Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN DISKUSI TUTORIAL SKENARIO 1

“Paijo Malang”

Pembimbing : dr. Esti, Sp.GK

Disusun oleh
Kelompok 3 Blok 17

Pertemuan I
Moderator : Atika Widyaningrum (H2A018039)
Sekretaris : Iqli Matussayyidati S.A (H2A018030)

Pertemuan II
Moderator : Iqli Matussayyidati S.A (H2A018030)
Sekretaris : Rahma Hidayati Nurdiana (H2A018038)

Anggota:
1. Aliyah ari juliani (H2A018031)
2. Bhre Dharnaratti Kasatu (H2A018032)
3. Dian Arya (H2A018033)
4. Muhammad Rijal Albar (H2A018034)
5. Febbika Dwi Agung H. (H2A018035)
6. Muhammad Ilham Gandi (H2A018036)
7. Titania Pingkan (H2A018037)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2021
Skenario 1.

Paijo malang

Seminggu yang lalu desa corondes dihebohkan dengan penemuan sesosok


mayat anak laki-laki di kebun. Masyarakat segera menghubungi dokter puskesmas
setempat. Setelah diperiksa diduga kematiannya tidak wajar, sehingga segera
melapor ke kepolisian setempat. Setelah diidentifikasi mayat tersebut ternyata si
paijo, seorang anak berusia 9 tahun, buah hati dari pasangan Sukijo dan Karti.
Untuk mengetahui penyebab kematian, polisi meminta persetujuan orang tuanya
untuk melakukan otopsi dan uji laboratorium forensik guna menentukan penyebab
pasti kematian paijo. Dengan rasa sedih keluarga menyetujuinya karena
ditemukan kejanggalan pada visum luar, diantaranya ditemukan luka memar di
punggung dan dada paijo, serta beberapa luka lecet di tangan dan kaki paijo.
Menurut tetangga, kedua orangtuanya sering bertengkar karena masalah rumah
tangga, tetangga berulang kali melihat paijo kadang dipukul dan dikunci di dalam
kamar mandi oleh ayahnya.

STEP 1

1. Otopsi : suatu penyelidikan atau pemeriksaan tubuh mayat, termasuk


organ-organ tubuh dan susunannya pada bagian dalam dengan tujuan
menentukan sebab kematian seseorang, baik untuk kepentingan ilmu
kedokteran maupun menjawab misteri tindak pidana 1

2. Visum : keterangan tertulis yang dibuat dokter atas permintaan tertulis


(resmi) penyidik tentang pemeriksaan medis terhadap seseorang manusia baik
hidup maupun mati ataupun bagian dari tubuh manusia, berupa temuan dan
interpretasinya, di bawah sumpah dan untuk kepentingan peradilan 2

3. Forensic : forensik merupakan suatu bidang keilmuan yang dimanfaatkan


dalam penyidikan suatu kasus kriminal untuk kepentingan hukum dan
keadilan 3
STEP 2

1. Mengpa paijo dikategorikan sebagai kematian tidak wajar?

2. Apa tujuan dilakukan otopsi?

3. Apa saja macam macam otopsi?

4. Bagaimana peran dokter dalam tkp?

5. Apa saja pemeriksaan luar?

6. Bagaimana peran dokter umum jika menemukan pasien dengan tidak


wajar?

7. Bagaimana cara mengidentifikasi mayat?

8. Apa saja persiapan yang dilakukan sebelum melakukan otopsi?

9. Apakah penyidik perlu untuk meminta persetujuan korban untuk


dilakukannya autopsi?

STEP 3

1. Mengpa paijo dikategorikan sebagai kematian tidak wajar?


Secara umum cara kematian dibagi menjadi dua, yakni wajar dan tidak
wajar. Kematian wajar disebabkan penyakit atau usia tua (> 80 tahun)
sedangkan kematian tidak wajar disebabkan berbagai jenis kekerasan
(pembunuhan, bunuh diri, dan kecelakaan kerja serta kecelakaan lalu
lintas), kematian akibat tindakan medis, tenggelam, intoksikasi, dan
kematian yang tidak jelas penyebabnya 4
2. Apa tujuan dilakukan otopsi?
Tujuan membedah mayat atau otopsi ada beberapa macam, namun yang
paling sering dilakukan :
a. Untuk mengetahui penyebab kematiannya, saat terjadi tindakan
kriminal.Untuk keperluan ini seorang dokter mengotopsi jenazah
untuk mengetahui penyebab kematiannya.Apakah mayat tersebut
meninggal secara wajar atau karena tindakan kriminal.
b. Mengetahui penyebab kematian secara umum. Dengan otopsi ini
seorang dokter dapat mengetahui penyakit yang menyebabkan
kematian jenazah tersebut, sehingga kalau memang itu suatu wabah
dan dikhawatirkan akan menyebar, maka segera di ambil tindakan
preventif demi keselamatan.
c. Otopsi praktek ilmu kedokteran, Otopsi ini dilakukan oleh para
mahasiswa fakultas kedokteran untuk mengetahui seluk beluk
organ tubuhmanusia.Ini sangat diperlukan untuk mengetahui
adanya penyakit pada organ tubuh secara tepat 5

Tindak pidana yang mengakibatkan kematian korban memiliki bukti utama


yang berupa jasad korban itu sendiri. Jasad tersebut tidak mungkin bisa
diajukan pada saat persidangan, karena dengan berlalunya waktu jasad
tersebut akan membusuk, sedangkan lazimnya waktu persidangan perkara
baru dapat dilaksanakan beberapa minggu bahkan beberapa bulan setelah
terjadinya tindak pidana. Otopsi forensik terhadap jasad korban merupakan
satu-satunya solusi untuk problem di atas, dimana salah satu tujuan dari
otopsi forensik ialah untuk mendapatkan bukti-bukti ilmiah berupa laporan
tertulis secara objektif berdasarkan fakta dalam bentuk visum et repertum
(keterangan tertulis yang dibuat dokter (ahli) atas permintaan tertulis
(resmi) penyidik)6

3. Apa saja macam macam otopsi?


Ada 3 macam jeis otopsi yaitu :
a. Otopsi klinik
Autopsi klinik dilakukan terhadap mayat seseorang yang menderita
penyakit, dirawat di Rumah Sakit tetapi kemudian meninggal. Tujuan
dilakukannya Autopsi klinik adalah untuk:
- menentukan sebab kematian yang pasti.
- menentukan apakah diagnosis klinik yang dibuat selama perawatan
sesuai dengan diagnosis postmortem
- mengetahui korelasi proses penyakit yang ditemukan dengan
diagnosis klinis clan gejala-gejala klinik.
- menentukan efektifitas pengobatan.
- mempelaiari perjalanan lazim suatu proses penyakit.
- pendidikan para mahasiswa kedokteran clan para dokter.7
b. Otopsi anatomis,
c. Otopsi kehakiman.
Autopsi forensik atau Autopsi mediko-legal di lakukan terhadap mayat
seseorang berdasarkan peraturan undang-undang, dengan tujuan :
- Membantu dalam hal penentuan identitas mayat.
- Menentukan sebab pasti kematian, memperkirakan cara kematian
serta memperkirakan saat kematian.
- Mengumpulkan serta mengenali benda-benda bukti untuk
penentuan identitas benda penyebab serta identitas pelaku
kejahatan.
- Membuat laporan tertulis yang obyektif dan berdasarkan fakta
dalam bentuk visum et repertum.
- Melindungi orang yang tidak bersalah dan membantu dalam
penentuan identitas serta penuntutan tethadap orang yang bersalah7
4. Bagaimana peran dokter dalam tkp?
Tempat kejadian perkara adalah tempat ditemukannya benda atau bukti
tempat terjadinya peritiwa kejahatan yang diduga menurut suatu kesaksian.
Kehadiran dokter dalam TKP bergantung pada kasusnya, dapat
dipertimbangkan dari sudut korbannya, tempat kejadiannya, tersangka
pelakunya. Peran dokter dalam TKP yaitu membantu penyidik dalam
memngungkap kasus dari sudut pandang kedokteran forensic. Hexameter
adalah dasar pemeriksaannya, yaitu menjawab 6 pertanyaan (apa yang
terjadi, siapa yang tersangkut, dimana dan kapan terjadi, bagaimana
terjadinya dan dan dengan apa melakukannya, serta kenapa terjadi
peristiwa tersebut). Pada pemeriksaan kedokteran forensic di TKP harus
mengikuti ketentuan yang berlaku umum pada penyidikan di TKP.
Selanjutnya dokter dapat memberikan pendapatnya dan mendiskusikannya
dengan penyidik untuk menentukan kasusnya. Bila korban masih hidup
tindakan utamanya adalah menyelamatkan korban dengan dengan tetap
menjaga keutuhan TKP. Bila korban telah meninggal tugas dokter adalah
menegakan diagnosis kematian, memperkirakan saat kematian,
memperkirakan sebab kematian, memperkirakan cara kematian,
menemukan dan mengamankan benda bukti biologis dan medis.8

5. Apa saja pemeriksaan luar?


a. Label mayat
b. Penutup mayat
c. Bungkus mayat
d. Pakaian mayat dan perhiasan yang digunakan
e. Benda disamping mayat
f. Tanda kematian (lebam mayat, kaku mayat, suhu tubuh, pembusukan)
g. Identifikasi umum (jenis kelamin, umur, tinggi badan, berat badan, dll)
h. Identifikasi khusus ( scars, cacat ditubuh, tato, dll)
i. Pemeriksaan fisik head to toe 7
6. Bagaimana peran dokter umum jika menemukan pasien dengan tidak
wajar?
DOA (Death on Arrival) adalah merupakan keadaan dimana pasien
atau korban ditemukan dalam keadaan sudah meninggal ditempat
pelayanan. Biasanya kasus DOA masuk ke IGD suatu rumah sakit. Jika
dokter menemukan kasus DOA, yang harus dilakukan adalah memeriksa
pasien, melihat ada tanda kekerasan/ kemungkinan kasus tindak pidana
dan sebelumnya sudah melakukan wawancara dengan pengantar mengenai
kondisi terakhir jenazah dan kronologis kejadian. Jika ditemukan/dicurigai
suatu tindak pidana atas kematian korban, maka dokter menganjurkan
pengantar atau petugas rumah sakit untuk melapor ke polisi di wilayah
tempat kejadian perkara. Selanjutnya jenazah ditahan di rumah sakit
sampai penyidik memutuskan untuk tindakan forensik selanjutnya.
Sedangkan jika dalam pemeriksaan dan wawancara dengan pengantar,
disimpul kan kematian wajar maka jenazah boleh dibawa pulang. Untuk
kasus DOA, prinsip utama yang harus diperhatikan dokter adalah
memperkirakan cara kematian korban, apakah wajar atau tidak wajar guna
penatalaksanaan selanjutnya.9
7. Bagaimana cara mengidentifikasi mayat?
Metode yang sering digunakan karena bersifat spesifik dan bertahan tetap
sepanjang hidup sampai meninggal antaralain :
a. Odontologi (identifikasi bangun/struktur gigi)
b. Membandingkan kondisi antemortem dan pasca mortem. Jika tidak
terdapat data antemortem dari gigi dapat diketahui data lain, seperti
perikiraan usia jenazah. Biasanya dilakukan oleh ahli odontologi
forensik.
c. Sidik jari
Membandingkan gambaran sidik jari jenazah dengan data sidik jari
antemortem
d. Identifikasi DNA
Membandingkan DNA jenazah dengan data antemortem apabila
tersedia / dibandingkan dengan DNA keluarga inti (ayah/ibu/anak)
Jenazah.10
8. Apa saja persiapan yang dilakukan sebelum melakukan otopsi?
Sebelum Autopsi dimulai, beberapa hal perlu mendapat perhatian.
a. Apakah surat unrt yang berkaitan dengan Autopsi yang akan dilakukan
telah Iengkap
b. apakah mayat yang akan diautopsi benar-benar adalah mayat yang
dimaksutkan dalam surat yang bersangkutan
c. kumpulkan keterangan yang berhubungan dengan terjadinya kematian
selengkap mungkin
d. periksalah apakah alat-alat yang diperlukan telah tersedia.7
9. Apakah penyidik perlu untuk meminta persetujuan keluarga korban untuk
dilakukannya autopsi?
Pada kasus yang tidak wajar dan harus melakukan autopsi forensik, maka
penyidik tidak perlu meminta persetujuan keluarga korban, karena sudah
diatur dalam KUHP pasal 133 dan 134 bahwa Permintaan visum et
repertum berupa bedah jenazah hukumnya adalah mutlak dan tidak dapat
ditolak. Bila keluarga menolak maka penyidik perlu menjelaskan kepada
keluarga agar keluarga paham pentingnya pemeriksaan.11

STEP 4

Autopsi Periapan dokumen Visum et Repertum

Deskrispsi Luka Pemeriksaan Luar Pemeriksaan dalam

Pemeriksaan lab
forensik

Perawatan
setelah autopsi

AIK
STEP 5

1. Jenis luka
2. Diskripsi luka
3. Visum et Repertum
4. Otopsi (syarat, alur, implikasi)
5. Pemeriksaan laboratorium forensic
6. Otopsi dalam pandangan islam

STEP 7

1. Jenis-jenis luka
Traumatologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera
serta berhubungan dengan kekerasan. Ada beberapa jenis-jenis luka,
diantaranya1 :
a. Luka akibat kekerasan benda tumpul
- Luka memar : perdarahan dalam jaringan bawah kulit akibat
pecahnya kapiler dan vena.
- Luka lecet : diakubatkan oleh cedera epidermis yang
bersentuhan dengan benda dengan permukaan kasar. Luka lecet
dibedakan menjadi luka lecet gores, luka lecet serut, dan luka
lecet geser
- Luka robek : luka terbuka akibat trauma benda tumpul
sehingga kuliat teregang ke suatu arah. Ciri khas : tepi dan
dasar tidak rata, terlihat jembatan jaringan, sering ditemukan
luka lecet atau memar di sekitarnya.
b. Luka akibat kekerasan benda tajam
Memiliki gambaran khas yaitu, tepi dan dinding luka rata, berbentuk
garis, tidak ada jembatan jaringan, dasar luka berbentuk garis/titik
c. Luka akibat tembakan senjata api
d. Luka akibat suhu
e. Luka akibat trauma listrik
Gambaran jejas listrik  kerusakan lapisan tanduk kulit sebagai luka
bakar, tepi menonjol, sekitarnya terdapat daerah yang pucat dikelilingi
kulit hiperemis
f. Luka akibat Petir
Ciri khas nya adalah dengan ditemukan aboresent mark (kemerahan
seperti cabang pohon), magnetisasi (benda yang dipakai berubah
menjadi magnet)
g. Luka akibat perubahan tekanan udara
h. Luka akibat truma bahan kimia
- Luka akibat asam : luka korosi yang kering dan keras
- Luka akibat basa : luka basah , licin, berlanjut semakin kedalam

2. Deskripsi Luka
Luka-luka yang ditemukan harus dideskripsikan dengan jelas,
lengkap dan baik, hal ini penting untuk mengetahui jenis kekerasan yang
telah dialami oleh korban. Bila perlu gunakan gambar dan dimasukkan
dalam berkas rekam medis. Deskripsikan luka secara sistematis dengan
urutan sebagai berikut : regio, koordinat, jenis luka, bentuk luka, tepi luka,
dasar luka, keadaan sekitar luka, ukuran luka, jembatan jaringan, benda
asing dan sebagainya.12
Perlu dijelaskan bahwa deskripsi luka harus seobjektif mungkin
sebagai dasar untuk kita membuat kesimpulan,meliputi:13
a) Jumlah luka
b) Lokasi luka, meliputi:
- Lokasi berdasarkan regio anatomiknya
- Lokasi berdasarkan garis absis dan garis ordinat.
Garis absis adalah garis hayal yang mendatar melalui
umbilikus atau papilla mammae atauujung skapula. Garis
ordinat adalah garis hayal yang melalui garis tengah tubuh.
c) Ukuran luka, meliputi:
- Ukuran sebelum dirapatkan
- Ukuran sesudah dirapatkan
Ukuran luka kita tentukan dengan mengukur panjang luka
dan kedalaman luka. Sebelum panjangluka kita ukur, kita mesti
merapatkan luka korban terlebih dahulu. Kita harus
menyebutkan alat tubuh apasaja yang dilalui luka tersebut saat
kita melakukan pengukuran kedalaman luka korban. Misalnya
lukamengenai kulit dinding perut, otot perut dan jaringan hati
sejauh 5 cm.
d) Sifat-sifat luka, yaitu:
- Garis batas luka, meliputi: Tepi (rata atau tidak) dan Sudut luka
(ada atau tidak, jumlahnya berapa dan bentuknya runcing atau
tidak)
- Daerah di dalam garis batas luka, meliputi: Tebing luka (rata
atau tidak serta terdiri dari jaringan apa saja), Antara kedua
tebing ada jembatan jaringan atau tidak, Dasar luka (terdiri atas
jaringan apa, warnanya, perabaannya, ada apa di atasnya)
- Daerah di sekitar garis batas luka, meliputi: Memar (ada atau
tidak), Stipling/Tatoagee (ada atau tidak), Jelaga (ada atau
tidak), Bekuan darah (ada atau tidak), Lain-lain ada atau tidak.

3. Visum et Repertum
Visum et repertum berkedudukan sebagai salah satu alat bukti yang sah
dalam proses pembuktian perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa
manusia. Dalam VeR terdapat uraian hasil pemeriksaan medis yang tertuang
dalam bagian pemberitaan, yang karenanyadapat dianggap sebagai pengganti
barang bukti. VeR juga memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai
hasil pemeriksaan medis yang tertuang dalam bagian kesimpulan.12
Tahap pembuatan visum et-repertum :
a) Penerimaan korban yang dikirim oleh Penyidik.
b) Penerimaan surat permintaan keterangan ahli/visum et revertum
Harus membawa surat permintaan V et R, namun jika ga ada bisa
dilakukan px sesuai kriteria :
- Setiap pasien dengan trauma
- Setiap pasien dengan keracunan/diduga keracunan
- Pasien tidak sadar dengan riwayat trauma yang tidak jelas
- Pasien dengan kejahatan kesusilaan/perkosaan
- Pasien tanpa luka/cedera dengan membawa surat permintaan visum
c) Pemeriksaan korban secara medis
Ada kemungkinan didapati benda bukti dari tubuh korban misalnya
anak peluru, dan sebagainya. Benda bukti berupa pakaian atau lainnya
hanya diserahkan pada pihak penyidik
d) Pengetikan surat keterangan ahli/visum et repertum
e) Penandatanganan surat keterangan ahli / visum et repertum
Dalam hal korban ditangani oleh hanya satu orang dokter, maka
yang menandatangani visum yang telah selesai adalah dokter yang
menangani tersebut (dokter pemeriksa).
f) Penyerahan benda bukti yang telah selesai diperiksa
g) Penyerahan surat keterangan ahli/visum et repertum.

Macam-macam Visum et repertum1 :

a. Visum untuk korban hidup


- Visum kejahatan Susila
Persetubuhan yang diancam pidana termasuk pemerkosaan,
persetubuhan pada perempuan yang tidak berdaya {dapat akibat
obat atau zat}, serta persetubuhan dengan perempuan belum cukup
umur. Dalam kasus peradilan kejahatan susila, dokter perlu
membuktikan adanya persetubuhan, kekerasan, usia korban.
Penyakit hubungan seksual, kehami!an, dan kelainan kejiwaan
akibat tindak pidana tersebut. Dokter tidak perlu membuktikan
adanya pemerkosaan karena istilah pemerkosaan adalah istilah
hukum di sidang pengadilan.
- Visum psikiatrik
Dasar pembuatan VeR psikiatrik adalah pasal 44(1) KUHP:
"Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan padanya disebabkan karena jiwanya cacat
dalam tumbuhnya atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana".
Pemeriksaan dilakukan terhadap tersangka atau terdakwa pelaku
pidana sebaiknya oleh dokter spesialis psikiatri. Terkadang hakim
juga meminta evaluasi kejiwaan saksi apabila kondisi kejiwaannya
diragukan sementara kesaksiannya sangat diperlukan.
- Visum kasus Perlukaan
Dokter perlu membuat catatan medik setiap pasien, dan
mencatat lengkap temuan pada korban tindak pidana sehingga
dapat digunakan untuk pembuatan VeR. VeR dapat dibuat seketika
(untuk Iuka yang tidak perlu perawatan, langsung dibuat visum),
sementara (untuk korban yang dirawat, tidak mencantum
kesimpulan derajat Iuka), maupun lanjutan (setelah korban selesai
dirawat dan dapat ditentukan derajat lukanya).
b. Visum untuk korban meninggal dunia

4. Otopsi (syarat, alur, indikasi)


 Syarat Autopsi14
a. Ada permintaan tertulis dari penyidik yang bersifat definitif
b. Ada persetujuan tertulis dari pihak keluarga
c. Penyidik : pejabat kepolisian RI serendahnya kapolsek dengan
minimal berpangkat IPDA, polisi militer, pejabat sipil
 Aur Autopsi14
a. Pemeriksaan rekam medis, melihat penyebab kematian
b. Mengumpulkan dan mendokumentasikan barang bukti
c. Membuat fotografi dan mencatat semua luka
d. Melakukan pemeriksaan luar
e. Pemeriksaan dalam dibedah lalu lihat organ dan jaringanya
f. Ambil jaringan dan lihat dengan mikroskop
g. Oemeriksaan laborat forensik pada cairan tubuh
h. Membuat laporan tertulis untuk visum et repertum
i. Menjadi saksi ahli bila diperlukan
j. Memperbaiki tubuh jenazah sebelum diseahkan dengan keluarga

 Indikasi umum
a. Kematian diduga karena sebab tidak wajar:
b. Pembunuhan
c. Bunuhdiri
d. Kecelakaan
e. Belumdiketahui (undetermined)
 Indikasi Lain
a. Kematian diduga terkait keracunan
b. Mati mendadak, jika sebelumnya orang tersebut diketahui
dalamkondisi sehat
(medically unexplained death)
c. Kematian akibat sebab yang dapat mengancamkesehatan masyarakat
d. Kematian disebabkan penyakit, cedera, atau racun yang terkait
pekerjaan
e. Kematian terkait dengan prosedur diagnostik atau terapi
f. Kematian terkait aborsi ilegal
g. Kematian pada narapidana, individu yang tengah
diinterogasi/ditahan oleh
aparat negara
h. Jenazah yang akan dikremasi atau dikubur di laut
i. Jenazah tidak dikenal atau tidak diklaimoleh keluarga
j. Kematian operator transportasi publik (pilot/ko-pilot, masinis, supir
bus, dll)
yang meninggal saat bertugas
k. Kematian bayi atau anak yang tidak dapat dijelaskan dan tidak
terduga
l. Kematian tidak diduga pada pejabat negara
m. Jenazah yang diketahui tengah dipindahkan antar wilayah hukum
tanpa surat
kematian
n. Kematian diduga akibat penelantaran oleh diri sendiri atau orang lain
o. Kematian terjadi ketika dilakukan operasi atau sebelum bangun dari
efek
anestesi

5. Pemeriksaan laboratorium forensik


Pemeriksaan laboratorium forensik, merupakan pemeriksaan laboratorium
yang mengaplikasikan ilmu pengetahuan untuk menemukan kebenaran
materiil. Pemeriksaan laboratorium forensik antara lain meliputi pemeriksaan
sidik jari, genetik, mayat, analisis kimia, analisis fisika, dan segala sesuatu
yang berhubungan dengan tubuh manusia atau bagian dari dalam tubuh
maupun luar tubuh. 16
Misalnya, dalam kasus narkoba dilakukan dengan cara pemeriksaan urine
tersangka yang diduga pengguna narkoba, atau dalam kasus pembunuhan
yang tidak ditemukan bukti lain selain sidik jari yang tertinggal, maka
penyelidikan untuk mengungkap penyebab kematian dengan mengutamakan
pemeriksaan sidik jari di laboratorium forensik, yang berfungsi untuk
membandingkan sidik jari yang tertinggal di TKP dengan terduga
pelakunya.Hasil penelitian dan pemeriksaan laboratorium forensik berupa
berita acara pemeriksaan barang bukti merupakan alat bukti sah dalam
perkara di persidangan.16

a. Pemeriksaan cairan mani


- Makroskopis17
a) Visual : pada pakaian terang akan berwarna abu-abu
kekuningan, pada pakaian gelap akan nampak mengkilap
b) Bau
c) Raba : bercak mani kering teraba seperti kain yang terkena
kanji kering
d) Sinar UV : nampak fluoresensi putih
- Mikroskopis18
a) Px spermatozoa dengan pewarnaan : untuk menentukan ada
tidaknya spermatozoa, ditandai warna merah pada kepala,
warna pink ada leher, dan warna hijau pada ekor
b) Px spermatozoa tanpa pewarnaan : untuk menentukan
sudah berapa lama persetubuhan terjadi
b. Pemeriksaan darah17
- Menentukan bercak darah : Tes Benzedine, Tes Teichman, Tes
Takayama
- Menentukan darah manusia : Tes Precipitin
- Menentukan golongan darah : absroption- elution

6. Autopsi dalam pandangan islam


Dalam hukum Islam, autopsi forensik dilarang karena dapat merusak
mayat dan melanggar kehormatan mayat. Namun, ada beberapa ulama
membenarkan autopsi forensik dengan alasan untuk mewujudkan
kemaslahatan ummat (mashalih mursalah) baik di bidang keamanan,
keadilan, dan kesehatan. Berdasarkan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor
6 Tahun 2009 tentang Autopsi Jenazah menyebutkan bahwa pada dasarnya
autopsi dilarang atau haram, namun dalam keadaan darurat atau mendesak
maka diperbolehkan. 19
Al isra ayat 70 : “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam,
Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rizki dari
yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna
atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.”
Ayat ini menunjukkan bahwa jasad manusia itu mulia. Dan kemuliaan ini
berlaku baik dalam keadaan ia hidup maupun sudah mati. Sedangkan dalam
proses bedah mayat, terjadi perlakuan yang tidak mulia terhadap mayat,
seperti dipotong daging atau tulangnya, diangkat organ tubuh, dan perlakuan
lain yang semisalnya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Idries AM, Pedoman Buku Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa


Aksara; 1997

2. Afandi. Visum et repertum. Tatalaksana dan teknik pembuatan. Edisi


kedua. FK UNRI 2017
3. I Made Agus Gelgel Wirasuta. Pengantar Menuju Ilmu Forensik. 2013
4. Henky, et al. Ilmu kedokteran forensik dan medikolegal. Buku panduan
belajar koas program studi pendidikan dokter FK Udayana 2017
5. Makie,I. FUNGSI OTOPSI FORENSIK DAN KEWENANGAN
KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA BERDASARKAN
KUHAP.2016:IV(5)
6. Khairul, R. kekuatan pembuktian otopsi forensik dalam kasus
pembunuhan : studi komperatif acara pidana islam dan KUHP. fakultas
syariah IAIN sunan ampel. 2011 : 14
7. Bagian kedokteran forensik. Teknik autopsi. Jakarta. Bagian kedokteran
forensik FK UI : 2000
8. Budiyanto A, dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi ke-1; Cetakan kedua.
Jakarta: FKUI; 2017 hal. 61-203
9. Susanti. Paradigma Baru Peran Dokter Dalam Pelayanan Kedokteran
Forensik. Majalah Kedokteran Andalas. 2012 : 2(36)
10. WEAMI. Saran MV teknik autopsi forensik FK Universitas Hasanudin
Makasar. 2013
11. Badan diklat kejaksaan RI. modul kedokteran forensik. Badan pendidikan
dan pelatihan kejaksaan RI. Jakarta;2019
12. Affandi D. Visum et Repertum Tata Laksana dan Teknik Pembuatan. Ed.
2. Pekanbaru: Fakultas Kedokteran Universitas Riau; 2017.

13. DiMaio VJ, DiMaio D. Blunt Trauma Wounds. In: DiMaio VJ, DiMaio D,
editors. Forensic Pathology. 2 ed: CRC; 2001. p. 110-35.

14. Dahlan, S. pembuatan visum et repertum. Semarang. FK Undip. 1999

15. P.B. Baker, A.T. Bennet, J.J. Berman, K.E. Bove, P. Brown, et al.Autopsy
Performance & Reporting. [ed.] Grover M. Hutchins Kim A. Collins. 2nd.
Northfield, Illinois : College of American Pathologists; 2003

16. OHOIWUTUN, Y. A. Ilmu kedokteran forensik (interaksi dan dependensi


hukum pada ilmu kedokteran); 2016.

17. Idries A, Agung L. Penerapan ilmu kedokteran forensik dalam proses


penyidikan. Edisi Revisi. Jakarta : CV sagung seto ; 2017

18. Tim penyusun biomedik. Buku petunjuk Praktikum Biomedik Blok 17.
Semarang : Lab Biomedik FK Unimus ; 2021

19. Hatta M, Zulfan, Srimulyati. Autopsi ditinjau dari perspekif hukum positif
Indonesia dan hukum Islam. Jurnal Wacana Hukum Islam dan
Kemanusiaan. 2019; 19(1): 27-51.

Anda mungkin juga menyukai