PENDAHULUAN
Superimposisi Craniofacial adalah proses yang bertujuan untuk
mengidentifikasi seseorang dengan menumpang tindihkan foto dengan
model tengkorak. Proses ini biasanya dilakukan secara manual oleh
antropolog forensik. Sehingga memakan waktu dan memperlihatkan
beberapa kesulitan dalam menemukan kecocokan yang mendekati antara
model 3 dimensi dari tengkorak dengan foto 2 dimensi wajah. Photographic
Supra-Projection adalah proses forensik dimana foto atau video dari orang
hilang di bandingkan dengan tengkorak yang ditemukan. Dengan
memproyeksikan kedua foto diatas, antropolog forensik dapat mencoba
untuk menetapkan apakah itu adalah orang yang sama.1
Untuk melakukannya, dibutuhkan tengkorak 3 dimensi yang lebih
akurat. Selanjutnya, dipikirkan dua pasang titik radiometrik yang cocok
(titik – titik antropometrik di wajah dalam foto subyek dan titik – titik
antropometrik cranial dalam model tengkorak yang didapatkan). Kemudian,
tahap pengambilan keputusan dimulai dengan menganalisis jenis perbedaan
yang diperoleh antara titik – titik tersebut. Beberapa diantara mereka akan
benar – benar cocok, dan beberapa hanya sebagian yang cocok, dan sisanya
tidak cocok. Setelah seluruh proses, ahli forensik harus mengumumkan jika
tengkorak yang dianalisa sesuai dengan orang hilang tersebut atau tidak.1
II. DEFINISI
Superimposisi adalah suatu sistem pemeriksaan untuk menentukan
identitas seseorang dengan membandingkan korban semasa hidupnya
dengan tengkorak yang ditemukan.2 Superimposisi didefinisikan sebagai,
mengatur dan menempatkan satu atau lebih sesuatu yang lain.
Superimposisi craniofacial adalah teknik identifikasi yang membandingkan
pada korban meninggal dengan semasa hidupnya. Oleh karena itu ,
superimposisi cranniofacial adalah metode identifikasi dicapai dengan
perbandingan gambar tengkorak dilapis pada sebuah foto antemortem dari
orang hilang, pikir mungkin menjadi subjek yang sama.3
1
Photographic Superimposition adalah proses forensik dimana foto orang
hilang ditumpangtindihkan dengan tengkorak yang ditemukan untuk
mengetahui identitasnya.4
Video Superimposition adalah proses forensik dimana mirip dengan
photography superimposition hanya saja metode ini lebih menggunakan
video sehingga spesifik dan lebih cepat.3
2
Gambar 2 Gambar karakteristik di tengkorak manusia dengan keturunan
Negroid dalam pandangan frontal dan lateral
- Mongoloid
Pada keturunan Mongoloid, memiliki karakteristik wajah yang datar, dasar
tulang orbita bundar, Apertura nasalis lebar dengan selokan rendah, Inferior
nasal spine tumpul, tulang nasal menonjol, sudut mandibula hampir tepat,
tulang zygomaticus yang menonjol. 5
3
Gambar 3 Gambar karakteristik di tengkorak manusia dengan keturunan
Mongoloid dalam pandangan frontal dan lateral
Tabel Ciri-ciri morfologi untuk penilaian rasial tengkorak dan rahang bawah
b. Jenis Kelamin
- Laki – Laki
Dagu pada tengkorak laki – laki cenderung lebih petak dan lebih lancip
daripada perempuan, dahi lebih landai, berbentuk lebih panjang, processus
mastoideus, arcus zigomaticus, dan protuberentia occipitalis lebih menonjol.
5
Gambar 4 A: laki-laki
- Perempuan
Dagu pada tengkorak perempuan lancip, dahi lebih lurus, berbentuk lebih
pendek dan lebar, processus mastoideus, arcus zigomaticus, dan
protuberentia occipitalis kurang menonjol dan kurang tegas. 5
4
Gambar 5 B: perempuan
5
prominence lengkung
12 Lobang hidung Lebih tinggi Lebih rendah
dan sempit dan luas
13 Eminentia Kurang Lebih
parietalis
14 Condilus Besar Kecil
occipitalis
15 Condylar facet Panjang dan Pendek dan
sempit luas
16 Foramina Lebih besar Lebih kecil
17 Palatum Lebih besar Lebih kecil
dan berbentuk dan parabolic
seperti huruf
“U”
18 Digastric Dalam Dangkal
groove
19 Sinus frontalis Lebih Kurang
berkembang berkembang
20 Gigi Lebih besar Lebih kecil
21 Permukaan Permukaan Seluruhnya
tulang seluruhnya halus dengan
kasar dengan tempat
tempat perlengketan
perlekatan otot yang
otot yang kurang
lebih menonjol
menonjol
c. Umur
Range usia meliputi usia perinatal, neonatus, bayi dan anak kecil,
usia kanak – kanak lanjut, usia remaja, dewasa muda, dan dewasa tua. 5
Usia perinatal yaitu bayi yang belum lahir, dapat ditentukan dari
ukuran tulang. Pada neonatus dan bayi yang belum mempunyai gigi sangat
sulit untuk menentukan usianya karena pengaruh proses pengembangan
yang berbeda pada masing – masing individu. Pada bayi dan anak kecil
biasanya telah memiliki gigi. 5
Masa kanak – kanak lanjut dimulai saat gigi permanen mulai
tumbuh. Masa remaja menunjukkan pertumbuhan tulang panjang dan
penyatuan pada ujungnya. Penyatuan ini merupakan teknik yang berguna
dalam penentuan usia. Masing – masing epifisis akan menyatu pada diafisis
pada usia – usia tertentu.5
6
Dewasa muda dan dewasa tua dinilai dari penutupan sutura kranium
yang perlahan – lahan menyatu, morfologi pada ujung iga berubah sesuai
dengan umur. Iga berhubungan dengan sternum melalui tulang rawan.
Ujung iga saat mulai terbentuk tulang rawan awalnya berbentuk datar,
namun selama proses penuaan ujung iga mulai menjadi kasar dan tulang
rawan menjadi berbintik – bintik. Iregularitas dari ujung iga mulai
ditentukan saat usia menua.5
Perubahan yang berkaitan dengan umur secara kasar dibagi ke
dalam dua kategori .6
1. Perubahan bentuk, yang dapat terjadi saat proses pertumbuhan (strain
cardioidal) atau berat badan atau rugi.
2. Dan perubahan karakteristik tekstur permukaan wajah dan warna kulit
dan rambut. Burt dan Perret menyelidiki isyarat visual pada usia dengan
menggunakan komposit wajah, dengan pencampuran warna dan
informasi dari beberapa penyusun wajah. Dengan menggunakan teknik
grafis komputer Burt dan Perret mengumpulkan sejumlah wajah laki-laki
mulai dari usia 20-60 tahun dalam tujuh kelompok usia tertentu. Mereka
menemukan subyek yang cukup akurat dalam menilai usia gambar asli.
Gambar komposit yang dihasilkan dari beberapa gambar wajah yang
berbeda, dengan rata-rata bentuk wajah dan kemudian pencampuran
merah, hijau dan biru intensitas (warna RGB) di seluruh piksel. Hal ini
dicapai dengan menggunakan komputer atau teknik morphing warping,
di mana keselarasan merupakan kunci penting atau landmark pada setiap
wajah, kemudian didapat rata-rata sama tanpa mengaburkan karena
misalignment fitur dari wajah yang berbeda.6
7
IV. ANTROPOMETRI CRANIOFACIAL
a. Titik-Titik Antropometrik
Penanda pada tengkorak yang sering digunakan meliputi :
Craniometric Landmark : 7
1. Dacryon (Da) : penghubung antara tulang frontal, maksilla, dan tulang
lakrimalis di dinding lateral dari mata.
2. Frontomalar Temporal (Fmt) : titik paling lateral yang menghubungkan
tulang frontal dan tulang zigomatikum
3. Glabella (G) : titik paling menonjol antara pinggir supraorbita di bidang
midsagittal
4. Gnathion (Gn) : titik tengah yang dibangun antara titik paling depan dan
paling bawah di dagu
5. Gonion (Go) : titik yang dibangun oleh perpotongan garis singgung antara
ramus asendens dari margin posterior dan basis mandibula, atau titik paling
lateral pada angulus mandibula
6. Nasion (N) : titik tengah sutura antara tulang frontal dan 2 tulang hidung
7. Nasospinale (Ns) : titik dimana garis ditarik antara margin yang lebih
rendah dari apertura hidung kiri dan kanan yang berpotongan dengan bidang
midsagittal
8. Pogonion (Pog) : titik paling anterior di garis tengah pada protuberans
mentalis
9. Prosthion (Pr) : apex dari alveolus di garis tengah antara gigi insisivus
sentralis rahang atas
10. Zygion (Zy) : titik paling lateral dari arcus zygomatikum
8
Gambar 6 Dari kiri ke kanan, craniometric landmarks utama: gambaran
lateral dan frontal
9
13. Tragion (t) : titik di cekukan tepat di atas tragus telinga; dia berada
tepat 1 sampai 2 mm dibawah tulang belakang dari helix, yang dapat
diraba
14. Zygion (Zy’) : titik paling lateral dari regio pipi (zygomaticomalar)
10
Gambar 8 Garis-garis antropometrik wajah
V. METODE SUPERIMPOSISI
a. Metode Konvensional
Superimposisi digunakan untuk mengidentifikasi atau dalam
beberapa kasus, menyangkal identitas orang yang dicurigai tersebut dengan
menggunakan salah satu teknik superimposisi yang ada. Prinsip-prinsip
utama superimposisi craniofacial sama dengan rekonstruksi craniofacial.
Hal ini adalah untuk mengatakan bahwa korelasi muka dengan tengkorak
sangat penting. Ini termasuk memberikan perhatian khusus pada garis dari
dua gambar yang ditumpahtindihkan, landmark atau titik antropometrik
pada wajah dalam kaitannya dengan tengkorak, ketebalan jaringan lunak
dan morfologi umum dari tengkorak.9
Foto dari seorang individu secara manual ditumpangkan pada
gambar tengkorak untuk perbandingan. Teknik ini paling sering digunakan
untuk menghilangkan ketidakcocokan dari korban. Foto-foto korban yang
pertama kali dikumpulkan. Kemudian foto tengkorak yang cocok diambil
pada setiap individu. Kedua foto tersebut diperbesar sesuai ukuran
sebenarnya. Foto tengkorak ini kemudian ditumpangkan pada foto individu.
Langkah-langkah ini diulang untuk setiap individu dan dibandingkan
hasilnya. 9
11
Keterbatasan utama dari metode ini adalah, diperlukan pembesaran
gambar tengkorak dan foto individu, juga tengkorak perlu diposisikan
sedemikian rupa sehingga sesuai dengan orientasi foto individu.9
12
Dasar ilmiah dari Craniofacial Superimposisi didirikan oleh Broca
(1875) dan Bertillon (1896) lebih dari 100 tahun yang lalu. Sejak itu,
Craniofacial Superimposisi berkembang sebagai teknologi baru yang
tersedia. Pertama identifikasi dengan cara Craniofacial Superimposisi terdiri
dari memperoleh negatif dari foto wajah asli dan menandai titik - titik
cephalometri di atasnya. Tugas yang sama dilakukan dengan foto tengkorak.
Kemudian, kedua negatif ditumpang tindih dan positif dihasilkan. Prosedur
ini secara khusus bernama superimposisi fotografi. Video superimposisi
telah lebih suka fotografi superimposisi sejak awal karena sederhana dan
lebih cepat. Ini mengatasi waktu yang berlarut-larut dalam superimposisi
fotografi, di mana banyak foto-foto tengkorak harus diambil dalam berbagai
orientasi.11
Penggunaan komputer untuk membantu antropolog forensik dalam
proses identifikasi digunakan pada generasi berikutnya dari Sistem
Craniofacial Superimposition. Selain orang yang menggunakan komputer
hanya sebagai perangkat penyimpanan atau alat visualisasi sederhana, hanya
ada beberapa orang yang memanfaatkan keuntungan dari perangkat digital
dan ilmu komputer, terutama menggunakan komputer grafis.11
Proses penumpangtindihan tengkorak dan gambar wajah,
membutuhkan: (1) penentuan ukuran nyata dari tokoh yaitu, scaling, dan (2)
orientasi tengkorak agar sesuai dengan posisi wajah di foto itu, dengan
menggunakan tiga gerakan yang mungkin: inklnasi, ekstensi, dan rotasi.
Dalam semua karya-karya sebelumnya, proses overlay bergantung pada
jumlah landmark antropometris yang sesuai yang diusulkan oleh Martin dan
Saller dan sejak saat itu telah digunakan untuk penilaian kesesuaian antara
tengkorak dan wajah. Prosedur Identifikasi dapat mengikuti baik sebagai
anatomi atau pendekatan antropometris. Zaman dahulu bergantung pada
morfologi korelasi antara tengkorak dan wajah, sedangkan saat ini,
menekankan pengukuran jarak antara pasangan landmark dan perbandingan
rata-rata kedalaman jaringan wajah mereka. Hal ini juga penting untuk
memperhitungkan sebanyak mungkin titik-titik yang sesuai, serta proporsi
13
yang berbeda di antara mereka. Berbagai jenis teknologi mendukung teknik
Craniofacial Superimposition dari segi identifikasi awal yang melibatkan
sejumlah besar pendekatan yang sangat beragam yang ditemukan dalam
literatur. 11
Metode ini didefinisikan sebagai teknik superimposisi kraniofasial
digital atau computer-aided yang telah dianggap metode terkini. Dengan
demikian, perbedaan antara metode computer-aided dan non computer-
aided telah jelas dipandu oleh penggunaan teknologi berbasis komputer
sepanjang proses superimposisi kraniofasial sampai sekarang. 7
14
Ada beberapa pernyataan yang harus dilakukan mengenai 3
tahapan proses: 7
15
Namun demikian, ukuran dan orientasi tengkorak diubah secara manual
untuk dicocokkan dengan salah satu kepala dalam foto. Hal ini dicapai
dengan menggerakan tengkorak secara fisik, sedangkan komputer hanya
digunakan untuk memvisualisasikan pada monitor, atau (dengan bantuan
beberapa perangkat lunak komersial) dengan memindahkan gambar digital
pada layar sampai ditemukan kecocokan. Sebaliknya, yang terakhir, yaitu
metode Penumpangtindihan tengkorak dan wajah otomatis, menemukan
superimposisi paling bagus antara model tengkorak 3 dimensi dan gambar
wajah 2 dimensi menggunakan program komputer. 3,11
3. Tahap ketiga dari proses Craniofacial Superimposisi adalah pengambilan
keputusan. Berdasarkan SFO yang dicapai , keputusan identifikasi dibuat
oleh kecocokan antara landmark yang sesuai pada tengkorak dan di wajah,
atau dengan menganalisis profil masing-masing, juga digunakan
kraniofasial morphanalisis. Tahap ketiga, mengenai tahap pengambilan
keputusan, sistem otomatis membantu ahli forensik dengan menerapkan
sistem pendukung keputusan. Selain itu, program-program komputer harus
menggunakan data yang obyektif dan numerik untuk mengevaluasi
kecocokan yang diperoleh antara tengkorak dan wajah. Berdasarkan
evaluasi tersebut, sistem menunjukkan keputusan identifikasi untuk ahli
forensik. Dengan demikian, sistem pendukung keputusan ini dimaksudkan
untuk membantu pengambil keputusan kumpulan informasi yang berguna
dari analisis tengkorak dan wajah yang telah ditumpang tindih. Tentu saja,
keputusan akhir akan selalu dibuat oleh antropolog baik menurut dukungan
sistem otomatis dan keahliannya. Di sisi lain, jika keputusan identifikasi
hanya bergantung pada ahli manusia yang secara visual mengevaluasi
tengkorak dan wajah yang ditumpang tindih yang diperoleh pada tahap
sebelumnya, maka metode tersebut akan dianggap sebagai sistem non-
otomatis, meskipun mungkin menggunakan data digital sebagai sarana
pendukung.3,11
16
Gambar 1112
Gambar 1212
Gambar 1312
17
VI. VALIDITAS METODE SUPERIMPOSISI
Berbagai studi kasus telah dilakukan untuk menentukan identitas dari
individu. Namun, dengan kriteria yang lebih ketat baru-baru ini sehubungan
dengan yang diterima untuk dipresentasikan di pengadilan hukum, studi
lebih lanjut tentang keabsahan teknik dan akurasi sangat diperlukan .
Penelitian paling terkenal untuk menilai validitas superimposisi dilakukan
pada tahun 1994 oleh Austin - Smith dan Maples. Para penulis ini
menggunakan tiga tengkorak identitas diketahui dan mereka dibandingkan
dengan 97 foto lateral dan 98 foto anterior. Ditemukan bahwa kemungkinan
memiliki identifikasi positif palsu menggunakan foto lateral yang adalah 9,6
% dan menggunakan tembakan anterior adalah 8,5 %. Namun, bila
menggunakan gabungan foto lateral dan anterior, kemungkinan positif palsu
berkurang menjadi 0,6 %. Dapat disimpulkan bahwa tanpa gigi anterior,
tengkorak / foto superimposisi dapat diandalkan ketika terdapat dua atau
lebih foto, jelas menggambarkan fitur wajah dari sudut yang berbeda, yang
digunakan dalam perbandingan.13
Sebuah studi yang dilakukan di India pada tahun 2001 membuat tingkat
identifikasi positif 91 % dengan memperkenalkan teknik "kraniofasial
morphanalysis" untuk mengkorelasikan perbedaan antara bentuk wajah dan
tengkorak. Penelitian ini menyarankan bahwa metode baru ini bisa
membantu dalam mengurangi ketidakcocokan tapi tidak bisa mengklaim
identifikasi pasti tengkorak. Studi-studi lain telah berusaha mengidentifikasi
melalui superimposisi ante mortem dan post mortem catatan gigi
menggunakan fitur-fitur khusus dari Adobe Photoshop serta penggunaan
gips gigi dibandingkan dengan ante mortem foto. Sayangnya gigi jarang
terlihat pada foto wajah ante-mortem. 13
18
seperti Afrika Selatan pada khususnya, dimana standar ilmiah teknik nyata
seperti DNA komparatif analisis atau odontologi tidak selalu bisa
digunakan. Namun, dengan tidak adanya faktor individualisasi atau bukti
-bukti yang nyata lain, teknik ini seharusnya hanya digunakan sebagai alat
skrining awal. Namun, harus diperhitungkan bahwa untuk penelitian ini
semua superimposisi dilakukan secara digital di komputer dan itu adalah
mungkin bahwa metode tradisional yang lebih manual, dengan
menggunakan kamera video dll dapat menghasilkan hasil yang agak lebih
baik. 13
19
dalam penelitian ini. Jika landmark tidak bisa berulang kali ditempatkan,
maka hasil penelitian tidak akan berlaku. Dari awal penyidik sadar bahwa
penempatan landmark pada tengkorak tidak akan bermasalah seperti yang di
foto wajah, sebagai landmark tengkorak yang mudah ditemukan dan
diamati. Ini memang menemukan bahwa landmark bisa berulang kali
ditempatkan pada tengkorak dengan tingkat akurasi yang baik, tapi sedikit
akurasi yang lebih rendah dicapai untuk penempatan landmark berulang kali
pada foto. Ini tetap menjadi perhatian yang harus dipertimbangkan ketika
laporan masuk ke dalam sistem hukum. 13
20
3) Tengkorak yang ditemukan sudah hancur dan tidak berbentuk lagi.
DAFTAR PUSTAKA
21
10. Yoshino M, Kubota S, Matsuda H, et all. Face to Face Video
Superimposition Using 3 Dimensional Physiognomic Analysis, Japanese
Journal of Science and Technology for Identification (1996).
11. Campomanes-Almarez BR, Cordon O, Damas S, et al. Computer-based
Craniofacial Superimposition In Forensic Identification Using Soft
Computing. Journal of Ambient Intelligence and Humanized Computing.
Springer: Verlag Berlin Heidelberg. 2012.
12. Ibanez O, Cordon O, Damas S, et al. Forensic Identification by Craniofacial
Superimposition using Soft Computing. Genetic And Evolutionary
Computation Conference (Gecco 2010). European Centre for Soft
Computing. Available at : www.softcomputing.es/socovifi.
13. Gordon GM, Steyn M. An investigation into the accuracy and reliability of
skull-photo superimposition in a South African sample. Forensic
Anthropology Research Centre, Department of Anatomy, P.O. Box 2034,
University of Pretoria, Pretoria, 0001, South Africa.
22