Anda di halaman 1dari 23

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

DOKFOR DAN LABFOR


MODU
L

24 JP (1080 menit)

Pendahuluan

Sejak berlakunya Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang


Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), bukti formal
yang berupa pengakuan dan kesaksian tidak lagi merupakan materi
utama penyidikan, karena hal tersebut dapat disangkal pada
pemeriksaan di pengadilan, sehingga penyidik dituntut untuk
mengutamakan bukti materil sebagai materi utama dalam proses
penyidikannya.

Pembuktian dengan mengungkap bukti materil atau yang dikenal


dengan sebutan physical evidence merupakan rangkaian upaya
penyidik dalam rangka mendapatkan kebenaran materil melalui
pembuktian secara ilmiah (Scientific Crime Investigation/SCI).

Oleh karena itu para Perwira Polri perlu dibekali dengan ilmu
pengetahuan, kemampuan teknis dan keterampilan dalam
menjalankan profesinya itu. Beberapa cabang keilmuan yang sering
membantu tugas penyidik adalah ilmu Kedokteran Forensik dan
Laboratorium Forensik.

Ilmu kedokteran forensik adalah salah satu cabang ilmu


kedokteran yang menerapkan pengetahuan medis dan paramedis
guna membantu tugas penyidikan yang berhubungan dengan korban
manusia hidup atau mati dalam penyelesaian perkara di sidang
pengadilan.

Pemeriksaan teknis kriminalistik Tempat Kejadian Perkara (TKP)


dan pemeriksaan laboratoris kriminalistik barang bukti yang dilakukan
oleh Laboratorium Forensik Polri dalam rangka mendukung tugas
kepolisian pada hakekatnya merupakan upaya pembuktian secaraX
ilmiah baik dalam rangka membantu proses penyidikan tindak pidana
maupun pelayanan umum di bidang forensik lainnya.
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

Agar didapat hasil yang optimal serta akurat dalam rangka


pembuktian tersebut, perlu perhatian khusus dari petugas Polri di
lapangan dengan menguasai teknik-teknik pencarian, pengambilan,
pengamanan, dan pengiriman serta mempertahankan keaslian barang
bukti untuk diperiksa secara laboratoris forensik serta memperhatikan
validitas barang buktinya sesuai prinsip chain of custody.

Modul mata pelajaran Kedokteran dan Laboratorium Forensik


Kepolisian yang telah disusun ini, meliputi materi :

1. Pengenalan ilmu forensik.


2. pengenalan prosedur medikolegal visum et repertum dan
tata cara penanganan korban di TKP dari aspek kedokteran
forensik
3. Pengenalan Eksumasi/ Penggalian Kubur dan Pengenalan
Forensik Klinik Dan Pusat Pelayanan Terpadu
4. Pengenalan disaster victim identification (DVI) .
5. Odontologi forensik.
6. Perlukaan dan kejahatan kesusilaan, abortus dan infaticide
7. Laboratorium forensik polri
8. Tata cara dan persyaratan permintaan pemeriksaan kepada
laboratorium forensik polri
9. Penyidikan kasus bom
10. Tindak pidana pemalsuan dokumen
11. Pemeriksaan TKP kebakaran
.
Mata Pelajaran Laboratorium Forensik dan Kedokteran Forensik
untuk peserta Sekolah Pembentukan Perwira ini diharapkan mampu
menjawab program Quick Win dan Revitalisasi Polri menuju pelayanan
prima dapat terlaksana dengan baik, sesuai komitmen Polri untuk mau
berubah dalam budaya kerja yang lebih baik dengan meningkatkan
kinerja dan prestasi kerja secara terus menerus dan profesional sesuai
harapan masyarakat sebagai stake holder.

Standar Kompetensi
Memahami tentang Kedokteran Forensik dan Laboratorium forensik
(Dokfor dan Labfor)

X
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

ILMU FORENSIK
MODU
L
01 2 JP (90 menit)

Pengantar

Dalam modul ini dibahas materi tentang sejarah ilmu forensik,


pengertian-pengertian, prinsip dan dasar Ilmu Forensik, ruang lingkup
ilmu forensik, kegunaan Ilmu Forensik dalam rangka penegakkan
hukum, proses penyidikan secara ilmiah (Scientific Crime
Investigation/SCI) dan teori segitiga TKP.

Tujuan diberikan materi ini agar peserta didik memahami ilmu forensik

Kompetensi Dasar

Memahami ilmu forensik

Indikator Hasil Belajar

1. Menjelaskan sejarah ilmu forensik;


2. Menjelaskan pengertian-pengertian yang berhubungan dengan
Ilmu Forensik, Kedokteran Kepolisian dan Laboratorium
Forensik;
3. Menjelaskan prinsip dan dasar Ilmu Forensik;
4. Menjelaskan ruang lingkup ilmu forensik;
5. Menjelaskan kegunaan Ilmu Forensik dalam rangka penegakan
hukum;
6. Menjelaskan proses penyidikan secara ilmiah (Scientific Crime
Investigation/SCI);
7. Menjelaskan tentang teori segitiga TKP.
X
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

Materi Pelajaran

Pokok Bahasan:
Ilmu forensik
Subpokok Bahasan:
1. Sejarah ilmu forensik.
2. Pengertian-pengertian yang berhubungan dengan Ilmu Forensik,
Kedokteran Forensik dan Laboratorium Forensik.
3. Prinsip dan dasar Ilmu Forensik.
4. Ruang lingkup ilmu forensik.
5. Kegunaan Ilmu Forensik dalam rangka penegakan hukum.
6. Proses penyidikan secara ilmiah (scientific crime investigation/SCI).
7. Teori segitiga TKP.

Metode Pembelajaran

1. Metode Ceramah.
Metode ini digunakan untuk menjelaskan materi tentang ilmu
forensik
2. Metode Brainstroming (curah pendapat)
Metode ini digunakan untuk menggali pendapat/pemahaman
peserta tentang materi ilmu forensik.
3. Metode Tanya Jawab
Metode ini digunakan untuk tanya jawab tentang materi yang
telah disampaikan.
4. Metode Penugasan
Metode ini digunakan untuk memberikan penugasan peserta
didik tentang materi yang disampaikan.

Alat/Media, Bahan dan Sumber Belajar


X
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

1. Alat/Media
a. Whiteboard.
b. Flipchart.
c. Komputer/laptop.
d. LCD dan screen.
e. Laser point.
f. Pengeras suara/sound system.

2. Bahan
a. Kertas.
b. Alat tulis.

3. Sumber Belajar
a. Undang-undang No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP pasal
1,7,133-135,183-184,186,187,222
b. Undang-undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia pasal 14,16.
c. Undang-Undang 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan
Bencana pasal 1,5,6
d. Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Pasal 28,48,55,117-125
e. PeraturanKapolri No12 Tahun 2011 tentang Kedokteran
Kepolisian pasal 1,8
f. Peraturan Kapolri No. 10 Tahun 2009 Tanggal 14 September
2009, Tentang Tata Cara Pemeriksaan Teknis Kriminalistik
Tempat Kejadian Perkara dan Laboratoris Kriminalistik
Barang Bukti kepada Laboratorium Forensik Polri.
g. Amri Kamil, BSc, SH. Kombes Pol. Metode Identifikasi
Berbagai Kasus Kejahatan Yang Berhubungan Dengan
Pemeriksaan Forensik. PT. Margi Wahyu. Jakarta. 2007.
h. M.A. Erwin Map, Drs. Kol. Pol. Laporan Hasil The Second
Forensic Experts Conference “Trace Evidence At Crime
Scene”. Dubai – UAE -, Januari 1996. Pusat Laboratorium
Forensik Polri. Jakarta.1996.
i. R. Saferstein, Ph. D. Criminalistics An Introductions to
Forensic Science. Forensic Science Consulant, New Jersey
Lecturer, University of Law. Eighth Edition. 2000.
j. Soesetyo Pramusinto, Brigjen Pol. (Purn). Peranan Saksi AhliX
Di Bidang Pengadilan Sesuai Ketentuan UU No. 8 Tahun
1981 Tentang KUHAP. Disajikan Dalam Rangka Lokakarya
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

Tentang DNA Typing Sebagai Salah Satu Cara Identifikasi


Tubuh Manusia Tanggal 6 September 1993. Jakarta. 1993
k. Dewi,A.I,2008, Etika dan Hukum Kesehatan, Pustaka Book
Publisher :Yogyakarta

Kegiatan Pembelajaran

1. Tahap awal : 10 menit


Pendidik melaksanakan:
a. Membuka kelas dan memberikan salam.
b. Perkenalan.
c. Pendidik menyampaikan tujuan dan materi yang akan
disampikan dalam proses pembelajaran.

2. Tahap inti : 70 menit


a. Pendidik menyampaikan materi sejarah ilmu forensik,
pengertian-pengertian, prinsip dan dasar Ilmu Forensik,
ruang lingkup ilmu forensik, kegunaan Ilmu Forensik dalam
rangka penegakan hukum, proses penyidikan secara ilmiah
(Scientific Crime Investigation/SCI) dan teori segitiga TKP.
b. Peserta didik memperhatikan, mencatat hal-hal yang penting,
bertanya jika ada materi yang belum dimengerti/dipahami.
c. Pendidik menggali pendapat tentang materi yang telah
disampaikan.
d. Pendidik memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk bertanya tentang materi yang belum dipahami
e. Peserta didik bertanya kepada peserta didik pada materi
yang belum dipahami
f. Peserta didik melaksanakan curah pendapat tentang materi
yang disampaikan oleh pendidik.

3. Tahap akhir : 10 menit


a. Cek Penguatan materi.
Pendidik memberikan ulasan dan penguatan materi secara
umum.
b. Cek penguasaan materi.
Pendidik mengecek penguasaan materi dengan bertanya
secara lisan dan acak kepada peserta didik.
c. Keterkaitan mata pelajaran dengan pelaksanaan tugas.
Pendidik menggali manfaat yang bisa di ambil dari materi
yang disampaikan. X
d. Pendidik menugaskan peserta didik untuk membuat resume.
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

Tagihan / Tugas

Peserta didik mengumpulkan hasil resume.

Lembar Kegiatan

Pendidik menugaskan peserta didik membuat resume.

Bahan Bacaan
PENGENALAN ILMU FORENSIK
1. Sejarah Ilmu Forensik

Ilmu Forensik (biasa disingkat Forensik) adalah sebuah


penerapan dari berbagai ilmu pengetahuan untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang penting untuk sebuah sistem hukum
yang mana hal ini mungkin terkait dengan tindak pidana. Namun
di samping keterkaitannya dengan sistem hukum, forensik
umumnya lebih meliputi sesuatu atau metode-metode yang
bersifat ilmiah (bersifat ilmu) dan juga aturan-aturan yang
dibentuk dari fakta-fakta berbagai kejadian, untuk melakukan
pengenalan terhadap bukti-bukti fisik (contohnya mayat,
potongan tubuh, bangkai, dan sebagainya).
Forensik biasanya selalu dikaitkan dengan tindak pidana (tindak
melawan hukum). Dalam buku-buku ilmu forensik pada umumnya
ilmu forensik diartikan sebagai penerapan dan pemanfaatan ilmu
pengetahuan tertentu untuk kepentingan penegakan hukum dan
keadilan. Dalam penyidikan suatu kasus kejahatan, observasi
terhadap bukti fisik dan interpretasi dari hasil analisis (pengujian)
barang bukti merupakan alat utama dalam penyidikan tersebut.
Tercatat pertama kali pada abad ke 19 di Perancis Josep
Bonaventura Orfila pada suatu pengadilan dengan percobaan
keracunan pada hewan dan dengan buku toksikologinya dapat
meyakinkan hakim, sehingga menghilangkan anggapan bahwa
X
kematian akibat keracunan disebabkan oleh mistik. Pada
pertengahan abad ke 19, pertama kali ilmu kimia, mikroskopi, dan
fotografi dimanfaatkan dalam penyidikan kasus kriminal (Eckert,
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

1980). Revolusi ini merupakan gambaran tanggung jawab dari


petugas penyidik dalam penegakan hukum.
Alphonse Bertillon (1853-1914) adalah seorang ilmuwan yang
pertama kali secara sistematis meneliti ukuran tubuh manusia
sebagai parameter dalam personal indentifikasi. Sampai awal
1900-an metode dari Bertillon sangat ampuh digunakan pada
personal indentifikasi. Bertillon dikenal sebagai bapak identifikasi
kriminal (criminal identification).
Francis Galton (1822-1911) pertama kali meneliti sidik jari dan
mengembangkan metode klasifikasi dari sidik jari. Hasil
penelitiannya sekarang ini digunakan sebagai metode dasar
dalam personal identifikasi. Leone Lattes (1887-1954) seorang
profesor di institut kedokteran forensik di Universitas Turin, Itali.
Dalam investigasi dan identifikasi bercak darah yang mengering
“a dried bloodstain”, Lattes menggolongkan darah ke dalam 4
klasifikasi, yaitu A, B, AB, dan O. Dasar klasifikasi ini masih kita
kenal dan dimanfaatkan secara luas sampai sekarang.
Dalam perkembangan selanjutnya semakin banyak bidang ilmu
yang dilibatkan atau dimanfaatkan dalam penyidikan suatu kasus
kriminal untuk kepentingan hukum dan keadilan. Ilmu
pengetahuan tersebut sering dikenal dengan Ilmu Forensik.
Saferstein dalam bukunya “Criminalistics an Introduction to
Forensic Science” berpendapat bahwa ilmu forensik ”forensic
science“ secara umum adalah “the application of science to law”.
Ilmu Forensik dikategorikan ke dalam ilmu pengetahuan alam dan
dibangun berdasarkan metode ilmu alam. Dalam pandangan ilmu
alam sesuatu sesuatu dianggap ilmiah hanya dan hanya jika
didasarkan pada fakta atau pengalaman (empirisme), kebenaran
ilmiah harus dapat dibuktikan oleh setiap orang melalui indranya
(positivesme), analisis dan hasilnya mampu dituangkan secara
masuk akal, baik deduktif maupun induktif dalam struktur bahasa
tertentu yang mempunyai makna (logika) dan hasilnya dapat
dikomunikasikan ke masyarakat luas dengan tidak mudah atau
tanpa tergoyahkan/ kritik ilmu (Purwadianto 2000).
Sehingga secara umum ILMU FORENSIK dapat dipahami
sebagai aplikasi atau pemanfaatan ilmu pengetahuan dan
teknologi untuk kepentingan penegakan hukum dan keadilan.
Dewasa ini dalam penyidikan suatu tindak pidana merupakan
suatu keharusan menerapkan pembuktian dan pemeriksaan bukti
fisik secara ilmiah. Sehingga diharapkan tujuan dari hukum acara
pidana, yang menjadi landasan proses peradilan pidana, dapat
X
tercapai yaitu mencari kebenaran materiil. Tujuan ini tertuang
dalam Keputusan Menteri Kehakiman No.M.01.PW.07.03 tahun
1983 yaitu untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-


lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan
ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan
tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan
melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta
pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan
apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan
apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.
Adanya pembuktian ilmiah diharapkan Polri, jaksa, dan hakim
tidaklah mengandalkan pengakuan dari tersangka atau saksi
hidup dalam penyidikan dan menyelesaikan suatu perkara.
Karena saksi hidup dapat berbohong atau disuruh berbohong,
maka dengan hanya berdasarkan keterangan saksi, tidak dapat
dijamin tercapainya tujuan penegakan kebenaran dalam proses
perkara pidana dimaksud.
2. Pengertian-pengertian yang Berhubungan dengan Ilmu
Forensik, Kedokteran Forensik dan Laboratorium Forensik
a. Ilmu Forensik menurut R. Safferstein (Inggris) adalah
Penerapan ilmu pengetahuan untuk keperluan hukum
pidana dan perdata yang dilaksanakan oleh Polisi dalam
sistem peradilan.
b. Ilmu Kedokteran Forensik juga dikenal dengan nama Legal
Medicine, adalah salah satu cabang spesialistik Ilmu
Kedokteran, yang mempelajari pemanfaatan ilmu
kedokteran untuk kepentingan penegakkan hukum dan
keadilan.
c. Laboratorium Forensik Polri selanjutnya disingkat Labfor
Polri adalah satuan kerja Polri meliputi Pusat Laboratorium
Forensik dan Laboratorium Forensi Cabang yang bertugas
membina dan menyelenggarakan fungsi laboratorium
forensik/kriminalistik dalam rangka mendukung penyidikan
yang dilakukan oleh satuan kewilayahan, dengan
pembagian wilayah pelayanan (area service) sebagaimana
ditentukan dengan Keputusan Kapolri.
d. Tempat Kejadian Perkara yang selanjutnya disingkat TKP
adalah tempat suatu tindak pidana dilakukan atau terjadi
dan tempat-tempat lain dimana tersangka dan atau korban
dan atau barang-barang bukti yang berhubungan dengan
tindak pidana tersebut dapat ditemukan.
e. Barang bukti adalah benda, material, objek, jejak atau
bekas yang ada hubungannya dengan suatu tindak
X
pidana.
f. Pemeriksaan teknis kriminalistik TKP adalah pemeriksaan
dalam rangka pencarian, pengambilan, pengamanan,
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

pengawetan pemeriksaan pendahuluan (preliminary test)


barang bukti yang dalam penanganannya memerlukan
pengetahuan teknis kriminalistik.
g. Pemeriksaan laboratoris kriminalistik Barang bukti adalah
pemeriksaan terhadap barang bukti yang diperoleh dari
pencarian, pengambilan, penyitaan, pengamanan dan
pengiriman petugas Polri atau instansi penegak hukum
lainnya, yang dilakukan dengan menggunakan metode
ilmiah di Labfor Polri, agar barang bukti yang telah
diperiksa dapat dijadikan sebagai salah satu alat bukti
yang sah.
h. Persyaratan formal adalah persyaratan yang bersifat legal
dan administratif yang harus dipenuhi agar permintaan
pemeriksaan teknis kriminalistik TKP dan pemeriksaan
laboratoris kriminalistik barang bukti dapat dipenuhi.
i. Persyaratan teknis adalah persyaratan yang berhubungan
dengan kondisi TKP dan barang bukti agar permintaan
pemeriksaan teknis kriminalistik TKP dan pemeriksaan
laboratoris kriminalistik barang bukti dapat dipenuhi.

3. Prinsip Dasar Ilmu Forensik


Prinsip dasar dari ilmu pengetahuan alam setelah dipadukan dan
dikembangkan dengan penerapan ilmu forensik, yaitu :

a. Law of Individuality.
Bahwa setiap benda atau obyek, baik alam/ciptaan Tuhan
maupun buatan manusia akan mempunyai sifat dan
karakteristik sendiri-sendiri dan tidak pernah sama dengan
obyek yang lainnya.
b. Principle of Exchange.
Prinsip ini pertama kali dikemukakan oleh Edmond Locard
(Perancis), menjelaskan bahwa setiap kali terjadi kontak
atau benturan antara obyek yang berbeda, maka akan
terjadi pertukaran materi antara obyek yang bersentuhan
tersebut.
c. Law of Progressive Change.
Bahwa segala sesuatu akan dapat berubah oleh waktu.
Kecepatan berubahnya bervariasi, tergantung dari obyek
dan keadaan lingkungannya. Contoh : TKP kebakaran,
apabila tidak cepat dilakukan pemeriksaan, dengan
berjalannya waktu, akan memungkinkan terjadinya
X
perubahan, terkontaminasi bahkan hilangnya barang bukti
di TKP tersebut.
d. Principle of Comparison.
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

Bahwa segala sesuatu dapat disebut sama apabila telah


dilakukan perbandingan. Sebagai contoh, kasus dokumen
uang palsu dan pemeriksaan proyektil, maka dalam
pemeriksaannya barang bukti yang dipermasalahkan
dibandingkan dengan barang bukti pembandingnya.
e. Principle of Analysis.
Untuk dapat menghasilkan hasil analisa yang akurat, maka
penanganan barang bukti yang akan dianalisa harus benar
dan tidak terkontaminasi.
f. Law of Probability.
Didunia ini selalu ada peluang, demikian juga dengan
pemeriksaan barang bukti. Hasilnya berpeluang positip
dan berpeluang negatif. Teori ini merupakan konsep
matematika, nilai peluang yang akan didapat bergantung
dengan jumlah faktor yang ingin didapat dan dipengaruhi
oleh seluruh faktor yang ada.
g. Facts do Not Lie,
Bahwa fakta tidak akan pernah berbohong, tetapi manusia
dapat berbohong dan akan berbohong. Hal ini
menjelaskan bahwa saksi manusia atau tersangka dapat
berbohong ketika dilakukan pemeriksaan, tetapi barang
bukti yang ditemukan di TKP setelah dilakukan
pemeriksaan secara laboratories kriminalistik dapat
berkata jujur dan dapat menjelaskan fakta yang terjadi.
4. Ruang Lingkup Ilmu Forensik
Ruang lingkup ilmu forensik antara lain, sebagai berikut :
a. Forensic Medicine, Legal Medicine.
Merupakan penerapan dari ilmu kedokteran untuk
keperluan hukum. Praktisi Forensik Kedokteran adalah
para dokter yang memiliki spesialisasi patologi dan
forensik patologi. Mereka menentukan penyebab dari
kematian seseorang.

b. Forensic Odontology, Forensik Dentistry.


Menerapkan ilmu kedokteran gigi untuk mengidentifikasi
orang. Praktisinya adalah para dokter gigi yang memiliki
spesialisasi forensik. Mereka melakukan identifikasi orang
berdasarkan gigi, biasanya untuk kasus mayat tak dikenal
ataupun korban massal.
c. Forensic Anthropology.
Melakukan idenfifikasi orang berdasarkan badan atau
X
tulang. Bagian dari forensik anthropology ini membuat
database yang mengaitkan struktur bentuk tubuh manusia
dengan jenis kelamin, umur, ras, perawakan, juga
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

interpretasi jejak kaki.


d. Forensic Toksikology
Melakukan penentuan zat racun dalam organ tubuh
manusia yang menyebabkan manusia tersebut meninggal.
e. Forensic Criminalistic.
Merupakan bagian yang terluas dari ilmu forensik, meliputi
pemeriksaan trace and transfer evidence, seperti kaca,
tanah, serat kain, rambut, darah, cairan tubuh, arson
accele, residu bahan peledak, identifikasi narkotika dan
jejak.
f. Document Examination.
Pemeriksaan tulisan tangan, tanda tangan serta produk
cetak, termasuk pemeriksaan materiilnya (kertas, tinta).
g. Finger Print.
Pemeriksaan sidik jari untuk keperluan identifikasi.
h. Forensic Entomologi.
Mempelajari insekta kaitannya dengan penyidikan tindak
pidana.
i. Forensic Engineering.
Berkaitan dengan pemeriksaan kerusakan konstruksi,
failure analisis, pemeriksaan kebakaran dan ledakan.

X
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

FORENSIC SCIENCE
SPECILISED TECHNOLOGY
APPLIED
TECHNIQUES TECHNICAL
Crime scene PHYSICS/MECHANIC
PHYSICS

OTHER SOCIAL Document


FUNCTIONS examination Forensic physics
STATISTICS
Archeology, art, history

SOCIOLOGY
Forensic
CHEMISTRY
chemistry
CRIMINOLOGY FORENSIC
SCIENCE Legal chemistry
LAW COURT PROCEDURE
CRIMINAL LAW
CIVIL LAW
Toxicology BIOCHEMISTRY

LEGAL
PHILOSOPHY
Forensic
LOGIC PSYCHIATRY
biology
BIOLOGY
LEGAL
LEGAL MEDICINE
LEGAL ODONTOLOGY
OSTEOLOGY Serology

MEDICINE

Skema lingkup forensic scince

5. Kegunaan Ilmu Forensik dalam Penegakan Hukum


Dalam setiap penyidikan, dengan menerapkan ilmu forensik
ditujukan untuk dapat membuat terang suatu perkara dengan
cara memeriksa dan menganalisa barang bukti mati, sehingga
dengan ilmu forensik haruslah didapat berbagai informasi, yaitu :
a. Information on Corpus Delicti.
Dari pemeriksaan, baik TKP maupun barang bukti dapat
menjelaskan dan membuktikan bahwa telah terjadi suatu
tindak pidana.
X
b. Information on Modus Operandi.
Beberapa pelaku kejahatan mempunyai cara-cara tersediri
dalam melakukan kejahatan. Dengan pemeriksaan barang
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

bukti, maka dapat dikenali barang bukti kaitannya dengan


modus operandi sehingga diharapkan dapat pula diketahui
pelaku kejahatannya.
c. Linking a Suspect with a Victim.
Pemeriksaan terhadap barang bukti di TKP ataupun pada
korban dapat mengkaitkan keterlibatan tersangka dengan
korban, karena dalam suatu tindak pidana pasti ada materiil
dari tersangka yang tertinggal pada korban.
d. Linking a Person to a Crime Scene.
Setelah terjadi tindak pidana, banyak kemungkinan yang
bisa terjadi terhadap TKP maupun korban yang dilakukan
oleh orang lain, selain tersangka untuk mengambil
keuntungan.
Dengan dilakukannya pemeriksaan terhadap TKP maupun
korban, dapat mengkaitkan seseorang dengan TKP.
e. Disproving or Supporting a Witness’s Testimony.
Pemeriksaan terhadap barang bukti dapat memberikan
petunjuk, apakah keterangan yang diberikan oleh
tersangka ataupun saksi berbohong atau tidak.
f. Identification of a Suspect.
Salah satu barang bukti terbaik yang dapat digunakan
untuk mengidentifikasi seorang tersangka adalah sidik jari,
karena sidik jari mempunyai sifat sangat karakteristik dan
sangat individu bagi setiap orang.
g. Providing Investigative Leads.
Pemeriksaan dari barang bukti dapat memberikan arah
yang jelas dalam penyidikan.
Dari uraian diatas, maka esensi kegunaan Ilmu Forensik adalah
memeriksa dan menganalisa barang bukti serta memberikan
kesaksian ahli di sidang pengadilan.
6. Proses Penyidikan Secara Ilmiah (Scientific Crime
Investigation)
Berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menyebutkan
salah satu tugas kepolisian adalah melakukan penyidikan.
Penyidikan diatur dalam Pasal 1 ayat (2) KUHAP yang
menjelaskan bahwa penyidikan adalah serangkaian tindakan
penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-
undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang terjadi
dan guna menemukan tersangkanya.
X

Untuk mengungkap kejahatan dengan memanfaatkan ilmu


LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

pengetahuan dan teknologi seperti tersebut di atas hanya dapat


diungkap dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi
pula. Proses penyidikan kejahatan dengan menggunakan
teknologi yang lazim disebut penyidikan secara ilmiah atau SCI
dimana peran dan fungsi tersebut sebagian diemban oleh
Laboratorium Forensik. Dan ”term” Scientific Crime
Investigation telah teruji dalam proses pengungkapan kasus-
kasus yang menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dalam upaya mencari dan mengumpulkan bukti, penyidik diberi


kewenangan seperti yang tersirat dalam Pasal 7 ayat (1) huruf h
KUHAP yang menyatakan bahwa mendatangkan orang ahli yang
diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara dan
Pasal 120 ayat (1) KUHAP menyatakan dalam hal penyidik
menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau
orang yang memiliki keahlian khusus. Dalam pelaksanaannya,
mendatangkan para ahli yang diperlukan dimaksud antara lain
adalah pengemban fungsi forensik atau scientific crime
investigation (penyidikan secara ilmiah) di lingkungan Polri.

Pasal 14 ayat 1 huruf h Undang Undang Repuplik


Indonesia Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia menyebutkan bahwa dalam melaksanakan
tugas pokoknya Polri bertugas menyelenggarakan Identifikasi
Kepolisian, Kedokteran Kepolisian, Laboratorium Forensik dan
Psikologi Kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian.

Selaku pengemban fungsi forensik di lingkungan Polri, secara


struktural saat ini masih terpisah-pisah dimana fungsi sebagai
personal Identification diemban oleh Pusat Identifikasi Bareskrim
Polri, fungsi physical evidence Identification diemban oleh Pusat
Laboratorium Forensik Bareskrim Polri, Fungsi Kedokteran
Forensik diemban oleh Bidang Kedokteran Kepolisian Pusat
Kedokteran Kesehatan Polri dan fungsi Psikologi Forensik
diemban oleh Bagian Psikologi Kepolisian, Biro Psikologi, As
SDM Polri sehingga koordinasi dalam rangka pelaksanaan tugas
X
sering terhambat birokrasi.
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

Salah satu pengalaman Polri yang sangat spektrakuler


adalah pengungkapan kasus-kasus bom dengan menggunakan
metode SCI. Pengungkapan Kasus Bom Bali pada awalnya
banyak diragukan berbagai pihak, apa mungkin Polri mampu
mengungkapnya? Bahkan ketika setahap demi setahap mulai
menapak mengungkap bom Bali langsung terdengar tuduhan tak
sedap, Polri telah merekayasa kasusnya.

Keberhasilan tersebut tentunya tidak lepas dari keterpaduan


fungsi dan peran para ahli forensik dengan metode Disaster
Victim Identification (DVI) yang memanfaatkan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang berawal dari pengolahan Tempat Kejadian
Perkara (TKP) dengan melakukan pemeriksaan dan
menghubungkan micro evidence (barang bukti mikro), seperti
pengungkapan identitas korban menggunakan pemeriksaan sidik
jari (daktiloskopi), pemeriksaan deoxirybose nucleic acid (DNA),
Serologi/darah, Odontologi Forensik (pemeriksaan gigi), dan lain
lain. Pengungkapan dengan menggunakan ilmu kimia, fisika dan
lain-lain termasuk proses pelacakan salah satu tersangka yang
didasarkan nomor seri kendaraan bermotor (nomor rangka dan
nomor mesin) dengan metode penimbulan kembali (re-etching)
nomor-nomor tersebut yang telah dirusak dengan reaksi kimia
tertentu, serta penentuan bahan isian bom yang ditemukan di
TKP yang identik dengan bahan yang ada di tubuh, pakaian,
rumah, kendaraan tersangka.

X
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

Mekanisme proses penyidikan


secara ilmiah / peran SCI
LIDIK ANALISIS TINDAK RIKSA SELESAI
RAH KARA

TANGKAP S
P T A KET.
E OLAH S K
SAKSI
TKP S
N K I KET.
Y TAHAN TSK
I
D
I
K BHN RIKSA
SAKSI/TSK
HSL SMTR
LABS KRIMTIK
FUNGSI FORENSIK

• LABFOR HSL RIKS TEKNIS ALATBUKTI SAH


• IDENT FOR
• PSIFOR  BA RIKSA BB • KET. AHLI
• DOKFOR  V et R • SURAT
 BANDING SJ • PETUNJUK
 DLL

KEPASTIAN HUKUM & KEADILAN

Skema mekanisme penyidikan


secara ilmiah

7. Teori Segitiga TKP


Dalam era globalisasi dan transparansi saat ini penyidik harus
sudah meninggalkan cara-cara penyidikan konvensional yang
hanya mengandalkan pengakuan tersangka/ saksi dan harus
berpindah dengan cara SCI (penyidikan secara Ilmiah). Hal ini
sejalan dengan visi dan misi Polri serta adanya tuntutan
masyarakat baik nasional maupun internasional bahwa dalam
penyidikan harus menjunjung tinggi supremasi hukum dan HAM
serta tuntutan perundang-undangan kita (KUHAP) yang tidak lagi
mengejar pengakuan dalam sistem pembuktian. Dengan adanya
penegakan hukum secara profesional dan proporsional serta
menjunjung tinggi supremasi hukum dan HAM tersebut
diharapkan akan tercipta kepastian hukum dan rasa keadilan
sehingga meningkatkan kesadaran masyarakat untuk patuh
kepada hukum.
Penyidikan secara Ilmiah (Scientific Crime Investigation/SCI)
yaitu proses penyidikan yang dalam sistem pembuktiannya
memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi atau
memanfaatkan fungsi forensik (Identifikasi Forensik,X
Laboratorium Forensik, Psikologi Forensik, Kedokteran Forensik
dan ahli lainnya).
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

Pembuktian secara ilmiah pada proses penyidikan kasus pidana


akan merupakan alat bukti yang dapat diandalkan dan bahkan
menjadi tulang punggung (back-bone) dalam proses peradilan
pidana terutama pada pengungkapan perkara/pelaku dalam
proses penyidikan. Hal ini diakui oleh beberapa pakar forensik
dimana apabila pembuktian di pengadilan tidak ditemukan saksi
maka hasil pemeriksaan barang bukti menjadi alat bukti yang
utama (andalan).
Seperti telah dikenal pada sistem pembuktian menurut ilmu
forensik atau ilmu kriminalistik yaitu adanya bukti segitiga TKP
(triangle crime scene) maka terdapat rantai antara korban, barang
bukti dan pelaku. Dalam hal ini peran dari micro evidence (unsur
mikro barang bukti) menjadi sentral dalam SCI karena akan
menghubungkan rantai antara korban (victim), pelaku (suspect)
dan TKP serta barang bukti (physical evidence) itu sendiri.
Dasar teori pertukaran benda dalam segitiga TKP disampaikan
oleh DR. TEORI LOCARD (1930) sebagai berikut :
a. Korban menahan suatu benda dari pelaku atau
meninggalkan sesuatu pada pelaku.
b. Pelaku meninggalkan sesuatu pada korban dan atau
Tempat Kejadian perkara (TKP)
c. Suatu benda dan atau TKP akan terbawa oleh pelaku.

X
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

TEORI BUKTI SEGITIGA


pisau analisis

BARANG
BUKTI

TKP

PELAKU KORBAN

Created by AKBP Dra.


HERLINA HUSNI LABFOR & DOKFOR 12

Skema teori segitiga TKP

Bahkan beberapa pakar berpendapat bahwa bukti segitiga TKP


dapat dikembangkan menjadi bukti segi empat (linkage theory)
yaitu dengan mengangkat TKP menjadi salah satu unsur dan
X
digambarkan dengan skema sebagai berikut :
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

Linkage Theory
Micro evidence penghubung antara suspect – victim –
crime scene – physical evidence

SUSPECT CRIME SCENE

MICRO
EVIDENCE

VICTIM PHYSICAL
EVIDENCE

Skema unsur micro


evidence

Seperti diketahui bahwa dalam barang bukti terdapat unsur mikro


dan unsur makro. Unsur mikro apabila dilakukan pemeriksaan di
laboratorium atau oleh ahlinya akan menjadi alat bukti keterangan
saksi dan atau Surat (Berita Acara/BA) dan atau bukti petunjuk,
sedangkan unsur makro apabila dipergunakan dalam
pemeriksaan saksi atau tersangka oleh penyidik dan dibuatkan
Berita Acara (BA) akan menjadi alat bukti, keterangan saksi dan
atau keterangan tersangka.

Berdasarkan uraian di atas maka fokus utama dari scientific crime


Investigation adalah barang bukti mikro (micro evidence) yaitu
bagaimana barang bukti didapatkan (proses olah TKP, proses
penindakan), barang bukti diawetkan agar tidak rusak dan
diperiksa/identifikasi (proses pemeriksaan laboratorium) dan
adanya pemanfaatan hasil pemeriksaan laboratoris kriminalistikX
barang bukti dan teknis kriminalistik TKP dalam proses
pemeriksaan saksi-saksi/ tersangka oleh penyidik.
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

Rangkuman
1. Sejarah Ilmu Forensik
Ilmu Forensik (biasa disingkat Forensik) adalah sebuah
penerapan dari berbagai ilmu pengetahuan untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang penting untuk sebuah sistem hukum
yang mana hal ini mungkin terkait dengan tindak pidana.
2. Pengertian-pengertian yang Berhubungan dengan Ilmu
Forensik, Kedokteran Forensik dan Laboratorium Forensik
Ilmu Forensik menurut R. Safferstein (Inggris) adalah Penerapan
ilmu pengetahuan untuk keperluan hukum pidana dan perdata
yang dilaksanakan oleh Polisi dalam sistem peradilan.

3. Prinsip Dasar Ilmu Forensik


Prinsip dasar dari ilmu pengetahuan alam setelah dipadukan dan
dikembangkan dengan penerapan ilmu forensik, yaitu :

a. Law of Individuality.
b. Principle of Exchange.
c. Law of Progressive Change.
d. Principle of Comparison.
e. Principle of Analysis.
f. Law of Probability.
g. Facts do Not Lie,

4. Ruang Lingkup Ilmu Forensik


Ruang lingkup ilmu forensik antara lain, sebagai berikut :
a. Forensic Medicine, Legal Medicine.
b. Forensic Odontology, Forensik Dentistry.
c. Forensic Anthropology.
d. Forensic Toksikology
e. Melakukan penentuan zat racun dalam organ tubuh
manusia yang menyebabkan manusia tersebut meninggal.
f. Forensic Criminalistic.
g. Document Examination.
h. Finger Print.
i. Forensic Entomologi.
j. Forensic Engineering.
X
5. Kegunaan Ilmu Forensik dalam Penegakan Hukum
Dalam setiap penyidikan, dengan menerapkan ilmu forensik
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

ditujukan untuk dapat membuat terang suatu perkara dengan


cara memeriksa dan menganalisa barang bukti mati, sehingga
dengan ilmu forensik haruslah didapat berbagai informasi, yaitu :
a. Information on Corpus Delicti.
b. Information on Modus Operandi.
c. Linking a Suspect with a Victim.
d. Linking a Person to a Crime Scene.
e. Disproving or Supporting a Witness’s Testimony.
f. Identification of a Suspect.
g. Providing Investigative Leads.

6. Proses Penyidikan Secara Ilmiah (Scientific Crime


Investigation)
Berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menyebutkan
salah satu tugas kepolisian adalah melakukan penyidikan.
Penyidikan diatur dalam Pasal 1 ayat (2) KUHAP yang
menjelaskan bahwa penyidikan adalah serangkaian tindakan
penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-
undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang terjadi
dan guna menemukan tersangkanya.

7. Teori Segitiga TKP

Dasar teori pertukaran benda dalam segitiga TKP disampaikan


oleh DR. TEORI LOCARD (1930) sebagai berikut :

a. Korban menahan suatu benda dari pelaku atau


meninggalkan sesuatu pada pelaku.

b. Pelaku meninggalkan sesuatu pada korban dan atau


Tempat Kejadian perkara (TKP)

c. Suatu benda dan atau TKP akan terbawa oleh pelaku.

Latihan X
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

1. Jelaskan sejarah ilmu forensik !


2. Jelaskan pengertian-pengertian yang berhubungan dengan ilmu
forensik, kedokteran kepolisian dan laboratorium forensik!
3. Jelaskan prinsip dan dasar ilmu forensik!
4. Jelaskan ruang lingkup ilmu forensik!
5. Jelaskan kegunaan ilmu forensik dalam rangka penegakan
hukum!
6. Jelaskan proses penyidikan secara ilmiah (scientific crime
investigation/sci)!
7. Jelaskan tentang teori segitiga TKP!

Anda mungkin juga menyukai