar dilawan. Apabila ditemukan spasme
kadaverik (cadaveric spasm), harus dicatat dengan sebaik-baiknya, karena
spasme kadaverik memberi petunjuk apa yang dilakukan korban saat terjadi
kematian).
c. Suhu tubuh mayat. Kriteria penurunan suhu tidak dapat memberikan hasil
yang memuaskan, namun kadang masih membantu dalam perkiraan kematian.
Pengukuran suhu dengan menggunkana termometer rektal. Jangan lupa
mencatat suhu ruangan pada saat yang sama.
d. Pembusukan. Tanda pembusukan yang pertama tampak berupa kulit perut
sebelah kanan bawah yang berwarna kehijau-hijauan, Pada pembusukan lebih
lanjut, kulit ari telah terkelupas, terdapat gambaran pembuluh superfisial yang
melebar berwarna biru hitam, ataupun tubuh yang telah mengalami
penggembungan akibat pembusukan lanjut.
e. Lain-lain. Mencatat perubahan tanatologik lain yang mungkin ditemukan,
(misalnya mummifikasi/adipocare).
17

8. Identifikasi umum
Catat jenis kelamin, bangsa atau ras, warna kulit, keadaan gizi, tinggi dan berat
badan, keadaan zakar yang disirkumsisi, adanya striae albicantes pada dinding perut.
9. Identifikasi Khusus
Catat segala sesuatu yang dapat digunakan untuk penentuan identitas secara khusus.
a. Rajah/tattoo. Tentukan letak, bentuk, warna serta tulisan tatto yang
ditemukan. Bila perlu buat dokumentasi foto.
b. Jaringan parut. Catat seteliti mungkin jaringan parut yang ditemukan, baik
yang timbul akibat penyembuhan luka maupun yang terjadi akibat tindakan
bedah.
c. Kapalan (Callus). Dengan mencatat distrubusi callus, kadangkala dapat
diperoleh keterangan berharga mengenai pekerjaan mayat yang diperiksa
semasa hidupnya. Pada pekerja/buruh pikul, ditemukan kapalan pada daerah
bahu, pada pekerja kasar lainnya ditemukan kapalan pada telapak tangan atau
kaki.
d. Kelainan pada kulit. Adanya kutil, angioma, bercak hiper atau
hipopigmentasi, eksema, dan kelainan lain seringkali dapat membantu
penentuan identitas.
e. Anomali dan cacat pada tubuh. Kelainan anatomis pada tubuh perlu dicatat
dengan seksama dan teliti.
10. Pemeriksaan Rambut
Dimaksudkan untuk membantu identifikasi. Pemcatata dilakukan terhadap
distribusi, warna, keadaan tumbuh, serta sifat dari rambut tersebut (halus/kasar,
lurus/ikal).
11. Pemeriksaa Mata
Periksa kelopak mata terbuka/tertutup, adanya tanda-tanda kekerasan serta
kelainan lain yang ditimbulkan oleh penyakit dan sebagainya. Periksa keadaan
18

selaput lendir kelopak mata (warna, kekeruhan, pembuluh darah yang melebar,
bintik perdarahan, bercak perdarahan). Pemeriksaan bola mata (tanda kekerasan,
kelainan seperti pysis bulbi, pemakaian mata palsu dan sebagainya). Pemeriksaan
selaput lendir bola mata (adanya pelebaran pembuluh darah, bintik perdarahan atau
kelainan lain). Pemeriksaan kornea/selaput bening mata (jernih/tidak, kelainan
fisiologis (ptysis bulbi) atau patologis (leucoma)). Pemeriksaan iris/tirai mata
(warnanya, kelainan yang ditemukan).Pemeriksaa pupil/teleng mata (ukurannya,
besar ukuran pada kanan dan kiri, kelainan).
12. Pemeriksaan daun telinga dan hidung
Pemeriksaan meliputi bentuk daun telinga dan hidung. Mencatat pula kelainan
serta tanda kekerasan. Periksa dari lubang hidung/telinga adanya keluar
cairan/darah.
13. Pemeriksaan terhadap mulut dan rongga mulut
Meliputi bibir, lidah, rongga mulut, serta gigi geligi. Adanya kelainan/tanda
kekerasan. Memeriksa dengan teliti keadaan rongga mulut akan adanya benda asing.
Terhadap gigi geligi, dilakukan pencatat jumlah gigi yang terdapat, adanya yang
hilang/patah/tambalan/bungkus logam, adanya gigi palsu, kelainan letak, pewarnaan
(staining) dan sebagainya.
Data gigi geligi merupakan alat yang berguna untuk identifikasi bila terdapat data
pembanding.

14. Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan


Pada mayat laki-laki, catat apakah alat kelamin mengalami sirkumsisi. Catat
kelainan bawaan yang mungkin ditemukan, adanya manik-manik yang ditanam di
bawah kulit, keluarnya cairan dari lubang kemaluan, serta kelainan yang disebabkan
oleh penyakit atau sebab lain. Pada dugaan telah terjadi suatu persetubuhan beberapa
19

saat sebelumnya, dapat diambil preparat tekan menggunakan kaca objek yang
ditekankan pada daerah glands atau coronaglandis yang kemudian dapat dilakukan
pemeriksaan terhadap adanya sel epitel vagina menggunakan teknik laboratorium.
Pada mayat wanita, periksa keadaan selaput dara dan komisura posterior akan
kemungkinan adanya tanda kekerasan. Pada kasus dengan persangkaan telah
melakukan persetubuhan beberapa saat sebelumnya, jangan lupa melakukan
pemeriksaan laboratorium terhadap sekret/cairan liang senggama. Lubang pelepasan
perlu mendapat perhatian. Pada mayat yang sering mendapat perlakuan sodomi,
mungkin ditemukan anus berbentuk corong yang selaput lendirnya sebagian berubah
menjadi lapisan bertanduk dan hilangya rugae.
15. Lain-lain
Perlu diperhatian akan kemungkinan terdapatnya :
a. Tanda perbendungan, ikterus, warna kebiru-biruan pada kuku/ ujung-ujung
jari (pada sianosis) atau adanya edema/sembab.
b. Bekas pengobatan berupa bekas kerokan, tracheotomi, suntikan, pungsi
lumbal, dan lain-lain.
c. Terdapatnya bercak lumpur atau pengotoran lain pada tubuh, kepingan, atau
serpihan cat, pecahan kaca, lumuran aspal, dan lain-lain.

16. Pemerikaan terhadap tanda-tanda kekerasan/luka


Pada pemeriksaan tersebut , perlu dilakukan pencatatan yang teliti dan objektif
terhadap :
a. Letak luka. Sebutkan regio anatomis luka yang ditemukan, mencatat letaknya
yang tepat menggunakan koordinat terhadap garis/titik anatomis yang terdekat.
b. Jenis luka. Tentukan apakah merupakan luka lecet, luka memar, atau luka terbuka.
c. Bentuk luka. Menyebutkan bentuk luka yang didapatkan. Pada luka yang terbuka
sebutkan bentuk luka setelah luka dirapatkan.
20

d. Arah luka. Dicatat dari arah luka (melintang, membujur, atau miring)
e. Tepi luka. Perhatikan tepi luka rata, teratur, atau bentuk tidak beraturan.
f. Sudut luka. Pada luka terbuka, apakah sudut luka merupakan sudut runcing,
membulat atau bentuk lain.
g. Dasar luka. Dasar luka berupa jaringan bawah kulit atau otot, atau bahkan
merupakan rongga badan.
h. Sekitar luka. Lihat terdapat adanya pengotoran, terdapat luka/tanda kekerasan lain
sekitar luka.
i. Ukuran luka. Diukur dengan teliti, pada luka terbuka diukur juga setelah luka
dirapatkan.
j. Saluran luka. Dilakukan secara in situ. Termukan perjalanan luka, serta panjang
luka. Penentuan ini baru dapat dilakukan pada saat pembedahan mayat.
k. Lain-lain. Pada luka lecet jenis serut, pemeriksaan teliti terhadap pemukaan luka
terhadap pola penumpukan kulit ari yang terserut dapat mengungkapkan arah
kekerasan yang menyebabkan luka tersebut.
17. Pemeriksaan terhadap patah tulang. Tentukan letak patah luka yang
ditemukan serta catat sifat/jenis masing-masing patah tulang yang terdapat.

Pembedahan Mayat
Pengeluaran Alat Tubuh. Mayat yang akan dibedah diletakkan terlentang dengan
bagian bahu ditinggikan (diganjal) dengan sepotong balok kecil. Dengan demikian,
kepala akan berada dalam keadaan fleksi maksimal dan daerah leher tampak jelas.
Insisi kulit dilakukan mengikuti garis pertengahan badan mulai dibawah dagu,
diteruskan kearah umbilicus dan melingkari umbilicus disisi kiri dan seterusnya
kembali mengikuti garis pertengahan badan sampai di daerah simpisis pubis. Pada
daerah leher, insisi hanya mencapai kedalaman setebal kulit saja. Pada daerah dada,
insisi kulit sampai kedalaman mencapai permukaan depan tulang dada (sternum)
21

sedangkan mulai di daearh epigastrium, sampai menembus ke dalam rongga perut.


Insisi berbentuk huruf I diatas merupakan insisi yang paling ideal untuk suatu
pemeriksaan bedah mayat forensic. Pada keadaan tertentu, bila tidak mengganggu
kepentingan pemeriksaan, atas indikasi kosmetik dapat dipertimbangkan insisi kulit
berbentuk huruf Y, yang dimulai pada kedua puncak bahu. Insisi pada daerah dada
sebelah kanan dan kiri dipertemukan pada garis pertengahan kira-kira setinggi
insisura jugularis. Dengan insisi berbentuk huruf Y, maka pengeluaran alat-alat leher
menjadi lebih sukar.
Insisi pada dinding perut biasanya dimulai pada daerah epigastrium dengan
membuat irisan pendek yang menembus sampai peritoneum. Dengan jari telunjuk
dan jari tengah tangan kiri yang dimasukkan kedalam lubang insisi ini, maka dinding
perut dapat ditarik/diangkat keatas. Pisau diselipkan diantara dua jari tersebut dan
insisi dapat diteruskan sampai ke simpisis pubis. Disamping berfungsi sebagai
pengangkat dinding perut, kedua jari tangan kiri tersebut berfungsi juga sebagai
pemandu (guide) untuk pisau, serta melindungi alat-alat dalam rongga perut dari
kemungkinan teriris oleh pisau.
Dengan memegang dinding perut bagian atas dan memuntir dinding perut tersebut
kearah luar (dilakukan dengan ibu jari disebelah dalam/sisi peritoneum dan 4 jari
lainnya disebelah luar/sisi kulit), dinding dada dilepaskan dengan memulai irisan
pada otot-otot sepanjang arcus costae. Pelepasan dinding dada dilakukan terus
kearah dada bagian atas sampai daerah tulang selangka dan kesamping sampai garis
ketiak depan. Pengirisan pada otot dilakukan dengan bagian perut pisau dan bidang
pisau (blade) yang tegak lurus terhadap otot. Dengan demikian, dinding dada telah
dibebaskan dari otot-otot pectorales, dan kelainan yang ditemukan dapat dicatat
dengan teliti.
Kelainan pada dinding dada dapat merupakan resapan darah, patah tulang
maupun luka terbuka. Kulit daerah leher dilepaskan dari otot leher yang berada
22

dibawahnya. Perhatikan akan adanya tanda kekerasan maupun kelainan-kelainan


lainnya.
Pada dinding perut, diperhatikan keadaan lemak bawah kulit serta otot-otot
dinding perut, cacat tebal msing-masing serta lika-luka bila terdapat. Rongga perut
diperiksa dengan mula-mula memperhatikan keadaan alat-alat perut secara umum.
Bagaimana penyebaran tirai usus (omentum), apakah menutupi seluruh usus-usus
kecil, ataukah mengumpul pada sutu tempat akibat adanya kelainan setempat.
Periksalah keadaan usus-usus, adakah kelainan volvulus, intususepsi, infark, tanda-
tanda kekerasan lainnya. Bila mayat telah mengalami operasi sebelumnya,
perhatikan pula bagian/ alat-alat perut yang mengalami penjahitan, reseksi atau
tindakan lainnya. Perhatikan adakah cairan dalam rongga perut, bila terdapat cairan,
catat sifat dari cairan tersebut serous, purulen, darah atau cairan keruh. Dinding perut
sebelah dalam diperhatikan keadaan selaput lendirnya. Pada selaput lendir yang
normal, tampak licin dan halus berwarna kelabu mengkilat. Pada kelainan
peritonitis, akan tampak selaput lendir yang tidak rata, keruh dengan fibrin yang
melekat.
Tentukan pula letak sekat rongga badan (diafragna), dengan membandingkan
tinggi difragma terhadap iga digaris pertengahan selangka (midelavicular line).
Rongga dada dibuka dengan jalan mengiris rawan-rawan iga pada tempat setengah
sampai satu sentimeter medial dari batas rawan tulang masing-masing iga. Dengan
bagian perut pisau dan bidang pisau (knife blade) yang diletakkan tegak lurus, rawan
iga dipotong mulai dari iga ke 2 terus kearah kaudal. Pemotongan ini dapat dilakukan
dengan mudah pada mayat yang masih muda karena bagian rawan belum mengalami
penulangan. Dengan tangan kanan memegang gagang pisau dan telapak tangan kiri
menekan punggung pisau. Pisau digerakan memotong rawan iga-iga tersebut mulai
dari iga kedua sampai daerah arcus costae. Lakukan hal yang sama pada sisi tubuh
yang lain
23

Dengan memotong insersi otot-otot diafragma yang melekat pada dinding


dada bagian depan sebelah bawah, perlekatan sternum dengan pericardium dapat
dilepaskan. Iga pertama dipotong dengan meneruskan irisan pada iga kedua kearah
kraniolateral, dengan demikian, irisan dihindarkan dari mengenai manubrium sterni
yang keras. Setelah rawan iga pertama terpotong, pisau dapat diteruskan kearah
medial menyusuri tepi bawah tulang selangka untuk mencapai sendi antara tulang
selang dan tulang dada (articulation sternoclavicularis) dan memotongnya. Bila ini
telah dilakukan pada kedua sisi maka bagian depan dinding dada telah dapat
dilepaskan.
Perhatikan pertama-tama letak paru terhadap kandung jantung. Biasanya
dengan mencatat bagian kandung jantung yang tampak antara kedua tepi paru-paru.
Kandung jantung yang tampak 1 jari diantara paru-paru menunjukkan keadaan
pengembangan paru yang berlebihan (pada edema paru atau emfisema paru).
Dengan tangan, paru dapat ditarik kearah medial dan rongga dada dapat diperiksa,
apakah terdapat cairan, darah atau lainnya.
Kandung jantung dibuka dengan melakukan pengguntingan pada dinding
depan mengikuti bentuk huruf Y terbalik. Perhatikan apakah rongga kandung
jantung terisi oleh cairan atau darah. Periksa pula akan adanya luka baik pada
kandung jantung maupun pada permukaan depan jantung sendiri. Iga-iga dipotong
mulai rawan iga ke-2 ke arah latero kaudal . Iga pertama dipotong ke arah latero
cranial untuk menghindari manubrium sterni. Tentukan berapa jari kandung jantung
tampak antara kedua paru. Kandung jantung dibuka dengan gunting mengikuti huruf
Y terbalik.
Pada dugaan thrombosis a. pulmonalis, permukaan depan bilik jantung kanan
diiris memanjang sejajar dengan septum jantung kurang lebih 1 cm lateral dari
septum, kemudian diperpanjang dengan gunting ke arah a.pulmonalis. Alat-alat
leher dikeluarkan bersama-sama dengan alat rongga dada, sedangkan usus halus
24

mulai dari yeyenum sampai rectum dilepaskan tersendiri, kemudian alat dalam
rongga perut dikeluarkan bersama alat dalam rongga panggul.
Pengeluaran alat leher dimulai dengan melakukan pengirisan insersi otot-otot
dasar mulut pada tulang rahang bawah. Irisan dimulai tepat di bawah dagu,
menembus rongga mulut dari bawah. Insisi diperlebar ke kanan maupun ke kiri.
Lidah ditarik ke bawah sehingga dapat dikeluarkan dari tempat bekas irisan.
Palatum molle diiris sepanjang perlekatannya dengan palatum durum sampai
bagian lateral dari plica pharingea. Dengan meneruskan pemotongan sampai ke
permukaan depan dari tulang belakang dan sedikit menarik alat-alat leher ke arah
bawah maka seluruh alat leher dapat lepas dari perlekatannya.
Lakukan pemotongan pembuluh darah dan saraf di belakang tulang selangka
dengan lebih dulu menggenggam pembuluh darah dan saraf tersebut. Lepaskan
perlekatan antara paru-paru dengan dinding rongga dada. Dengan tangan kanan
memegang lidah dan dua jari tangan kiri yang diletakkan pada sisi kanan dan kiri
hilus paru, alat rongga dada ditarik ke arah kaudal sampai keluar dari rongga paru.
Lepaskan esophagus bagian kaudal dari jaringan ikat sekitarnya dan buat dua
ikatan di atas diafragma. Esofagus digunting antara kedua ikatan tersebut. Tangan
kiri menggenggam bagian bawah alat rongga dada tepat di atas diafragma dan
lakukan pengirisan terhadap genggaman tersebut. Alat leher dan alat dalam rongga
dada dapat dikeluarkan seluruhnya.
Usus-usus dilepaskan dengan melakukan dua ikatan pada awal jejunum.
Pengguntingan dilakukan di antara dua ikatan yang dibuat agar isi duodenum tidak
tercecer. Tangan kiri mengangkat ujung distal dan mengangkatnya, maka
mesenterium yang melekat usus halus dengan dinding rongga perut dapat diiris dekat
usus. Pengirisan dilakukan seperti gerakan menggergaji dan dilakukan sepanjang
usus halus sampai daearah ileum terminalis. Pada daerah caecum, pengirisan
25

dilakukan terhadap mesokolon, dengan memotong mesokolon pada bagian lateral


dan kolon asendens pada daerah ini.
Pada daerah kolon transversum, lepaskan perlekatan antara kolon dan
lambung. Mesokolon kembali diiris di sebelah lateral dari kolon descendens dengan
memisahkannya juga dari limpa dan ginjal kiri. Kolon sigmoid dapat dilepaskan dari
dinding rongga perut dengan memotong mesocolon di bagian belakangnya.
Rectum dipegang dengan tangan kanan, mulai dari distal diurut ke arah
proksimal. Rectum diikat dengan dua ikatan, kemudian diputus di antara dua ikatan
tersebut. Setelah dilakukan pelepasan usus halus dan usus besar dapat dilakukan
pemeriksaan sepanjang usus tersebut.
Untuk melepaskan alat rongga perut dan panggul dilakukan pengirisan
dimulai dengan memotong diafragma dekat insersinya pada dinding rongga badan.
Pengirisan diteruskan ke arah bawah, sebelah kanan dan kiri, lateral dari masing-
masing ginjal sampai memotong a.iliaca communis.
Alat rongga panggul dilepaskan dengan melepas peritoneum di daerah
simfisis (alat rongga panggul terletak retroperitoneal). Kandung kencing serta alat
lain dipegang dengan tangan kiri sampai ke belakang bersama-sama rectum.
Pemotongan melintang dilakukan setinggi kelenjar prostat pada mayat laki-laki dan
setinggi sepertiga proksimal vagina pada mayat perempuan. Alat rongga panggul
kemudian dilepaskan seluruhnya dari perlekatan dengan sekitarnya dan diangkat
bersama-sama dengan alat rongga perut yang telah dilepaskan terlebih dahulu.
Pemeriksaan pada kepala dimulai dengan membuat irisan pada kulit kepala, dimulai
pada prosesus mastoideus, melingkari kepala ke arah vertex, dan berakhir pada
prosesus mastoideus sisi lain. Pengirisan dibuat sampai pisau mencapai periosteum.
Kulit kepala kemudian dikupas, ke arah depan sampai kurang lebih 1-2 cm di atas
batas orbita (margo supraorbitalis) dan ke arah belakang sampai sejauh protuberantia
occipitalis externa. Perhatikan dan catat kelainan pada permukaan dalam kulit kepala
26

maupun permukaan luar tulang tengkorak. Kelainan yang biasa ditemukan adalah
tanda kekerasan, baik merupakan resapan darah maupun garis retak/patah tulang.
Untuk membuka rongga tengkorak dilakukan penggergajian tulang tengkorak,
melingkar di daerah frontal sejarak kurang lebih 2 cm di atas margo supraorbitalis,
di daerah temporal kurang lebih 2 cm di atas daun telinga. Pada daerah temporal
penggergajian dilakukan setelah otot temporalis dipotong dengan pisau terlebih
dahulu. Pada daerah temporal ini penggergajian dilakukan melingkar ke belakang
±2 cm sebelah atas protuberantia occipitalis externa , dengan garis penggergajian
membentuk sudut ±120o dari garis penggergajian terdahulu. Atap tengkorak
selanjutnya dilepas dengan menggunakan pahat berbentuk T (T-chisel) dengan jalan
mendongkel pada garis penggergajian.
Setelah atap tengkorak dilepaskan pertama-tama dilakukan penciuman bau
yang keluar, sebab pada beberapa jenis keracunan dapat tercium bau yang khas.
Dilakukan pengamatan kelainan pada permukaan dalam atap tengkorak maupun
pada duramater. Kelainan dapat berupa luka pada duramater, perdaraahan epidural,
dll. Duramater kemudian digunting mengikuti garis penggergajian, dan daerah
subdural diperiksa adanya perdarahan, pengumpulan nanah, dsb.
Otak dikeluarkan dengan memasukkan dua jari tangan kiri di garis
pertengahan daerah frontal, antara baga otak dan tulang tengkorak. Bagian frontal
sedikit ditekan, tampak falk cerebri yang dapat dipotong atau digunting sampai
dasar tengkorak. Kedua jari tangan kiri kemudian sedikit mengangkat baga frontal
dan memperlihatkan nn.olfactorius, nn.opticus, yang kemudian dipotong sedekat
mungkin pada dasar tengkorak. Pemotongan lebih lanjut dapat dilakukan pada
aa.karotis interna yang memasuki otak serta saraf-saraf otak yang keluar pada dasar
otak. Dengan memiringkan kepala mayat, serta jari-jari tangan kiri sedikit
menarik/mengangkat baga peliris (temporalis) sisi lain, tentorium cerebelli tampak
jelas dan mudah dipotong, dimulai dari foramen magnum ke lateral menyusuri tepi
27

belakang tulang karang otak (os petrosum). Potong saraf-saraf otak yang keluar pada
dasar tengkorak. Perlu diperhatikan bila tentorium cerebelli tidak dipotong maka
otak kecil akan tertinggal dalam rongga tengkorak.
Kepala dikembalikan ke posisi semula dan batang otak dipotong melintang
dengan memasukkan pisau sejauh-jauhnya dalam rongga magnum. Dengan tangan
kiri menyangga daerah baga occipital, dua jari tangan kanan dapat ditempatkan di
sisi kanan dan kiri batang otak yang terpotong, kemudian menarik bagian bawah
otak dengan gerakan memutar/meluksir hingga keluar dari rongga tengkorak.
Setelah otak dikeluarkan, duramater yang melekat pada dasar tengkorak harus
dilepaskan dari dasarnya, agar dapat diperhatikan adanya kelainan pada dasar
tengkorak.

Pemeriksaan Organ/Alat Dalam


Dimulai dari lidah, esophagus, trachea, dst sampai seluruh alat tubuh. Otak
biasanya diperiksa terakhir.
1. Lidah
Diperhatikan permukaan lidah, adakah bekas gigitan, baik baru maupun lama.
Bekas gigitan yang berulang dapat ditemukan pada penderita epilepsi. Bekas gigitan
dapat pula terlihat pada penampang lidah. Pengirisan lidah sebaiknya tidak sampai
teriris putus agar setelah otopsi mayat masih tampak berlidah utuh.
2. Tonsil
Perhatikan permukaan maupun penampang tonsil, adakah selaput, gambaran
infeksi, nanah, dsb. Ditemukan tonsilektomi kadang membantu dalam identifikasi.
3. Kelenjar gondok
Otot-otot leher harus dilepaskan dari perlekatannya di sebelah belakang.
Dengan pinset bergigi pada tangan kiri, ujung bawah otot-otot leher dijepit dan
sedikit diangkat, dengan gunting pada tangan kanan, otot leher dibebaskan dari
28

bagian posterior. Setelah otot leher di angkat, kelenjar gondok tampak jelas dan
dapat dilepaskan dari perlekatannya pada rawan gondok dan trakea. Perhatikan
ukuran dan beratnya. Periksa apakah permukaannya rata, catat warnanya, adakah
perdarahan berbintik atau resapan darah. Lakukan pengirisan di bagian lateral pada
kedua baga kelenjar gondok dan catat perangai penampang kelenjar ini.
4. Kerongkongan (esophagus)
Dibuka dengan jalan menggunting sepanjang dinding belakang. Perhatikan
adanya benda-benda asing, keadaan selaput lendir, dll (misalnya striktur, varices).
5. Batang tenggorok (Trakhea)
Pemeriksaan dimulai pada mulut atas batang tenggorok, dimulai dari
epiglotis. Perhatikan adakah edema, perdarahan, benda asing, dll. Perhatikan pula
pita suara dan kotak suara. Pembukaan trakea dilakukan dengan melakukan
pengguntingan dinding belakang sampai cabang bronkus kiri dan kanan. Perhatikan
adanya benda asing, busa, darah, serta keadaan selaput lendirnya.
6. Tulang lidah (os hyoid), rawan gondok (cartilago thyroidea) dan rawan cincin
(cartilago cricoidea)
Tulang lidah kadang ditemukan patah unilateral pada kasus pencekikan.
Tulang lidah terlebih dahulu dilepaskan dari jaringan sekitarnya dengan pinset dan
gunting. Perhatikan adanya patah tulang, resapan darah. Rawan gondok dan rawan
cincin seringkali juga menunjukkan resapan darah pada kasus dengan kekerasan
pada daerah leher (pencekikan, penjeratan, gantung).
7. Arteri carotis interna
Arteri carotis communis dan interna biasanya tertinggal melekat pada
permukaan dekat ruas tulang leher. Perhartikan tanda kekerasan sekitar arteri ini.
Buka arteri dengan menggunting dinding depannya dan perhatikan keadaan intima.
Bila kekerasan pada daerah leher mengenai arteri ini, kadang dapat ditemukan
kerusakan pada intima di samping terdapatnya resapan darah.
29

8. Kelenjar kacangan (thymus)


Biasanya telah menjadi Thymic fat body pada orang dewasa, namun kadang
masih dapat ditemukan pada status thymicolymphaticus. Kelenjar thymus terletak
melekat di sebelah atas kandung jantung. Pada permukaanya perhatikan adanya
perdarahan berbintik serta kemungkinannya adanya kelainan lain.
9. Paru-paru
Kedua paru masing-masing diperiksa tersendiri. Tentukan permukaan paru.
Pada paru yang mengalami emphysema dapat ditemukan cekungan bekas penekanan
iga. Perhatikan warnanya, serta bintik perdarahan, bercak perdarahan akibat aspirasi
darah ke dalam alveoli (tampak pada permukaan paru sebagai bercak berwarna
merah-hitam dengan batas tegas), resapan darah, luka, bulla, dsb.
Perabaan paru yang normal teraba seperti spons. Pada paru dengan proses
peradangan, perabaan dapat menjadi padat atau keras.
Penampang paru diperiksa setelah melakukan pengirisan paru mulai apex
sampai ke basal, dengan tangan kiri memegang paru pada daerah hilus. Pada
penampang paru ditentukan warnanya serta dicatat kelainan yang mungkin
ditemukan.
10. Jantung
Jantung dilepaskan dari pembuluh darah besar yang keluar/masuk ke jantung
dengan jalan memegang apex jantung dan mengangkatnya serta menggunting
pembuluh tadi sejauh mungkin dari jantung. Perhatikan besarnya jantung,
bandingkan dengan kepalan tinju kanan mayat. Perhatikan adanya resapan darah,
luka, atau bintik-bintik perdarahan. Pada otopsi jantung, ikuti sistematika
pemotongan dinding jantung yang dilakukan dengan mengikuti aliran darah di dalam
jantung. Pertama-tama jantung diletakkan dengan permukaan ventral menghadap ke
atas yang dipertahankan terus sampai otopsi jantung selesai. Vena cava superior dan
inferior dibuka dengan menggunting dinding belakang vena-vena tersebut. Dengan
30

gunting buka pula aurikel kanan. Perhatikan adanya kelainan pada aurikel kanan
maupun atrium kanan.
Dengan pisau panjang, masuki bilik jantung kanan sampai ujung pisau
menembus apeks di sisi kanan septum dengan mata pisau mengarah ke lateral,
lakukan irisan menembus tebal otot dinding sebelah kanan sehingga rongga bilik
jantung kanan terlihat. Ukur lingkaran katup trikuspidal serta memeriksa keadaan
katup, apakah terdapat penebalan, benjolan atau kelainan lain. Tebal dinding bilik
kanan diukur dengan terlebih dahulu membuat irisan tegak lurus pada dinding
belakang bilik kanan, 1 cm di bawah katup.
Irisan dinding depan bilik kanan menggunakan gunting, mulai dari apeks,
menyusuri septum pada jarak ½ cm, ke arah atas menggunting dinding depan
a.pulmonalis dan memotong katup semilunaris pulmonal. Katup diukur
lingkarannya dan keadaan daun katupnya dinilai.
Pembukaan serambi dan bilik kiri dimulai dengan menggunting dinding
belakang vv.pulmonales, disusul dengan pembukaan aurikel kiri. Dengan pisau
panjang, apeks jantung sebelah kiri dari septum ditusuk, lalu diiris ke lateral
sehingga bilik kiri terbuka. Ukur lingkaran katup mitral serta penilaian terhadap
keadaan katup. Tebal otot jantung sebelah kiri diukur pada irisan tegak yang dibuat
1 cm di bawah katup pada dinding belakang. Dengan gunting dinding depan bilik
kiri dipotong menyusuri septum pada jarak ½ cm, terus ke arah atas, membuka juga
dinding depan aorta dan memotong katup semilunaris aorta. Lingkaran katup diukur
dan daun katup dinilai.
Pada daerah katup semilunaris aorta dapat ditemukan dua muara aa.coronaria
kiri dan kanan. Untuk memeriksa keadaan a.coronaria tidak boleh menggunakan
sonde karena dapat mendorong trombus yang mungkin ada. Pemeriksaan nadi
jantung ini dilakukan dengan membuat irisan melintang sepanjang jalannya
pembuluh darah. Arteri coronaria kiri berjalan di sisi depan septum, dan a,coronaria
31

kanan keluar dari dinding pangkal aorta ke belakang. Pada penempang irisan
diperhatikan tebal dinding arteri, keadaan lumen, serta kemungkinan terdapat
trombus.
Septum jantung dibelah untuk melihat kelainan otot, baik kelainan degeneratif
maupun kelainan bawaan. Nilai pengukuran pada jantung normal orang dewasa
adalah sebagai berikut : ukuran jantung sebesar kepalan tangan kanan mayat, berat
sekitar 300 gram, ukuran lingkar katup serambi bilik kanan sekitar 11 cm, yang kiri
sekitar 9,5 cm, lingkaran katup pulmonal sekitar 7 cm dan aortal sekitar 6,5 cm.
Tebal otot bilik kanan 3 sampai 5 mm, sedangkan yang kiri sekitar 14 mm.
11. Aorta thoracalis
Pengguntingan pada dinding belakang aorta thoracalis dapat memperlihatkan
permukaan dalam aorta. Perhatikan kemungkinan terdapatnya deposit kapur,
ateroma atau pembentukan aneurisma. Kadang-kadang pada aorta dapat ditemukan
tanda kekerasan merupakan resapan darah atau luka. Pada kasus kematian bunuh diri
dengan jalan menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi, bila korban mendarat dengan
kedua kaki terlebih dahulu, seringkali ditemukan robekan melintang pada aorta
thoracalis.
12. Aorta abdominalis
Bloc organ perut dan panggul diletakkan di atas meja potong dengan
permukaan belakang menghadap ke atas aorta abdominalis digunting dinding
belakangnya mulai dari tempat pemotongan aa.iliaca communis kanan dan kiri.
Perhatikan dinding aorta terhadap adanya penimbunan perkapuran atau atheroma.
Perhatikan pula muara dari pembuluh nadi yang keluar dari aorta abdominalis ini,
terutama muara aa. renalis kanan dan kiri. Mulai pada muaranya, aa. renalis kanan
dan kiri dibuka sampai memasuki ginjal. Perhatikan apakah terdapat kelainan pada
dinding pembuluh darah yang mungkin merupakan dasar dideritanya hipertensi
renal bagi yang berangkutan.
32

13. Anak ginjal (glandula suprarenalis)


Kedua anak ginjal harus dicari terlebih dahulu sebelum dilakukan
pemeriksaan lanjut pada bloc alat rongga perut dan panggul. Hal ini perlu mendapat
perhatian, karena bila telah dilakukan pemeriksaan atau telah dilakukan pemisahan
alat rongga perut dan panggul, anak ginjal sukar ditemukan.
Anak ginjal kanan terletak di bagian mediokranial dari kutub atau ginjal kanan,
tertutup oleh jaringan lemak, berada antara permukaan belakang hati dan permukaan
bawah diafragma. Untuk menemukan anak ginjal sebelah kanan ini, pertama-tama
digunting otot diafragma sebelah kanan.
Pada tempat yang disebutkan di atas, lepaskan dengan pinset dan gunting
jaringan lemak yang terdapat dan akan tampak anak ginjal yang berwarna kuning
kecoklat-coklatan, berbentuk trapezium dan tipis. Anak ginjal kemudian dibebaskan
dari jaringan sekitarnya dan diperiksa terhadap kemungkinan terdapatnya kelainan
ukuran, resapan darah dan sebagainya.
Anak ginjal terletak di bagian medio-kranial kiri kutub atas ginjal kiri, juga
tertutup dalam jaringan lemak, terletak antara ekor kleenjar liur perut (pancreas) dan
diafragma. Dengan cara yang sama seperti pada pengeluaran anak ginjal kanan, anak
ginjal kiri yang berbentuk bulan sabit tipis dapat dilepaskan untuk dilakukan
pemeriksaan dengan seksama. Pada anak ginjal yang normal, pengguntingan anak
ginjal akan memberikan penampang dengan bagian korteks dan medulla yang
tampak jelas.
14. Ginjal, ureter dan kandung kencing
Kedua ginjal masing diliputi oleh jaringan lemak yang dikenal sebagai
capsula adipose renis. Adanya trauma yang mengenai daerah ginjal seringkali
menyebabkan resapan darah pada capsula ini. Dengan melakukan pengirisan di
bagian lateral kapsula, ginjal dapat dibebaskan.
33

Untuk pemeriksaan lebih lanjut, ginjal digenggam pada tangan kiri dengan
pelvis renis dan ureter terletak antara telunjuk dan jari tengah. Irisan pada ginjal
dibuat dari arah lateral ke medial, diusahakan tepat di bidang tengah sehingga
penampang akan melewati pelvis renis. Pada tepi dapat di“cubit” dan kemudian
dapat dikupas secara tumpul. Pada ginjal yang normal, hal ini dapat dilakukan
dengan mudah. Pada ginjal yang mengalami peradangan, simpai ginjal mungkin
akan melekat erat dan sulit dilepaskan. Setelah simpai ginjal dilepaskan, lakukan
terlebih dahulu pemeriksaan terhadap permukaan ginjal. Adakah kelainan berupa
resapan darah, luka-luka ataupun kista-kista retensi. Pada penampang ginjal,
perhatikan gambaran korteks dan medula ginjal. Juga perhatikan pelvis renis akan
kemungkinan terdapatnya batu ginjal, tanda peradangan, nanah dan sebagainya.
Ureter dibuka dengan meneruskan pembukaan pada pelvis renis, terus
mencapai vesika urinaria. Perhatikan kemungkinan terdapatnya batu, ukuran
penampang, isi saluran serta keadaan mukosa. Kandung kencing dibuka dengan
jalan menggunting dinding depannya mengikuti bentuk huruf T. perhatikan isi serta
selaput lendirnya.
15. Hati dan kandung empedu
Pemeriksaan dilakukan terhadap permukaan hati, yang pada keadaan biasa
menunjukkan permukaan yang rata dan licin, berwarna merah-coklat. Kadangkala
pada permukaan hati dapat ditemukan kelainan berupa jaringan ikat, kista kecil,
permukaan yang berbenjol-benjol, bahkan abses. Pada perabaan, hati normal
memberikan perabaan yang kenyal. Tepi hati biasanya tajam. Untuk memeriksa
penampang, buatlah 2 atau 3 irisan yang melintang pada punggung hati sehingga
dapat terlihat sekaligus baik bagian kanan maupun kiri hati. Hati yang normal
menunjukkan penampang yang jelas gambaran hatinya. Pada hati yang telah lama
mengalami perbendungan dapat ditemukan gambaran hati pala.
34

Kandung empedu diperiksa ukurannya serta diraba akan kemungkinan


terdapatnya batu empedu. Untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan pada saluran
empedu, dapat dilakukan pemeriksaan dengan jalan menekan kandung empedu ini
sambil memperhatikan muaranya pada duodenum (papilla Veteri). Bila tampak
cairan coklat-hijau keluar dari muara tersebut ini menandakan saluran empedu tidak
tersumbat. Kandung empedu kemudian dibuka dengan gunting untuk
memperlihatkan selaput lendirnya yang seperti beludru berwarna hijau-kuning.
16. Limpa dan kelenjar getah bening
Limpa dilepaskan dari sekitarnya. Limpa yang norml menunjukkan
permukaan yang berkeriput, berwarna ungu dengan perabaan lunak kenyal. Buatlah
irisan penampang limpa, limpa normal mempunyai gambaran limpa yang jelas,
berwarna coklat-merah dan bila dikikis dengan punggung pisau, akan ikut jaringan
penampang limpa.jangan lupa mencatat ukuran dan berat limpa.. Catat pula bila
ditemukan kelenjar getah bening regional yang membesar.
17. Lambung, usus halus dan usus besar
Lambung dibuka dengan gunting pada curvature mayor. Perhatikan isi
lambung dan simpan dalam botol atau kantong plastik bersih bila isi lambung ini
diperlukan untuk pemriksaan toksikologik atau pemeriksaan laboratorik lainnya.
Selaput lendir lambung diperiksa terhadap kemungkinan adanya erosi, ulserasi,
perdarahan/resapan darah. Usus diperiksa akan kemungkinan terdapat darah dalam
lumen serta kemungkinan terdapatnya kelainan bersifat ulcerative, polip dan lain-
lain.
18. Kelenjar liur perut (pancreas)
Pertama-tama lepaskan lebih dahulu kelenjar liur perut ini dari sekitarnya.
Kelenjar liur perut yang normal mempunyai warna kelabu agak kekuningan, dengan
permukaan yang berbelah-belah dan perabaan yang kenyal. Perhatikan ukuran serta
beratnya. Catat bila ada kelainan.
35

19. Otak besar, otak kecil dan batang otak


Perhatikan permukaan luar dari otak dan catat kelainan yang ditemukan.
Adakah perdarahan subdural, perdarahan subarachnoid, kontusio jaringan otak atau
kedangkalan bahkan sampai terjadi laserasi. Pada oedema cerebri, girus otak akan
tampak mendatar dan sulkus tampak menyempit. Perhatikan pula akan kemungkinan
terdapatnya tanda penekanan yang menyebabkan sebagian permukaan otak menjadi
datar.
Pada daerah ventral otak, perhatikan keadaan sirkulus Willis. Nilai keadaan
pembuluh drah pada sirkulus, adakah penebalan dinding akibat kelainan ateronia,
adakah penipisan dinding akibat aneurysma, adakah perdarahan. Bila terdapat
perdarahan hebat, usahakan agar dapat ditemukan sumber perdarahan tersebut.
Perhatikan pula bentuk serebelum. Pada keadaan peningkatan tekanan intra cranial
akibat edema serebri misalnya, dapat terjadi hemiasi serebelum kea rah foramen
magnum, sehingga bagian bawah serebelum tampak menonjol.
Pisahkan otak kecil dari otak besar dengan melakukan pemotongan pada pedunculus
cerebri kanan dan kiri. Otak kecil ini kemudian dipisahkan juga dari batang otak
dengan melakukan pemotongan pada pedunculus cerebelli.
Otak besar diletakkan dengan bagian ventral menghadap pemeriksa. Lakukan
pemotongan otak besar secara koronal/melintang, perhatikan penampang irisan.
Tempat pemotongan haruslah sedemikian rupa agar struktur penting dalam otak
besar dapat diperiksa dengan teliti. Kelainan yang dapat ditemukan pada penampang
otak besar antara lain adalah: Perdarahan pada korteks akibat contusio cerebri,
perdarahan berbintik pada substansi putih akibat emboli, keracunan berbiturat serta
keadaan lain yang menimbulkan hipoksia jaringan otak Infark jaringan otak, baik
yang bilateral maupun yang unilateral, akibat gangguan perdarahan oleh arteri, abses
otak, perdarahan intra cerebral akibat pecahnya a. lenticulostriata dan sebagainya.
36

Otak kecil diperiksa penampangnya dengan membuat suatu irisan melintang,


catatlah kelainan perdarahan, perlunakan dan sebagainya yang mungkin
ditemukan.Batang otak diisir melintang mulai daerah pons, medulla oblongata
sampai kebagian proksimal medulla spinalis. Perhatikan kemungkinan terdapatnya
perdarahan. Adanya perdarahan di daerah batang otak biasanya mematikan.
20. Alat kelamin dalam (genitalia interna)
Pada mayat laki-laki, testis dapat dikeluarkan dari scrotum melalui rongga
perut. Jadi tidak dibuat irisan baru pada scrotum. Perhatikan ukuran, konsistensi
serta kemungkinan terdapat resapan darah. Perhatikan pula bentuk dan ukuran dari
epididinus. Klenjar prostat diperhatikan ukuran serta konsistensinya. Pada mayat
wanita, perhatikan bentuk serta ukuran kedua indung telur, saluran telur dan uterus
sendiri. Pada uterus diperhatikan kemungkinan terdapatnya perdarahan, resapan
darah ataupun luka akibat tindakan abortus provakatus. Uterus dibuka dengan
membuat irisan berbentuk huruf T pada dinding depan, melalui saluran serviks serta
muara kedua saluran telur pada fundus uteri. Perhatikan keadaan selaput lender
uterus, tebal dinding, isi rongga rahim serta kemungkinan terdapatnya kelainan lain.
21. Timbang dan catatlah berat masing-masing alat/organ
Sebelum mengembalikan organ-organ (yang telah diperiksa secara
makroskopik) kembali ke dalam tubuh mayat pertimbangkan terlebih dahulu
kemungkinan diperlukannya potongan jaringan guna pemeriksaan histopatologik
atau diperlukannya organ guna pemeriksaan toksologik. Potongan jaringan untuk
pemeriksaan histopatologik diambil dengan tebal maksimal 5 mm. potongan yang
terlampau tebal akan mengakibatkan cairan fiksasi tidak dapat masuk ke dalam
potongan tersebut sengan sempurna. Usahakan mengambil bagian organ di daerah
perbatasan antara bagian yang normal dan yang mengalami kelainan.
Jumlah potongan yang diambil dari setiap organ agar disesuaikan dengan
kebutuhan masing-masing kasus. Potongan ini kemudian dimasukkan ke dalam
37

botol yang berisi cairan fiksasi yang dapat merupakan larutan formalin 10% (=
larutan formaldehida 4%) atau alcohol 90-96% dengan jumlah cairan fiksasi sekitar
20-30 kali volume potongan jaringan yang diambil. Jumlah organ yang perlu diambil
untuk pemeriksaan toksikologi disesuaikan dengan kasus yang dihadapi serta
ketentuab laboratorium pemeriksa. Sedapat mungkin setiap jenis organ ditaruh
dalam botol tersendiri. Bila diperlukan pengawetan, agar digunakan alcohol 90%.
Pada pengiriman bahan untuk pemeriksaan toksologik, contoh bahan pengawet agar
juga turut dikirimkan disamping keterangan klinik dan hasil sementara autopsi atas
kasus tersebut:
- Usus besar dan usus halus akan dikeluarkan .
- Cari pangkal usus halus yang masuk kedalam daerah retroperitoneal yaitu
duodenum.
- Kemudian lakukan ikatan 2 buah, lalu potong diantaranya.
- Cara melepaskan usus halus adalah dengan menarik usus halus ke atas
kemudian potong pada omentumnya. Cara memotong seperti ini dapat sekaligus
untuk memeriksa usus halus.
- Sampai di caecum kemudian periksa appendix secara makroskopis. Lalu
lepaskan caecum sampai seluruh usus besar terlepas.Sampai ke rectum usus di
urut supaya kotoran naik keatas , setelah bersih kemudian ikat.
- Pada rectum, usus diurut keatas dengan tujuan untuk membersihkan
kotorannya. Setelah yakin bersih, ikat pada pangkalnya kemudian ikat lagi agak
keatas dan dipotong diantara kedua ikatan.
- Kemudian dilanjutkan dengan pemotongan diafragma yang dimulai dari
dinding–dinding dada sebelah kanan yang kemudian diangkat kesebelah kiri
dengan bantuan tangan kiri untuk melindungi organ – organ yang ada
dibawahnya. Demikian juga dengan diafragma pada bagian yang sebelah kiri
caranya sama dengan yang sebelah kanan dengan cara memotong diafragma
38

menyusuri dinding dada, kemudian setelah terlepas alat –alat rongga perut akan
keluar semua dengan penarikan.
- Kemudian dilakukan pemisahan alat-alat rongga panggul dengan jaringan
sekitarnya. Buli-buli atau kandung kencing dilepaskan dari sekitarnya dengan
cara memasukkan tangan kira-kira subperitoneum, kemudian melepaskan
jaringan sekitarnya sehingga seluruh jaringan terlepas, agar alat alat seperti
uretra,rectum dan pada wanita yaitu vagina terlepas dari jaringan sekitarnya dan
kemudian dipotong. Pada laki laki setinggi prostat dan pada wanita setinggi
sepertiga proksimal dari vagina. Kemudian dilakukan juga pemotongan
pembuluh-pembuluh iliaca sehingga seluruhnya terlepas

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang diperlukan jika dari pemeriksaan yang telah disebutkan
di atas belum dapat menjawab seluruh persoalan yang muncul dalam proses
peradilan pidana. Pemeriksaan penunjang tersebut misalnya pemeriksaan
laboratorium sederhana, toksikologik, mikroskopik, serologik, DNA, dan
sebagainya.
Untuk pemeriksaan toksikologik diperlukan bahan untuk mengawetkan
sampel, yaitu etil alkohol. Jika tidak ada dapat digunakan wiski atau es kering (dry
ice). Sedangkan untuk pemeriksaan lengkap diperlukan minimal 4 buah botol dari
gelas berwarna gelap dengan mulut lebar. Botol pertama diisi contoh bahan
pengawet sebagai pembanding, botol kedua diisijaringan traktus digestivus, botol
ketiga traktus urinarius, dan botol ke empat diisi jaringan lain.
Untuk pemeriksaan mikroskopik diperlukan bahan pengawet berupa cairan
formalin 10% dan sampel jaringan yang dicurigai ada kelainan dipotong-potong
39

dalam ukuran yang tidak terlalu besar (1cm x 1 cm x 2,5 cm) karena daya tembus
formalin terbatas.
Dalam hal pemeriksaan penunjang tersebut tidak dapat dilakukan di tempat
dilakukannya otopsi, maka dokter wajib memberitahukan serta menyerahkan sampel
dengan berita acara kepada penyidik. Selanjutnya penyidiklah yang harus
mengajukan permohonan pemeriksaan penunjang kepada laboratorium yang dapat
melakukan pemeriksaan.

Sumber :
Nirmalasari, Nila. OTOPSI FORENSIK PADA KEMATIAN
MENDADAK. Bab I. Fajar Copypaste. Yogyakarta,
Indonesia. 2020

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai