REFERAT
DISUSUN OLEH :
PEMBIMBING
Dr. dr. Annisa Anwar Muthaher, S.H, M.Kes, Sp.F
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
Pekerjaan dokter forensik biasanya dimulai pada saat mayat dibawah ke
ruang autopsi tetapi tidak menutup kemungkinan bilamana seorang dokter
forensik ataupun seorang dokter umum untuk dipanggil dan memulai pekerjaanya
di tempat kejadian perkara. Di beberapa tempat di dunia banyak yang telah
menggunakan jasa seorang dokter forensik sebagai salah satu tenaga ahli di
tempat kejadian perkara.2
Tenaga ahli dari pihak kedokteran sangatlah jarang ditemukan di tempat
kejadian perkara. Tentu saja dengan tenaga kedokteran forensik para pihak
berwajib dapat mengetahui apa penyebab kematian pada korban, dan dengan
mengetahui penyebab kematian maka pihak pneyidik dapat mengetahui senjata
yang digunakan sang pelaku dan bukan tidak mungkin dengan semua bukti yang
ada pihak penyidik dapat menangkap atau mengungkapkan pelaku sebenarnya,
tapi proses penyelesaian semua langkah di atas membutuhkan waktu yang lebih
lama. Dengan melibatkan seorang dokter forensik di lapangan atau dalam hal ini
tempat kejadian perkara, maka pihak penyidik dapat memperpendek waktu yang
digunakan untuk menyelesaikan proses-proses tersebut dan dapat menghapus
kemungkinan sang pelaku untuk lari dari dan bersembunyi dari hukum. 2
Dalam hal memberikan bantuan untuk memeriksa TKP dokter perlu
memperhatikan berbagai hal mulai dari prosedur permintaan, alat yang
diperlukan, pemeriksaan di TKP, dan pencatatan. Sampai akhirnya diperoleh
kesimpulan.2
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
4
Ilmu forensik (biasa disingkat forensik) adalah sebuah penerapan dari
berbagai ilmu pengetahuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
penting untuk sebuah sistem hukum yang mana hal ini mungkin terkait
dengan tindak pidana. Namun disamping keterkaitannya dengan sistem
hukum, forensik umumnya lebih meliputi sesuatu atau metode-metode yang
bersifat ilmiah (bersifat ilmu) dan juga aturan-aturan yang dibentuk dari
fakta-fakta berbagai kejadian, untuk melakukan pengenalan terhadap bukti-
bukti fisik (contohnya mayat, bangkai, dan sebagainya).5
a) Dasar Hukum
- Undang-Undang No.8 1981 tentang KUHAP
- Undang-Undang No.2 tahun 2002 tentang kepolisian Negara Republik
Indonesia.
- Peraturan Kapolri No.14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidik
Tindak Pidana.
b) Tujuan
- Sebagai pedoman bagi petugas penanganan dan olah TKP dalam
melaksanakan tindakan pertama tempat kejadian perkara (TPTKP) dan
pengolahan TKP.
c) Persiapan ;
a. Anggota Tim Olah TKP :
- Anggota Polri
- Penyidik/ Penyidik Pembantu.
- Memiliki mentalitas yang baik, teliti, ulet, dan cermat.
- Memiliki kemampuan teknik dan taktik pengolahan TKP
- Memiliki sikap keingintahuan dan responsif
- Menguasai perundang-undangan dan pengetahuan lainnya.
- Komunikatif dan humanis dalam pelaksanann tugasnya.
5
- Menguasai prosedur penanganan dan olah tempat kejadian perkara.
- Mampu bekerjasama dalam tim.
Pengorganisasian
- Ka Tim
- Penyidik
- Personil Inafis
- Personil Labfor (apabila dikesatuan ada pengemban labfor)
- Instansi terkait (distamben, BP Migas, Kehutanan, Dinas Perkebunan,
dll)
Tugas dan Tanggung Jawab
- Ka Tim
a) Memberikan APP kepada anggota Tim Olah TKP
b) Mengecek kesiapan personel dan peralatan olah TKP
c) Mengkordinasikan pelaksanaan olah TKP baik antar anggota
maupun fungsi/instansi terkait.
d) Mengawasi pelaksanaan olah TKP yang dilakukan oleh
masing-masing Tim
e) Membuat dan menandatangani berita acara penanganan Olah
TKP.
f) Melaporkan pelaksanaan olah TKP kepada pimpinan secara
berjenjang.
g) Nerkoordinasi dengan fungsi lain yang berkaitan dengan
pengamanan TKP.
h) Melakukan konsolidasi setelah melakukan olah TKP sebelum
meninggalkan TKP.
6
- Penyidik
a) Mencari dan menemukan barang bukti
b) Menghitung/menimbang/mengukur dan mendatangkan barang
bukti.
c) Menyita dan memberi label Barang Bukti.
d) Mencari informasi dan saki-saksi yang ada di TKP
e) Melakukan pemasangan dan pembukaan Police Line.
- Personil Inafis
a) Momfoto TKP secara umum
b) Memfoto detail barang bukti
c) Mengambil sidik jari laten (bila ditemukan)
d) Mengambil foto, membuat sinyalemen, dan sidik jari tersangka.
7
l. GPS (Global Positioning System)
m. Alat sonding bahan bakar minyak.
Prosedur Pelaksanaan
8
- Menutup dan mengamankan TKP, pertahankan status quo
(posisi semula) dan bila perlukan dengan bantuan unsur-unsur
samapta lainnya, melakukan tindakan-tindakan :
Membuat batas di TKP dengan tali atau alat lain dimulai
dari jalan yang diperkirakan merupakan arah masuknya
pelaku, melingkar sekitar letak korban atau tempat yang
dapat diperkirakan akan didapatkan barang-barang bukti,
kemudian yang diperkirakan merupakan arah keluarnya
pelaku meninggalkan TKP dan memberikan tanda arah
keluar masuknya pelaku.
Mengamankan tersangka/pelaku dan saksi serta
mengumpulkan pada tempat diluar batas yang telah dibuat.
Memisahkan saksi dan tersangka atau dengan maksud agar
tidak saling mempengaruhi, sehingga menyulitkan dalam
mendapatkan keterangan yang sebenarnya (obyektif).
An. Mencari dan mengumpulkan saksi-saksi serta mencari
identitasnya dan diperintahkan untuk tinggal ditempat
diluar batas-batas yang dibuat guna diminta keterangannya.
Mengamnkan semua barang bukti.
Memberitahukan keluarga korban
Membuat sketsa kasar dan catatan kejadian sebagai bahan
lapor.
9
- Bersama-sama dengan piket fungsi dibawah pengendalinya
segera melakukan TP TKP.
- Melakukan koordinasi di TKP dalam rangka penanganan
TKP.
- Melakukan koordinasi dengan instalasi terkait
dengankewenangan.
10
c. Pemotretan dan pembuatan sketsa
Pemotretan
- Pemotretan dilakukan dengan maksud untuk : Mengabadikan
situasi TKP termasuk korban dan barang bukti lain pada saat
ditemukan. Memberikan gambaran nyata tentang situasi dan
kondisi TKP. Dan Membawa dan melengkapi kekurangan-
kekurangan dalam pengolahan TKP termasuk kekurangan-
kekurangan dalam pencatatan dan pembuatan sketsa.
- Obyek Pemotretan :
Obyek pemotretan terdiri atas : TKP secara keseluruhan dari
berbagai sudut dan secara Detail?Close Up terhadap setiap
obyek dalam TKP yang diperlukan untuk penyidikan
(digunakan skala/Penggaris, dapat dilakukan bersama dengan
penanganan barang bukti).
- Membuat catatan sebagai penjelasan hasil pemotretan, yang
memuat :
11
Pembuatan Sketsa7
Pembuatan sketsa digunakan untuk menggambarkan situasi atau
keadaan Tempat Kejadian Perkara seteliti mungkin dan untuk
rekonstruksi Tempat Kejadian Perkara dikemudian hari jika
diperlukanPengumpulan Barang Bukti
12
(b) Penanganan Bukti-Bukti subjektif
Penanganan bukti subjektif merupakan keterangan dari
saksi dan tersangka, cara penanganan yang dilakukan polisi
yaitu Pertama, bertanya langsung atau wawancara
(interview) terhadap orang-orang yang diduga melihat,
mendengar, mengetahui tindak pidana, maka dapat
diperoleh dari masyarakat yang berada disekitar TKP guna
membantu memberikan keterangan
13
2) Penanganan Saksi
Dalam hal ini penyidik melakukannya dengan 4 (empat) cara,
yaitu Pertama, melakukan interview/wawancara. Kedua,
menggolongkan sebagai saksi dan atau orang-orang yang
diduga sebagai tersangka. Ketiga, melakukan pemeriksaan
singkat terhadap saksi dan orang-orang yang diduga sebagai
tersangka. Keempat, melakukan pemeriksaan terhadap korban,
keadaan korban, sikap korban atau dibawa ke rumah
sakit/dokter ahli untuk dimintakan VER (visum et repertum).
3) Penanganan Pelaku
Tindakan yang dilakukan penyidik terhadap pelaku dilakukan
dengan 3 (tiga) cara, yaitu Pertama, penyidik melakukan
penangkapan, penggeledahan badan, dan pengamanannya.
Kedua, penyidik meneliti dan mengamankan bukti-bukti yang
terdapat pada pelaku. Ketiga, penyidik melakukan pemeriksaan
singkat untuk memperoleh keterangan sementara mengenai hal-
hal berhubungan dengan kejadian.
14
- Korban adalah seorang seorang perempuan.
- Pelaku adalah seorang montir mobil
- Alat yang dipakai dalam melakukan kejahatan berupa botol bir.
15
(7) Bilamana tindak pidana dilakukan.
16
7) Bila petugas pos POLISI telah sampai di Rumah Sakit
laporkan tetang peristiwa yang telah terjadi dan tindakan
apa saja yang telah dilakukan, selanjutnya korban dan tugas
diserah terimakan.
17
berperan dalam identifikasi, keterangan medis, uji keayahan, dan pemeriksaan
barang bukti lainnya.8
Prinsip berbuat baik (beneficence), merupakan segi positif dari prinsip non
maleficence. Prinsip menghormati otonomi pasien (autonomy), merupakan
suatu kebebasan bertindak dimana seseorang mengambil keputusan sesuai
dengan rencana yang ditentukannya sendiri. Di sini terdapat 2 unsur yaitu :
kemampuan untuk mengambil keputusan tentang suatu rencana tertentu dan
kemampuan mewujudkan rencananya menjadi kenyataan. Dalam hubungan
dokter-pasien ada otonomi klinik atau kebebasan professional dari dokter dan
kebebasan terapetik yang merupakan hak pasien untuk menentukan yang
terbaik bagi dirinya, setelah mendapatkan informasi selengkap-lengkapnya.
Prinsip keadilan (justice), berupa perlakuan yang sama untuk orang-orang
18
dalam situasi yang sama, artinya menekankan persamaan dan kebutuhan,
bukannya kekayaan dan kedudukan sosial.9
a. Landasan kepribadian
b. Penguasaan ilmu dan keterampilan
c. Kemampuan berkarya
d. Sikap dan perilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian
berdasarkan ilmu dan keterampilan yang dikuasai
e. Pemahaman kaidah berkehidupan masyarakat sesuai dengan keahlian
dalam berkarya.
Epstein and Hundert (2002) memberikan definisi sebagai berikut
: Professional competence is the habitual and judicious use of
communication, knowledge, technical skills, clinical reasoning, emotions,
values, and reflection in daily practice to improve the health of the individual
patient and community.
19
Carraccio, et.al. (2002) menyimpulkan bahwa: Competency is a complex set
of behaviorsbehaviours built on the components of knowledge, skills, attitude
and competence as personal ability.
Kompetensi Inti
20
Komunikasi antara dokter dan korban/pasien atau dengan keluarganya
harus dilakukan seefektif mungkin oleh dokter agar pasien atau keluarga
pasien bersedia dilakukan pemeriksaan walaupun secara hukum untuk
pemeriksaan forensik dokter tidak perlu izin keluarga melainkan
kewajiban penyidik untuk memberitahu korban atau keluarga korban
(meninggal).
21
korban dengan menjaga privasi pasien,Aktif dan mendengarkan
dengan penuh perhatian dan memberi waktu yang cukup pada pasien
untuk menyampaikan keluhannya dan menggali permasalahan pasien
serta kronologis kejadiaan.
3. Berkomunikasi dengan sejawat
Memberi informasi yang tepat kepada sejawat tentang kondisi pasien
baik secara lisan, tertulis, atau elektronik pada saat yang diperlukan
demi kepentingan pasien maupun ilmu kedokteran.Menulis surat
rujukan dan laporan penanganan pasien dengan benar, demi
kepentingan pasien maupun ilmu kedokteran. Seorang dokter umum
harus merujuk korban apabila apa yang dimintakan penyidik bukan
kompetensi dokter umum. Misalnya, identifikasi tulang, identifikasi
gigi (odontologi), pemeriksaan DNA, dan lain-lain.Melakukan
presentasi laporan kasus secara efektif dan jelas, demi kepentingan
pasien maupun ilmu kedokteran.
4. Berkomunikasi dengan masyarakat
Menggunakan bahasa yang dipahami oleh masyarakat, menggali
masalah kronologis kejadian menurut persepsi
masyarakat.Menggunakan teknik komunikasi langsung yang efektif
agar masyarakat memahami bahwa pemeriksaan forensik demi
penegakan keadilan sebagai hak asasi manusia.Melibatkan tokoh
masyarakat dalam mempromosikan kesehatan secara professional.
5. Berkomunikasi dengan profesi lain
Mendengarkan dengan penuh perhatian, dan memberi waktu cukup
kepada profesi lain untuk menyampaikan pendapatnya. Memberi
informasi yang tepat waktu dan sesuai kondisi yang sebenarnya ke
perusahaan jasa asuransi kesehatan untuk pemprosesan klaim demi
kepentingan hukum.Memberikan informasi yang relevan kepada
penegak hukum atau sebagai saksi ahli di pengadilan (jika
diperlukan), termasuk pembuatan visum et repertum atas permintaan
penyidik, pemeriksaan korban mati mendadak, tanda-tanda kematiaan
22
dan lain sebagainya.Melakukan negosiasi dengan pihak terkait dalam
rangka pemecahan masalah yang harus dipecahkan secara hukum.
23
forensik klinik, maka dokter umum berwenang melakukan pemeriksaan
forensik.9,12
24
Tingkat kemampuan 3
Pernah melakukan atau pernah menerapkan di bawah supervisi
Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai
keterampilan ini (baik konsep, teori, prinsip maupun indikasi,
cara melakukan, komplikasi, dan sebagainya). Selama
pendidikan pernah melihat atau pernah didemonstrasikan
keterampilan ini, dan pernah menerapkan keterampilan ini
beberapa kali di bawah supervisi. Contohnya: Pemeriksaan luar
Jenazah, termasuk label mayat, sebab-sebab kematian,
tanatologi,menentukan lama kematian dan lain sebgainya.
Tingkat kemampuan 4
Mampu melakukan secara mandiri
Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai
keterampilan ini (baik konsep, teori, prinsip maupun indikasi,
cara melakukan, komplikasi, dan sebagainya). Selama
pendidikan pernah melihat atau pernah didemonstrasikan
ketrampilan ini, dan pernah menerapkan keterampilan ini
beberapa kali di bawah supervisi serta memiliki pengalaman
untuk menggunakan dan menerapkan keterampilan ini dalam
konteks praktik dokter secara mandiri. Contohnya dokter harus
mampu memeriksa korban hidup dan membuat Visum et
Repertum korban kecelakaan lalu lintas penganiyaan, kekerasan
dalam rumah tangga, dan lain sebagainya.
25
B. Kemampuan lulusan dokter
Ditinjau dari segi landasan ilmiah seorang dokter dituntut mampu:
Menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip ilmu biomedik,
klinik, perilaku, dan ilmu kesehatan masyarakat sesuai dengan
pelayanan kesehatan tingkat primer prinsip-prinsip ilmu
kedokteran dasar yang berhubungan dengan terjadinya masalah
hukum sesuai pandangan ilmu kesehatan, beserta patogenesis
dan patofisiologinya.
Menjelaskan kaitan masalah hukum dan temuan pemeriksaan
forensik baik secara molecular maupun selular melalui
pemahaman mekanisme normal dalam tubuh.
Menjelaskan faktor-faktor non biologis yang berpengaruh
terhadap masalah hukum dan kesehatan.
Menjelaskan berbagai pilihan yang mungkin dilakukan dalam
jenis pemeriksaan forensik.
Menjelaskan secara rasional dan ilmiah dalam menentukan
kaitan temuan pemeriksaan forensik dengan kasus yang diusut
penyidik baik peran dokter sebagai ahli, atau melakukan
pemeriksaan dan memberi keterangan tertulis.
26
Menjelaskan penyebab, patogenesis, patofisiologi, dan perubahan-
perubahan klinis yang didapatkan dari korban suatu pelanggaran
hukum.
Mengidentifikasi berbagai pilihan pengelolaan korban sesuai
kondisi korban atau penanganan lanjutan terhadap korban.
Melakukan konsultasi mengenai korban bila diperlukan, contohnya
pada pemeriksaan korban pemerkosaan bisa meminta konsultasi
dokter ahli kandungan.
Merujuk ke sejawat lain sesuai dengan Standar Pelayanan Medis
yang berlaku, tanpa atau sesudah pemeriksaan.
Mengidentifikasi keluarga, lingkungan sosial sebagai faktor yang
berpengaruh terhadap terjadinya penyakit serta sebagai faktor yang
mungkin berpengaruh terhadap perubahan kondisi korban.
Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk
meningkatkan kesadaran hukum dan memotivasi masyarakat agar
tidak keberatan dilakukan pemeriksaan forensik pada diri maupun
keluarganya demi penegakan hukum dan keadilan.
Mengenali keterkaitan yang kompleks antara faktor psikologis,
kultur, sosial, ekonomi, kebijakan, dan faktor lingkungan yang
berpengaruh pada suatu masalah kesehatan yang melibatkan
korban dalam masalah hukum.
Mengelola sumber daya manusia dan sarana prasarana secara
efektif dan efisien dalam pelayanan kesehatan primer dengan
pendekatan kedokteran forensik.
Menjalankan fungsi managerial (berperan sebagai pemimpin,
pemberi informasi, dan pengambil keputusan) dalam upaya
memberikan pelayanan terbaik dalam masalah hukum.
27
V. Area Pengelolaan Informasi
Kompetensi Inti :
Dokter harus mampu mengakses, mengelola, menilai secara kritis
kesahihan dan kemamputerapan informasi untuk menjelaskan dan
menyelesaikan masalah, atau mengambil keputusan dalam kaitan dengan
pelayanan kesehatan di bidang kedokteran forensik di tingkat primer.
Berdasarkan tinjauan pengelolaan informasi maka lulusan dokter harus
mampu:
Menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk
membantu penegakan diagnosis, sebab perubahan kondisi tubuh
korban, sebab-seban kematian, tindakan pencegahan dan promosi
hukum kesehatan, serta penjagaan, dan pemantauan status korban.
Menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (internet)
dengan baik.
Menggunakan data dan bukti pengkajian ilmiah untuk menilai
relevansi dan validitas data-data forensik dengan masalah hukum.
Menerapkan metode riset dan statistik untuk menilai kesahihan
informasi ilmiah.
Menerapkan keterampilan dasar pengelolaan informasi untuk
menghimpun data relevan menjadi arsip pribadi.
Menerapkan keterampilan dasar dalam menilai data untuk
melakukan validasi informasi ilmiah secara sistematik.
Meningkatkan kemampuan secara terus menerus dalam
merangkum dan menyimpan arsip .
Memahami manfaat dan keterbatasan teknologi informasi.
Menerapkan prinsip teori teknologi informasi dan komunikasi
untuk membantu penggunaannya, dengan memperhatikan secara
khusus potensi untuk berkembang dan keterbatasannya.
Memanfaatkan informasi kesehatan dan menemukan database
dalam praktik kedokteran secara efisien.
28
Menjawab pertanyaan yang terkait dengan praktik kedokteran dan
peranannya dalam penegakan hukum dengan menganalisis
arsipnya dan rekam medis untuk meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan di bidang kedokteran forensik.
Agar proses penyidikan dapat berjalan lancar, maka penyidik dan dokter
perlu mengetahui bagaimana cara penanganan yang seharusnya bila mereka
melakukan pemeriksaan di tempat kejadian perkara kejahatan.10
Bilamana pihak penyidik mendapat laporan bahwa suatu tindak pidana
yang menyangkut nyawa manusia (mati), telah terjadi maka pihak
penyidik dapat minta bantuan dari dokter untuk nmelakukan
pemeriksaan di tempat kejadian perkara tersebut (dasar hukum: Pasal
120 KUHAP; pasal 133 KUHAP).
29
Bila dokter menolak datang ke tempat kejadian perkara, maka pasal 224
KUHP, dpat dikenakan kepadanya.
Dokter tersebut harus selalu ingat untuk tidak melakukan tindakan-
tindakan yang dpat merubah, mengganggu atau merusak keadaan di
tempat kejadian tersebut; walaupun sebagai kelanjutan dari
pemeriksaan itu dokter harus mengumpulkan segala benda bukti (trace
evidence), yang ada kaitannya dengan manusia; air mani yang terdapat
pada pakaian, sisa obat dan makanan, yang pada dasarnya tindakan
tersebut akan merusak keadaan/keaslian tempat kejadian itu sendiri.
Dengan demikian, sebelum dokter melakukan pemeriksaan maka
tempat tersebut haruslah diamankan (dijaga keasliannya), oleh petugas,
dan diabadikan dengan membuat foto atau sketsa keadaan di TKP,
sebelum para petugas menyentuhnya.
Sebelum dokter datang ke TKP, ada beberapa hal yang harus dicatat
mengingat akan kepentingannya yaitu:
1) Siapa yang meminta datan ke TKP (otoritas), bagaimana
permintaan tersebut sampai ke tangan dokter, dimana TKP, serta
saat permintaan tersebut diajukan.
2) Minta informasi secara global tentang kasusnya, dengan demikian
dokter dapt membuat persiapan seperlunya.
3) Perlu diingat motto: to touch as little as possible and to displace
nothing; ia tidak boleh menambah atau mengurangi barang-
barang yang ada di TKP, dokter tidak boleh sembarangan
membuang puntung rokok, perlengkapan jangan sampai
tertinggal, jangan membuang air kecil di kamar mandi/wc, karena
dengan melakukan hal tersebut benda-benda bukti dapat hanyut
dan hilang terbawa air.
4) Di TKP dokter membuat foto dan sketsa yang mana harus
disimpan dengan baik, oleh karena ada kemungkinan ia akan
diajukan sebagai saksi di pengadilan selalu ada, foto dan sketsa
30
yang dubuat tersebut berguna untuk lebih mudah bagi dokter
untuk mengingat kembali akan kasus yang diperiksanya.
5) Pembuatan foto atau sketsa harus memenuhi standar sehingga
kedua belah pihak yaitu dokter dan penyidik tadak akan
memberikan penafsiran yang berbeda atas objek yang sama
6) Sebagai gambaran umum dalam hal penilaian dari situasi di TKP,
ialah: bila keadaan tempat atau ruangan itu tenang dan teratur
rapih, maka dapat dipikirkan bahwa kemungkinan kasus yang
dihadapi adalah kasus bunuh diri atau kasus kematian mendadak
akibat penyakit non traumatik, dan bila keadaan pada ruangan
tersebut tidak beraturan, kacau balau, banyak terdapat bercak
darah, maka dapat dipikirkan akan kemungkinan bahwa ditempat
tersebut telah terjadi perkelahian, sehingga kasusnya menjurus ke
penganiayaan atau pembunuhan.
7) Pemeriksaan atas tubuh korban hendaknya dilakukan secara
sistematik berdasarkan ilmu kedokteran forensik yang terarah
sesuai dengan perkiraan kasus yang dihadapi.
31
Identifikasi medik : dari ujung rambut sampai kaki, termasuk gigi dan
sidik jari.
4. Jika korban mati: buat sketsa foto, situasi ruangan, lihat TKP
porakporanda atau tenang. Kemudian menegakan diagnosis kematian,
memperkirakan saat kematian, memperkirakan sebab kematian,
memperkirakan cara kematian, menemukan dan mengamankan barang
bukti biologis dan medis.
Identifikasi
Suhu mayat, penurunan suhu, lebam mayat, kaku mayat,
pembusukan.
Luka : lokasi luka, garis tengah luka, banyak luka, ukuran luka, sifat
luka.
Darah: warna merah atau tidak, tetesan, genangan atau garis, melihat
bentuk dan sifat darah dapat diperkirakan sumber darah, distribusi
darah dan sumber perdarahan (gambar).
32
5. Identifikasi lanjutan
Ada sperma atau tidak
Pengambilan darah : jika di dinding kering,dikerok, jika pada
pakaian, digunting
Darah basah/segar, masukkan ke termos es, kirim ke la kriminologi.
6. Identifikasi lanjutan
Ada sperma atau tidak
Rambut
Air ludah, bekas gigitan.
7. Membuat kesimpulan di TKP
Mati wajar atau tidak
Bunuh diri : genangan darah, TKP tenang tidak morat-marit, ada
luka percobaan, luka mudah dicapai oleh korban, tidak ada luka
tangkisan, pakaian masih baik.
Pembunuhan: TKP morat-marit, luka multipel, ada luka yang mudah
dicapai, ada yang tidak, luka disembarang tempat, pakaian robek ada
luka tangkisan.
Kecelakaan
33
Mati wajar karena penyakit
34
Mencari dan mengumpulkan barang bukti:
35
BAB III
PENUTUP
36
DAFTAR PUSTAKA
37
13. Dirgantara, Andi M. Peranan polisi sebagai penyidik dalam mencari bukti
pada proses penangannan TKP. Medan: Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara, 2011.
14. Idries AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta Barat: Binarupa
Aksara, 1997
38