Anda di halaman 1dari 224

ILMU

KEDOKTERAN
FORENSIK
Oleh
Sofwan Dahlan
THE POLICE POWER
(KEKUASAAN KEPOLISIAN)
The power of the state to protect the health,
safety, morals and general welfare of its citizen
• melindungi kesehatan
• melindungi keamanan / keselamatan
• melindungi moral
• melindungi kesejahteraan umum
TUGAS POLISI disini ialah melakukan:
• tindakan preventif thd kejahatan yg belum terjadi
• tindakan repressif thd kejahatan yg sudah terjadi,
yaitu:
• penyelidikan;
• penyidikan; dan Polisi perlu tahu ilmu forensik,
• penyidikan tamb. atau minta bantuan ahli forensik.
DEFINISI
Ilmu Kedokteran Forensik adalah:
Ilmu yang mempelajari penerapan ilmu
kedokteran untuk kepentingan peradilan
(medicine for the law).
Sebutan lain: Forensic Medicine, Medical
Jurisprudence, atau Medicina Forense.
Forense berasal dari kata “forum”, yang
artinya sidang pengadilan.
ILMU KEDOKTERAN FORENSIK
Ilmu Kedokteran Forensik merupakan disiplin medis
(bukan disiplin hukum), namun aplikasinya untuk
membantu proses peradilan agar suatu perkara bisa
menjadi terang (medicine for the law).
Hukum Kedokteran (Medical Law) merupakan
disiplin hukum, yaitu bagian dari Hukum Kesehatan
yang mengatur semua aspek yang berkaitan dengan
profesi kedokteran (law regulating the practice of
medicine).
Hukum Kesehatan (Health Law) juga merupakan
disiplin hukum, yaitu hukum yang mengatur semua
aspek yang berkaitan dengan upaya kesehatan.
UPAYA KESEHATAN
Aspeknya t.a: Hukumnya disebut:
o Kedokteran Medical Law
o Keperawatan Nurse Law
o Perumahsakitan Hospital Law
o Lingkungan Hidup Environmental Health
Law
o Makanan & Obat Food and Drug Law
o Kesehatan Jiwa Mental Health Law
o Kesehatan Kerja Occupational Health
Law
o DLL
FORENSIC SCIENCES (Ilmu-Ilmu Forensik),
terdiri dari:
• Ilmu Kimia Forensik
• Ilmu Fisika Forensik perlu dikuasai oleh
• Ilmu Kedokteran Forensik penegak hukum
• Ilmu Kedokteran Gigi Forensik
bila tidak, maka
• Ilmu Psikiatri Forensik penegak hukum
• Daktiloskopi
• Balistik
perlu minta bantuan
• DLL ahli yang menguasai
ilmu forensik

Sering disebut the Mother of Forensic Sciences


TUJUAN DOKTER MEMPELAJARI IKF
1. Menyadari betapa pentingnya peranan dokter
dan ilmu kedokteran dalam proses peradilan.
2. Mengerti status dokter dalam proses peradilan.
3. Memahami segala ketentuan yang berkaitan dg
tugas keforensikan; meliputi kewenangan, hak,
kewajiban serta sanksinya.
4. Mampu melakukan berbagai macam pemeriksaan
forensik.
5. Mampu memberikan keterangan yg relevan dgn
jenis kasusnya shg perkaranya menjadi jelas.
6. Mengerti cara-cara menyampaikan keterangannya
sesuai ketentuan per-UU-an sehingga keterangan
tsb memiliki daya bukti di sidang pengadilan.
KEGUNAAN FORENSIC SCIENCES
1. Membantu menentukan apakah suatu peristiwa
merupakan tindak pidana atau bukan.
2. Membantu mengungkap PROSES tindak pidana:
a. kapan dilakukan?
b. dimana dilakukan?
c. dengan benda atau senjata apa dilakukan?
d. bagaimana cara melakukan?
e. apa akibatnya, yaitu : - luka ringan?
- luka sedang?
- luka berat?
- meninggal dunia?
3. Membantu mengungkap IDENTITAS KORBAN.
4. Membantu mengungkap IDENTITAS PELAKU.
Point 1) utk penyelidikan. Point 2), 3) dan 4) utk penyidikan.
PENYELIDIKAN
Adalah rangkaian tindakan menurut UU utk
mengetahui apakah suatu peristiwa yang
sedang diselidiki itu merupakan tindak pidana
sehingga bisa dilakukan pemeriksaan (yaitu
penyidikan).
Tindakan penyelidikan terdiri atas:
1. Melakukan TKP;
2. Memeriksa saksi-saksi dan barang bukti;
3. Meminta bantuan para ahli, termasuk ahli-
ahli forensik (mis: dokter forensik).
PENYIDIKAN
Adalah rangkaian tindakan menurut UU,
untuk mengumpulkan bukti-bukti, supaya
dengan bukti tsb perkaranya menjadi terang
dan pelakunya bisa ditangkap.
Tindakan penyidikan terdiri atas:
o mengumpulkan bukti-bukti.
o memberdayakan ahli-ahli forensik yang
dimiliki pihak kepolisian.
o meminta bantuan ahli-ahli forensik yang
tidak dimiliki pihak kepolisian (mis: dokter,
termasuk dokter ahli forensik RS).
BANTUAN DOKTER di TKP

Bantuan yang dapat diberikan oleh dokter pada


pemeriksaan di TKP adalah membantu:
1. Menentukan korban sudah mati atau belum.
2. Menentukan cara kematiannya (jika sudah mati),
yaitu:
o pembunuhan;
o bunuh diri; atau
o kecelakaan.
3. Mencari, menemukan dan menyelamatkan barang
bukti untuk kepentingan:
o penyelidikan itu sendiri; maupun
o penyidikan, jika ternyata TINDAK PIDANA.
CARA KEMATIAN
A. Pembunuhan:
o letak luka di sembarang tempat pada tubuh.
o sering ada luka tangkis (defensive wounds).
o pakaian di daerah luka ikut terkena senjata.
B. Bunuh diri:
o letak luka pada bagian tubuh yang mematikan
dan dapat terjangkau tangan yang bunuh diri.
o ditemukan luka percobaan (tentative wounds).
o pakaian di daerah luka tidak ikut terkena
senjata.
C. Kecelakaan:
o tidak menunjukkan ciri khas bunuh diri ataupun
pembunuhan.
LUKA TANGKISAN
Disebabkan oleh reflek ketika sadar mendapat serangan.
Ciri-cirinya:
o letak luka tangkis pada lengan bawah bagian luar atau
tangan bagian luar (punggung tangan).
o jumlah luka tangkis bisa banyak.
o luka tersebut tidak mematikan.

LUKA PERCOBAAN
Disebabkan yang bersangkutan masih mencoba-coba.
Ciri-cirinya:
o letak luka di sekitar luka yang mematikan.
o jumlahnya banyak (multipel).
o kualitas luka dangkal.
o luka percobaan tersebut tidak mematikan.
IDENTIFIKASI KORBAN
o Identifikasi Umum:
- jenis kelamin.
- umur.
- tinggi badan.
- golongan darah.
- suku bangsa, dll.
o Identifikasi Personal:
- si Bambang atau bukan.
- si Ahmad atau bukan.
- si Fatimah atau bukan.
Untuk identifikasi personal diperlukan DATA ante-
mortum utk pembanding (sidik jari, gigi geligi, DNA).
IDENTIFIKASI PELAKU
Identifikasi pelaku dapat dilaksanakan dengan
memeriksa bahan-bahan medis, misalnya:
o Darah pelaku yang tercecer.
o Sel-sel dari jaringan tubuh pelaku yang berhasil
dicakar oleh korban, misalnya:
- sel kulit.
- sel darah, dll.
o Sperma pelaku.
o Air liur pelaku.
o Rambut pelaku (rambut kepala atau kemaluan).
o Gigi pelaku yang tanggal.
o Jejas gigitan pada korban akibat gigitan pelaku.
BANTUAN DOKTER
DALAM PROSES PERADILAN PIDANA
1. Memberikan keterangan tentang:
a. Korban (korban hidup atau mati).
b. Tersangka atau terdakwa, yaitu tentang:
- umur yang sebenarnya (bila ada keraguan).
- kemampuan bertanggung jawab.
- kemampuan melakukan coitus.
- pelaku infanticide (yang menyangkal tlh melahirkan).
c. Barang bukti medis, misalnya:
- darah, sperma, dll.
2. Memberikan penjelasan tentang:
- pertanyaan hipotetis (hipothetical question).
3. Membantu pemeriksaan penyelidik di TKP.
PROSEDUR MEMINTA BANTUAN DOKTER
1. Pejabat yang berhak minta bantuan:
a. Penyelidik, pada tingkat Penyelidikan (POLRI, Provost, atau PM).
b. Penyidik (pada tingkat Penyidikan dan Penyidikan Tambahan)
yang dilaksanakan Penyidik POLRI, Provost atau Polisi Militer).
c. Hakim ketua sidang pada tingkat Persidangan (yang dalam hal ini
dilaksanakan oleh Penuntut Umum).
Terdakwa, pembela, korban atau keluarga korban tidak berhak minta
bantuan forensik. Mereka hanya berhak melapor atau mengadu.
2. Cara mengajukan permintaan:
a. Harus secara tertulis (kecuali untuk kepentingan TKP).
b. Harus menyebutkan jenis pemeriksaan yang diminta.
c. Surat permintaan diajukan secara langsung bersama-sama objek
yang dimintakan untuk diperiksa.
d. Penyidik wajib memberikan informasi yg cukup untuk memudahkan
dokter dalam melakukan pemeriksaan.
e. Jika korban tindak pidana masih hidup maka permintaan bantuan
forensik harus segera diajukan kareana adanya rahasia kedokteran.
CARA DOKTER MENYAMPAIKAN
KETERANGANNYA
1. SECARA TERTULIS:
Dalam bentuk Visum et Repertum.
2. SECARA LISAN:
Dalam bentuk Keterangan Lisan, yg disampaikan secara
langsung kepada penyidik, lalu dibuatkan berita acaranya
dan ditandatangani oleh penyidik dan dokter.
CATATAN:
Sebaiknya Dr mengucap sumpah di depan penyidik, supaya
keterangannya dapat diproses menjadi alat bukti untuk jaga-
jaga jika Dr tidak bisa hadir di sidang karena alasan yang sah.
Menolak mengucapkan sumpah di depan penyidik tidak dapat
dikenai sandera di Rumah Tahanan Negara, tetapi menolak
mengucapkan sumpah di sidang pengadilan Dr bisa disandera.
SURAT KETERANGAN DOKTER
Sebagai Profesional:
o Surat Keterangan Kesehatan;
o Surat Keterangan Lahir;
o Surat Keterangan Sakit;
o Surat Keterangan Hamil;
o Surat Keterangan Kematian;
o Surat Keterangan Medis (Resume Medis);

Sebagai Ahli (Saksi Ahli):


o Visum et Repertum (Keterangan Tertulis).
SYARAT DOKTER
MELAKUKAN TUGAS KEFORENSIKAN
o Memahami maksud dan tujuan penegak hukum
meminta bantuan (tiap kasus berbeda tujuannya).
o Menguasai materi yg diperlukan (thanatologi,
traumatologi, toksikologi, otopsi, tindak pidana
seksual, dsbnya).
o Mampu menerapkan ilmu dan ketrampilannya di
bidang kedokteran untuk kepentingan peradilan.
o Mampu melakukan pemeriksaan forensik.
o Mengerti tatalaksana dalam memberikan bantuan.
o Memahami syarat materiel dan syarat formiel agar
keterangannya bisa menjadi alat bukti yang sah.
TUGAS UTAMA DOKTER
(DALAM KAPASITASNYA SEBAGAI AHLI)
1. Membuat terang perkara pidana;
2. Mengupayakan alat bukti guna pembuktian
dimuka sidang, dalam bentuk:
a. keterangan lisan; dan/atau
b. keterangan tertulis (mis: V et R).
Syarat agar menjadi alat bukti yang sah:
1. Materiel: factually correct;
2. Formiel : mengucapkan atau dg mengingat
sumpah/janji.
KEWAJIBAN DOKTER
o Merupakan kewajiban yang melekat pada
setiap diri dokter (kewajiban bersifat personal).
o Dr boleh mengajukan hak undur diri jika punya
alasan hukum yg sah, ttp keputusan oleh hakim.
o Ada sanksi pidana bagi dokter yang tidak mau
melaksanakan kewajiban, kecuali punya alasan
hukum yang sah.
Alasan Hukum yang Sah:
o Ada hubungan darah yang dekat dgn terdakwa.
o Menjadi suami / isteri atau mantan suami / isteri
dari terdakwa.
o Bersama-sama sebagai terdakwa.
ISI KETERANGAN DOKTER SBG AHLI
A. Keterangan Lisan, berisi:
1. Fakta: ditemukan sendiri/ bersama ahli lain.
2. Opini atas:
- fakta dari pemeriksaan sendiri; dan
- fakta dari pemeriksaan bersama ahli lain.
3. Jawaban lisan atas pertanyaan hipotetis.
B. Keterangan Tertulis (V et R), berisi:
1. Fakta: ditemukan sendiri/ bersama ahli lain.
2. Opini atas:
- fakta yang ditemukan sendiri.
- fakta dari pemeriksaan bersama ahli lain.
FUNGSI
KETERANGAN DOKTER DI SIDANG PENGADILAN
1. Sebagai ALAT BUKTI katagori:
a. Keterangan Ahli, bila diberikan secara lisan di sidang
pengadilan dengan sumpah atau janji.
b. Surat, bila diberikan secara tertulis dengan mengingat
sumpah saat menerima jabatan (Visum et Repertum).
2. Sebagai Keterangan yang disamakan nilainya dengan
alat bukti, bila diberikan didepan penyidik dgn sumpah
atau janji tetapi kemudian keterangan tersebut dibacakan
di sidang pengadilan karena Dr tidak dapat didatangkan
karena alasan yang syah.
3. Sebagai Keterangan yg hanya Menguatkan Keyakinan
Hakim, yaitu bila diberikan di sidang pengadilan setelah
Dr selesai menjalani penyanderaan karena tanpa
alasan sah menolak mengucapkan sumpah atau janji.
A. B. KETERANGAN AHLI UNSUR
A. B. SURAT (V et R) PEMBENTUK
KEYAKINAN
KETERANGAN
(YANG DISAMAKAN NILAINYA
HAKIM
DENGAN ALAT BUKTI)
UNSUR
KETERANGAN PENGUAT
YANG HANYA DAPAT MENGUATKAN KEYAKINAN
KEYAKINAN HAKIM HAKIM
Bila dalam suatu perkara hanya bisa diperoleh:
- sebuah unsur pembentuk keyakinan; dan
- sebuah unsur penguat keyakinan; maka
seharusnya keyakinan hakim tidak boleh terbentuk.
Bila minimal dua alat bukti yang sama-sama merupakan unsur
pembentuk keyakinan, maka keyakinan hakim boleh terbentuk.
Satu UNSUR PEMBENTUK
KEYAKINAN KEYAKINAN HAKIM
+ (AINUL YAQIN)
Satu UNSUR PEMBENTUK
bila ditambah
KEYAKINAN

UNSUR
YANG DAPAT
MENGUATKAN
KEYAKINAN HAKIM

KEYAKINAN PLUS
(HAQQUL YAQIN)
KEWAJIBAN
MENGUCAPKAN SUMPAH ATAU JANJI
Bila diminta keterangannya maka Dr wajib mengucapkan
sumpah atau janji.
Jika dokter menolak mengucapkan sumpah atau janji tanpa
alasan hukum yang sah maka Dr:
o disandera di Rumah Tahanan Negara maksimal 14 hari
bila penolakannya dilakukan di sidang pengadilan.
o tidak boleh disandera di Rumah Tahanan Negara jika
penolakannya dilakukan di depan penyidik.
INGAT :
Disandera = dirampas kemerdekaannya (sebagai upaya
paksa) agar Dr bersedia mengucap sumpah atau janji.
Ditahan = dirampas kemerdekaannya agar tidak mengulangi
perbuatannya, tidak lari, atau menghilangkan barang bukti.
KETERANGAN DOKTER
Keterangan Dr yang diberikan kpd penegak
hukum bisa berupa:
1. Keterangan Lisan, dapat disampaikan:
a. di depan Penyidik; atau
b. ketika dipanggil di sidang Pengadilan.
2. Keterangan Tertulis (Visum et Repertum),
dapat diserahkan:
a. pada tingkat penyidikan, atau
b. pada tingkat sidang pengadilan.
VISUM ET REPERTUM
Keterangan tertulis yang dibuat oleh
Dr/Drg dalam kapasitasnya sebagai ahli
atas permintaan tertulis dari penegak
hukum yang berwenang tentang apa
yang dilihat dan ditemukan pada korban
atau barang bukti medis yg diperiksanya
dengan mengingat sumpah / janji ketika
menerima jabatan sebagai Dr/Drg.
VISUM ET REPERTUM
1. Dibuat oleh Dr yang punya kompe-
tensi untuk itu;
2. Atas permintaan tertulis dari penegak
hukum yang berwenang, yaitu:
a. penyidik (Polri, Provost atau PM);
b. hakim (yaitu hakim ketua sidang).
3. Digunakan sbg alat bukti di sidang;
4. Harus memenuhi syarat materiel dan
syarat formiel sesuai KUHAP.
SYARAT
VISUM ET REPERTUM
Syarat Materiel:
o faktual (factually correct); dan
o tidak bertentangan dgn ilmu kedokteran.
Syarat Formiel:
o dibuat dengan sumpah/ janji; atau
o dibuat dengan mengingat sumpah/ janji
ketika menerima jabatan sbg Dr.
Syarat Pembuat:
o dibuat oleh Dr yang memiliki kompetensi.
STANDAR
VISUM ET REPERTUM
1. Menggunakan bahasa yg mudah difahami
oleh penegak hukum yang awam medis.
2. Materinya faktual, relevan dgn maksud dan
tujuan dimintakannya Visum et Repertum.
3. Memenuhi syarat formiel, yaitu dibuat
dengan mengucapkan sumpah atau janji
sebelum memeriksa atau dibuat dgn mengi-
ngat sumpah/ janji ketika menerima jabatan.
4. Dibuat oleh Dr yang memiliki kompetensi.
VR PSIKIATRIK
o Menderita sakit jiwa atau tidak?
o Jika ya, apa jenis penyakit jiwa tersebut?
o Apa dengan jenis penyakit jiwa tersebut
ybs masih mampu bertanggungjawab atau
tidak terhadap perbuatan yang dilakukan?
VR KORBAN HIDUP
o Ada luka-luka atau tidak?
o Jika ada maka:
1. Apa jenis lukanya?
2. Apa jenis benda penyebab luka?
3. Derajat luka (ringan, sedang, berat)?
VR KORBAN MATI
o Ada luka-luka atau tidak?
o Jika ada maka:
1. Apa jenis lukanya?
2. Apa jenis benda penyebab luka?
3. Apa penyebab kematian korban?
4. Apakah penyebab kematian korban
berhubungan dengan luka-lukanya?
VR TINDAK PIDANA SEKSUAL
o Ada tanda-tanda kekerasan atau tidak?
o Ada tanda-tanda persetubuhan atau tidak?
VR KORBAN BAYI MATI
o Bayi viabel atau tidak?
o Bayi lahir hidup atau lahir mati?
o Apa penyebab kematiannya?
o Berapa lama bayi sempat hidup diluar kandungan
ibunya?
Syarat viabel: - telah dikandung 7 bulan atau lebih.
- tidak ada cacat besar (anencephali).
Syarat lahir hidup:
- alat pernafasan ada tanda-tanda pernah berfungsi.
- ada reaksi jaringan pd potongan tali pusat.
- ditemukan udara pada lambung.
PERMINTAAN VR YANG TERLAMBAT
PADA KORBAN HIDUP
Maka korban hidup tsb:
a. harus dihadirkan kembali untuk diperiksa
(sebab informasi medis sebelum diterimanya
surat permintaan VR harus diperlakukan sebagai
rahasia, dan hanya bisa dibuka didepan hakim di
sidang pengadilan); atau
b. dengan izin tertulis dari pasien ybs dapat
dibuatkan Keterangan Dokter, yang berisi
semua fakta sebelum diterimanya SPVR).
PERMINTAAN TERLAMBAT
MULAI DIRAWAT SURAT PERMINTAAN
DI RUMAH SAKIT DITERIMA RUMAH SAKIT
STATUS sbg PASIEN STATUS berubah menjadi
KORBAN (BARANG BUKTI)
Dokter, sbg profesional Dokter, sbg ahli (saksi ahli)

BUKAN
RAHASIA KEDOKTERAN RAHASIA KEDOKTERAN
KARENA RAHASIA, TIDAK BISA BOLEH DIUNGKAP DALAM
DIUNGKAP DALAM VISUM VISUM et REPERTUM, MESKI
TETAPI BISA DIUNGKAP DALAM TANPA IZIN TERTULIS DARI PIHAK
KETERANGAN MEDIS ASAL ADA KORBAN
IZIN TERTULIS DARI PASIEN
OTOPSI
PENGERTIAN OTOPSI:
Dari kata “auto” (sendiri) dan “opsis” (melihat).
Makna sesungguhnya adalah pemeriksaan atas
jenazah, meliputi bagian luar & dalam, oleh tenaga
kesehatan yang berwenang dengan menggunakan
cara yang dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah dan hukum.
JENIS OTOPSI:
1. Otopsi Anatomik: untuk pendidikan kesehatan.
2. Otopsi Klinik: untuk penyelidikan suatu penyakit.
3. Otopsi Forensik: untuk tujuan penegakan hukum.
PEMINTA OTOPSI:
Penyidik (untuk polisi minimal AIPDA dan untuk
polisi militer minimal PELDA).

KEWAJIBAN BAGI PEMINTA OTOPSI:


Memberitahu keluarga korban tentang maksud dan
tujuan dimintakannya OTOPSI.
Jadi bukan minta izin dari keluarga korban !!!

TEMPAT DIMINTAKANNYA OTOPSI:


1. Rumah Sakit Pemerintah.
2. Rumah Sakit Militer atau Ruman Sakit Kepolisian.
3. Rumah Sakit Swasta.
4. Puskesmas.
KEDUDUKAN KELUARGA KORBAN
o Memiliki hak untuk diberitahu oleh penyidik.
o Tidak memiliki hak untuk menolak otopsi.
o Jika keluarga berkeberatan:
penyidik wajib menjelaskan sekali lagi tentang
pentingnya otopsi serta sanksinya bagi siapa saja
yang menghalang-halangi otopsi (Psl 222 KUHP).
o Jika tetap berkeberatan:
otopsi paksa dilaksanakan sesudah 2 hari.
o Jika keluarga tidak ditemukan, otopsi dilakukan
setelah 2 hari.
o Jika Dr menolak, dikenai sanksi Psl 224 KUHP.
PELAKSANAAN OTOPSI
PRINSIP OTOPSI:
Perlu dilaksanakan sesegera mungkin guna menghindari
hilangnya data-data medik akibat proses pembusukan.

TEKNIS PELAKSANAAN OTOPSI:


o Menunggu klarifikasi keluarga paling lama 2 hari.
o Jika keluarga keberatan maka dokter (mewakili penyidik)
menjelaskan pentingnya otopsi.
o Jika tetap berkeberatan atau keluarga tidak ditemukan,
maka dapat melakukan otopsi sesudah 2 hari.
o Hendaknya penyidik hadir ditempat otopsi agar dapat
saling bertukar informasi guna memperlancar proses otopsi
dan penyidikan, serta untuk menciptakan rasa aman bagi
dokter yang melakukan otopsi.
SARANA OTOPSI
SARANA TEMPAT:
o Kamar otopsi khusus.
o Kamar jenazah, gudang atau halaman bisa disulap
menjadi tempat otopsi apabila kamar otopsi khusus
tidak tersedia.
SARANA ALAT:
o Pisau (bisa scalpel atau pisau dapur).
o Gergaji listrik (bisa gergaji besi).
o Benang yang dan jarum yang besar.
o Alat ukur (penggaris dan timbangan).
o Air yang cukup.
SARANA PENUNJANG:
o Toksikologi, histopatologi, laboratorium, dll.
Bila tidak tersedia maka Dr wajib memberitahu penyidik
agar dapat diminta ke tempat lain.
LANGKAH-LANGKAH OTOPSI
PEMERIKSAAN LUAR:
Memeriksa seluruh bagian luar dari tubuh jenazah, mulai
dari ujung rambut sampai ujung jari kaki.
PEMERIKSAAN DALAM, dengan cara :
a. melakukan insisi (pengirisan) untuk membuka rongga
kepala, leher, dada, perut dan panggul.
b. mengeluarkan seluruh organ dalam tubuh.
c. memeriksa seluruh organ dalam tubuh satu-persatu.
d. mengembalikan seluruh organ dalam ke tempat semula.
e. menutup dan menjahit.
PEMERIKSAAN PENUNJANG, antara lain :
a. melakukan pemeriksaan histopatologik.
b. melakukan pemeriksaan toksikologik.
c. melakukan pemeriksaan penunjang lainnya.
Jika tidak mampu dilakukan, informasikan kepada penyidik.
KEWAJIBAN
BAGI PEMINTA OTOPSI
Mengajukan permintaan otopsi secara TERTULIS.
Mencari dan menghubungi keluarga korban utk memberitahu
rencana penyidik meminta otopsi.
Menjelaskan sekali lagi kepada keluarga yang berkeberatan
Dengan rencana otopsi, termasuk menjelaskan adanya sanksi
pidana bagi siapa saja yang menghalangi-halangi otopsi.
Hadir pada saat otopsi untuk memberikan tambahan informasi
kepada Dr atau untuk menerima informasi penting dari Dr dan
memberi rasa aman.
Menyita barangbukti (mis: anak peluru) dari otopsi.
Menerima jaringan utk pemeriksaan penunjang di tempat lain.
Menjelaskan tentang sanksi pidana bagi Dr yang tanpa alasan
hukum menolak melakukan otopsi (Pasal 224 KUHP).
OTOPSI
JENAZAH YANG SUDAH DIKUBUR
Meskipun jenazah sudah dikubur lama maka otopsi jenazah
tersebut tetap perlu karena:
a. bekas kekerasan pada jaringan lunak mungkin masih bisa
dapat dikenali.
b. bekas kekerasan pada tengkorak, tulang dan gigi akan
dapat dikenali meskipun sudah lama terkubur.
c. racun-racun masih dapat ditemukan pada jaringan lunak,
tulang, kuku, rambut, kafan, peti dan tanah.
Sebelum otopsi harus dilakukan pembongkaran lebih dahulu.
Faktor musim (misalnya penghujan) bisa dijadikan salah satu
pertimbangan untuk menunda pembongkaran.
Demi efisiensi maka otopsi dapat dilaksanakan di tempat
pembongkaran jenazah.
VISUM et REPERTUM
PENDAHULUAN:
o Identitas peminta visum et repertum.
o Identitas dokter yang melakukan pemeriksaan.
o Identitas korban yang diperiksa.
o Alasan dimintakan visum et repertum.
o Kapan dilakukan pemeriksaan.
o Tempat dilakukan pemeriksaan.
HASIL PEMERIKSAAN:
o Fakta yang ditemukan sendiri oleh dokter.
o Fakta dari hasil pemeriksaan bersama dokter lain.
KESIMPULAN:
o Interpretasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dari
fakta-fakta di atas, dikaitkan dengan maksud dimintakannya V et R.
(Kesimpulan bukan ringkasan atau mengulang-ulang fakta)
PENUTUP:
o Pernyataan bahwa keterangan tertulis ini dibuat dengan mengingat
sumpah / janji ketika menerima jabatan atau dengan mengucapkan
sumpah / janji sebelum melakukan pemeriksaan.
o Tanda tangan dokter pemeriksa dan pembuat visum et repertum.
VISUM et REPERTUM ORANG HIDUP
PENDAHULUAN :
o
o
HASIL PEMERIKSAAN :
o fakta dari pemeriksaan pertama kali datang.
o fakta dari pemeriksaan selama dalam perawatan.
o fakta dari pemeriksaan terakhir.

KESIMPULAN :
o jenis luka.
o jenis benda penyebab luka.
o derajat luka.

PENUTUP :
o Demikianlah keterangan ini dibuat dgn mengingat sumpah
pada waktu menerima jabatan sebagai dokter.
Luka Berat:
o tidak dapat diharapkan sembuh dgn sempurna.
o luka yang dapat mendatangkan bahaya maut.
o luka yang menimbulkan rintangan tetap dalam
menjalankan pekerjaan jabatan atau pekerjaan
mata pencarian.
o berakibat kehilangan salah satu dari pancaindera.
o luka yang menimbulkan cacat besar atau kudung.
o luka yang mengakibatkan lumpuh.
o luka yang menimbulkan gangguan daya pikir 4
minggu atau lebih.
o berakibat keguguran/ kematian janin dalam rahim.
Luka Sedang:
luka yang mengakibatkan penyakit atau
halangan djm menjalankan pekerjaan jabatan
atau pekerjaan matapencarian untuk
sementara waktu.
Luka Ringan:
luka yang tidak menimbulkan penyakit atau
halangan dlm menjalankan pekerjaan jabatan
atau mata-pencarian.
OLEH
SOFWAN DAHLAN
PASAL 35 UUPK
Dr atau Drg yang telah memiliki STR
mempunyai kewenangan melakukan praktik
kedokteran sesuai dengan pendidikan dan
kompetensi yang dimiliki, yang t.a:
a. mewawancarai pasien;
b. memeriksa fisik dan mental pasien;
...........................;
..........................................;
h. menerbitkan surat keterangan dokter atau
dokter gigi;
j. ............................................................
KETERANGAN DR/DRG
Adalah keterangan yang dibuat oleh
Dr/Drg dlm kapasitasnya sebagai:
1. Profesional (menangani pasien);
2. Saksi Ahli (menangani korban tindak
pidana).
Keterangan tersebut dapat diberikan:
a. secara lisan; atau
b. secara tertulis.
Jika tertulis maka itu termasuk dokumen.
DOKUMEN
Surat Keterangan Dr/Drg adalah kertas
atau berkas yg mengandung tulisan ttg:
a. keadaan;
b. kenyataan; atau
c. perbuatan;
yg berkaitan dengan pasien atau korban,
serta diterbitkan untuk berbagai macam
kepentingan yang sah.
SKD/SKDG berisi informasi medis!
PIHAK YG BERKEPENTINGAN
SKD/SKDg dibuat utk kepentingan:
1. Rumah sakit;
2. Pasien;
3. Keluarga pasien (dalam hal pasien
meninggal dunia);
4. Pihak ketiga; atau
5. Penegakan hukum.
Dlm hal dibuat utk pihak ketiga (meliputi
keluarga), perhatikan rahasia medis !!!
JENIS SURAT KETERANGAN
1. Surat Keterangan Kesehatan;
2. Surat Keterangan Lahir;
3. Surat Keterangan Sakit;
4. Surat Keterangan Hamil;
5. Surat Keterangan Kematian (Death
Certificate);
6. Surat Keterangan Medis (Medical
Report atau Resume Medis);
7. Visum et Repertum; dll.
SURAT KETERANGAN
KESEHATAN
1. Dibuat utk kepentingan terperiksa;
2. Berisi pernyataan bahwa kondisinya
laik atau tidak laik memangku suatu
pekerjaan/jabatan (fit/unfit to the job);
3. Digunakan sebagai lampiran untuk
berbagai kepentingan (mis: melamar
pekerjaan atau mengurus lisensi).
SURAT KETERANGAN SAKIT
1. Dibuat untuk kepentingan pasien;
2. Berisi pernyataan bahwa:
a. pasien dalam keadaan sakit; dan
b. rekomendasi perlunya diberikan cuti
sakit/perlakuan khusus (kerja ringan);
3. Digunakan sebagai lampiran untuk:
a. permohonan cuti sakit, tidak bekerja
berat, tidak menghadiri sidang; atau
b. mengajukan klaim asuransi, dll.
4. Bila pasien setuju, dpt ditulis Diag/Ther.
Keputusan cuti sakit dibuat oleh kepala kantornya.
SURAT KETERANGAN HAMIL
1. Dibuat utk kepentingan pasien;
2. Berisi pernyataan bahwa:
a. pasien dalam keadaan hamil;
b. perkiraan waktu melahirkan; dan
c. rekomendasi agar kepadanya
diberi cuti hamil selama 3 bulan.
3. Dipakai sebagai lampiran untuk
mengajukan permohonan cuti hamil.
Keputusan cuti hamil dibuat oleh kepala kantornya.
SURAT KETERANGAN
KELAHIRAN
1. Dibuat untuk kepentingan pasien;
2. Berisi pernyataan bahwa bayi ybs
telah dilahirkan di RS/RB…...
3. Digunakan sbg lampiran untuk:
a. mengurus Akta Kelahiran;
b. mengurus perubahan Kartu Kelu-
arga;
c. mengurus tunjangan; dan lain-lain.
SURAT
KETERANGAN KEMATIAN
1. Dibuat untuk kepentingan keluarga;
2. Berisi pernyataan bahwa ybs telah
meninggal dunia ........
3. Digunakan sbg lampiran untuk:
a. mengurus Akta Kematian;
b. mengurus Penetapan Ahli Waris;
c. mengurus klaim asuransi;
d. mengurus pensiun; dan lain-lain.
MEDICAL REPORT
(LAPORAN MEDIS / SUMMARY)
Dibuat untuk kepentingan:
1. Pasien;
2. Pihak ketiga (termasuk keluarga);
3. Penegak hukum.
Berisi pernyataan tentang keadaan
kesehatan pasien.
Digunakan sbg lampiran utk berbagai
macam urusan (mis: klaim asuransi).
PROSES PERADILAN
Keterangan Dr atau Drg untuk kepentingan
peradilan dapat diberikan dalam bentuk:
1. Keterangan lisan:
a. yang diberikan didepan Penyidik; atau
b. yang diberikan di Sidang Pengadilan.
2. Keterangan tertulis (Visum et Repertum).
Visum et Repertum dapat diserahkan:
a. pada tingkat penyidikan; atau
b. pada tingkat sidang pengadilan.
VISUM ET REPERTUM
Keterangan tertulis yang dibuat oleh
Dr/Drg dalam kapasitasnya sebagai ahli
atas permintaan tertulis dari penegak
hukum yang berwenang tentang apa
yang dilihat dan ditemukan pada korban
atau barang bukti medis yg diperiksanya
dengan mengingat sumpah / janji ketika
menerima jabatan sebagai Dr.
VISUM ET REPERTUM
1. Dibuat utk kepentingan peradilan;
2. Atas permintaan tertulis dari penegak
hukum yang berwenang, yaitu:
a. penyidik (Polri, Provost atau PM);
b. hakim (hakim ketua sidang).
3. Digunakan sbg alat bukti dlm sidang
pengadilan.
4. Harus memenuhi syarat materiel dan
syarat formiel sesuai KUHAP.
PERMINTAAN TERLAMBAT
Permintaan terlambat pd korban hidup:
a. Korban harus dihadirkan utk diperiksa
(informasi medis sebelum datangnya surat
permintaan VR harus diperlaukan sebagai
rahasia yang hanya bisa dibuka didepan
hakim di sidang pengadilan); atau
b. Dengan izin tertulis dari pasien ybs
bisa diberikan Keterangan Dokter
(berisi informasi medis sebelum datangnya
surat permintaan VR).
PERMINTAAN TERLAMBAT

MULAI DIRAWAT SURAT PERMINTAAN


DI RUMAH SAKIT DITERIMA RUMAH SAKIT

STATUS SEBAGAI STATUS BERUBAH SBG


PASIEN BARANG BUKTI (KORBAN)

BUKAN
RAHASIA KEDOKTERAN RAHASIA KEDOKTERAN
TIDAK BISA DIUNGKAP DALAM BISA DIUNGKAP DALAM
VISUM ET REPERTUM VISUM ET REPERTUM
TETAPI BISA DIUNGKAP
DALAM KETERANGAN MEDIS
ASAL DENGAN IZIN PASIEN
SYARAT
VISUM ET REPERTUM
Syarat Materiel:
a. faktual (factually correct); dan
b. tidak bertentangan dengan ilmu
kedokteran yang telah teruji.
Syarat Formiel:
a. dibuat dgn sumpah/janji; atau
b. dibuat dgn mengingat sumpah/
janji ketika menerima jabatan.
STANDAR
VISUM ET REPERTUM
1. Menggunakan bahasa yg mudah difahami
oleh penegak hukum yang awam medis.
2. Isinya faktual relevan dengan maksud dan
tujuan dimintakannya Visum et Repertum.
3. Memenuhi syarat formal, yaitu dibuat
dengan mengucapkan sumpah atau janji
sebelum memeriksa atau dibuat dg mengi-
ngat sumpah / janji wkt menerima jabatan.
VR PSIKIATRIK
- Ada penyakit jiwa atau tidak.
- Jika ada, apa jenis penyakit jiwa tsb.
- Apakah dengan jenis penyakit jiwa tsb
ybs masih mampu bertanggungjawab
atau terhadap perbuatan yang dilakukan.
VR KORBAN HIDUP
- Ada luka-luka atau tidak.
- Jika ada maka:
1. Apa jenis lukanya.
2. Apa jenis benda penyebab luka.
3. Derajat luka (ringan, sedang, berat).
VR KORBAN MATI
- Ada luka-luka atau tidak.
- Jika ada maka:
1. Apa jenis lukanya.
2. Apa jenis benda penyebab luka.
3. Apa penyebab kematian korban.

VR TINDAK PIDANA SEKSUAL


- Ada tanda-tanda kekerasan.
- Ada tanda-tanda persetubuhan atau tidak.
VR KORBAN BAYI MATI

- Bayi viabel atau tidak.


- Bayi bayi lahir hidup atau lahir mati.
- Apa penyebab kematiannya.
- Berapa lama bayi sempat hidup diluar
kandungan.
Luka Berat:
- tidak dapat diharapkan sembuh dengan
sempurna.
- dapat mendatangkan bahaya maut.
- menimbulkan rintangan tetap dalam men-
jalankan pekerjaan jabatan atau pekerjaan
mata pencarian.
- kehilangan salah satu dari panca indera.
- menimbulkan cacat besar atau kudung.
- mengakibatkan lumpuh.
- menimbulkan gangguan daya pikir 4 ming-
gu atau lebih.
- keguguran atau kematian janin dlm rahim.
Luka Sedang:
luka yang mengakibatkan penyakit atau
halangan dalam menjalankan pekerjaan
jabatan atau pekerjaan matapencarian
untuk sementara waktu.

Luka Ringan:
luka yang tidak menimbulkan penyakit
atau halangan dalam menjalankan
pekerjaan jabatan atau matapencarian.
VISUM et REPERTUM
PENDAHULUAN :
- identitas peminta visum et repertum.
- identitas dokter yang melakukan pemeriksaan.
- identitas korban yang diperiksa.
- alasan dimintakan visum et repertum.
- kapan dilakukan pemeriksaan.
- tempat dilakukan pemeriksaan.
HASIL PEMERIKSAAN :
- fakta yang ditemukan sendiri oleh dokter.
- fakta dari hasil pemeriksaan yang dilakukan bersama-sama dokter lain.

KESIMPULAN :
- interpretasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dari
fakta-fakta di atas, dikaitkan dengan maksud dimintakannya V et R.

PENUTUP :
- pernyataan bahwa keterangan tertulis ini dibuat dengan mengingat
sumpah atau janji ketika menerima jabatan atau dengan mengucapkan
sumpah / janji sebelum melakukan pemeriksaan.
- tanda tangan dokter pemeriksa (pembuat visum et repertum).
VISUM et REPERTUM ORANG HIDUP
PENDAHULUAN :
-
-
HASIL PEMERIKSAAN :
- fakta dari pemeriksaan pertama kali datang.
- fakta dari pemeriksaan selama dalam perawatan.
- fakta dari pemeriksaan terakhir.

KESIMPULAN :
- jenis luka.
- jenis benda penyebab luka.
- derajat luka.

PENUTUP :
Demikianlah keterangan ini dibuat dengan mengingat sumpah
pada waktu menerima jabatan.
HAK-HAK PASIEN
Hak pasien atas informasi medis:
1. Hak untuk dirahasiakan.
2. Hak melepas sifat kerahasiaannya.
3. Hak menentukan kepada siapa
informasi medisnya boleh diberikan.
4. Hak mendapatkan informasi dalam
bentuk:
a. lisan;
b. tertulis (medical report / resume);
c. fotokopi dari Rekam Medisnya.
ASPEK HUKUM
Informasi dlm rekam medis merupakan
rahasia yang harus dijunjung tinggi !!!
Kerahasiaan tersebut didasarkan pada:
a. Sumpah (social contract).
b. Kode Etik Profesi (KODEKI).
c. Peraturan perundang-undangan.
Informasi dari rekam medis ttg kondisi
pasien sebelum Surat Permintaan
Visum tdk boleh dituangkan dlm V et R.
PEMANFAATAN
Awalnya informasi medis yang dicatat
dalam rekam medis adalah untuk
memenuhi kepentingan rumah sakit.
Dalam perkembangannya, juga dapat
dimanfaatkan oleh:
1. Pihak pasien.
2. Pihak ketiga (individu atau lembaga).
3. Pihak penegak hukum.
PEMANFAATAN OLEH PASIEN
Jika yang memanfaatkan pasien maka
masalah hukumnya hampir tidak ada.
Penyampaian kpd pasien dilakukan:
1. Secara lisan; atau
2. Secara tertulis, dalam bentuk:
a. resume medis;
b. laporan medis (medical report);
c. fotokopi, keseluruhan atau
sebagian sesuai permintaan ps.
PEMANFAATAN
OLEH PIHAK KETIGA
Jika yang memanfaatkan pihak ketiga
maka harus hati-hati !!!
Penyampaian kpd pihak ketiga bisa dila-
kukan jika memenuhi dua syarat:
1. Ada permohonan tertulis (written
request); disertai
2. Izin tertulis (written consent) dari ps.
Contoh pihak ketiga adalah asuransi !!!
PENGERTIAN SEKS

Do you believe in sex = Coitus (done for love,


before marriage? for pleasure or for both).
Sex is for making babies. = Coitus.
There shall be no sex = Gender role.
discrimination.
Sex education should be = Anatomy, development,
given in schools. physiology, reproduction …
That’s a sexy dress. = Erotic appeal.
Is he homosexual or hete- = Orientation in erotic and
rosexual. love partner.
To coerce a person into = Kissing, touching, coitus
having sex. and …………………….
COITUS YANG TIDAK MELANGGAR HUKUM

• Harus ada persetujuan (consent) dari wanita.

• Kondisi wanita tersebut harus:


1. Cukup umur (in statutory age), yaitu sudah
berumur 15 tahun atau lebih.
2. Sehat akal.
3. Tidak sedang terikat perkawinan dengan
laki-laki lain.
4. Tidak ada hubungan darah yang dekat.

Persetubuhan yang tidak mengindahkan prinsip-prinsip


di atas dapat dikatagorikan TINDAK PIDANA (KUHP).
HUBUNGAN COITUS DAN UMUR WANITA

O th 12 th > 12 th 15 th > 15 th

delik biasa delik aduan bukan tindak


pidana

Kesimpulan:

1. Hak memberikan persetujuan coitus (the right to


consent to coitus) ada pada wanita yang sudah
berumur 15 tahun ke atas.
2. Persetujuan coitus yang diberikan oleh wanita
yang belum 15 tahun menurut hukum tidak syah.
HAK-HAK PEREMPUAN

right to con-
sent to coitus

Syarat syahnya persetujuan wanita:


1. Suka rela / tidak ada paksaan (voluntary).
2. Jelas / tegas (unequivocal).
3. Dalam keadaan sadar (conscious).
4. Sesuai kelaziman (naturally).
PENGERTIAN COITUS
Perpaduan kelamin laki-laki dan perempuan untuk
memperoleh keturunan.
(Susilo)

Masuknya kepala penis di antara kedua bibir vulva.


(Nojon)
The slightest penetration of the sexual organ of the
female by the sexual organ of the male.
(State v. Cross)
The entering of the vulva or labia is sufficient. It is not
necessary that vagina be entered or that the hymen be
ruptured.
(De Armond v. State)
AKIBAT DARI COITUS
Coitus Yang Sempurna, terdiri atas:
- penetrasi penis.
- gesekan-gesekan penis terhadap vagina.
- ejakulasi.
Akibat Coitus Yang Sempurna, adalah:
akibat langsung akibat tak langsung
penetrasi penis selaput dara robek tertular penyakit
kelamin (STD)
gesekan antara memar, lecet atau tertular penyakit
penis & vagina luka kelamin (STD)

ejakulasi sperma di vagina hamil, tertular pe-


nyakit kelamin
BENTUK PEMAKSAAN COITUS

Bentuk paksaan Common Law Disini

Menggunakan Force Rape Rape


Menciptakan Fear Rape Rape
Melakukan Fraud Rape ?
Menyalahgunakan Power Sexual Harassment ?
Menyalahgunakan Status Sexual Harassment ?

Sexual harassment = the use of power or status to


coerce a person into having sex.
PERKEMBANGAN KONSEP PERKOSAAN

Bentuk Konsep Ciri-Ciri Bentuk Perbuatan


Offence against Korban = orang tua Coitus intravaginal
property atau suami
Hukuman tergantung
status sosial pemilik

Sexual offence Korban = wanita yang Coitus intravaginal


bersangkutan

Physical offence Korban = wanita yang Coitus intravaginal


bersangkutan tidak harus ada
DEFINISI PERKOSAAN di INDONESIA
Psl 285 KUHP
“Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman ke-
kerasan memaksa perempuan yang bukan isterinya untuk
bersetubuh dengannya, dihukum karena memperkosa
dengan hukuman penjara selama-lamanya 12 tahun”.
Kesimpulan
PERKOSAAN harus memenuhi syarat:
1. Pelaku harus laki-laki yang mampu melakukan coitus.
2. Korban harus perempuan yang bukan isteri sendiri.
3. Perbuatannya harus meliputi:
a. coitus intra vaginal yang sifatnya dengan paksa.
b. bentuk pemaksaannya harus dengan kekerasan
atau ancaman kekerasan.
KEBIJAKAN PIDANA di INDONESIA

Kebijakan Pidana tentang Perkosaan yang diru-


muskan dalam Kebijakan Legislatif adalah:

1. Perkosaan sebagai Male Crime (tindak pidana yang ha-


nya dapat dilakukan oleh laki-laki).
2. Perkosaan sebagai Extra Marital Crime (tindak pidana
yang hanya dapat dilakukan terhadap perempuan yang
bukan isteri sendiri).
3. Perkosaan sebagai Sexual Offence, yang mengharus-
kan adanya unsur coitus yang sifatnya:
- intra-vaginal.
- dengan paksaan (against her will).
- jenis paksaan dengan force (kekera-
san atau fear (ancaman kekerasan).
TUJUAN MEMINTA BANTUAN DOKTER

1. Mengungkap telah terjadi persetubuhan intra-


vaginal atau tidak.
2. Mengungkap identitas pelaku persetubuhan,
yaitu: - identitas umum.
- identitas personal.
3. Mengungkap telah terjadi kekerasan fisik atau
tidak.
4. Mengungkap kondisi jiwa korban dalam kaitan-
nya dengan kemampuan memberikan konsen,
yaitu: - ada penyakit jiwa?
- ada gangguan perkembangan jiwa (idiot atau
embecil)?
PEMERIKSAAN YANG DAPAT DILAKUKAN

Korban Perkosaan, yaitu:


- umur korban.
- kondisi jiwa yang dikaitkan dengan kemampuan un-
tuk memberikan persetujuan coitus.
- tanda-tanda akibat persetubuhan.
- tanda-tanda akibat kekerasan fisik.

Tersangka / Terdawa Pelaku Perkosaan, yaitu:


- untuk konfirmasi dugaan ia sebagai pelaku coitus.
- untuk mengetahui kemampuan melakukan coitus.

Barang Bukti Yang Ditemukan, yaitu:


- untuk mengungkap identitas pelaku coitus (misalnya
dengan memriksa sperma, darah, rambut, gigi dll).
FUNGSI
KETERANGAN DOKTER DI SIDANG PENGADILAN
1. Sebagai ALAT BUKTI, yaitu:
a. Alat Bukti katagori Keterangan Ahli, bila diberikan
secara lisan di sidang pengadilan dengan sumpah
atau janji.
b. Alat Bukti katagori Surat, bila diberikan secara
tertulis dengan mengingat sumpah ketika menerima
jabatan (misalnya Visum et Repertum).
2. Sebagai Keterangan yang disamakan nilainya dengan alat
bukti, yaitu apabila diberikan didepan penyidik dengan
sumpah atau janji tetapi kemudian keterangan tersebut
dibacakan di sidang pengadilan karena dokter tidak dapat
didatangkan karena alasan yang syah.
3. Sebagai Keterangan yang Menguatkan Keyakinan Hakim,
yaitu bila diberikan di sidang pengadilan setelah dokter
selesai menjalani penyanderaan karena tanpa alasan syah
menolak mengucapkan sumpah atau janji.
KEWAJIBAN
MENGUCAPKAN SUMPAH ATAU JANJI

Apabila dokter diminta keterangannya maka dokter wajib


mengucapkan sumpah atau janji.
Jika dokter menolak mengucapkan sumpah atau janji tanpa
alasan hukum yang syah maka sanksinya adalah:
1. Bila penolakan itu dilakukan di depan Penyidik maka tidak
ada sanksi apapun.
2. Bila penolakan itu dilakukan di depan sidang pengadilan
maka dokter dapat disandera di rumah tahanan negara
maksimal 14 hari.
INGAT :
Pengertian disandera tidak sama dengan ditahan. Disandera
artinya dilakukan upaya paksaan agar yang bersangkutan mau
mengikuti keinginan penyandera, yaitu mengucapkan sumpah
atau janji.
JENIS
PEMBUNUHAN OROK

1. KINDERDOODSLAG : dengan ancaman hukuman paling


ringan.
2. KINDERMOORD : dengan ancaman hukuman lebih berat.
3. PEMBUNUHAN BIASA : dengan ancaman hukuman pa-
ling berat.

Bagi penyidik yang menemukan adanya korban tindak pidana


berupa orok atau bayi baru lahir maka ia harus berusaha untuk
mengidentifikasi apakah tindak pidana ini berupa kinderdood-
slag, kindermoord atau pembunuhan biasa.
CIRI-CIRI

Kinderdoodslag & Kindermoord Pemb. Biasa

Korban anak kandung siapa saja

Pelaku ibu kandung bayi siapa saja

Tempo delicti saat dilahirkan atau tak lama kapan saja


kemudian

Motif takut ketahuan melahirkan selain takut


anak melahirkan
anak

Beda antara Kinderdoodslag dan Kindermoord adalah pada


rencana. Kinderdoodslag tanpa rencana dan Kindermoord
dengan rencana.
TUJUAN OTOPSI PADA
KORBAN INFANTICIDE

1. Menentukan bayi sudah viabel atau belum.


2. Menentukan bayi lahir hidup atau lahir mati.
3. Menentukan sebab kematian bayi.
4. Menentukan berapa lama bayi sempat hidup diluar
kandungan.
BAYI VIABEL

Bayi dikatakan viabel kalau keadaan bayi setelah dilahirkan


menunjukkan adanya kemampuan untuk hidup diluar
kandungan tanpa bantuan peralatan khusus (canggih).

SYARAT BAYI VIABEL


1. Umur bayi dikandung 28 minggu atau lebih.
2. Tidak memiliki cacat berat (misalnya anencephali).

TANDA BAYI TELAH DIKANDUNG 28 MINGGU


1. Panjang badan 35 cm atau lebih.
2. Berat badan 1500 gram atau lebih.
BAYI LAHIR HIDUP ATAU LAHIR MATI

Pada kasus infanticide perlu ditentukan apakah bayi lahir


hidup atau lahir mati.
Kalau ternyata bayi lahir mati berarti tidak ada peristiwa
pembunuhan karena dari semula bayi tidak pernah mengalami
hidup diluar kandungan.

TANDA-TANDA LAHIR HIDUP


1. Alat pernapasannya menunjukkan tanda-tanda pernah
digunakan untuk bernapas.
2. Alat pencernaannya ditemukan udara atau makanan.
3. Potongan tali pusat memperlihatkan adanya tanda-tanda
reaksi jaringan (akibat dipotong).
PEMERIKSAAN
TERHADAP IBU YANG MENYANGKAL

Bila wanita yang dicurigai menyangkal bahwa ia pernah


melahirkan anak maka wanita tersebut dapat dibawa ke dokter
untuk dimintakan visum et repertum.
Tujuan pemeriksaan adalah :
1. Untuk menentukan apakah pada tubuh wanita tersebut
ditemukan tanda-tanda bekas hamil, yaitu:
a. Adanya garis kehamilan.
b. Rahim membesar.
c. Payudara membesar.
2. Untuk menentukan apakah pada tubuh wanita tersebut
tanda-tanda persalinan, yaitu:
a. Adanya robekan jaringan dibelakang alat kelamin.
b. Adanya cairan nifas (lochea) yang keluar dari alat
kelamin.
OTOPSI
PENGERTIAN OTOPSI :
Otopsi berasal dari kata “auto” yang berarti sendiri
dan “opsis” yang berarti melihat.
Makna yang sesungguhnya dari otopsi adalah suatu
pemeriksaan atas jenazah, yang meliputi bagian luar
dan dalam, oleh tenaga kesehatan yang berwenang
dengan menggunakan cara-cara yang dapat
dipertanggung-jawabkan secara ilmiah dan hukum.
JENIS OTOPSI :
 Otopsi Anatomik (untuk kepentingan pendidikan).
 Otopsi Klinik (untuk kepentingan penyelidikan
penyakit).
 Otopsi Forensik (untuk kepentingan penegakan
hukum).
PEMINTA OTOPSI :
 Penyidik (untuk polisi minimal AIPDA dan untuk
polisi militer minimal PELDA).
KEWAJIBAN BAGI PEMINTA OTOPSI :
 Memberitahu keluarga korban tentang maksud
dan tujuan dimintakannya OTOPSI.
(Jadi bukan minta izin sebab untuk otopsi forensik
tidak diperlukan izin dari keluarga korban).
TEMPAT DIMANA DAPAT DIMINTAKAN OTOPSI :
 Rumah sakit milik pemerintah.
 Rumah sakit militer / kepolisian.
 Rumah sakit milik swasta.
 Puskesmas.
POSISI KELUARGA KORBAN :

 Memiliki hak untuk diberitahu oleh penyidik tentang


rencana otopsi.
 Tidak punya hak untuk menolak otopsi.
 Jika keluarga berkeberatan maka penyidik wajib
menerangkan sekali lagi tentang pentingnya otopsi
serta sanksinya bagi siapa saja yang menghalang-
halangi otopsi, yaitu Psl 222 KUHP.
 Jika tetap berkeberatan maka otopsi paksa tetap
dapat dilaksanakan setelah 2 hari.
 Jika keluarga korban ternyata tidak ditemukan maka
otopsi dilaksanakan setelah 2 hari.

Kesimpulannya : untuk otopsi Penyidik tidak perlu meminta izin


kepada keluarga korban, melainkan cukup memberitahu saja.
PELAKSANAAN OTOPSI
PRINSIP OTOPSI :
 Perlu dilaksanakan sesegera mungkin guna
menghindari hilangnya data-data medik akibat proses
pembusukan.

TEKNIS PELAKSANAAN OTOPSI :


 Menunggu klarifikasi keluarga paling lama 2 hari.
 Jika keluarga keberatan maka dokter (dapat mewakili
penyidik) untuk menjelaskan pentingnya otopsi.
 Jika tetap berkeberatan atau keluarga tidak ditemukan
maka dapat melakukan otopsi sesudah 2 hari.
 Hendaknya penyidik hadir ditempat otopsi agar dapat
saling bertukar informasi guna memperlancar proses
otopsi dan penyidikan serta menciptakan rasa aman
bagi dokter yang melakukan otopsi.
SARANA OTOPSI
SARANA TEMPAT
 Ruang :
a. Kamar otopsi khusus.
b. Kamar jenazah, gudang atau halaman dapat disulap
menjadi tempat otopsi apabila kamar otopsi khusus
tidak tersedia di Rumah Sakit atau Puskesmas
SARANA ALAT
 Alat Otopsi :
a. Pisau (bisa scalpel atau pisau dapur).
b. Gergaji listrik (bisa gergaji besi).
c. Benang yang besar (bisa benar kasur).
d. Jarum besar (bisa jarum kasur).
e. Air yang cukup.
f. Alat ukur (penggaris dan timbangan).
SARANA PENUNJANG
 Toksikologi. Bila sarana tsb tidak tersedia maka
 Histopatologi. dokter wajib memberitahu penyidik agar
 Dll supaya dimintakan ke tempat lain.
LANGKAH-LANGKAH OTOPSI
 PEMERIKSAAN LUAR :
Memeriksa seluruh bagian luar dari tubuh jenazah,
mulai dari ujung rambut sampai ujung jari kaki.

 PEMERIKSAAN DALAM dengan cara :


a. melakukan insisi (pengirisan) untuk membuka
rongga kepala, leher, dada, perut dan panggul.
b. mengeluarkan seluruh organ dalam tubuh.
c. memeriksa seluruh organ tubuh satu-persatu.
d. mengembalikan seluruh organ ke tempat semula.
e. menutup dan menjahit.

 PEMERIKSAAN PENUNJANG, antara lain :


a. melakukan pemeriksaan histopatologik.
b. melakukan pemeriksaan toksikologik.
c. melakukan pemeriksaan penunjang lainnya.
KEWAJIBAN PENYIDIK PEMINTA OTOPSI
 Mengajukan permintaan otopsi secara TERTULIS.
 Mencari dan menghubungi keluarga korban untuk
MEMBERITAHUKAN rencana penyidik meminta otopsi.
 Menjelaskan sekali lagi kepada keluarga korban yang
yang merasa berkeberatan atas rencana otopsi, termasuk
menjelaskan adanya sanksi pidana bagi siapapun yang
menghalang-halangi pelaksanaan otopsi.
 Hadir saat otopsi untuk memberikan tambahan informasi
kepada dokter ataupun untuk menerima informasi penting
dari dokter serta memberikan rasa aman.
 Menyita barangbukti (misalnya anak peluru) yang
ditemukan waktu otopsi.
 Menerima jaringan yang perlu dimintakan pemeriksaan
penunjang ke tempat lain.
 Menjelaskan tentang sanksi pidana Psl 224 KUHP bagi
dokter yang tanpa alasan hukum menolak melakukan otopsi.
OTOPSI
JENAZAH YANG SUDAH DIKUBUR

 Meskipun jenazah sudah dikubur (lama ataupun baru) maka


otopsi atas jenazah tersebut tetap perlu karena :
a. bekas kekerasan pada jaringan lunak mungkin masih
dapat dikenali.
b. bekas kekerasan pada tengkorak, tulang dan gigi akan
dapat dikenali meskipun sudah lama terkubur.
c. racun-racun masih dapat ditemukan pada jaringan
lunak, tulang, kuku, rambut, kafan, peti dan tanah.
 Sebelum otopsi harus dilakukan pembongkaran lebih dahulu.
 Faktor musim (penghujan atau kemarau) dapat dijadikan
salah satu pertimbangan apakah pembongkaran harus segera
dilaksanakan atau ditunda.
 Demi efisiensi maka otopsi dapat dilaksanakan di tempat
pembongkaran jenazah.
ASFIKSIA
PENGERTIAN ASFIKSIA :
Keadaan dimana tubuh kekurangan oksigen sebagai
akibat terhalangnya oksigen memasuki paru-paru.
Keadaan ini sering disebut mechanical asphyxia.
JENIS ASFIKSIA :
 Strangulasi (jeratan), yaitu:
1. Hanging (gantung).
2. Strangulation by ligature (jeratan tali).
3. Manual strangulation (cekikan).
 Sufokasi.
 Smothering (pembekapan).
 Choking / gagging (penyumpalan).
 Drowning (tenggelam).
 Crush asphyxia, yaitu:
1. Tekanan pd dada dan perut oleh benda berat.
2. Berdesak-desakan.
GEJALA ASFIKSIA :
1. Nafas sesak (dyspneu).
2. Kejang (konvulsi).
3. Nafas berhenti (apneu).
polisi militer minimal PELDA).
TANDA PADA TUBUH JENAZAH :
1. Kebiruan (cyanosis).
2. Sembab (kongesti).
HANGING (GANTUNG)
PENGERTIAN :
 Suatu peristiwa dimana berat badan dari tubuh tertahan
oleh benda (biasanya tali atau kabel) pada daerah lehernya
sehingga jalan nafas atau pembuluh darah tertutup.
 Pada peristiwa gantung tidak selalu seluruh tubuh berada
diatas tanah.
Sangat dimungkinkan orang menggantung dengan ujung
kaki menyentuh tanah. Yang
penting, asalkan daerah leher tertekan oleh tekanan yang
beratnya 10 pon maka pembuluh darah leher dapat tertutup
sehingga aliran darah terhenti.

SEBAB KEMATIAN :
1. Asfiksia (kekurangan oksigen).
2. Gangguan aliran darah (sirkulasi darah).
3. Vagal reflex (reflek syaraf ke X).
4. Rusaknya batang otak akibat terkena ruas tulang leher.
CARA KEMATIAN :
 Bunuh diri (paling sering).
 Pembunuhan.
 Kecelakaan (terlilit tali parasut).
TANDA-TANDA UMUM :
 Kebiruan (cyanosis).
 Bintik perdarahan (utamanya pada selaput mata).
 Daerah muka, leher dan otak sembab.
 Darah berwarna gelap dan encer.
TANDA-TANDA KHAS :
 Jejas jerat berwarna coklat kemerahan.
 Dibawah kulit leher terdapat resapan darah.
 Lebam mayat pada ujung tangan dan kaki.
 Lidah terjulur apabila letak tali berada dibawah jakun.
HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN

1. Lokasi.
2. Posisi tubuh.
3. Keadaan tali.
4. Keadaan tubuh jenazah, misalnya:
a. Distribusi lebam mayat apakah sesuai dengan ciri-
ciri menggantung.
b. Lidah tidak harus terjulur.
c. Sperma atau faeces tidak selalu keluar.
CEKIKAN

TANDA-TANDA :
1. Leher :
a. Bagian luar, antara lain:
- memar.
- lecet berbentuk bulan sabit.
b. Bagian dalam, antara lain:
- resapan darah dibawah kulit.
- patah tulang rawan.
2. Paru-paru : terlihat sembab.
TENGGELAM
PENGERTIAN :

Peristiwa tenggelam terjadi manakala lubang hidung dan


mulut berada didalam air.
Dalam peristiwa tenggelam, seluruh tubuh tidak harus
berada didalam air.
Oleh sebab itu dimungkinkan orang tenggelam didalam
wastafel atau ember yang berisi air.
Pada orang dewasa, kematian terjadi apabila menghirup
air sebanyak 2 liter sedangkan pada bayi apabila
menghirup air sebanyak 30 sampai 40 cc air.
SEBAB KEMATIAN :
 Vagal reflex.
 Spasme (kejang) larynx).
 Pengaruh air dalam paru-paru.
CARA KEMATIAN :
 Bunuh diri.
 Pembunuhan.
 Kecelakaan.
TANDA-TANDA POST MORTUM :
 Bagian Luar Tubuh :
a. Pakaian basah campur lumpur.
b. Kulit basah dan keriput seperti kulit angsa (cutis
anserina).
c. Lebam mayat pada daerah kepala dan leher.
d. Cadaveric spasm (kejang tangan).
e. Buih halus pada hidung dan mulut.
 Bagian Dalam Tubuh :
a. Saluran nafas penuh dengan buih.
b. Paru-paru membesar dan lebih berat.
c. Lambung terisi air, lumpur dan ganggang.
PENDAHULUAN
1. Agar masyarakat tertib & teratur diperlukan
perangkat hukum yang mengatur seluruh sektor
kehidupan; baik Ekuin, Polkam maupun Kesra.
2. Masing-masing sektor kehidupan tersebut masih
dapat dirinci lagi menjadi subsektor-subsektor.
3. Salah satu subsektor terpenting adalah subsektor
kesehatan, mengingat subsektor ini akan ikut
menentukan keberhasilan sektor lainnya.
4. Oleh sebab itu untuk subsektor kesehatan perlu
dibuat perangkat hukum yang akan menentukan
POLA KEHIDUPAN di subsektor tersebut.
5. Perangkat hukum itu adalah Hukum Kesehatan
(Health Law).
DEFINISI
HUKUM KESEHATAN

Van Der Mijn :


Hukum kesehatan adalah hukum yang
berhubungan langsung dengan pemeliharaan
kesehatan; meliputi penerapan perangkat
hukum perdata, pidana dan tata usaha negara.
Leenen :
Hukum kesehatan adalah keseluruhan aktifitas
juridis beserta peraturan hukum di bidang
kesehatan serta studi ilmiahnya.
Sofwan Dahlan :

Hukum kesehatan adalah seperangkat kaidah yang


mengatur semua aspek yang berkaitan dengan upaya
di bidang kesehatan.

Aspek-aspek dalam upaya kesehatan tsb meliputi:


bidang kedokteran, keperawatan-kebidanan,
makanan dan obat-obatan, rumah sakit, lingkungan
hidup, kesehatan kerja, dan bidang-bidang lainnya
yang terkait dengan upaya kesehatan.
HUKUM KEDOKTERAN
Bagian dari hukum kesehatan yang mengatur semua
aspek yang berkaitan dengan amalan perobatan (law
regulating the practice of medicine).

HUKUM KEPERAWATAN
Bagian dari hukum kesehatan yang mengatur semua
aspek yang berkaitan dengan amalan keperawatan.

HUKUM KEBIDANAN
Bagian dari hukum kesehatan yang mengatur semua
aspek yang berkaitan dengan amalan kebidanan.
Sebagaimana hukum pada umumnya maka hukum
di bidang kesehatan terdiri atas:
1. Hukum Tertulis:
Berupa peraturan perundang-undangan, antara
lain:
a. UU Kesehatan;
b. UU Praktik Kedokteran;
c. UU lain yang berkaitan dengan upaya kese-
hatan.
2. Hukum Tak Tertulis:
Berupa kebiasaan yang diterima di dunia keseha-
tan dan sudah berlangsung dalam kurun waktu
lama.
HAKEKAT HUKUM
KESEHATAN

Hukum Kesehatan (yang terdiri atas Hukum


Kedokteran, Hukum Keperawatan dan lain
sebagainya) pada hakekatnya merupakan kaidah
yang berkaitan dengan aplikasi (penerapan)
dari:
1. Hukum administrasi negara;
2. Hukum perdata; dan
3. Hukum pidana.
LATAR BELAKANG
Perlunya dikembangkannya hukum kesehatan
sebagai spesialisasi dari disiplin hukum menurut
Leenen dilatarbelakangi oleh:
1. Adanya kemajuan ilmu dan teknologi di bidang
kesehatan yang semakin hari semakin memperli-
hatkan adanya bentuk intervensi terhadap
integritas manusia.
2. Berubahnya dunia pelayanan kesehatan menjadi
semakin birokratis shg mengakibatkan hubungan
personal semakin menurun.
3. Semakin diterimanya gagasan mengenai hak
asasi manusia (termasuk hak menentukan nasib
sendiri) sebagai landasan bagi kebijakan hukum
dan sosial.
MOTIF
Motif pembentukan dan pembangunan hukum di
bidang kesehatan menurut Van Der Mijn didorong
oleh adanya kebutuhan akan:
1. Pengaturan pemberian jasa keahlian.
2. Tingkat kualitas keahlian tenaga kesehatan.
3. Keterarahan.
4. Pengendalian biaya.
5. Kebebasan masyarakat menentukan kepentingan-
nya serta identifikasi kewajiban pemerintah.
6. Perlindungan hukum bagi pasien.
7. Perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan.
8. Perlindungan hukum bagi pihak ketiga.
9. Perlindungan hukum bagi kepentingan umum.
RUANG LINGKUP
Ruang lingkup atau cakupan hukum kesehatan
ditentukan oleh pengertian yuridis tentang “sehat”.
UU Kesehatan mendefinisikan sehat sebagai “kea-
daan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang
memungkinkan setiap orang dapat hidup produktif
secara sosial dan ekonomis”.
Dengan definisi yuridis diatas maka ruang lingkup
hukum kesehatan meliputi banyak aspek, mis:
a. Kesehatan masyarakat. b. Kesehatan keluarga.
c. Kesehatan lingkungan. d. Kesehatan kerja.
e. Kesehatan jiwa. f. Kedokteran.
g. Keperawatan h. Dan lain-lain.
FUNGSI HUKUM
Hukum merupakan kaidah sosial yang diperlukan
di dalam masyarakat untuk:
1. Menciptakan kedamaian.
2. Menyelesaikan sengketa yang terjadi di dalam
masyarakat.
3. Merekayasa masyarakat (Social engineering).

FUNGSI HUKUM KESEHATAN


Fungsi umum: sama seperti fungsi hukum umumnya.
Fungsi khusus atau spesifik: mengatur pola kehidup-
an di subsektor kesehatan.
SUMBER
HUKUM KESEHATAN
Sumber hukum kesehatan meliputi:
1. Sumber hukum yang memiliki kekuatan mengikat
(binding authority), meliputi:
a. Peraturan perundang-undangan.
b. Yurisprudensi.
c. Traktat.
d. Konvensi.
2. Sumber hukum yang tidak mempunyai kekuatan
mengikat (non-binding authority atau persuassive
authority), antara lain:
a. Doktrin.
b. Konsensus dan lain-lain.
SUMBER HUKUM
DI NEGARA-NEGARA COMMON LAW
Negara Common Law adalah negara yang sumber
hukumnya, selain Statute Law juga Common Law.
Statute Law adalah produk perundang-undangan yg
dihasilkan oleh lembaga legislatif (DPR).
Common Law adalah produk perundang-undangan
yg berasal dari putusan pengadilan atas kasus-kasus
yang pernah diputus pengadilan (Case Law).
Contoh common law adalah “informed consent”,
yang berasal dari keputusan pengadilan atas kasus
Schloendorf dengan hakim Benjamin Cardozo.
Doktrinnya yang sangat terkenal, yaitu “a man is the
master of his own body”.
UU KESEHATAN RI
No. 23 Th. 1992
oleh
Sofwan Dahlan
LATAR BELAKANG
Salah satu cita-cita bangsa Indonesia adalah melindungi
segenap warga dari ancaman (termasuk ancaman penyakit)
dan memajukan kesejahteraan.
Dalam rangka itu perlu dilakukan pembangunan kesehatan
yang meliputi semua segi kehidupan (baik fisik, mental
maupun sosial ekonomi) dengan meletakkan peran pemerin-
tah dan masyarakat sama besar dan sama penting.
Meningkatnya taraf hidup masyarakat dewasa ini pasti akan
mempengaruhi tingkat kebutuhan masyarakat akan
pelayanan dan pemerataan yang mencakup tenaga, sarana
dan prasarana; baik jumlah maupun mutunya.

Dalam rangka memberikan kepastian dan perlindungan


hukum bagi upaya meningkatkan, mengarahkan dan
memberikan landasan pembangunan di bidang kesehatan
diperlukan perangkat hukum kesehatan yang dinamis agar
dapat menjangkau dan mengantisipasi perkembangan.
SITUASI SEBELUM TH. 1992 :
Diversifikasi UU, yaitu tersebar dimana-mana, a.l.:
1. Di UU Pokok-Pokok Kesehatan.
2. Di UU lainnya (UU Tenaga Kesehatan, UU Farmasi,
UU Kesehatan Jiwa, UU Kesehatan Kerja, dll).
3. Ada ide unifikasi (disatukan menjadi UU Kesehatan).

SITUASI PADA TH. 1992 :


1. Unifikasi terlaksana (UU Kesehatan No. 23 th 1992).
2. Pemerintah hanya berhasil membuat 4 buah PP dari
sekitar 29 PP yang diamanatkan oleh UU Kesehatan.
SITUASI SESUDAH TH. 2004 :
Diversifikasi kembali, yang ditandai oleh:
a. Diberlakukannya UUPK Th. 2004
b. Direncanakannya UU Keperawatan, UURS dll.
TUJUAN UU KESEHATAN
Untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan utk hidup sehat bagi setiap orang agar
dapat terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
optimal.
ASAS UU KESEHATAN

1. Asas prikemanusiaan berdasarkan Ketuhanan


Yang Maha Esa.
2. Asas manfaat.
3. Asas usaha bersama dan kekeluargaan.
4. Asas adil dan merata.
5. Asas perikemanusiaan dalam keseimbangan.
6. Asas kepercayaan akan kemampuan dan
kekuatan sendiri.
HAK DAN KEWAJIBAN

Setiap UU pasti mengatur hak dan kewajiban, baik


dari sisi pemerintah maupun dari sisi warga negara.

Hak setiap warga (Pasal 4 UU Kesehatan):


Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam
memperoleh derajat kesehatan yang optimal.

Kewajiban setiap warga (Pasal 5 UU Kesehatan):


Setiap orang berkewajiban ikut serta dalam
pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehat-
an perseorangan, keluarga dan lingkungannya.
TUGAS & TANGGUNGJAWAB
PEMERINTAH
1. Mengatur, membina dan mengawasi penyeleng-
garaan upaya kesehatan.

2. Menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata


dan terjangkau masyarakat.

3. Menggerakkan peran serta masyarakat dalam


penyelenggaraan dan pembiayaan kesehatan
dengan memperhatikan fungsi sosial.

4. Bertanggungjawab meningkatkan derajat keseha-


tan masyarakat.
RUANG LINGKUP
Ruang lingkup hukum kesehatan ditentukan
oleh pengertian yuridis tentang “sehat”.
UU Kesehatan mendefinisikan sehat sebagai “kea-
daan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang
memungkinkan setiap orang dapat hidup produktif
secara sosial dan ekonomis”.
Dengan definisi yuridis seperti tersebut diatas maka
ruang lingkup meliputi berbagai aspek, mis:
a. Kesehatan masyarakat. b. Kesehatan keluarga.
c. Kesehatan lingkungan. d. Kesehatan kerja.
e. Kesehatan jiwa. f. Kedokteran.
g. Keperawatan h. Dan lain-lain.
UPAYA KESEHATAN

Upaya kesehatan meliputi:


1. Upaya promotif (meningkatkan kesehatan).
2. Upaya kuratif (menyembuhkan penyakit).
3. Upaya preventif (mencegah penyakit).
4. Upaya rehabilitatif (pemulihan kesehatan).

Upaya tsb diselenggarakan melalui kegiatan:


1. Kesehatan keluarga.
2. Perbaikan gizi.
3. Pengamanan makanan dan minuman.
4. Kesehatan lingkungan.
5. Kesehatan kerja.
6. Kesehatan jiwa.
(Lanjutan)

7. Pemberantasan penyakit.
8. Penyembuhan penyakit dan pemulihan
kesehatan.
9. Penyuluhan kesehatan masyarakat.
10. Pengamanan sediaan farmasi dan alat
kesehatan.
11. Pengamanan zat adiktif.
12. Kesehatan sekolah.
13. Pengobatan tradisional.
14. Kesehatan matra.
KEBIJAKAN
PENYEMBUHAN PENYAKIT
UU Kesehatan menetapkan bahwa kebijakan
pengobatan yg berlaku di Indonesia tidak menjadi
monopoli oleh ilmu kedokteran moderen.
Berdasarkan kebijakan tsb maka upaya pengobatan
dapat dilakukan dengan:
1. Menggunakan ilmu kedokteran / ilmu keperawat-
an, dengan syarat:
a. Memiliki kemampuan (sertifikat kompetensi).
b. Memiliki kewenangan (lisensi / surat ijin).
2. Menggunakan pengobatan tradisional.
Pemerintah berhak mengatur, mengawasi serta membina ke-
dua cara ini !!!
KEBIJAKAN
KELUARGA BERENCANA

UU Kesehatan menetapkan bahwa upaya keluarga


berencana tidak lagi dipandang sebagai pelanggaran
atau kejahatan sebagaimana dimaksud dlm KUHP.
Berdasarkan kebijakan tsb maka upaya keluarga
berencana dapat dilakukan melalui upaya pengatur-
an kelahiran.
Pengaturan kehamilan merupakan upaya untuk
merencanakan jumlah ideal anak, jarak kelahiran
dan usia ideal perkawinan, serta usia ideal untuk
melahirkan.
Kehamilan diluar cara alami dapat dilaksanakan sbg
upaya terakhir.
UPAYA
KEHAMILAN DILUAR CARA ALAMI

Syarat kehamilan diluar cara alami (misalnya bayi


tabung) adalah sbb:
1. Harus oleh pasangan suami isteri yang syah.
2. Embrio harus berasal dari pembuahan ovum
isteri dan sperma suami.
3. Embrio tersebut diatas hanya boleh ditanamkan
ke rahim isteri yang bersangkutan.
4. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki
keahlian dan kewenangan untuk itu.
5. Tempat harus di sarana kesehatan tertentu.
KEBIJAKAN TENTANG ABORSI

Aborsi dapat dilakukan dengan syarat:


1. Ada indikasi medis utk menyelamatkan jiwa ibu.
2. Harus terlebih dahulu meminta pertimbangan tim
ahli yang terdiri atas:
a. tenaga medis.
b. ahli agama.
c. ahli hukum.
d. psikolog.
3. Dilakukan oleh dokter obsgin.
4. Harus ada informed consent dari ibu hamil, atau
suami (atau keluarga) bila ybs tidak sadar.
5. Di sarana kesehatan yg memenuhi syarat dan telah
ditunjuk oleh pemerintah.
TENAGA KESEHATAN
Setiap orang yang mengabdikan diri didalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan
atau ketrampilan melalui pendidikan di bidang
kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
Nakes menurut PP Tenaga Kesehatan adalah:
1. Tenaga medis, yang terdiri atas:
a. Dokter.
b. Dokter gigi.
c. Dokter spesialis.
2. Tenaga keperawatan, yang terdiri dari:
a. Perawat.
b. Bidan.
3. Tenaga farmasi, dll.
HAK TENAGA KESEHATAN
Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan
hukum dalam melaksanakan tugas sesuai profesinya.
KEWAJIBAN TENAGA KESEHATAN
Tenaga kesehatan wajib mematuhi standar profesi,
yaitu batasan kemampuan (knowledge, skill dan pro-
fessional attitude) minimal yang harus dikuasai.
Setiap tenaga kesehatan wajib menghormati hak-hak
pasien.
Terhadap tenaga kesehatan yg melakukan kesalahan
atau kelalaian dalam melaksanakan profesinya dapat
dikenai tindakan disiplin (sanksi administratif) oleh
MDTK (utk non-dokter) atau MKDKI (utk dokter).
SARANA KESEHATAN
Sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan
untuk melaksanakan upaya kesehatan.
Sarana kesehatan meliputi:
1. Balai pengobatan.
2. Puskesmas.
3. Rumah sakit umum & rumah sakit khusus.
4. Praktek dokter, praktek dokter gigi, praktek
dokter spesialis dan praktek dokter gigi
spesialis.
5. Praktek bidan, dll.
Semua sarana kesehatan tersebut diatas harus memi-
liki izin agar boleh memberikan layanan kesehatan.
PROFESI
DI BIDANG KESEHATAN
oleh
Sofwan Dahlan
APA
PROFESI
&
APAKAH
PROFESI SAMA DENGAN
OKUPASI?
PROFESI
Istilah profesi berasal dari :
Bahasa Latin “professio”, yang berarti pernyataan atau
janji.
Bahasa Inggris “to profess”, yang berarti mengaku atau
menyatakan.

PROFESIONAL
Orang yang dengan kebebasannya telah mengucapkan
suatu janji kepada publik untuk melayani masyarakat
yang menginginkan suatu kebaikan tertentu.
Pengucapan janji tersebut dimaksudkan untuk
memperoleh suatu kepercayaan (trust) dari masyarakat.
PROFESSIONALISM
Quality or typical features of a profession or professionals.
CIRI PROFESI
Profesi berbeda dg okupasi karena cirinya:
Charaka Samhita (S.M) :
 Knowledge.
 Cleverness.
 Devotion.
 Purity (physic and mind).
Bernard Barber :
 Memiliki body of knowledge.
 Orientasi primernya untuk kepentingan
masyarakat.
 Memiliki mekanisne self-control.
 Memiliki sistem reward.
Potter P, A. & Perry A, G. (2001) :

1. Profesi memerlukan pendidikan berkelanjutan


(extended education).
2. Profesi memiliki cabang ilmu tersendiri
(theoretical body of knowledge), yang akan
membimbing kearah ketrampilan, kemampuan
dan norma tertentu.
3. Profesi memberikan pelayanan spesifik (specific
service).
4. Profesi memiliki kemandirian dalam membuat
decision dan execution (autonomy).
5. Profesi memiliki kode etik (a code of ethics for
practice).
PROFESSIONALISM

Praktek yang profesional memerlukan syarat:


1. Knowledge.
2. Skill.
3. Attitude.

Knowledge
Hard Competency (lebih mudah)
Skill

Attitude Soft Competency (lebih sulit)


ETIKA PROFESI
Dalam melaksanakan profesinya, wajib me-
matuhi nilai moralitas yang berkaitan dengan:
1. People who require medical care (tidak
membedakan-bedakan orang yg membu-
tuhkan pertolongannya) .
2. Client or patient (setelah terjadi hubungan).
3. Health care team (wajib mengingatkan bila
ada anggota tim yg melakukan kesalahan).
4. Society (social context).
5. Profession (disiplin dlm menerapkan kaidah-
kaidah yang berlaku di dunia kedokteran).
ETI KA
Catalano, J, T.:

Sistem penilaian prilaku dan keyakinan


1. guna menentukan perbuatan yang pantas untuk
menjamin adanya perlindungan terhadap hak-
hak individu.
Etika mencakup cara-cara pembuatan keputusan
2. guna membantu membedakan yang baik dari
yang buruk atau mengarahkan bagaimana yang
seharusnya.
Etika berlaku bagi individu-individe, kelompok-
3. kelompok kecil atau masyarakat.
Franz Magnis Suseno, SJ. :

Etika merupakan filsafat yang merefleksikan


1. ajaran-ajaran moral.

Etika mengandung pemikiran rasional, kritis,


2. mendasar, sistematis dan normatif.

Etika merupakan sarana guna memperoleh


3. orientasi kritis sehubungan pelbagai masalah
moralitas yang membingungkan.
Gene Bloker :

Etika dalah cabang ilmu filsafat moral yang


mencoba mencari jawaban untuk menentukan dan
mempertahankan secara rasional teori yang
berlaku secara umum tentang apa yang benar dan
salah, baik dan buruk sebagai suatu perangkat
prinsip moral yang dapat dipakai sebagai pedoman
bagi tindakan manusia.
KODE ETIK
Merupakan ketentuan tertulis (written list) yang memuat
nilai-nilai dalam profesi, sekaligus sebagai standar
berprilaku.
Merupakan kerangka acuan dalam mengambil keputusan.
Selalu dilakukan revisi secara periodik, disesuaikan dengan
perkembangan masyarakat atau perkembangan profesi.
Biasanya lebih luas, tetapi tidak pernah berbenturan dengan
ketentuan hukum.
Setiap anggota profesi bertanggungjawab terhadap tegaknya
nilai-nilai serta standar yang ada dalam kode etik.
Kode etik tidak bersifat paksaan.
(Catalano, JT, 1991)
BEDA ETIKA DAN HUKUM
ETIKA HUKUM
Norma otonom. Norma heteronom.
Tujuan menjaga kewibawaan dan Menjamin kedamaian hidup
integritas. bersama.
Materi berupa kewajiban saja. Berupa hak & kewajiban secara
seimbang.
Merupakan aturan pribadi dan Aturan umum dan lebih luas.
kesejawatan (kode etik).

Cakupan berlakunya terbatas. Umum.


Sanksi tidak mengikat dan tidak dapat Mengikat dan dapat dipaksakan.
dipaksakan (sanksi moral); berupa kata
atau isyarat dari ketidaksukaan sosial,
ketidaksetujuan atau pengucilan.
Akibat sanksi berupa pencemaran Pidana: ultimum remedium
nama baik. Perdata: pemulihan hak.
Pada hakekatnya hukum dan etika beranjak dari landasan yang sama,
yaitu moral.

Apa yang pada umumnya dinilai baik atau buruk oleh etika juga
dirasakan demikian oleh hukum.

Hanya saja bidang hukum tidak mencakup hal-hal kecil dan sepele, yang
bagi hukum kurang relevan untuk dicampuri.

Pelanggaran terhadap norma etik yang kecil dan ringan dianggap belum
mengganggu atau membahayakan ketertiban umum sehingga belum perlu
diatur dan diberi sangsi hukum sebab masyarakat sendiri dinilai masih
sanggup mengendalikanya tanpa menimbulkan gejolak yang berarti.

Tetapi aliran legalisme menghendaki agar sikap-tindak etik diikuti oleh


peraturan hukum dimana kewajiban-kewajiban dan hak-hak ditentukan.

Tujuan dari aliran ini adalah legalisasi moral dan moralisasi hukum,
namun banyak ditentang karena dinilai membaurkan pengertian menge-
nai fungsi hukum dan fungsi moral.
Hukum muncul karena adanya pertentangan (misalnya karena
kepentingan yang saling bertenturan) dan hukum diperlukan karena ia
merupakan mekanisme sosial untuk memecahkan masalahnya.
Sedangkan etika muncul akibat adanya pemikiran masalah-masalah yang
sifatnya lebih luas dan lebih mendalam, misalnya tentang manusia dan
hubungannya dengan sesamanya.
Secara umum hukum dan etik punya tujuan yang sama, yaitu ketertiban di
dalam masyarakat. Secara khusus hukum dan etik berbeda dilihat dari sifat
dan tujuan khususnya, tolok ukur, akibat, sanksi dan ruang lingkupnya.
Moral dan etik menghendaki agar orang menggunakan hati nuraninya
untuk selalu melakukan yang baik dan yang benar serta menghindari
tindakan yang tidak baik dan yang salah.
Sedangkan etika profesi yang merupakan etika terapan menghendaki agar
kelompok profesional mengaplikan ajaran moral dan etik guna menjaga
mutu, harkat dan martabat profesinya serta harkat dan martabat manusia.
Sementara itu hukum mengatur etik secara garis besar yang berlaku umum
dalam kehidupan masyarakat dan bertujuan menciptakan kedamaian dan
ketertiban.
PROBLEM HUKUM

1. Sering bertentangan dengan nilai fundamental.


2. Penyelesaian menggunakan jalur hukum memiliki
banyak kelemahan, yakni:
- Membutuhkan waktu lama.
- Memerlukan biaya yang tidak sedikit.
- Bentuk penyelesaiannya sangat kaku dan
menyakitkan salah satu atau bahkan kedua
belah pihak.

PROBLEM ETIKA
1. Sifatnya yg umum & abstrak menimbulkan problem
aplikasi, konsistensi & questionable morality.
2. Penyelesaian lewat jalur ini tidak memiliki daya paksa.
ASPEK HUKUM
KEPERAWATAN
oleh
Sofwan Dahlan
AMALAN KEPERAWATAN

Upaya membantu individu, yang sakit maupun


yang sehat, dengan cara melakukan tindakan yang
dapat menunjang kesehatan ataupun kesembuhan
pasien (termasuk membimbing menuju kematian -
nya dengan tenang).

Upaya tersebut semestinya dapat dilakukan sendiri


oleh pasien tanpa bantuan perawat jika seandainya
pasien memiliki pengetahuan, kemampuan dan
kemauan untuk itu.
(Henderson, 1980)
FAGIN
Keperawatan didefinisikan sebagai upaya promosi
dan pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit,
perawatan selama periode akut dari suatu penyakit,
rehabilisasi serta restorasi kesehatan.

FLORENCE NIGHTINGALE
Keperawatan adalah upaya menempatkan pasien ke
suatu kondisi terbaik sebagaimana layaknya.
DEFINISI KONTEMPORER

Keperawatan merupakan seni (art) dan ilmu


(science) yang berhubungan dengan pasien dari
aspek yang menyeluruh (meliputi jasmani, jiwa,
dan semangatnya) dengan tujuan meningkatkan
semangat, mental serta kesehatan jasmani dengan
cara memberikan edukasi dan contoh yang lebih
ditekankan pada pendidikan dan pemeliharaan
kesehatan serta memberikan bantuan kepada yang
sedang menderita sakit, termasuk memperhatikan
lingkungannya (sosial, spiritual dan jasmani) dan
memberikan layanan kesehatan kepada individu,
keluarga dan komunitasnya.
APAKAH

PERAWAT MERUPAKAN

OKUPASI ATAUKAH PROFESI?


PROFESI
Profesi merupakan istilah yang pada awalnya digunakan
oleh pengikut-pengikut Pytagoras, berasal dari:
1. Bahasa Latin, yaitu “professio”.
2. Bahasa Inggris, yaitu “to profess”.
Keduanya memiliki arti sama, yaitu berjanji / menyatakan.

PROFESIONAL
Seseorang yang dengan kebebasannya telah mengucapkan
janji kepada publik bahwa dirinya akan melayani masyara-
kat yang menginginkan suatu kebaikan tertentu.
Pengucapan janji ini dimaksudkan untuk memperoleh suatu
kepercayaan (public trust) yang waktu itu mulai memudar.
PROFESSIONALISM
Quality or typical features of a profession or professionals
(knowledge, skill, and attitude).
PROFESSIONALISM
Quality or typical features of a profession or
professionals (knowledge, skill, and attitude).

Praktek yang profesional perlu 3 syarat:


1. Knowledge.
2. Skill.
3. Attitude.

Knowledge
Hard Competency
Skill
Attitude Soft Competency
KOMPETENSI
Maknanya :
 The condition of being capable (syarat agar kapabel).
 The capacity to perform task or role (kemampuan untuk
melaksanakan tugas atau peran).
Aspek kompetensi yang harus perawat kuasai:
1. Knowledge (ilmu keperawatan).
2. Skill (ketrampilan melakukan amalan keperawatan).
3. Judgment (membuat keputusan/kebijakan keperwtn).
4. Humanistic quality (bertindak secara manusiawi).
5. Communication skill (ketrampilan komunikasi).
Dengan menguasai aspek kompetensi tsb diharapkan mampu
melaksanakan tugas (task) & peran (role) sebagai:
 Expert.  Professional.  Communicator.
 Health advocate.  Scholar.  Collaborator.
 Manager.
PERAN PERAWAT

Perawat mengemban peran simultan, yakni sbg:

1. Pemberi layanan langsung (direct care provider).


2. Pembuat keputusan klinik (clinical decision
maker).
3. Pengamat yang membantu pasien serta keluarga
(client and family advocate reseacher).
4. Pendidik (educator) agar pasien memahami dan
mampu memelihara kesehatannya.
SIKAP PERAWAT

1. Rasa hormat kepada pasien, orang tua dan keluarganya.


2. Memiliki sikap keterbukaan dan tidak memihak.
3. Selalu melakukan introspeksi diri.
4. Melaksanakan tanggungjawabnya secara profesional.
5. Menghormati hak-hak pasien, antara lain :
 Hak memperoleh layanan kesehatan sesuai standar.
 Hak atas informasi tentang kesehatannya.
 Hak untuk menyetujui atau tidak menyetujui tin -
dakan medik / keperawatan.
 Hak atas rahasia medik serta hak melepaskan sifat
kerahasiaan mediknya.
 DLL.
HAK-HAK PASIEN DI RS

1. Hak-hak yang berkaitan dengan peraturan


rumah sakit:
a. Mengakses serta mengetahui Peraturan RS
yang berkaitan dengan kepentingan pasien.
b. Untuk tidak diberlakukannya perubahan
peraturan, termasuk perubahan tarif, yang
ditetapkan pada saat pasien tengah berada
dalam masa perawatan.
2. Hak-hak yang berkaitan dengan layanan
kesehatan:
a. Memilih dokter yang jenis keahlian dan kom-
petensinya dinilai mampu menangani pasien.
b. Mengetahui identitas, status profesional serta
kualifikasi dokter.
c. Mengganti dokter manakala mulai ragu atau
kehilangan kepercayaan terhadapnya.
d. Mendapatkan layanan kesehatan sesuai standar
tanpa membedakan status sosial, umur, jenis
kelamin, ras, suku, agama, golongan dan politik.
e. Diberitahu keterbatasan RS (akibat keterbatasan
fasilitas, tenaga medik, tenaga perawat maupun
teknis penunjang).
6. Hak-hak yg berkaitan dg layanan non-medik:
a. Memilih jenis kelas perawatan sesuai keinginan
dan kemampuannya.
b. Mendapatkan layanan non-medik yg manusiawi.
c. Mendapatkan kenyamanan, keamanan, kesela-
matan dari gangguan/ancaman selama dirawat.
d. Mendapatkan “surat keterangan dokter” untuk
berbagai macam kepentingan.
e. Menjalankan ibadah sesuai agama atau keperca-
yaan yang dianut selama tidak mengganggu
ketenangan pasien lainnya.
7. Hak-hak yg berkaitan dg rahasia kedokteran:
a. Dilindungi kerahasiaan mediknya.
b. Melepaskan sifat kerahasiaan mediknya.
c. Mengijinkan atau tidak mengijinkan pihak
ketiga tertentu untuk mengakses atau mem-
peroleh informasi yang bersifat rahasia.

8. Hak-hak yg berkaitan dg kehadiran orang lain:


a. Bertemu rohaniawan utk mndapat bimbingan.
b. Mengijinkan kunjungan orang yg dikehendaki.
c. Menolak kunjungan orang yg tak dikehendaki.
d. Didampingi keluarga selama dlm kondisi
kritis.
TANGGUNGJAWAB PERAWAT DI RS
Tanggungjawab perawat rumah sakit di negara
maju adalah sebagai berikut:
1. Caring :
Perawat bertanggungjawab secara mandiri
terhadap decision dan execution yang dibuat.
2. Technical nursing :
Perawat hanya bertanggungjawab terhadap
execution dari decision yang dibuat dokter.
3. Delegated medical activities :
Perawat tidak bertanggungjawab terhadap
decision maupun execution yang dibuat dlm
rangka melaksanakan delegasi.
TECHNICAL NURSING
 Aktifitas yang dilakukan atas perintah lisan Dr.
 Aktifitas yang dilakukan atas perintah tertulis Dr.
 Aktifitas yang dilakukan berdasarkan aturan atau
pedoman yang telah ditentukan.
 Aktifitas yang dilakukan dengan syarat ada Dr di
rumah sakit atau bagian dan dapat hadir segera.
 Aktifitas yang dilakukan di tempat-tempat
tertentu.
 Beberapa aktifitas yang dapat dilakukan tanpa
persyaratan khusus.
PUBLIKASI WHO

In clinics and health centres in communities


which have few doctors, nurses diagnose and
treat common illnesses, prescribe and dispense
medications and even perform minor surgery.
(Di klinik-klinik atau pusat-pusat kesehatan
di masyarakat yang hanya memiliki beberapa
dokter maka perawat dapat mendiagnosis dan
mengobati penyakit-penyakit lazim, memberi-
kan dan menyediakan obat-obatan dan bahkan
melakukan operasi kecil).
PRAKTEK PERAWAT MANDIRI

Diatur oleh :
1. UU Kesehatan.
2. PP Tentang Tenaga Kesehatan.
3. Kepmenkes Tentang Perawat.
4. Kepmenkes Tentang Registrasi dan Praktek
Perawat.
INTI PENGATURAN PERAWAT
Perawat boleh praktek mandiri dengan syarat :
1. Memiliki tempat praktek yang layak.
2. Memiliki peralatan yang dibutuhkan.
3. Memiliki SIP yang masih berlaku.
4. Memiliki SIPP di tempat praktek mandiri.
5. Mencantumkan ijin praktek di ruang praktek.
6. Tidak boleh memasang papan nama?
7. Kewenangan perawat melakukan tindakan
medis hanya dibatasi pd tindakan emergensi.
KEWENANGAN PERAWAT
1. Melaksanakan asuhan keperawatan, meliputi:
a. Pengkajian.
b. Penetapan diagnosa keperawatan.
c. Perencanaan.
d. Melaksanankan tindakan keperawatan dan
evaluasi keperawatan.
2. Tindakan keperawatan meliputi:
a. Intervensi keperawatan.
b. Observasi keperawatan.
c. Pendidikan dan konseling kesehatan.
3. Pelaksanaannya harus sesuai standar asuhan
keperawatan yang ditetapkan organisasi profesi.
4. Pelayanan medik hanya dapat dilakukan atas dasar
permintaan tertulis dari dokter.
KEWAJIBAN PERAWAT

1. Menghormati hak pasien.


2. Merujuk kasus yang tak dapat ditangani.
3. Menyimpan rahasia pasien.
4. Memberikan informasi.
5. Meminta persetujuan atas tindakan yang
akan dilakukan.

6. Melakukan catatan keperawatan yang


baik.
HAL-HAL PENTING
1. Dalam melakukan praktik harus sesuai kewenangan.
2. Harus ikut membantu program pemerintah.
3. Harus senantiasa meningkatkan mutu layanan profesi
dengan mengikuti kemajuan ilmu dan teknologi melalui
pendidikan dan pelatihan.
4. Dalam keadaan darurat berwenang melakukan tindakan
penyelamatan jiwa di luar kewenangannya.
5. Dalam ruang praktik perorangan hrs mencantumkan SIPP.
6. Dilarang memasang papan praktik perorangan.
7. Perawat yg punya SIPP dpt melakukan kunjungan rumah
dengan membawa perlengkapan sesuai kebutuhan.
8. Sarana praktik harus:
a. tempat memenuhi syarat kesehatan.
b. memiliki perlengkapan asuhan keperawatan.
c. memiliki perlengkapan administrasi.
KESIMPULAN
BERKAITAN KEWENANGAN PERAWAT

Berdasarkan peraturan yang ada maka perawat:

1. Tidak dibenarkan melakukan tindakan medik


secara mandiri, kecuali :
a. Atas perintah tertulis dari dokter.
b. Dalam rangka penyelamatan jiwa karena
pasien berada dalam keadaan emergensi.
2. Tidak termasuk dalam jalur distribusi obat.
KETENTUAN PIDANA
UU KESEHATAN
Dipidana paling lama 5 tahun atau denda paling banyak 100 JUTA
rupiah bila melakukan praktik tanpa keahlian dan kewenangan.

PP. TENTANG TENAGA KESEHATAN


Dipidana paling banyak Rp 10 juta bila:
1. Melakukan upaya kesehatan tanpa ijin.
2. Melakukan upaya kesehatan tanpa adaptasi.
3. Melakukan upaya kesehatan yang tidak sesuai standar.
4. Tidak melaksanakan kewajiban yang seharusnya, yaitu:
a. menghormati hak pasien.
b. menjaga kerahasiaan identitas dan kesehatan pasien.
c. memberi informasi tentang kondisi dan tindakan yang akan
dilakukan.
d. membuat dan memelihara rekam medik.
dikotomi perawat dan dokter

Tindakan Asuhan
dokter medik keperawatan perawat
(medical care) (nursing care)
Asuhan
Tindakan
kebidanan
dokter medik
(nurse midewifery
bidan
(medical care)
care)

DAERAH OVERLAPING
(bidan boleh melakukan secara mandiri)
UU PRAKTIK KEDOKTERAN
No. 29 Th. 2004
oleh
Sofwan Dahlan
IMPLIKASI UUPK TERHADAP DOKTER

1. Harus punya Sertifikat Kompetensi dari kolegium.


2. Harus punya STR (Lisensi atau Kewenangan) dari KKI.
3. Harus menjaga kompetensinya dengan selalu mengikuti
pendidikan berkelanjutan.
4. Harus memperbarui LISENSI yang habis masa berlakunya.
5. Harus memiliki SIP jika ingin praktik (swasta perorangan).
6. Harus punya SIP utk kerja di RS.
7. Dalam menjalankan praktik harus selalu:
a. Memenuhi Standar Pelayanan yang berlaku.
b. Menjalankan prosedur Informed Consent yang benar.
c. Melaksanakan manajemen Rekam Medis yang rapi.
d. Menjaga Rahasia Kedokteran yang benar.
e. Menghormati semua Hak Pasien.
IMPLIKASI UUPK
TERHADAP RUMAH SAKIT
1. Hanya mempekerjakan dokter yang punya ijin.
2. Menetapkan kewenangan klinik (Clinical Privilege) di RS
sesuai kompetensi dokter.
3. Memfasilitasi agar dokter selalu melaksanakan pelayanan
sesuai standar.
4. Melaksanakan :
a. Manajemen Informed Consent yang benar.
b. Manajemen Rekam Medik yang baik dan rapi.
c. Manajemen Rahasia Kedokteran yang tertib.
d. Manajemen Kendali Mutu (Audit Medik dsbnya).
5. Memfasilitasi terlaksananya semua Hak Pasien.
6. Melakukan Tindakan Korektif thd dokter yang melanggar.
DEFINISI INFORMED CONSENT
PERMENKES :

Persetujuan yang diberikan oleh pasien atau


keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan
medik yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.

DEFINISI LAIN : (oleh Sofwan Dahlan)

Pernyataan oleh PASIEN, atau dalam keadaan tertentu


oleh ORANG YANG BERHAK MEWAKILI PASIEN,
yang isinya merupakan persetujuan kepada dokter untuk
melakukan tindakan medik sesudah pasien atau orang
yang berhak tersebut diberi informasi secukupnya
mengenai tindakan medik yang akan dilakukan.
MAKNA KATA “KEADAAN TERTENTU”

Yaitu keadaan dimana pasien belum dewasa (belum


21 th dan belum pernah nikah) atau tidak sehat akal.

Dalam bahasa hukum, keadaan seperti itu dianggap


belum dapat melakukan perbuatan hukum karena dinilai
belum atau tidak cakap (onbekwaamheid).

MAKNA KATA “DIBERI INFORMASI SECUKUPNYA”

Yaitu pemberian informasi yang kualitas & kuantitasnya


telah cukup bagi pasien (yang memang awam di bidang
medis) untuk dijadikan dasar dalam menentukan sikapnya
(decision); yaitu berupa CONSENT atau REFUSAL
terhadap tindakan medik yang ditawarkan oleh dokter.
LATAR BELAKANG INFORMED CONSENT

1. Tindakan medik penuh ketidakpastian (uncertainty) dan


hasilnyapun tidak dapat diperhitungkan secara matematik.
2. Hampir semua tindakan medik memiliki risiko.
3. Tindakan medik tertentu bahkan punya akibat ikutan yang
tak menyenangkan pasien.
4. Semua risiko (jika benar-benar terjadi) atau semua akibat
ikutan (yang tak menyenangkan itu) akan dirasakan sendiri
oleh pasien, bukan oleh orang lain.
5. Risiko maupun akibat ikutan tersebut biasanya sulit atau
bahkan mustahil untuk dapat dipulihkan kembali.
6. Munculnya pola hidup konsumerisme yang mengandalkan
pada prinsip “He who pays the piper calls the tune” (siapa
membayar pengamen suling, dialah yang menentukan
lagunya).
LANDASAN FILOSOFIS

Doktrin “A man is the master of his own body”, yang


bersumber pada Hak Azasi Manusia, yaitu “the right to
self determination” (hak menentukan nasibnya sendiri).

Berdasarkan doktrin tersebut maka tindakan apapun


yang bersifat offensive touching terhadap tubuh seseorang
(termasuk tindakan medik), harus mendapat persetujuan
lebih dahulu dari pemilik tubuh tersebut.

Konsekuensinya, tindakan medik yang dilakukan tanpa


persetujuan pasien secara filosofis dianggap melanggar hak,
meskipun tujuannya baik dan demi kepentingan pasien.
LANDASAN ETIKA
Prinsip-prinsip etika (moral principles) menghendaki
agar dokter memperhatikan 4 hal, yaitu :

1. Beneficence & non malefecence (to do good, not harm).


2. Justice (as a fairness or as distributive justice).
3. Fidelity (menunjukkan kejujuran dan kesetiaan terhadap
tanggung jawab yang diemban).
4. Autonomy (menghormati hak pasien untuk membuat
keputusan).

Jadi informed consent bukan hanya merupakan masalah


hukum belaka, tetapi juga masalah etika sebab sesuai dengan
prinsip autonomy.
LANDASAN HUKUM
1. UU Kesehatan Th. 1992, Psl 53.
Dengan jelas dikatakan bahwa hak health care receiver
antara lain :
Hak atas informasi.
Hak memberikan persetujuan tindakan medik.
Jadi informed consent merupakan perwujudan dari
kedua hak pasien tersebut.
2. UU No. 29 Th. 2004 Tentang Praktik Kedokteran.
3. Peraturan Pemerintah Tentang Tenaga Kesehatan.
4. Permenkes No. 585 tentang Persetujuan Tindakan Medik
serta Surat Keputusan Dirjen Yanmed.
5. Permenkes No. 1419 / Menkes / PER / 2005 tentang
Penyelenggaraan Praktik Dokter dan Dokter Gigi.
TINDAKAN MEDIK
YANG PERLU INFORMED CONSENT

1. Major or minor invasive surgery.


2. All procedures that involve more than slight
risk of harm.
3. All forms of radiological therapy.
4. Electro-convulsive therapy.
5. All experimental procedures.
6. All procedures for which consent forms are
required by statute or regulation.

(Roach, Chernoff dan Esley, 2000)


TINDAKAN MEDIK
YANG PERLU INFORMED CONSENT
1. Major or minor invasive surgery that involves an entry
into the bodily either through an incision or through one
of the natural body opening.
2. All procedures in which anesthesia is used, regardless of
whether an entry into the bodily is involved.
3. Nonsurgical procedures involving more than a slight risk
of harm to the patient, or involving the risk of change in the
patient’s body structure.
4. Procedures involving the use of cobalt and X ray therapy.
5. Electroshock therapy.
6. Experimental therapy.
7. All procedures that the medical staff determines require a
specific explanation to the patient.
(Mancini M.R, Gale A.T.)
INFORMED CONSENT MENURUT UUPK
1. Non-selective (untuk semua tindakan medik).
2. Harus didahului penjelasan yang cukup sebagai landasan
bagi pasien untuk mengambil keputusan.
3. Dapat diberikan secara tertulis atau lisan (ucapan atau
anggukan kepala).
4. Untuk tindakan medik berisiko tinggi, persetujuan harus
diberikan secara tertulis.
5. Dalam keadaan emergensi tidak perlu informed consent,
ttp ssdh sadar wajib diberitahu & diminta persetujuan.
6. Ditandatangani oleh yang berhak.

Tindakan medik berisiko tinggi adalah tindakan bedah


atau tindakan invasif lainnya.
BAGAIMANA
JIKA KONDISI PASIEN DALAM
KEADAAN EMERGENSI ???

APAKAH
INFORMED CONSENT MASIH TETAP
PERLU ???

BAGAIMANA
JIKA PASIEN TIDAK LAGI BISA
DIAJAK KOMUNIKASI ???
ASPEK HUKUM
GAWAT DARURAT

Meliputi :

1. DEFINISI GAWAT DARURAT.

2. TANGGUNG JAWAB HUKUM TENAGA


KESEHATAN.

3. INFORMED CONSENT DALAM KEADAAN GAWAT


DARURAT.

4. SANKSI HUKUM BAGI TENAGA KESEHATAN.


PENGALAMAN AMERIKA

1. Pada th 1968 tercatat 35 juta pasien


mengunjungi Emergency Room (UGD).

2. Pada th 1984 melonjak menjadi 160 juta


pasien yang mengunjungi Emergency
Room.

Anehnya dari pasien yang mengunjungi


UGD hanya sekitar 5 % saja yang benar-benar
dalam keadaan true emergency dan memer-
lukan emergency care.
EMERGENCY ROOM
BANYAK DISUKAI KARENA
1. Semakin menurunnya jumlah dokter yang
bersedia dipanggil ke rumah pasien.
2. Emergency Room terbuka selama 24 jam.
3. Di Emergency Room tersedia fasilitas lengkap.
4. Emergency Room biasanya dikelola oleh tenaga
terlatih (high skilled personnel).
5. Pihak asuransi mau menanggung semua biaya
yang dikeluarkan.
DEFINISI

DIANGGAP EMERGENCY :
Setiap kondisi yang menurut pendapat
pasien, keluarganya atau orang-orang yang
membawa pasien ke rumah sakit --------- bahwa
pasien --------- memerlukan penanganan segera
(requires immediate medical attention).

TRUE EMERGENCY :
Setiap kondisi klinis yang ditentukan
memerlukan penanganan segera guna mence-
gah kematian atau kecacatan.
(American Hospital Association)
EMTALA
(A). Suatu kondisi yang ditandai adanya gejala berat dan
akut (meliputi rasa sakit yang sangat), yang jika tidak
segera ditangani akan dapat mengakibatkan:
____________________________
(i) kesehatan pasien (termasuk wanita hamil atau bayi
yang dikandungnya) mengalami bahaya serius,
(ii) kerusakan organ atau tubuh yang serius; atau
(iii) kegagalan organ atau bagian tubuh yang serius; atau

(B). Suatu kondisi dari wanita hamil yang telah mengalami


kontraksi, tetapi:
(i). tidak memiliki waktu yang cukup untuk membawa
wanita itu ke rumah sakit; atau
(ii). transpotasi wanita itu ke rumah sakit dapat memba -
hayakan bagi dirinya atau bayinya .
TANGGUNGJAWAB NAKES
TERHADAP PENDERITA EMERGENSI

Tenaga kesehatan diwajibkan oleh hukum untuk


menolong pasien emergensi jika :
1. Bentuk pertolongannya masih berada dalam
konteks profesinya.
2. Pasien berada dalam jarak dekat dengan nakes.
3. Nakes mengetahui bahwa ada kebutuhan bantuan
emergensi atau ada pasien dengan kondisi serius.
4. Nakes dinilai layak memberikan bantuan serta
memiliki peralatan yang mungkin diperlukan.
(Gorton, 2000)
TANGGUNG JAWAB NAKES
TERHADAP PENDERITA EMERGENSI

1. Di luar RS : - melakukan Good Samaritan.


2. Di Puskesmas : - melakukan Stabilisasi.
- melakukan Transfer ke RS lain.
3. Di RS dengan Initial Emergency Care :
- melakukan Stabilisasi.
- melakukan Transfer ke RS lain.
4. Di RS dengan Definitive Emergency Care :
- melakukan emergency treatment
yang bersifat paripurna.
INFORMED CONSENT
PADA PASIEN EMERGENSI
1. Dalam keadaan emergensi, informed consent (jika
masih mungkin) tetap penting, tetapi bukan prioritas.
2. Walaupun penting tetapi pelaksanaan informed consent
tidak boleh menjadi penghambat ataupun penghalang
bagi dilakukannya emergency care.
3. Permenkes no. 585 menyatakan bahwa dalam keadaan
emergensi tidak diperlukan informed consent.
4. Berbagai yurisprudensi di negara maju menunjukkan
kesamaan prinsip, bahwa tindakan emergency care
dapat dilakukan tanpa informed consent.
5. Dlm kasus Mohidin (Sukabumi), hakim membenarkan
tindakan dokter mencopot mata pasien yang sakit guna
menyelamatkan mata yang sehat berdasarkan teori
sympatico optalmia.
TINDAKAN EMERGENSI
PADA PASIEN ANAK-ANAK
TANPA INFORMED CONSENT ORTU

Jika orangtua tak setuju, tindakan medik pada


anak dapat dilakukan dengan syarat:
1. Tindakan medik yg akan dilakukan harus
berupa tindakan medik terapetik (bukan tinda-
kan medik yang masih eksperimental).
2. Tanpa tindakan medik tsb anak akan mati.
3. Tindakan medik tersebut memberikan harapan
atau peluang pada anak untuk hidup normal,
sehat dan bermanfaat.
(Goldstein, Freud dan Solnit)
SANKSI PIDANA

Pasal 531 KUHP :


Barangsiapa ketika menyaksikan bahwa ada orang dalam
keadaan bahaya maut tidak memberi pertolongan yang
dapat diberikan padanya tanpa selayaknya menimbulkan
bahaya bagi dirinya atau orang lain, diancam, jika
kemudian orang itu meninggal, dengan pidana kurungan
paling lama tiga bulan atau denda paling banyak
……………..
Pasal ini berlaku bg nakes sesuai kapasitas masing-masing!!
Di Amerika berlaku Good Samaritan Law, yaitu
undang-undang yang memberikan immunitas (kekebalan)
dari tuntutan hukum bila tenaga kesehatan melakukan
kesalahan yang tak seberapa besar (bukan gross negligent).
BAGAIMANA JIKA TINDAKAN MEDIK
PADA ANAK TAK DISETUJUI ORANG TUA

Jika orang tua tidak setuju, tindakan medik pada anak


dapat dilakukan dengan syarat:
1. Tindakan medik yang hendak dilakukan dokter haruslah
merupakan tindakan medik terapetik (bukan tindakan
medik eksperimental).

2. Tanpa tindakan medik terapetik tersebut anak akan mati.

3. Tindakan medik tersebut memberikan harapan atau


peluang pada anak untuk hidup normal, sehat dan
bermanfaat.

(Goldstein, Freud dan Solnit)


MATERI INFORMASI
YANG HARUS DISAMPAIKAN
1. Alasan perlunya tindakan medik (diagnosa penyakit).
2. Sifat tindakan medik (eksperimen atau non eksperimen).
3. Tujuan tindakan medik.
4. Risiko tindakan medik.
5. Akibat ikutan yang bakal tidak menyenangkan.
6. Ada tidaknya tindakan medik alternatif.
7. Akibat yang bisa terjadi jika menolak tindakan medik.
Informasi cukup lisan agar terjalin komunikasi dua arah,
tetapi boleh ditambah / dilengkapi information sheets.
Jika informasi tidak cukup atau tidak sama sekali maka
berdasarkan teori domino, persetujuan tersebut tidak syah.
Pada pasien dengan sindroma “Don’t tell me, doctor” dapat
dianggap setuju jika pasien tersebut kemudian menyerahkan
sepenuhnya kepada kebijakan dokter.
KEWAJIBAN
MEMBERIKAN INFORMASI

1. Kewajiban memberikan informasi berada di tangan


dokter yang hendak melakukan tindakan medik karena
ia yang tahu persis kondisi pasien serta hal-hal yang
berkaitan dengan tindakan medik yang akan dilakukan.

2. Kewajiban tersebut amat riskan bila didelegasikan


kepada dokter lain, perawat atau bidan; tetapi bila hal
itu dilakukan dan terjadi kesalahan dalam memberikan
informasi maka tanggungjawabnya tetap pada dokter
yang melakukan tindakan medik.

3. Di beberapa negara maju, tanggungjawab memberikan


informasi merupakan tanggungjawab yang tidak boleh
didelegasikan (non-delegable duty).
HAK MEMBERIKAN CONSENT
1. Pasien dewasa dan sehat akal Pasien ybs.
2. Pasien minor (anak-anak) Keluarga / walinya.
3. Pasien tak sehat akal Keluarga / wali / kurator.
4. Pasien nikah Pasien yang bersangkutan,
kecuali untuk tindakan medik tertentu harus disertai
persetujuan pasangannya (suami atau isterinya).
Tindakan medik tertentu pada pasien nikah yang juga
memerlukan persetujuan dari pasangannya ialah:
1. Tindakan Medik yang punya pengaruh kepada pasien
serta pasangannya sebagai satu kesatuan.
2. Tindakan Medik tersebut bersifat non terapetik.
3. Pengaruh dari Tindakan Medik tersebut irreversible.
CONTOH: Sterilisasi KB, harus ada persetujuan suami.
Sterilisasi terapetik (krn kanker), tak perlu.
CARA MEMBERIKAN CONSENT
1. Secara terucap (oral consent).
2. Secara tertulis (written consent).
3. Secara tersirat (implied consent).

Yang paling aman tentunya adalah written consent (meski


tidak praktis) sebab ada dokumen tertulis yang tidak dapat
dipungkiri oleh pasien.

Jika diberikan secara terucap atau tersirat sebenarnya tidak


ada masalah hukum, tetapi demi keamanannya perlu:
1. Dibatasi hanya pada tindakan medik yang risikonya kecil.
2. Perlu ada saksi (perawat) yang melihat proses pemberian
informed consent untuk jaga-jaga bila dipungkiri nanti.
3. Dicatat di dalam rekam medik bahwa pasien memberikan
persetujuan secara terucap atau tersirat.
REDAKSI
INFORMED CONSENT TERTULIS
Setidak-tidaknya informed consent tertulis berisi:
1. PENGAKUAN, oleh pasien atau orang yang berhak
mewakili bahwa ia telah diberi penjelasan mengenai:
a. Alasan perlunya tindakan medik.
b. Sifat tindakan medik (eksperimen / non eksperimen).
c. Tujuan tindakan medik.
d. Risiko tindakan medik.
e. Akibat ikutan yang bakal tidak menyenangkan.
f. Ada tidaknya tindakan medik alternatif.
g. Akibat yg akan dialami jika menolak tindakan medik.
2. PENGAKUAN, bahwa ia telah memahami informasi tsb.
3. PERNYATAAN, bahwa ia MENYETUJUI tindakan medik.
HAKEKAT
INFORMED CONSENT

1. Bagi pasien, merupakan media untuk menentukan


sikap atas tindakan medik yang mengandung risiko atau
akibat ikutan yang bakal tidak menyenangkan pasien.
2. Bagi dokter, merupakan sarana untuk memperoleh
legitimasi (pengesahan/pembenaran) atas tindakan medik
yang bersifat offensive touching.
3. Merupakan syarat agar dokter bebas dari tanggung
jawab hukum atas terjadinya risiko atau akibat ikutan saja
(transfer of liability).
4. Bukan merupakan sarana yang dapat membebaskan dokter
dari tanggung jawab hukum atas terjadinya malpraktek,
sebab masalah malpraktek merupakan masalah lain yg erat
kaitannya dengan mutu tindakan medik yang tidak benar
atau tidak sesuai standard of care.
MASALAH

Persetujuan yang diberikan dengan tidak didahului


informasi atau didahului informasi tetapi tidak cukup maka
persetujuan tersebut dianggap tidak pernah ada (tidak syah
demi hukum).

Informasi diberikan sejelas-jelasnya, tetapi jika pada


akhirnya pasien menolak memberikan persetujuannya
berarti dokter telah gagal dalam melakukan komunikasi.

Jadi keberhasilan mendapatkan informed consent amat


ditentukan oleh kemampuan dokter dalam ber
KOMUNIKASI
KESULITANNYA

Proses mendapatkan informed consent


memerlukan penjelasan detail dan waktu yang
cukup.

Communication skill dokter sangat beragam.

Kesediaan dan kemampuan pasien dalam


menyerap Informasi dan membuat keputusan
berbeda-beda.

Faktor kultur juga bisa menambah kesulitan.


GUIDELINE
Informasi harus diberikan dalam bentuk dan cara
yang dapat membantu pasien untuk memahami masalah
kesehatannya serta alternatif-alternatif terapi yang
mungkin dapat diberikan.
Dokter harus mengambil posisi sebagai pemberi advis.
Tidak boleh ada paksaan-paksaan.
Pasien harus diberi kebebasan untuk menyetujui atau
tidak menyetujui tindakan medik yang dianjurkan dokter.

Pasien perlu didorong untuk membuat keputusan.

Dokter dan pasien harus bersikap jujur dan beriktikat


baik.
HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN
Dokter harus meluangkan waktu untuk menemui pasien
guna memberikan penjelasan.
Dokter tidak boleh tergesa-gesa dan harus memberikan
waktu yang cukup kepada pasien untuk membuat decision.
Dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien
untuk bertanya ataupun bahkan berkonsultasi lebih dulu
dengan keluarga, teman atau penasehatnya.
Dokter wajib membantu pasien dalam mencari second
opinion (jika hal itu dikehendaki) walaupun pendapat dari
second opinion mungkin dapat menyulitkan.
Dalam keadaan tertentu perlu dilakukan diskusi yang
kemudian ditutup dengan mengajuka pertanyaan: “Masih
ada yang perlu ditanyakan lagi sebelum anda membuat
keputusan final?”

Anda mungkin juga menyukai