• Pasal 5
• Rumah sakit harus dapat mengawasi serta bertanggungjawab terhadap semua kejadian di rumah sakit. Dalam
penyelenggaraan rumah sakit dilakukan audit berupa audit kinerja dan audit klinis.
• Pasal 6
• Rumah sakit berkewajiban menetapkan kerangka kerja untuk manajemen yang menjamin asuhan pasien yang baik
diberikan sesuai norma etik, moral, bisnis, dan hukum yang berlaku.
• Pasal 13
• Rumah sakit harus jujur dan terbuka, peka terhadap saran dan kritik, serta berusaha menanggapi keluhan pasien dan
masyarakat.
• Pasal 31
• Rumah sakit harus mengawasi agar penyelenggaraan pelayanan dilakukan berdasarkan standar profesi yang berlaku.
Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan
rumah sakit, standar prosedur operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien, dan mengutamakan
keselamatan pasien.
• Risiko klinis adalah bahaya, musibah, atau kemalangan yang menimpa dan merugikan pasien
yang terkait dengan atau sebagai dampak asuhan klinis yang diberikan kepadanya.
• Risiko klinis dapat ditelusuri darimana asal sumbernya. Kemungkinan sumber tersebut adalah:
• ‘Struktur’, yakni organisasi dan manajemen institusi pemberi Asuhan Kesehatan beserta unsur-unsur
kelengkapannya, seperti : Sumber Daya Manusia, perangkat keras, perangkat lunak, atau logistik
pendukung Asuhan Klinis yang tidak tersedia, tidak efektif, atau gagal berfungsi ketika dibutuhkan.
• Ketidaklayakan (unfit) Pelaku Asuhan Klinis. Dokter sedang tidak sehat atau bugar pada waktu
melakukan tindakan medis pada pasien. Dokter tidak cukup berpengalaman atau tidak cukup terampil
menangani kasus tertentu, sehingga kinerjanya buruk.
• Ketidakpatutan (unproper) Pelaku Asuhan Klinis.
• Dokter melakukan kelalaian.
1. Persiapan atau pemeriksaan pendahuluan yang tidak lengkap, sehingga luput menemukan kelainan yang kemudian
berpengaruh buruk pada pasien ketika dilakukan tindakan medis sesuai rencana.
2. Tidak merujuk pasien seharusnya dirujuk ke dokter spesialis yang sesuai.
3. Melakukan apa yang seharusnya dilakukan, tapi terlambat.
4. Dokter melakukan kesalahan:
• Tidak memahami hak-hak pasien, dan karena itu tidak menghormati hak-hak tersebut.
• Salah interpretasi hasil pemeriksaan penunjang yang penting, seperti salah membaca ECG, hasil laboratorium, gambar radiologi, USG, dlsb.
• Melakukan tindakan medis di luar kompetensi.
• Pada tindakan operasi: salah pasien, salah alat tubuh, salah sisi tubuh yang dioperasi, dan salah cara operasi yang diterapkan.
• Kesalahan medikasi: salah tulis nama obat, salah obat, salah dosis (overuse/underuse/ missused), salah kombinasi (memberi bersama-sama
obat- obat yang saling bertentangan atau saling menguatkan khasiat), salah frekuensi pemberian, reaksi obat (anaphilaksi) yang tidak cepat dan
tepat diatasi.
• Kesalahan transfusi: salah darah yang diberikan, salah pasien.
• Tidak berkomunikasi dan tidak memberi informasi secara efektif kepada pasien/ keluarga sesuai dengan tingkat pendidikan mereka, sehingga
terjadi salah pengertian dengan akibat salah tindakan dengan akibat yang merugikan.
• Faktor Pasien.
• Faktor-faktor pada pasien sendiri yang luput dari perhatian khusus,
seperti usia, status gizi, alergi, idiosinkrasi, tidak mematuhi instruksi dokter atau
perawat, salah memahami instruksi dokter, ada informasi yang tidak
disampaikan kepada dokter.
3. Damage (kerugian)
• Berarti kerugian yang diderita pasien itu harus berwujud dalam bentuk fisik, financial, emosional atau berbagai kategori kerugian lainnya
Unsur-unsur 1.
2.
standar profesi kedokteran
standar prosedur operasional
Penting 3. ketentuan informed consent
MALPRAKTEK 4. rahasia kedokteran
• Ajaran kausalitas adalah ajaran tentang sebab akibat. Untuk delik materil
permasalahan sebab akibat menjadi sangat penting
• Kausalitas berlaku ketika suatu peraturan pidana tidak berbicara tentang
perbuatan atau tindak pidananya (yang dilakukan dengan sengaja), namun
menekankan pada hubungan antara kesalahan atau ketidaksengajaan (culpa)
dengan akibat.
• sebelum mengulas unsur kesalahan, hakim pertama-tama menetapkan ada
tidaknya hubungan kausal antara suatu tindakan dan akibat yang muncul.
• Jadi ajaran kausalitas menentukan pertanggungjawaban untuk delik yang
dirumuskan secara materil, mengingat akibat yang ditimbulkan merupakan unsur
dari delik itu sendiri.
• A person cannot be liable for damages for failure to take care to prevent
personal injury or death unless negligent conduct on his or her part (whether
act or omission) caused the harm, and unless that harm was not too ‘remote’
from the negligent conduct.
• Seseorang tidak bertanggungjawab atas kerugian / cedera akibat “tidak melakukan
pencegahan”, kecuali “kelalaian” tersebutlah penyebab cedera tsb dan kecuali apabila
cedera tsb tidak terlalu jauh dari kelalaian tsb
• Adanya salah satu dari ketiga kemungkinan di atas, oleh pihak penggugat
ataupun oleh pihak ketiga, dapat menurunkan “jumlah ganti rugi” yang harus
dibayar oleh pihak tergugat
• Bila suatu cedera / kerugian terjadi mengikuti dua atau lebih perbuatan
yang masing-masing memiliki peluang sebagai penyebab yang tak dapat
ditentukan salah satunya, maka keduanya dianggap bersama-sama menjadi
penyebabnya.
• Bahwa tenaga kesehatan dianggap TIDAK LALAI apabila dia bertindak sesuai
dengan praktik yang diterima, pada saat yang sesuai, berdasarkan pendapat
dari sebuah badan kedokteran yang bertanggungjawab (untuk itu), meskipun
terdapat praktisi lain melakukan praktik yang berbeda.
Dokter
• Praktek Tanpa STR / SIP (Ps. 75-76 UU No. 29 / 2004)
• Tidak memberikan pelayanan sesuai standar yang berlaku (Ps. 79 UU No.
29 /2004)
• Tidak membuat rekam medis (Ps. 79 UU No. 29 /2004) (Ps. 79 UU No. 29
/2004)
• Tidak merujuk pasien apabila tidak mampu menangani (Ps. 79 UU No. 29
/2004)
• Tidak merahasiakan segala sesuatu yang perlu dirahasiakan (Ps. 79 UU No.
29 /2004)
• Tidak melakukan pertolongan darurat (Ps. 79 UU No. 29 /2004)
• Tidak menambah pengetahuan di bidang kedokteran (Ps. 79 UU No. 29
/2004)
Setiap Orang
• Sengaja memperjual belikan organ atau bagian tubuh (Ps. 192 UU No. 36 /
2009)
• Melakukan operasi plastik dan rekonstruksi untuk merubah identitas (Ps.
193 UU. No. 36 / 2009)
• Aborsi tidak sesuai ketentuan ( Ps. 194 UU. No. 36 /2009)
• Sengaja memperjualbelikan darah (Ps. 195 UU No. 36 / 2009)
Nakes