Anda di halaman 1dari 38

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

RS BAYANGKARA PALU FAKULTAS KEDOKTERAN DAN


ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS TADULAKO

REFERAT

PENANGANAN TEMPAT KEJADIAN PERKARA


PERSPEKTIF KOMPETENSI DOKTER

DISUSUN OLEH :

Agung Jaya Nugraha N 111 15 042


Linda Mutiah N 111 15 037
Nanda Hikma Lestari N 111 15 022

PEMBIMBING
Dr. dr. Annisa Anwar Muthaher, S.H, M.Kes, Sp.F

DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
RS BAYANGKARA FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
DESEMBER
2016

1
BAB I
PENDAHULUAN

Indonesia sebagai negara hukum telah menciptakan banyak peraturan


perundang-undangan. Salah satu peraturan perundang-undangan tersebut yaitu
Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP). KUHAP berisikan serangkaian aturan hukum yang memuat
prosedur/acara apabila terjadi suatu kejahatan. Dalam prosedur/acara tersebut
pastilah melewati proses pembuktian. Dalam pengumpulan sarana pembuktian
suatu tindak pidana, aparat kepolisian memiliki peranan yang sangat penting
dalam mengungkap suatu kasus. Hal tersebut dikarenakan secara ex officio aparat
kepolisian merupakan penyidik yang bertugas dan berwenang melakukan suatu
penyidikan dan mengumpulkan bukti-bukti terhadap suatu peristiwa atau kejadian
yang diduga terdapat unsur tindak pidana.1
Dalam rangka penyelidikan tersebut penyelidik dapat meminta bantuan
dokter, dalam kapasitasnya sebagai seorang ahli. Hal ini sesuai dengan Pasal 7
ayat 1(h) KUHAP dan Pasal 120 ayat 1 KUHAP dan sesuai pula dengan Undang-
Undang Pokok Kepolisian tahun 1961 no.13 pasal 13. Bantuan dokter tersebut
dapat berupa pemeriksaan jenazah di Rumah Sakit dan dapat pula berupa
pemeriksaan di Tempat Kejadian Perkara. Tujuan utamanya adalah untuk
menemukan fakta-fakta medis yang dapat digunakan untuk menentukan peristiwa
itu berupa tindak pidana atau bukan.1
Tempat Kejadian Perkara (TKP) adalah suatu tempat penemuan barang
bukti atau tempat terjadinya tindak pidana atau kecurigaan suatu tindak pidana,
merupakan suatu persaksian. Adapun manfaat dilakukannya pemeriksaan TKP
adalah menentukan saat kematian, menentukan pada saat itu sebab akibat tentang
luka, mengumpulkan barang bukti, menentukan cara kematian.2
Dengan yang demikian sebelum pemeriksaan dilakukan TKP harus
diamankan, dijaga keasliannya dan diabadikan dengan membuat foto-foto dan
atau sketsa sebelum para petugas menyentuhnya. Perlu diingat motto: to touch a
little as possible and to displace nothing2

2
Pekerjaan dokter forensik biasanya dimulai pada saat mayat dibawah ke
ruang autopsi tetapi tidak menutup kemungkinan bilamana seorang dokter
forensik ataupun seorang dokter umum untuk dipanggil dan memulai pekerjaanya
di tempat kejadian perkara. Di beberapa tempat di dunia banyak yang telah
menggunakan jasa seorang dokter forensik sebagai salah satu tenaga ahli di
tempat kejadian perkara.2
Tenaga ahli dari pihak kedokteran sangatlah jarang ditemukan di tempat
kejadian perkara. Tentu saja dengan tenaga kedokteran forensik para pihak
berwajib dapat mengetahui apa penyebab kematian pada korban, dan dengan
mengetahui penyebab kematian maka pihak pneyidik dapat mengetahui senjata
yang digunakan sang pelaku dan bukan tidak mungkin dengan semua bukti yang
ada pihak penyidik dapat menangkap atau mengungkapkan pelaku sebenarnya,
tapi proses penyelesaian semua langkah di atas membutuhkan waktu yang lebih
lama. Dengan melibatkan seorang dokter forensik di lapangan atau dalam hal ini
tempat kejadian perkara, maka pihak penyidik dapat memperpendek waktu yang
digunakan untuk menyelesaikan proses-proses tersebut dan dapat menghapus
kemungkinan sang pelaku untuk lari dari dan bersembunyi dari hukum. 2
Dalam hal memberikan bantuan untuk memeriksa TKP dokter perlu
memperhatikan berbagai hal mulai dari prosedur permintaan, alat yang
diperlukan, pemeriksaan di TKP, dan pencatatan. Sampai akhirnya diperoleh
kesimpulan.2

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Tempat Kejadian Perkara(TKP) adalah Tempat dimana suatu tindak


pidana dilakukan/terjadi, atau tempat dimana barang bukti/korban
berhubungan dengan tindak pidana.TKP merupakansumber dari bahan-bahan
penyidik perkara karena didapati bekas-bekas dari peristiwa itu berupa bekas
kaki, tangan, darah, muntahan dan alat/benda sebagai alat bukti di pengadilan,
selain itu digunakan bahan penyidik perkara.3

Tindakan yang dilaksanakan di TKP dalam bentuk kegiatan dan tindakan


kepolisian yang terdiri:3

a) Tindakan pertama di tempat kejadian perkara ( TPTKP )


b) Pengolahan tempat kejadian perkara ( OLAH TKP )

Akan tetapi pengertian tempat kejadian perkara menurut Petunjuk


Pelaksanaan No.Pol : JUKLAK/04/II/1982 Kepolisian R.I. disebutkan bahwa,
Tempat kejadian perkara (TKP)adalah tempat dimana suatu tindak pidana
dilakukan / terjadi dan tempat-tempat lain di mana tersangka dan atau korban
dan atau barang-barang bukti yang berhubungan dengan tindak pidana
tersebut, dapat ditemukan. Dari pengertian tempat kejadian perkara di atas
pada intinya mengarah kepada praktek pelaksanaan di tempat terjadinya
tindak pidana serta tujuan dari tempat kejadian perkara yang sebenarnya.
Maka dari itu, tempat kejadian perkara merupakan salah satu sumber
keterangan yang penting dan di dalamnya terdapat bukti-buktiyang harus
diolah dalam usaha untuk mengungkapkan tindak pidana, sehingga
kemampuandan penguasaan teknik serta taktik penanganan tempat kejadian
perkara sangat diperlukan bagi setiap petugas Polri guna memungkinkan
berhasilnya penyidikan selanjutnya.4

4
Ilmu forensik (biasa disingkat forensik) adalah sebuah penerapan dari
berbagai ilmu pengetahuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
penting untuk sebuah sistem hukum yang mana hal ini mungkin terkait
dengan tindak pidana. Namun disamping keterkaitannya dengan sistem
hukum, forensik umumnya lebih meliputi sesuatu atau metode-metode yang
bersifat ilmiah (bersifat ilmu) dan juga aturan-aturan yang dibentuk dari
fakta-fakta berbagai kejadian, untuk melakukan pengenalan terhadap bukti-
bukti fisik (contohnya mayat, bangkai, dan sebagainya).5

2.2 Standar Operasional Prosedur Penanganan Dan Pengolahan Tempat


Kejadian Perkara (TKP)6

a) Dasar Hukum
- Undang-Undang No.8 1981 tentang KUHAP
- Undang-Undang No.2 tahun 2002 tentang kepolisian Negara Republik
Indonesia.
- Peraturan Kapolri No.14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidik
Tindak Pidana.
b) Tujuan
- Sebagai pedoman bagi petugas penanganan dan olah TKP dalam
melaksanakan tindakan pertama tempat kejadian perkara (TPTKP) dan
pengolahan TKP.
c) Persiapan ;
a. Anggota Tim Olah TKP :
- Anggota Polri
- Penyidik/ Penyidik Pembantu.
- Memiliki mentalitas yang baik, teliti, ulet, dan cermat.
- Memiliki kemampuan teknik dan taktik pengolahan TKP
- Memiliki sikap keingintahuan dan responsif
- Menguasai perundang-undangan dan pengetahuan lainnya.
- Komunikatif dan humanis dalam pelaksanann tugasnya.

5
- Menguasai prosedur penanganan dan olah tempat kejadian perkara.
- Mampu bekerjasama dalam tim.

b. Tiim Olah TKP

Pengorganisasian
- Ka Tim
- Penyidik
- Personil Inafis
- Personil Labfor (apabila dikesatuan ada pengemban labfor)
- Instansi terkait (distamben, BP Migas, Kehutanan, Dinas Perkebunan,
dll)
Tugas dan Tanggung Jawab
- Ka Tim
a) Memberikan APP kepada anggota Tim Olah TKP
b) Mengecek kesiapan personel dan peralatan olah TKP
c) Mengkordinasikan pelaksanaan olah TKP baik antar anggota
maupun fungsi/instansi terkait.
d) Mengawasi pelaksanaan olah TKP yang dilakukan oleh
masing-masing Tim
e) Membuat dan menandatangani berita acara penanganan Olah
TKP.
f) Melaporkan pelaksanaan olah TKP kepada pimpinan secara
berjenjang.
g) Nerkoordinasi dengan fungsi lain yang berkaitan dengan
pengamanan TKP.
h) Melakukan konsolidasi setelah melakukan olah TKP sebelum
meninggalkan TKP.

6
- Penyidik
a) Mencari dan menemukan barang bukti
b) Menghitung/menimbang/mengukur dan mendatangkan barang
bukti.
c) Menyita dan memberi label Barang Bukti.
d) Mencari informasi dan saki-saksi yang ada di TKP
e) Melakukan pemasangan dan pembukaan Police Line.

- Personil Inafis
a) Momfoto TKP secara umum
b) Memfoto detail barang bukti
c) Mengambil sidik jari laten (bila ditemukan)
d) Mengambil foto, membuat sinyalemen, dan sidik jari tersangka.

Sarana Dan Prasarana


a. Polici Line (Garis Polisi)
b. Tas Kit
c. Kompas
d. Sarung tangan
e. Alat pengukur jarak (meteran)
f. Alat pemotret.
g. Senjata api, borgol, pisau/gunting
h. Tali, kapur tulis, label dan lak
i. Alat pembungkus barang bukti seperti :
Kertas sampul warna coklat
Kantung plastik berbagai ukuran
Tabung plastik berbagao ukuran
Amplop, perlengkapan PPPK
j. Buku catatan, kertas dan alat tulis untuk membuat sketsa.
k. Peralatan lainnya yang dianggap perlu disesuaikan dengan situasi TKP
dan jelas kasus tindak pidana yang terjadi.

7
l. GPS (Global Positioning System)
m. Alat sonding bahan bakar minyak.

Prosedur Pelaksanaan

a. Perencanaan Penanganan TKP


Ka Tim Olah TKP menyusun rangkaian kegiatan yang akan
dilaksanakan, mengawasi dan mengendalikan tim dalam pelaksanaan
pengolahan TKP.
b. Pengorganisasian
Penunjukan dan pembagian tugas kepada anggota Tim penangan dan
olah TKP sesuai dengan ke ahlian masing-masing.
c. Pelaksanaan Penanganan TKP
1) Apabila sudah dilakukan TP TKP, tindakan selanjutnya:
- Menyempurnakan penutupan dan pengamanan TKP
(mempertahankan status quo) dengan meminta bantuan unsur-
unsur samapta lainnya.
- Melakukan penggeledahan dan menyita barang-barang yang
ditemukan dari tersangka.
- Mengamnkan tersangka/pelaku, mengamankan barang bukti di
TKP dan memasang garis polisi.
- Memisahkan tersangka dan saksi yang berada di TKP dengan
maksud agar tidak saling mempengaruhi, sehingga menyulitkan
dalam mendapatkan keterangan yang sebenarnya (obyektif).
- Mencari, mengumpulkan saksi-saksi dan mencatat identitasnya
serta memerintahkan untuk tetap tinggal ditempat (yang
ditentukan) guna diminta keterangannya.
- Atas nama keapala kesatuan setempat selaku Penyidik,
membuat dan menandatangani permintaan Visum et repertum.
- Membuat sketsa kasar (tanda skala) TKP dan membuat
laporan, serta Berita Acara Pemeriksaan TKP.

8
- Menutup dan mengamankan TKP, pertahankan status quo
(posisi semula) dan bila perlukan dengan bantuan unsur-unsur
samapta lainnya, melakukan tindakan-tindakan :
Membuat batas di TKP dengan tali atau alat lain dimulai
dari jalan yang diperkirakan merupakan arah masuknya
pelaku, melingkar sekitar letak korban atau tempat yang
dapat diperkirakan akan didapatkan barang-barang bukti,
kemudian yang diperkirakan merupakan arah keluarnya
pelaku meninggalkan TKP dan memberikan tanda arah
keluar masuknya pelaku.
Mengamankan tersangka/pelaku dan saksi serta
mengumpulkan pada tempat diluar batas yang telah dibuat.
Memisahkan saksi dan tersangka atau dengan maksud agar
tidak saling mempengaruhi, sehingga menyulitkan dalam
mendapatkan keterangan yang sebenarnya (obyektif).
An. Mencari dan mengumpulkan saksi-saksi serta mencari
identitasnya dan diperintahkan untuk tinggal ditempat
diluar batas-batas yang dibuat guna diminta keterangannya.
Mengamnkan semua barang bukti.
Memberitahukan keluarga korban
Membuat sketsa kasar dan catatan kejadian sebagai bahan
lapor.

2) Apabila tim penanganan dan Olah TKP ataupun kesatuan


tersebut menerima laporan atau mengetahui atau mendapatkan
infomrasi tentangg kasus penting/menonjol yang memerlukan
tindakan segera, maka tim Olah TKP :
- Segera melaporkan kejadiannya kepada kepala kesatuan.
- Segera menghubungi piket reserse kriminal/ reserse
criminal khusus dan Tim Penanganan olah TKP untuk
melakukan tindakan Olah TKP.

9
- Bersama-sama dengan piket fungsi dibawah pengendalinya
segera melakukan TP TKP.
- Melakukan koordinasi di TKP dalam rangka penanganan
TKP.
- Melakukan koordinasi dengan instalasi terkait
dengankewenangan.

d. Pelaksanaan Pengolahan TKP.


Pengolahan TKP bertujuan untuk mencari dan mengumpulkan
keterangan, petunjuk, barang bukti, tersangka dan untuk kepentingan
penyelidikan selanjutnya, mencari hubungan antara, tersangka, barang
bukti dan memperoleh modus operandi tindak pidana yang terjadi
dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Tim Pengolahan TKP setelah menerima pemberitahuan adanya
suatu tindak pidana disuatu tempat, dengan mempersiapkan segala
sesuatunya segera dating ke TKP bersama unsure banntuan tehnis.
b. Pengamatan umum (general Observation), melakukan pengamatan
yang diarahkan terhadap hal-hal/obyek-obyek :
- Jalan masuk/keluarnya sipelaku
- Adanya kejanggalan-kejanggalan yang didapati di TKP dan
sekitarnya.
- Keadaan cuaca waktu kejadian.
- Alat-alat yang mungkin dipergunakan/ditinggal oleh si pelaku
- Tanda-tanda/bekas perlawanan/kekerasan.
- Hasil pengamatan tersebut di atas dimaksudkan untuk dapat
memperkirakan modus operandi, motif, waktu kejadian dan
menentukan langkah-langkah mana yang harus didahulukan
(prioritas tindakan).

10
c. Pemotretan dan pembuatan sketsa
Pemotretan
- Pemotretan dilakukan dengan maksud untuk : Mengabadikan
situasi TKP termasuk korban dan barang bukti lain pada saat
ditemukan. Memberikan gambaran nyata tentang situasi dan
kondisi TKP. Dan Membawa dan melengkapi kekurangan-
kekurangan dalam pengolahan TKP termasuk kekurangan-
kekurangan dalam pencatatan dan pembuatan sketsa.
- Obyek Pemotretan :
Obyek pemotretan terdiri atas : TKP secara keseluruhan dari
berbagai sudut dan secara Detail?Close Up terhadap setiap
obyek dalam TKP yang diperlukan untuk penyidikan
(digunakan skala/Penggaris, dapat dilakukan bersama dengan
penanganan barang bukti).
- Membuat catatan sebagai penjelasan hasil pemotretan, yang
memuat :

a) hari, tanggal, bulan, tahun, dan jam pemotretan.


b) merk dan type kamera, lensa dan film.
c) speed camera dan Diafragma,
d) sumber cahaya.
e) filter yang digunakan,
f) jarak kamera terhadap obyek (dilengkapi sketsa kasar
TKP yang yang memuat letak kamera dan obyek yang
dipotret),
g) tinggi kamera, dan
h) nama, pangkat, NRP petugas yang melakukan
pemotretan.

11
Pembuatan Sketsa7
Pembuatan sketsa digunakan untuk menggambarkan situasi atau
keadaan Tempat Kejadian Perkara seteliti mungkin dan untuk
rekonstruksi Tempat Kejadian Perkara dikemudian hari jika
diperlukanPengumpulan Barang Bukti

1) Pencarian Barang Bukti 7


Salah satu tindakan yang dilakukan petugas di Tempat
Kejadian Perkara adalah mencari barang bukti. Terdapat
beberapa metode didalam melakukan pencarian barang bukti.
Metode Pertama, menggunakan metode spiral
yaitu, beberapa orang petugas Kepolisian bergerak
beriringan dengan jarak tertentu, mengikuti bentuk
spiral berputar kearah dalam.
Metode kedua yang digunakan adalah metode strip
ganda (strip and double method), yaitu 3 petugas
berdampingan dengan jarak tertentu, bergerak bersama-
sama secara serentak dari sisi lebar ke sisi lain TKP,
dan bisa berputar kearah semula.
Metode ketiga, menggunakan Metode Zone (Zone
Method) yaitu dengan cara daerah dibagi menjadi
beberapa bagian untuk menggeladahnya.
Metode keempat, menggunakan metode Roda dalam
hal ini, tempat atau ruangan dianggap sebagai suatu
lingkaran, caranya adalah beberapa petugas bergerak
bersama-sama kearah luar dimulai dari titik tengah
tempat kejadian.
2) Penanganan Bukti
(a) Penanganan Bukti-Bukti Objektif
Bukti Obyektif adalah bukti-bukti mati atau bukti-bukti
fisik yang ditemukan di TKP.

12
(b) Penanganan Bukti-Bukti subjektif
Penanganan bukti subjektif merupakan keterangan dari
saksi dan tersangka, cara penanganan yang dilakukan polisi
yaitu Pertama, bertanya langsung atau wawancara
(interview) terhadap orang-orang yang diduga melihat,
mendengar, mengetahui tindak pidana, maka dapat
diperoleh dari masyarakat yang berada disekitar TKP guna
membantu memberikan keterangan

d. Penanganan Korban, Saksi, dan Pelaku7


1) Penanganan Korban
Penanganan korban pada kasus tindak pidana pembunuhan
berencana, penyidik melakukan dengan beberapa tahapan
sebagai berikut :

i. Pemotretan mayat menurut letak dan posisinya dilakukan


secara umum ataupun close-up yang dilakukan dari
berbagai arah dengan ditujukan pada bagian badan yang
mencurigakan.

ii. Meneliti dan mengamankan bukti-bukti yang


berhubungan dengan mayat.

iii. Memanfaatkan bantuan teknis dokter yang didatangkan


dengan menanyakan beberapa hal yaitu, Pertama Jangka
waktu/lama kematian berdasarkan pengamatan tanda-
tanda kematian antara lain kaku mayat.

iv. Memberikan tanda garis pada letak posisi mayat.

v. Setelah diambil sidik jarinya segera di kirim kerumah


sakit untuk dimintakan Visum Et Repertum.12

13
2) Penanganan Saksi
Dalam hal ini penyidik melakukannya dengan 4 (empat) cara,
yaitu Pertama, melakukan interview/wawancara. Kedua,
menggolongkan sebagai saksi dan atau orang-orang yang
diduga sebagai tersangka. Ketiga, melakukan pemeriksaan
singkat terhadap saksi dan orang-orang yang diduga sebagai
tersangka. Keempat, melakukan pemeriksaan terhadap korban,
keadaan korban, sikap korban atau dibawa ke rumah
sakit/dokter ahli untuk dimintakan VER (visum et repertum).

3) Penanganan Pelaku
Tindakan yang dilakukan penyidik terhadap pelaku dilakukan
dengan 3 (tiga) cara, yaitu Pertama, penyidik melakukan
penangkapan, penggeledahan badan, dan pengamanannya.
Kedua, penyidik meneliti dan mengamankan bukti-bukti yang
terdapat pada pelaku. Ketiga, penyidik melakukan pemeriksaan
singkat untuk memperoleh keterangan sementara mengenai hal-
hal berhubungan dengan kejadian.

2.3 Teori Segitiga7


Dasar pemikiran dari Teori Bukti Segi Tiga ini, adalah Teori
Edmond Lockart ahli kriminalistik (1877-1916) yang menyatakan bahwa
dua benda atau lebih yang saling bersentuhan akan memberikan ciri pada
masing masing benda tersebut , dan ini bila diterapakan pada TKP
adalah sebagai berikut :
Pada suatu tempat Kejadian Perkara (TKP), unsur korban, pelaku, alat
yang dipakai melakukan kejahatan, bertemu dan terjadi kontak antara satu
dengan yang lainnya yang mengakibatkan adanya perpindahan material
dari unsur yang satu terhadap unsur yang lain serta dari dan ke TKP-nya
sendiri. Sebagai contoh dapat dikemukakan kasus sebagai berikut :
- TKP, berupa sebuah gudang yang tidak terpakai.

14
- Korban adalah seorang seorang perempuan.
- Pelaku adalah seorang montir mobil
- Alat yang dipakai dalam melakukan kejahatan berupa botol bir.

Berdasarkan teori bukti segi tiga, pada kasus pemerkosaan dan


pembunuhan akan didapat akibat-akibat sebagai berikut

Pada Tempat Kejadian Perkara


Kemungkinan akan ditemukan jejak-jejak yang berasal dari :
- Alat ( berupa botol bir yg terdapat percikan darah ).
- Korban (berupa, sperma,rambut kemaluan tersangka,percikan atau
genangan darah)
- Pelaku (berupa kotoran-kotoran yang berasal dari suatu bengkel
mobil mis : oli, gemuk, sidik jari pada botol ).

Dengan pengetahuan yang bersumber pada BUKTI SEGI TIGA


tersebut diatas, maka petugas polisi akan :
- Mempunyai arah dalam melaksanakan pengolahan TKP artinya
mengetahui barang-barang bukti dan jejak apa saja yang harus
dicari dan ditemukan di TKP.
- Mampu menjajagi/menentukan pelaku, korban, saksi-saksi, barang
bukti jejak-jejak, modus operandi, alat yang dipakai dalam
melakukan kejahatan, dalam upaya mengungkap suatu tindakan.
- Mampu menjawab pertanyaan 7 KAH yaitu :
(1) Benarkah suatu tindak pidana telah terjadi dan tindak
pidana apa
(2) Bagaimana tindak pidana dilakukan
(3) Siapakah yang melakukan tindak pidana
(4) Dengan apa tindak pidana dilakukan
(5) Mengapa tindak pidana dilakukan
(6) Dimana tindak pidana dilakukan

15
(7) Bilamana tindak pidana dilakukan.

Yang kesemuanya sangat penting bagi usaha kegiatan penyidikan


selanjutnya.

2.4 Penanganan Korban Ditempat Kejadian Perkara

Penaganan korban khususnya yang belum jelas mati/diragukan


kematiannya atau hidup merupakan kewajiban setiap anggota POLRI
dalam setiap Tindakan Pertama di TKP. Bila pertolongan pertama segera
diberikan dan nyawa korban dapat diselamatkan, ia akan menjadi saksi
hidup yang penting dan lebih berguna dari bukti mti lainnya.
a. Tindakan Pertama Di Tkp Terhadap Korban Yang Belum Jelas
Mati/Diragukan Kematiannya Atau Hidup.
1) Berikan pertolongan pertama sesuai kebutuhan dan keadaan
korban .
2) Bila korban perlu segera dibawa ke Rumah Sakit jangan
lupa berikan tanda pada tempat korban tergeletak
3) Minta bantuan masyarakat untuk melapor segera pada
Polisi terdekat tentang dugaan telah terjadinya tindak
pidana, tindakan pertolongan yang sedang dilakukan dan
menuju ke Rumah Sakit mana
4) Catat indentitas pelaku dan korban sesuai dengan
penjelasan korban
5) Bila korban meninggal dalam perjalanan ke Rumah Sakit,
teruskan perjalanan menuju Rumah Sakit serahkan korban
pada petugas Rumah Sakit, jelaskan sedikit tentang
peristiwa yang telah terjadi dan pertolongan yang telah
diberikan
6) Tunggu kedatangan petugas dari pos POLISI yang dilapori
hubungi lagi pos polisi yang telah dilapori

16
7) Bila petugas pos POLISI telah sampai di Rumah Sakit
laporkan tetang peristiwa yang telah terjadi dan tindakan
apa saja yang telah dilakukan, selanjutnya korban dan tugas
diserah terimakan.

b. Tindakan Pertama Di Tkp Terhadap KorbanYang Mati


1) Bila korban mati, tidak perlu terburu-buru
2) Yang utama adalah : Amankan TKP seluas mungkin sesuai
situasi dan kondisi, letak korban dan barang-barang bukti
lain yang berhubungan dengan tali, berikade/penghalang,
menutup pintu halaman rumah agar tidak terjadi
kontaminasi, penambahan pada keaslian TKP
3) Jangan merokok, membuang putung rokok, kencing di
toilet, kamar mandi, WC, meninggalkan sesuatu apapun di
TKP
4) Jangan menyentuh benda-benda apapun di TKP apalagi
memegang korban
5) Setelah TKP sudah cukup aman, minta bantuan masyarakat
untuk segera melaporkan dugaan tindak pidana yang telah
terjadi ke pos terdekat
6) Sambil menunggu kedatangan petugas penyidik, ingat butir
3, 4
7) Bila petugas penyidik tiba di TKP, laporkan tentang segala
sesuatu yang telah dilakukan dalam Tindakan Pertama dan
selanjutnya tugas diserah terimakan.

2.5 Peran Dokter Dalam Pemeriksaan di TKP

Peran profesi kedokteran forensik berkaitan dengan kepentingan peradilan


dengan melibatkan pengetahuan patologi forensik dan patologi klinik. Profesi
kedokteran forensik bisa juga mencakup ruang lingkup bukan peradilan yaitu

17
berperan dalam identifikasi, keterangan medis, uji keayahan, dan pemeriksaan
barang bukti lainnya.8

Pendekatan kedokteran forensik selain menjadi ahli klinik medikalisasi


dan terapi, ilmu forensik juga berperan dalam hal non-terapi , yaitu
pembuktian. Ilmu forensik sangat komprehensif mencakup psikososial,
yuridis. Akan tetapi forensik juga tidak bisa dikatakan hukum karena forensik
tidak menentukan suata peristiwa disebut pembunuhan, perkosaan atau
mengatakan siapa pelaku. Forensik hanya memberi petunjuk cara kematian
atau pidana atau petunjuk siapa pelaku.8

Ilmu kedokteran forensik mengutamakan prinsip dasar etika kedokteran


meliputi: prinsip tidak merugikan (non maleficence), prinsip berbuat
baik (beneficence), prinsip menghormati otonomi pasien (autonomy), dan
prinsip keadilan (justice). Prinsip tidak merugikan (non maleficence),
merupakan prinsip dasar menurut tradisi Hipocrates, primum non nocere. Jika
kita tidak bisa berbuat baik kepada seseorang, paling tidak kita tidak
merugikan orang itu. Dalam bidang medis, seringkali kita menghadapi situasi
dimana tindakan medis yang dilakukan, baik untuk diagnosis atau terapi,
menimbulkan efek yang tidak menyenangkan.9

Prinsip berbuat baik (beneficence), merupakan segi positif dari prinsip non
maleficence. Prinsip menghormati otonomi pasien (autonomy), merupakan
suatu kebebasan bertindak dimana seseorang mengambil keputusan sesuai
dengan rencana yang ditentukannya sendiri. Di sini terdapat 2 unsur yaitu :
kemampuan untuk mengambil keputusan tentang suatu rencana tertentu dan
kemampuan mewujudkan rencananya menjadi kenyataan. Dalam hubungan
dokter-pasien ada otonomi klinik atau kebebasan professional dari dokter dan
kebebasan terapetik yang merupakan hak pasien untuk menentukan yang
terbaik bagi dirinya, setelah mendapatkan informasi selengkap-lengkapnya.
Prinsip keadilan (justice), berupa perlakuan yang sama untuk orang-orang

18
dalam situasi yang sama, artinya menekankan persamaan dan kebutuhan,
bukannya kekayaan dan kedudukan sosial.9

Bantuan dokter dalam menangani korban di TKP memang sangat


dibutuhkan, bantuan tersebut tidak hanya ditujukan untuk korban mati saja
tetapi korban hidup. Dasar hukum yang berkaitan dengan hal ini adalah :
Penyidik mempunyai wewenang untuk mendatangkan orang ahli yang
diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara (KUHAP Pasal
7 ayat 1 sub h). Pasal ini perlu dikaitkan dengan KUHAP pasal 120 ayat 1 :
dalam hal penyidik menganggap perlu ia dapat minta pendapat orang ahli atau
orang yang memiliki keahlian khusus.9

2.6 Pengertian Standar Kompetensi Dokter10

Menurut SK Mendiknas No. 045/U/2002 kompetensi adalah seperangkat


tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai
syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-
tugas di bidang pekerjaan tertentu.

Elemen-elemen kompetensi terdiri dari :

a. Landasan kepribadian
b. Penguasaan ilmu dan keterampilan
c. Kemampuan berkarya
d. Sikap dan perilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian
berdasarkan ilmu dan keterampilan yang dikuasai
e. Pemahaman kaidah berkehidupan masyarakat sesuai dengan keahlian
dalam berkarya.
Epstein and Hundert (2002) memberikan definisi sebagai berikut
: Professional competence is the habitual and judicious use of
communication, knowledge, technical skills, clinical reasoning, emotions,
values, and reflection in daily practice to improve the health of the individual
patient and community.

19
Carraccio, et.al. (2002) menyimpulkan bahwa: Competency is a complex set
of behaviorsbehaviours built on the components of knowledge, skills, attitude
and competence as personal ability.

Dari beberapa pengertian di atas, tampak bahwa pengertian kompetensi


dokter lebih luas dari tujuan instruksional yang dibagi menjadi tiga ranah
pendidikan, yaitu pengetahuan, psikomotor dan afektif.

Dengan dikuasainya standar kompetensi oleh seorang profesi dokter,


makayang bersangkutan akan mampu :

mengerjakan tugas atau pekerjaan profesinya


mengorganisasikan tugasnya agar pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan
Segera tanggap dan tahu apa yang harus dilakukan bilamana terjadi
sesuatu yang berbeda dengan rencana semula
Menggunakan kemampuan yang dimiliki untuk memecahkan masalah
di bidang profesinya
Melaksanakan tugas dengan kondisi berbeda

Dengan telah ditetapkannya keluaran dari program dokter di Indonesia berupa


standar kompetensi, maka kurikulum program studi pendidikan dokter perlu
disesuaikan. Model kurikulum yang sesuai adalah kurikulum berbasis
kompetensi. Artinya pengembangan kurikulum berangkat dari kompetensi
yang harus dicapai mahasiswa.

2.7 Penjabaran Kompetensi Dokter di bidang Kedokteran Forensik

I. Area Komunikasi efektif 10

Kompetensi Inti

Seorang dokter dituntut mampu menggali dan bertukar informasi secara


verbal dan non verbal dengan pasien (korban hidup) pada semua usia,
anggota keluarga (pada korban meninggal), masyarakat, kolega dan profesi
lain.

20
Komunikasi antara dokter dan korban/pasien atau dengan keluarganya
harus dilakukan seefektif mungkin oleh dokter agar pasien atau keluarga
pasien bersedia dilakukan pemeriksaan walaupun secara hukum untuk
pemeriksaan forensik dokter tidak perlu izin keluarga melainkan
kewajiban penyidik untuk memberitahu korban atau keluarga korban
(meninggal).

Hal ini sesuai pasal 134 KUHAP. 11

Pasal 134 KUHAP

1. Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian


bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib
memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban.
2. Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menjelaskan dengan
sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan dilakukan pembedahan
tersebut.
3. Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari
keluarga atau pihak yang perlu diberi tahu tidak ditemukan, penyidik
segera melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal
133 ayat (3) undang-undang.

Ditinjau dari area komunikasi efektif di bidang kedokteran


forensik,seorang lulusan dokter harus mampu:

1. Berkomunikasi efektif dengan Korban atau dengan keluarga korban


2. Berkomunikasi dengan korban serta anggota keluarganya, dengan cara
memberi penjelasan apa tujuan dilakukan pemeriksaan, cara dan
prosedur pemeriksaan, kemungkinan timbulnya rasa tidak nyaman
saat dokter melakukan pemeriksaan, dan informasi lainnya sesuai
etika klinis.Bersambung rasa dengan korban dan keluarganya, seorang
dokter saat melakukan pemeriksaan forensik harus menunjukkan rasa
simpati dengan kejadian yang meninpa korban, menunjukkan rasa
empati dan dapat dipercaya.Memberikan situasi yang nyaman bagi

21
korban dengan menjaga privasi pasien,Aktif dan mendengarkan
dengan penuh perhatian dan memberi waktu yang cukup pada pasien
untuk menyampaikan keluhannya dan menggali permasalahan pasien
serta kronologis kejadiaan.
3. Berkomunikasi dengan sejawat
Memberi informasi yang tepat kepada sejawat tentang kondisi pasien
baik secara lisan, tertulis, atau elektronik pada saat yang diperlukan
demi kepentingan pasien maupun ilmu kedokteran.Menulis surat
rujukan dan laporan penanganan pasien dengan benar, demi
kepentingan pasien maupun ilmu kedokteran. Seorang dokter umum
harus merujuk korban apabila apa yang dimintakan penyidik bukan
kompetensi dokter umum. Misalnya, identifikasi tulang, identifikasi
gigi (odontologi), pemeriksaan DNA, dan lain-lain.Melakukan
presentasi laporan kasus secara efektif dan jelas, demi kepentingan
pasien maupun ilmu kedokteran.
4. Berkomunikasi dengan masyarakat
Menggunakan bahasa yang dipahami oleh masyarakat, menggali
masalah kronologis kejadian menurut persepsi
masyarakat.Menggunakan teknik komunikasi langsung yang efektif
agar masyarakat memahami bahwa pemeriksaan forensik demi
penegakan keadilan sebagai hak asasi manusia.Melibatkan tokoh
masyarakat dalam mempromosikan kesehatan secara professional.
5. Berkomunikasi dengan profesi lain
Mendengarkan dengan penuh perhatian, dan memberi waktu cukup
kepada profesi lain untuk menyampaikan pendapatnya. Memberi
informasi yang tepat waktu dan sesuai kondisi yang sebenarnya ke
perusahaan jasa asuransi kesehatan untuk pemprosesan klaim demi
kepentingan hukum.Memberikan informasi yang relevan kepada
penegak hukum atau sebagai saksi ahli di pengadilan (jika
diperlukan), termasuk pembuatan visum et repertum atas permintaan
penyidik, pemeriksaan korban mati mendadak, tanda-tanda kematiaan

22
dan lain sebagainya.Melakukan negosiasi dengan pihak terkait dalam
rangka pemecahan masalah yang harus dipecahkan secara hukum.

II. Area Keterampilan Klinis


A. Kompetensi Inti
Seorang dokter umum harus mampu melakukan prosedur pemeriksaan
forensik klinis sesuai masalah, kebutuhan korban dan sesuai
kewenangannya,.Kaitannya dengan kedokteran forensik adalah seorang
dokter umum harus mampu:
Memeriksa dan membuat Visum et Repertum korban luka
karena kecelakaan lalu lintas.
Memeriksa dan membuat Visum et Repertum luka karena
penganiayaan.
Memeriksa dan membuat Visum et Repertum Kekerasan dalam
rumah tangga (KDRT).
Melakukan pemeriksaan luar korban meninggal. Pemeriksaan
luar meliputi pemeriksaan label, benda di samping mayat,
pakaian, ciri identitas fisik, ciri tanatologis, perlukaan dan patah
tulang.
Dokter berperan dalam memberikan keterangan ahli, sebagai
saksi ahli pemeriksa , menjelaskan visum et repertum,
menjelaskan kaitan temuan VeR dengan temuan ilmiah alat
bukti sah lainnya. Dokter juga berperan menjelaskan segala
sesuatu yang belum jelas dari sisi ilmiah. (Pasal 224 KUHP)
Hukum dengan tegas memberikan wewenang utama pemeriksaan
forensik kepada dokter forensik. Namum, karena ketidaktersediaan
dokter forensik hukum memberi peluang kepada dokter (umum dan
spesialis apasaja) sebagai pemeriksa, hal ini merujuk pada pasal 133
KUHAP.
Kurikulum pendidikan profesi dokter mengharuskan seorang dokter
umum pada waktu pendidikan harus mempelajari patologi forensik dan

23
forensik klinik, maka dokter umum berwenang melakukan pemeriksaan
forensik.9,12

B. Keterampilan Dokter di Bidang Forensik


Menurut Standar Kompetensi Dokter keterampilan adalah kegiatan
mental dan atau fisik yang terorganisasi serta memiliki bagian-bagian
kegiatan yang saling bergantung dari awal hingga akhir. Dalam
melaksanakan praktik dokter di bidang forensik, lulusan dokter perlu
menguasai keterampilan klinis yang akan digunakan dalam
mendiagnosis, menjawab permintaan Visum et Repertum, maupun
menjelaskan suatu perkara hukum menurut keahliannya di bidang
kedokteran. Keterampilan ini perlu dilatihkan sejak awal pendidikan
dokter secara berkesinambungan hingga akhir pendidikan dokter.

Berikut ini pembagian tingkat kemampuan menurut Piramid Miller:10


Tingkat kemampuan 1
Mengetahui dan Menjelaskan
Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai
keterampilan ini, sehingga dapat menjelaskan kepada teman
sejawat, pasien maupun klien tentang konsep, teori, prinsip
maupun indikasi, serta cara melakukan, komplikasi yang timbul,
dan sebagainya. Contoh keterampilan ini adalah Pemeriksaan
DNA untuk identifikasi.
Tingkat kemampuan 2
Pernah Melihat atau pernah didemonstrasikan
Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai
keterampilan ini (baik konsep, teori, prinsip maupun indikasi,
cara melakukan, komplikasi, dan sebagainya). Selain itu, selama
pendidikan pernah melihat atau pernah didemonstrasikan
keterampilan ini. Contohnya autopsi, exhumasi, identifikasi
tulang dan gigi.

24
Tingkat kemampuan 3
Pernah melakukan atau pernah menerapkan di bawah supervisi
Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai
keterampilan ini (baik konsep, teori, prinsip maupun indikasi,
cara melakukan, komplikasi, dan sebagainya). Selama
pendidikan pernah melihat atau pernah didemonstrasikan
keterampilan ini, dan pernah menerapkan keterampilan ini
beberapa kali di bawah supervisi. Contohnya: Pemeriksaan luar
Jenazah, termasuk label mayat, sebab-sebab kematian,
tanatologi,menentukan lama kematian dan lain sebgainya.
Tingkat kemampuan 4
Mampu melakukan secara mandiri
Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai
keterampilan ini (baik konsep, teori, prinsip maupun indikasi,
cara melakukan, komplikasi, dan sebagainya). Selama
pendidikan pernah melihat atau pernah didemonstrasikan
ketrampilan ini, dan pernah menerapkan keterampilan ini
beberapa kali di bawah supervisi serta memiliki pengalaman
untuk menggunakan dan menerapkan keterampilan ini dalam
konteks praktik dokter secara mandiri. Contohnya dokter harus
mampu memeriksa korban hidup dan membuat Visum et
Repertum korban kecelakaan lalu lintas penganiyaan, kekerasan
dalam rumah tangga, dan lain sebagainya.

III. Area Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran


A. Kompetensi Inti
Dokter umum harus mampu mengidentifikasi, menjelaskan dan
merancang penyelesaian masalah kesehatan dan hukum secara ilmiah
menurut ilmu kedokteran kesehatan mutakhir untuk mendapat hasil
yang optimum dan dalam upaya maksimal menghadirkan keadilan
seobyektif mungkin.

25
B. Kemampuan lulusan dokter
Ditinjau dari segi landasan ilmiah seorang dokter dituntut mampu:
Menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip ilmu biomedik,
klinik, perilaku, dan ilmu kesehatan masyarakat sesuai dengan
pelayanan kesehatan tingkat primer prinsip-prinsip ilmu
kedokteran dasar yang berhubungan dengan terjadinya masalah
hukum sesuai pandangan ilmu kesehatan, beserta patogenesis
dan patofisiologinya.
Menjelaskan kaitan masalah hukum dan temuan pemeriksaan
forensik baik secara molecular maupun selular melalui
pemahaman mekanisme normal dalam tubuh.
Menjelaskan faktor-faktor non biologis yang berpengaruh
terhadap masalah hukum dan kesehatan.
Menjelaskan berbagai pilihan yang mungkin dilakukan dalam
jenis pemeriksaan forensik.
Menjelaskan secara rasional dan ilmiah dalam menentukan
kaitan temuan pemeriksaan forensik dengan kasus yang diusut
penyidik baik peran dokter sebagai ahli, atau melakukan
pemeriksaan dan memberi keterangan tertulis.

IV. Area Pengelolaan Masalah Kedokteran dan Hukum


A. Kompetensi Inti
Dokter harus mampu mengelola masalah-masalah yang sering ditemukan
dalam ilmu kedokteran forensik secara komprehensif, holistik,
berkesinambungan, koordinatif, dan kolaboratif dalam konteks
memberikan pelayanan bantuan hukum terbaik kepada masyarakat.
Dilihat dari segi pengelolaan masalah kedokteran dan hukum maka lulusan
dokter diharapkan mampu:
Menginterpretasi data klinis dan temuan hasil pemeriksaan
forensik untuk merumuskannya menjadi bukti sah penegakan
hukum.

26
Menjelaskan penyebab, patogenesis, patofisiologi, dan perubahan-
perubahan klinis yang didapatkan dari korban suatu pelanggaran
hukum.
Mengidentifikasi berbagai pilihan pengelolaan korban sesuai
kondisi korban atau penanganan lanjutan terhadap korban.
Melakukan konsultasi mengenai korban bila diperlukan, contohnya
pada pemeriksaan korban pemerkosaan bisa meminta konsultasi
dokter ahli kandungan.
Merujuk ke sejawat lain sesuai dengan Standar Pelayanan Medis
yang berlaku, tanpa atau sesudah pemeriksaan.
Mengidentifikasi keluarga, lingkungan sosial sebagai faktor yang
berpengaruh terhadap terjadinya penyakit serta sebagai faktor yang
mungkin berpengaruh terhadap perubahan kondisi korban.
Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk
meningkatkan kesadaran hukum dan memotivasi masyarakat agar
tidak keberatan dilakukan pemeriksaan forensik pada diri maupun
keluarganya demi penegakan hukum dan keadilan.
Mengenali keterkaitan yang kompleks antara faktor psikologis,
kultur, sosial, ekonomi, kebijakan, dan faktor lingkungan yang
berpengaruh pada suatu masalah kesehatan yang melibatkan
korban dalam masalah hukum.
Mengelola sumber daya manusia dan sarana prasarana secara
efektif dan efisien dalam pelayanan kesehatan primer dengan
pendekatan kedokteran forensik.
Menjalankan fungsi managerial (berperan sebagai pemimpin,
pemberi informasi, dan pengambil keputusan) dalam upaya
memberikan pelayanan terbaik dalam masalah hukum.

27
V. Area Pengelolaan Informasi
Kompetensi Inti :
Dokter harus mampu mengakses, mengelola, menilai secara kritis
kesahihan dan kemamputerapan informasi untuk menjelaskan dan
menyelesaikan masalah, atau mengambil keputusan dalam kaitan dengan
pelayanan kesehatan di bidang kedokteran forensik di tingkat primer.
Berdasarkan tinjauan pengelolaan informasi maka lulusan dokter harus
mampu:
Menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk
membantu penegakan diagnosis, sebab perubahan kondisi tubuh
korban, sebab-seban kematian, tindakan pencegahan dan promosi
hukum kesehatan, serta penjagaan, dan pemantauan status korban.
Menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (internet)
dengan baik.
Menggunakan data dan bukti pengkajian ilmiah untuk menilai
relevansi dan validitas data-data forensik dengan masalah hukum.
Menerapkan metode riset dan statistik untuk menilai kesahihan
informasi ilmiah.
Menerapkan keterampilan dasar pengelolaan informasi untuk
menghimpun data relevan menjadi arsip pribadi.
Menerapkan keterampilan dasar dalam menilai data untuk
melakukan validasi informasi ilmiah secara sistematik.
Meningkatkan kemampuan secara terus menerus dalam
merangkum dan menyimpan arsip .
Memahami manfaat dan keterbatasan teknologi informasi.
Menerapkan prinsip teori teknologi informasi dan komunikasi
untuk membantu penggunaannya, dengan memperhatikan secara
khusus potensi untuk berkembang dan keterbatasannya.
Memanfaatkan informasi kesehatan dan menemukan database
dalam praktik kedokteran secara efisien.

28
Menjawab pertanyaan yang terkait dengan praktik kedokteran dan
peranannya dalam penegakan hukum dengan menganalisis
arsipnya dan rekam medis untuk meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan di bidang kedokteran forensik.

Pemeriksaan di Tempat Kejadian Perkara

Peranan penyidik dalam melakukan penanganan tempat kejadian perkara:9

Melakukan pengamanan tempat kejadian perkara tindak pidana dengan


memasang police line (garis polisi) yang berfungsi melarang siapapun
masuk kedalam police line kecuali penyidik.
Tim penyidik mencari dan menemukan barang bukti yang berada
ditempat kejadian perkara serta mengumpulkan barang bukti sesuai
dengan petunjuk teknis pengumpulan bukti yang berada di dalam
tempat kejadian perkara.
Melakukan pemotretan pada tempat kejadian perkara terhadap barang
bukti yang masih belum dipindahkan korban bila sudah mati sesuai
dengan ketentuan teknis pemotretan di tempat kejadian perkara.
Meminta keterangan kepada orang-orang yang melihat mendangar dan
mengalami sendiri terjadinya peristiwa tindak pidana
Melakukan penangkapan tersangka bila terdapat di tempat kejadian
perkara.

Agar proses penyidikan dapat berjalan lancar, maka penyidik dan dokter
perlu mengetahui bagaimana cara penanganan yang seharusnya bila mereka
melakukan pemeriksaan di tempat kejadian perkara kejahatan.10
Bilamana pihak penyidik mendapat laporan bahwa suatu tindak pidana
yang menyangkut nyawa manusia (mati), telah terjadi maka pihak
penyidik dapat minta bantuan dari dokter untuk nmelakukan
pemeriksaan di tempat kejadian perkara tersebut (dasar hukum: Pasal
120 KUHAP; pasal 133 KUHAP).

29
Bila dokter menolak datang ke tempat kejadian perkara, maka pasal 224
KUHP, dpat dikenakan kepadanya.
Dokter tersebut harus selalu ingat untuk tidak melakukan tindakan-
tindakan yang dpat merubah, mengganggu atau merusak keadaan di
tempat kejadian tersebut; walaupun sebagai kelanjutan dari
pemeriksaan itu dokter harus mengumpulkan segala benda bukti (trace
evidence), yang ada kaitannya dengan manusia; air mani yang terdapat
pada pakaian, sisa obat dan makanan, yang pada dasarnya tindakan
tersebut akan merusak keadaan/keaslian tempat kejadian itu sendiri.
Dengan demikian, sebelum dokter melakukan pemeriksaan maka
tempat tersebut haruslah diamankan (dijaga keasliannya), oleh petugas,
dan diabadikan dengan membuat foto atau sketsa keadaan di TKP,
sebelum para petugas menyentuhnya.

Sebelum dokter datang ke TKP, ada beberapa hal yang harus dicatat
mengingat akan kepentingannya yaitu:
1) Siapa yang meminta datan ke TKP (otoritas), bagaimana
permintaan tersebut sampai ke tangan dokter, dimana TKP, serta
saat permintaan tersebut diajukan.
2) Minta informasi secara global tentang kasusnya, dengan demikian
dokter dapt membuat persiapan seperlunya.
3) Perlu diingat motto: to touch as little as possible and to displace
nothing; ia tidak boleh menambah atau mengurangi barang-
barang yang ada di TKP, dokter tidak boleh sembarangan
membuang puntung rokok, perlengkapan jangan sampai
tertinggal, jangan membuang air kecil di kamar mandi/wc, karena
dengan melakukan hal tersebut benda-benda bukti dapat hanyut
dan hilang terbawa air.
4) Di TKP dokter membuat foto dan sketsa yang mana harus
disimpan dengan baik, oleh karena ada kemungkinan ia akan
diajukan sebagai saksi di pengadilan selalu ada, foto dan sketsa

30
yang dubuat tersebut berguna untuk lebih mudah bagi dokter
untuk mengingat kembali akan kasus yang diperiksanya.
5) Pembuatan foto atau sketsa harus memenuhi standar sehingga
kedua belah pihak yaitu dokter dan penyidik tadak akan
memberikan penafsiran yang berbeda atas objek yang sama
6) Sebagai gambaran umum dalam hal penilaian dari situasi di TKP,
ialah: bila keadaan tempat atau ruangan itu tenang dan teratur
rapih, maka dapat dipikirkan bahwa kemungkinan kasus yang
dihadapi adalah kasus bunuh diri atau kasus kematian mendadak
akibat penyakit non traumatik, dan bila keadaan pada ruangan
tersebut tidak beraturan, kacau balau, banyak terdapat bercak
darah, maka dapat dipikirkan akan kemungkinan bahwa ditempat
tersebut telah terjadi perkelahian, sehingga kasusnya menjurus ke
penganiayaan atau pembunuhan.
7) Pemeriksaan atas tubuh korban hendaknya dilakukan secara
sistematik berdasarkan ilmu kedokteran forensik yang terarah
sesuai dengan perkiraan kasus yang dihadapi.

Bantuan yang diminta dapat berupa pemeriksaan TKP atau di rumah


sakit, pemeriksaan berdasarkan pengetahuan yang sebaik-baiknya, hasil
pemeriksaan di TKP disebut dengan visum et repertum TKP.

Bantuan dokter dapat berupa:13,14

1. Persiapan : permintaan tertulis atau tidak, catat tanggal permintaan, siapa


peminta, lokasi dimana, dan alat pemeriksa TKP.
2. Biaya : ditanggung yang meminta.
3. Jika korban masih hidup :
Mengamankan korban dan tetap menjaga keutuhan TKP
Identifikasi secara visual : pakaian, perhiasan, dokumen dan kartu
pengenal lainnya.

31
Identifikasi medik : dari ujung rambut sampai kaki, termasuk gigi dan
sidik jari.
4. Jika korban mati: buat sketsa foto, situasi ruangan, lihat TKP
porakporanda atau tenang. Kemudian menegakan diagnosis kematian,
memperkirakan saat kematian, memperkirakan sebab kematian,
memperkirakan cara kematian, menemukan dan mengamankan barang
bukti biologis dan medis.

Identifikasi
Suhu mayat, penurunan suhu, lebam mayat, kaku mayat,
pembusukan.
Luka : lokasi luka, garis tengah luka, banyak luka, ukuran luka, sifat
luka.
Darah: warna merah atau tidak, tetesan, genangan atau garis, melihat
bentuk dan sifat darah dapat diperkirakan sumber darah, distribusi
darah dan sumber perdarahan (gambar).

32
5. Identifikasi lanjutan
Ada sperma atau tidak
Pengambilan darah : jika di dinding kering,dikerok, jika pada
pakaian, digunting
Darah basah/segar, masukkan ke termos es, kirim ke la kriminologi.

6. Identifikasi lanjutan
Ada sperma atau tidak
Rambut
Air ludah, bekas gigitan.
7. Membuat kesimpulan di TKP
Mati wajar atau tidak
Bunuh diri : genangan darah, TKP tenang tidak morat-marit, ada
luka percobaan, luka mudah dicapai oleh korban, tidak ada luka
tangkisan, pakaian masih baik.
Pembunuhan: TKP morat-marit, luka multipel, ada luka yang mudah
dicapai, ada yang tidak, luka disembarang tempat, pakaian robek ada
luka tangkisan.
Kecelakaan

33
Mati wajar karena penyakit

Dokter bila menerima permintaan harus mencatat :14

1. Tanggal dan jam dokter menerima permintaan bantuan


2. Cara permintaan bantuan tersebut (telpon atau lisan)
3. Nama penyidik yang meminta bantuan
4. Jam saat dokter tiba di TKP
5. Alamat TKP dan macam tempatnya (misalnya sawah, gudang,
rumah, dsb)
6. Hasil pemeriksaan

Yang dikerjakan dokter di TKP:

1. Pemeriksaan dokter harus berkoordinasi dengan penyidik


2. Menentukan korban masih hidup atau sudah mati
3. Bila hidup diselamatkan dulu
4. Bila meninggal dibiarkan asal tidak mengganggu lalulintas
5. Jangan memindahkan jenzah sebelum seluruh pemeriksaan TKP
selesai
6. TKP diamankan oleh penyidik agar dokter dapat memriksa dengan
tenang.
7. Yang tidak berkepentingan dikeluarkan dari TKP
8. Dicatat identitas orang tersebut
9. Dokter memeriksa mayat dan sekitarnya dan mencatat: lebam mayat,
kaku mayat, suhu tubuh korban, luka-luka, membuat sketsa atau
foto.

34
Mencari dan mengumpulkan barang bukti:

Dokter tetap berkoordinasi dengan penyidik terutama bila ada team


labfor
Dokter membantu mencari barang bukti
Segala yang ditemukan diserahkan pada penyidik
Dokter dapat meminjam barang bukti tersebut
Selesai pemeriksaan TKP ditutup missal selam 3x24 jam
Korban dibawa ke rumah sakit dengan disertai permohonan visum et
repertum

Kesalahan umum selama pemeriksaan TKP:


a. Persiapan yang baik untuk persiapan
b. Mengabaikan sebuah benda
c. Mengejar pengakuan tersangka
d. Menambah hal-hal yang sebenarnya tidak ada
e. Mengganti/ memalsu
f. Melompat-lompat atau tidak sistematis

Hal-hal yang diperhatikan sebelum meninggalkan TKP:


a. Cukup/ belum pemeriksaan
b. Barang bukti sudah terkumpul/ belum
c. Jumlah barang bukti
d. Cara pembungkusan
e. Konsep-konsep lengkap

35
BAB III

PENUTUP

Tempat Kejadian Perkara (TKP) adalah suatu tempat penemuan barang


bukti atau tempatterjadinya tindak pidana atau kecurigaan suatu tindak pidana,
merupakan suatu persaksian.Adapun manfaat dilakukannya pemeriksaan TKP
adalah menentukan saat kematian, menentukan pada saat itu sebab akibat tentang
luka, mengumpulkan barang bukti, menentukan cara kematianSesuai dengan Pasal
7 ayat 1 (h) KUHAP dan Pasal 120 ayat 1 penyidik berwenang untuk meminta
atau mendatangkan ahli, sehingga dokter sebagai ahli dalam kapasitasnya dapat
memberikan bantuan di TKP apabila diminta. Bantuan berupa pemeriksaan
korban, identifikasi,mencari barang bukti dan sampai pada kesimpulan. Banyak
hal yang harus diperhatikan apabila seorang dokter diminta untuk memberikan
bantuan di TKP diantaranya adalah persiapan dan yang paling penting tidak dapat
dilupakan adalah pencatatan.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Marpaung, Leden. 2009. Proses Penanganan Perkara Pidana (Penyelidikan


danPenyidikan) Edisi Kedua Cetakan Kedua. Jakarta: Sinar Grafika.
2. Siwu Theo L, Tomuka Djemi, Mallo Nola T.S, 2015, Peran Dokter Di
Tempat Kejadian Perkara, Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 3 Nomor 1.
Madano
3. MATERI KRIDA PTKP SKK PENGENALAN TEMPAT KEJADIAN
PERKARA (SAKA BHAYANGKARA POLRES BOJONEGORO).
Available from: http://hendradeni.com/download/materi-krida-ptkp-skk-
pengenalan-tempat-kejadian-perkara.pdf. [Accesed on 23 March 2013]
4. TKP. Available from: www.scribd.com/ doc/60393368/TKP [Accessed on
26 March 2013]
5. Magister Teknik Informatika UII. Anis: Pengertian Forensik dan
Kriminalistik [Anis's Blog]. Nodate [cited 2014 des 15]. Avaiable from:
https://anissusilaabadi.wordpress.com/pengertian-forensik-dan-
kriminalistik/
6. H. Hadiman, et., al., Alamanak Kepolisian Republik Indonesia 1984-1986,
P.T. Dutarindo Adv., Yakarta, 1984, hal 240
7. Muhammad Abdulkadir, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2004, Hlm 172.
8. Sampurna,Budi.2009.Kedokteran Forensik Ilmu dan Profesi.Universitas
Indonesia.
9. Konsil Kedokteran Indonesia.2006.Standar Pendidikan Profesi
Dokter.Jakarta.
10. Konsil Kedokteran Indonesia.2006.Standar Kompetensi Dokter.Jakarta
11. Amir,Amri.2007.Ilmu Kedokteran Forensik.Medan:Bagian Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran USU.
12. Suryadi,Taufik.2009.Pengantar Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal Buku Penuntun Kepaniteraan Klinik Kedokteran Forensik
dan Medikolegal.Banda Aceh: FK Unsyiah/RSUDZA

37
13. Dirgantara, Andi M. Peranan polisi sebagai penyidik dalam mencari bukti
pada proses penangannan TKP. Medan: Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara, 2011.
14. Idries AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta Barat: Binarupa
Aksara, 1997

38

Anda mungkin juga menyukai