Anda di halaman 1dari 72

BAB I

PENDAHULUAN

Mayoritas dari lesi yang terjadi pada mammae adalah benigna.Hampir 40% dari pasien
yang mengunjungi poliklinik dengan keluhan pada mammae mempunyai lesi jinak. Perhatian
yang lebih sering diberikan pada lesi maligna karena kanker payudara merupakan lesi maligna
yang paling sering terjadi pada wanita di negara barat walaupun sebenarnya insidens lesi benigna
payudara adalah lebih tinggi berbanding lesi maligna.(1)
Mayoritas dari lesi benigna tidak terkait dengan pertambahan risiko untuk menjadi
kanker, maka prosedur bedah yang tidak diperlukan harus dihindari.Pada masa lalu, kebanyakan
dari lesi benigna ini dieksisi dan hasilnya terdapat peningkatan dari jumlah pembedahan yang
tidak diperlukan.Faktor utama adalah karena pandangan dari wanita itu sendiri bahwa lesi ini
adalah sebuah keganasan. Oleh karena itu, penting bagi ahli patologi, ahli radiologi dan ahli
onkologi untuk mendeteksi lesi benigna dan membedakannya dengan kanker payudara in situ
dan invasif serta mencari faktor risiko terjadinya kanker supaya penatalaksanaan yang sesuai
dapat diberikan kepada pasien.(1)
Penggunaan mammografi, Ultrasound , Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan juga
biopsi payudara dapat membantu dalam menegakkan diagnosis lesi benigna pada mayoritas dari
pasien.
Selain tingginya insiden dari ;lesi mamae yang bersifat benign, keganasan pada kelenjar
mamae juga menjadi penyebab utama kematian pada wanita. Kanker adalah salah satu penyakit
yang banyak menimbulkan kesengsaraan dan kematian pada manusia.Di negara-negara barat,
kanker merupakan penyebab kematian nomor 2 setelah penyakit-penyakit kardiovaskular (Ama,
1990). Diperkirakan, kematian akibat kanker di dunia mencapai 4,3 juta per tahun dan 2,3 juta di
antaranya ditemukan di negara berkembang. Jumlah penderita baru per tahun 5,9 juta di seluruh
dunia dan 3 juta di antaranya ditemukan di negara sedang berkembang (Parkin,et al 1988 dalam
Sirait, 1996).
Di Indonesia diperkirakan terdapat 100 penderita kanker baru untuk setiap 100.000
penduduk per tahunnya.Prevalensi penderita kanker meningkat dari tahun ke tahun akibat
peningkatan angka harapan hidup, sosial ekonomi, serta perubahan pola penyakit
1

(Tjindarbumi, 1995). Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1992, kanker
menduduki urutan ke-9 dari 10 penyakit terbesar penyebab utama kematian di Indonesia.
Angka proporsi penyakit kanker di Indonesia cenderung meningkat dari 3,4 (SKRT 1980)
menjadi 4,3 (SKRT 1986), 4,4 (SKRT 1992), dan 5,0 (SKRT 1995). Data Profil Kesehatan RI
1995 menunjukkan bahwa proporsi kanker yang dirawat inap di rumah sakit di Indonesia
mengalami peningkatan dari 4,0% menjadi 4,1%. Selain itu, peningkatan proporsi penderita
yang dirawat inap juga terjadi peningkatan di rumah sakit DKI Jakarta pada 1993 dan 1994,
dari 4,5% menjadi 4,6%.
Kanker payudara sering ditemukan di seluruh dunia dengan insidens relatif tinggi,
yaitu 20% dari seluruh keganasan (Tjahjadi, 1995).Dari 600.000 kasus kanker payudara baru
yang didiagnosis setiap tahunnya. Sebanyak 350.000 di antaranya ditemukan di negara maju,
sedangkan 250.000 di negara yang sedang berkembang (Moningkey, 2000). Di Amerika
Serikat, keganasan ini paling sering terjadi pada wanita dewasa. Diperkirakan di AS 175.000
wanita didiagnosis menderita kanker payudara yang mewakili 32% dari semua kanker yang
menyerang wanita. Bahkan, disebutkan dari 150.000 penderita kanker payudara yang berobat
ke rumah sakit, 44.000 orang di antaranya meninggal setiap tahunnya (Oemiati, 1999).
American Cancer Society memperkirakan kanker payudara di Amerika akan mencapai 2 juta
dan 460.000 di antaranya meninggal antara 1990-2000 (Moningkey, 2000).
Kanker payudara merupakan kanker terbanyak kedua sesudah kanker leher rahim di
Indonesia (Tjindarbumi, 1995).Sejak 1988 sampai 1992, keganasan tersering di Indonesia
tidak banyak berubah.Kanker leher rahim dan kanker payudara tetap menduduki tempat
teratas.Selain jumlah kasus yang banyak, lebih dari 70% penderita kanker payudara
ditemukan pada stadium lanjut (Moningkey, 2000).

Data

dari Direktorat

Jenderal

Pelayanan Medik Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa Case Fatality Rate (CFR)
akibat kanker payudara menurut golongan penyebab sakit menunjukkan peningkatan dari
tahun 1992-1993, yaitu dari 3,9 menjadi 7,8 (Ambarsari, 1998).
Gejala permulaan kanker payudara sering tidak disadari atau dirasakan dengan jelas
oleh penderita sehingga banyak penderita yang berobat dalam keadaan lanjut. Hal inilah yang
menyebabkan tingginya angka kematian kanker tersebut.Padahal, pada stadium dini kematian
2

akibat kanker masih dapat dicegah.Tjindarbumi (1982) mengatakan, bila penyakit kanker
payudara ditemukan dalam stadium dini, angka harapan hidupnya (life expectancy) tinggi,
berkisar antara 85 s.d. 95%. Namun, dikatakannya pula bahwa 70--90% penderita datang ke
rumah sakit setelah penyakit parah, yaitu setelah masuk dalam stadium lanjut.
Pengobatan kanker pada stadium lanjut sangat sukar dan hasilnya sangat tidak
memuaskan.Pengobatan kuratif untuk kanker umumnya operasi dan atau radiasi.Pengobatan
pada stadium dini untuk kanker payudara menghasilkan kesembuhan 75% (Ama, 1990).
Pengobatan pada penderita kanker memerlukan teknologi canggih, ketrampilan, dan
pengalaman yang luas. Perlu peningkatan upaya pelayanan kesehatan, khususnya di RS
karena jumlah yang sakit terus-menerus meningkat, terlebih menyangkut golongan umur
produktif. Informasi tentang faktor-faktor ketahanan hidup memberikan manfaat yang
besar.Bukan hanya untuk peningkatan penanganan penderita kanker payudara, tapi juga untuk
memberikan informasi yang cukup kepada masyarakat tentang kanker payudara dan
perkembangan serta prognosis penyakit tersebut di masa mendatang.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Embriologi
Payudara (mammae) sebagai kelenjar subkutan mulai tumbuh sejak minggu keenam masa
embrio, yaitu berupa penebalan ektodermal sepanjang garis yang disebut sebagai garis susu,
terbentang dari aksila sampai ke regio inguinal.Payudara merupakan suatu kelompok kelenjarkelanjar besar yang berasal dari epidermis, yang terbungkus dalam fascia yang berasal dari
dermis, dan fascia superficial dari permukaan ventral dada. Puting susu sendiri merupakan
suatu proliferasi lokal dari stratum spinosum epidermis.
Selama bulan kedua kehamilan, dua berkas lapisan tebal ectoderm muncul pada dinding
depan tubuh terbentang dari aksila ke lipat paha. Dua berkas ini adalah milk line dan
melambangkan jaringan kelenjar mamma yang potensial (Gambar 1.1). Pada manusia, hanya
bagian pectoral dari berkasi ini yang akan menetap dan akhirnya berkembang menjadi kelenjar
mamma dewasa. Kadang-kadang, jaringan payudara yang tersisa atau bahkan fungsional dapat
muncul dari bagian lain dari milk line.1

Gambar 2.1. A. Milk line dari embrio mamalia secara umum, kelanjar mamma terbentuk
sepanjang garis ini. B. Tempat umum terbentuknya kelenjar mamma atau supernumerary nipples
pada manusia1

Gambar 2.2.Pembentukkan payudara. A-D : stadium pembentukkan kelenjar dan sistem duktus
berasal dari epidermis. Septa jaringan ikat berasal dari mesenkim dermis.E : eversi putting
menjelang kelahiran. 1

2.2. Anatomi

Payudara wanita dewasa berlokasi dalam fascia superficial dari dinding depan dada. Dasar
dari payudara terbentang dari iga kedua di sebelah atas sampai iga keenam atau ketujuh di
sebelah bawah, dan dari sternum batas medialnya sampai ke garis midaksilrasis sebagai batas
lateralnya. Duapertiga

dasar tersebut terletak di depan M.pectoralis major dan sebagian

M.serratus anterior. Sebagian kecil terletak di atas M.obliquus externus.


Pada 95% wanita terdapat perpanjangan dari kuadran lateral atas sampai ke aksila. Ekor ini
(tail of Spence) dari jaringan mammae memasuki suatu hiatus (dari Langer) dalam fascia sebelah
dalam dari dinding medial aksilaI. Hanya ini jaringan mammae yang ditemukan secara normal di
bawah fascia sebelah dalam. (1,2)

Gambar 2.3. Potongan sagital mammae dan dinding dada sebelah depan1
6

Gambar 2.4. Topografi aksila (Anterior view)

Setiap payudara terdiri dari 15 sampai 20 lobus, beberapa lebih besar daripada yang
lainnya, berada dalam fascia superficial, dimana dihubungkan secara bebas dengan fascia
sebelah dalam. Lobus-lobus ini beserta duktusnya adalah kesatuan dalam anatomi, bukan
kesatuan dalam bedah.Suatu biopsy payudara bukan suatu lobektomi, dimana pada prosedur
semacam itu, sebagian dari 1 atau lebih lobus diangkat.
Antara fascia superficial dan yang sebelah dalam terdapat ruang retromammary
(submammary)yang mana kaya akan limfatik.

Lobus-lobus parenkim beserta duktusnya tersusun secara radial berkenaan dengan posisi
dari papilla mammae, sehingga duktus berjalan sentral menuju papilla seperti jari-jari roda
berakhir secara terpisah di puncak dari papilla.Segmen dari duktus dalam papilla merupakan
bagian duktus yang tersempit. Oleh karena itu, sekresi atau pergantian sel-sel cenderung untuk
terkumpul dalam bagian duktus yang berada dalam papilla, mengakibatkan ekspansi yang jelas
dari duktus dimana ketika berdilatasi akibat isinya dinamakan lactiferous sinuse .Pada area bebas
lemak di bawah areola, bagian yang dilatasi dari duktus laktiferus (lactiferous sinuses)
merupakan satu-satunya tempat untuk menyimpan susu. Intraductal papillomas sering terjadi di
sini.
Ligamentum suspensori Cooper membentuk jalinan yang kuat, pita jaringan ikat
berbentuk ireguler menghubungkan dermis dengan lapisan dalam dari fascia superfisial,
melewati lobus-lobus parenkim dan menempel ke elemen parenkim dan duktus. Kadang-kadang,
fascia superfisial terfiksasi ke kulit, sehingga tidak mungkin dilakukan total mastectomy
subkutan yang ideal. Dengan adanya invasi keganasan, sebagian dari ligamentum Cooper akan
mengalami kontraksi, menghasilkan retraksi dan fiksasi atau lesung dari kulit yang khas. Ini
berbeda dengan penampilan kulit yang kasar dan ireguler yang disebut peau d'orange, dimana
pada peau d'orange perlekatan subdermal dari folikel-folikel rambut dan kulit yang bengkak
menghasilkan gambaran cekungan dari kulit.(1,2)

Gambar 2.5.Dumpling of the breast, akibat dari terlibatnya ligamentum Cooper pada
penyakit yang invasive.Dapat diperjelas dengan penekanan oleh tangan pemeriksa. 1

Suplai darah
Vaskularisasi mammae terdiri dari arteri dan vena yaitu:
1. Arteri
a.

Cabang-cabang perforantes A. mammaria interna (A. thoracica interna)

b.

Cabang lateral dari A. intercostalis posterior

c.

Cabang-cabang dari A. axillaris

d.

A. thoracodorsalis yang merupakan cabang A. subscapularis

2. Vena
a.

Cabang-cabang perforantes V. thoracica interna

b.

Cabang-cabang V. axillaris yang terdiri dari V. thoraco-acromialis, V.


thoracica lateralis dan V thoraco dorsalis

c.

Vena-vena kecil yang bermuara pada V. Intercostalis

Mammae diperdarahi dari 2 sumber, yaitu A. thoracica interna, cabang dari A. axillaries, dan A.
intercostal.

Gambar 2.6.A. Pada 18% individu, payudara diperdarahi oleh arteri internal thoracic,
axillary, dan intercostals. B. Pada 30%, kontribusi dari A.aksilaris tidak berarti. C.
Pada 50%, A.intercostal hanya sedikit kontribusinya. 1
Vena aksilaris, vena thoracica interna, dan vena intercostals 3-5 mengalirkan darah dari
kelenjar mamma.Vena-vena ini mengikuti arterinya.
Vena aksilaris terbentuk dari gabungan vena brachialis dan vena basilica, terletak di medial
atau superficial terhadaop arteri aksilaris, menerima juga 1 atau 2 cabang pectoral dari
mammae.Setelah vena ini melewati tepi lateral dari iga pertama, vena ini menjadi vena
subclavia. Di belakang, vena intercostalis berhubungan dengan sistem vena vertebra dimana
masuk vena azygos, hemiazygos, dan accessory hemiazygos, kemudian mengalirkan ke dalam
vena cava superior.Ke depan, berhubungan dengan brachiocephalica.

Melaui jalur kedua jalur pertama, metastasis ca mammae dapat mencapai paru-paru.
Melalui jalurketiga, metastasis dapat ke tulang dan system saraf pusat.1

Gambar 2.7.Diagram potongan frontal mammae kanan menunjukkan jalur drainase


vena.A. Drainase medial melalui internal thoracic vein ke jantung kanan. the right heart.
B. Drainage posterior ke vertebral veins. C. Drainase lateral ke intercostal, superior

10

epigastric veins, dan hati. D. Darinase superior lateral superior melalui vena aksilaris ke
jantung kanan.1

Aliran limfatik
Kelenjar getah bening dari regio mammae terdapat dalam kelompok inkonstan yang
bervariasi.Seringnya pembagian menurut Haagensen.

Gambar 2.8.Kelenjar getah bening aksila


dan payudara menurut klasifikasi dari Haagensen (kiri).Aliran limfatik mammae (kanan). 1

11

Klasifikasi utama Haagensen adalah axillary dan internal thoracic (mammary).


1. Drainase Aksilaris (35.3 nodes).
Group 1.External mammary nodes (1.7 nodes).
Group ini juga dikenal sebagai anterior pectoral nodes. Ini terletak sepanjang batas lateral dari
M. pectoralis minor, di bawah M. pectoralis major, sepanjang sisi medial dari aksila mengikuti
aliran lateral thoracic artery pada dinding dada, mulai dari iga 2-6. Di bawah areola terdapat
perluasan jaringan pembuluh-pembuluh limfatik, dinamakan subareolar plexus of Sappey.

12

Gambar 2.9.Aliran limfatik mammae.Aliran limfe langsung dari kulit ditunjukkan oleh
tanda panah pada mammae kanan dan sisi medial mammae kiri.1. Areolar plexus of
vessels, draining areola, nipple and some parenchyma. 2. Anterior pectoral nodes. 3.
Central axillary nodes. 4. Interpectoral nodes (a path which can bypass central axillary
nodes). 5. Apical, infraclavicular nodes. 6. Retrosternal nodes.

Group 2.Scapular nodes (5.8 nodes).


Terletak di atas pembuluh-pembuluh darah subsakapular.
Limfatik dari KGB ini salng berhubungan dengan pembuluh limfe intercistal.

Group 3.Central nodes (12.1 nodes).


Merupakan kelompok kelenjar getah bening yang terbesar; merupakan KGB yang paling mudah
dipalpasi di aksila karena ukurannya yang besar. Ketika KGB ini membesar, dapat menekan
intercostobrachial nerve, cabang kutaneus lateral dari second atau third thoracic nerve, dapat
timbul nyeri.

13

Group 4.Interpectoral nodes (Rotter's nodes) (1.4 nodes).


Terletak antara otot pektoralis mayor dan minor, sering terdapat tunggal. Merupakan kelompok
KGB terkecil dari KGB aksila dan tidak dapat ditemukan walaupun M. pectoralis major
diangkat.

Group 5.Axillary vein nodes (10.7 nodes).


Merupakan kelompok KGB terbesar kedua di aksila.Terletak di permukaan ventral dan kaudal
dari bagian lateral vena aksilaris.

Group 6.Subclavicular nodes (3.5 nodes).


Terletak pada permukaan ventral dan kaudal dari bagian medial vena aksilaris. These lie on the
caudal and ventral surfaces of the medial part of the axillary vein.

2. Drainase Internal Thoracic (Mammary)(8.5 Nodes)


Pembuluh-pembuluh limfatik timbul dari tepi medial mammae pada fascia pectoralis. KGB
ini juga menerima trunkus limfatikus dari kulit mammae kontralateral, hati, diafragma, rectus
sheath, bagian atas rectus abdominis. KGB sekitar 4-5 setiap sisinya, kecil, dan biasanya dalam
lemak dan jaringan ikat dari ruang interkosta.Saluran ini bermuara ke ductus thoracicus atau
ductus limfatikus dextra. Rute ke vena aksilaris lebih pendek daripada rute aksila.1
Dalam staging, bila ditemukan metastasis ke KGB supraclavicular, cervical, atau
contralateral internal mammary dianggap telah mengadakan metastasis jauh (M1).

Yang

termasuk KGB regional :

14

1. KGB aksila (ipsilateral) : interpectoral (Rotter's) nodesdan KGB sepanjang vena aksilaris
dan bagian-bagiannya yang dapat dibagi ke dalam beberapa tingkat :
a. Level I (low axilla): KGB lateral dari tepi lateral M pectoralis minor
b. Level II (midaxilla): KGB antara tepi medial dan lateral M pectoralis minor dan KGB
interpectoral (Rotter's)
c. Level III (apical axillary): KGB medial dari tepi medial M pectoralis minor termasuk
subclavicular, infraclavicular, or apical
Catatan : KGB intramammary disandikan sebagai KGB aksila.

Gambar 2.10. Kelompok kelenjar getah bening aksila. Level I meliputi beberapa kelenjar
getah bening yang terletak lateral dari M. Pectoralis minor, Level II meliputi beberapa
kelenjar getah bening yang terletak di bawah M. Pectoralis minor, Level III meliputi
beberapa kelenjar getah bening yang terletak medial dari M. Pectoralis minor. 1

2. Internal mammary (ipsilateral): KGB di ruang intercosta sepanjang tepi sternum dalam fascia
endothoracica.

15

Persarafan
Persarafan kulit mammae bersifat segmental dan berasal dari segmen dermatom T2
sampai T6. Jaringan kelenjar mammae sendiri diurus oleh sistem saraf otonom. Pada prinsipnya
inervasi mammae berasal dari N. intercostalis IV, V, VI dan cabang dari plexus cervicalis. (2)
Pengetahuan mengenai lokasi struktur saraf utama pada axilla sangatlah penting guna
mengenal komplikasi dari diseksi pada daerah axilla.Saraf N. thoracalis berada di sepanjang
dinding thorax pada sisi medial dari axilla.Nervus ini mempersarafi M. serratus anterior dan
fiksasi scapula pada dinding dada saat melakukan ekstensi lengan.Cedera pada N. thoracalis ini
dapat

menyebabkan

deformitas

pada

scapula.N.

thoracodorsal

mempersarafi

M.

latissimusdorsi.Cedera pada saraf ini dapat menyebabkan ketidakmampuan lengan untuk


melakukan abduksi dan rotasi eksterna. Di daerah ruang axilla terdapat Nervus sensoris
intercostobrachialis (N. Cutaneous brachialis), dimana cedera pada saraf ini dapat
mengakibatkan mati rasa atau dysesthesia di sepanjang permukaan medial dan posterior lengan,
juga mati rasa pada kulit axilla di sepanjang dinding dada yang dipersarafinya. Pada diseksi
axilla saraf ini sukar disingkirkan sehingga sering terjadi mati rasa pasca bedah.(1,2)
Mammae dipersarafi oleh nervus intercosta 2-6, dengan cabang-cabangnya melewati
permukaan kelenjar. 2 cabang mammae dari nervus kutaneus lateral keempat juga mempersarafi
papilla mammae.

16

Gambar 2.11. Saraf-saraf perifer penting yang ditemukan selama mastectomy


Fisiologi Payudara
Payudara mengalami tiga macam perubahan yang dipengaruhi hormon.Perubahan
pertama adalah sejak masa hidup anak melalui pubertas, masa fertilitas, sampai ke klimakterium
dan menopause.Sejak pubertas pengaruh estrogen dan progesteron yang diproduksi ovarium dan
juga hormon hipofise telah menyebabkan duktus berkembang dan timbulnya asinus.
Perubahan kedua adalah perubahan sesuai siklus menstruasi.Sekitar hari kedelapan
menstruasi, payudara menjadi lebih besar dan beberapa hari sebelum menstruasi berikutnya
terjadi pembesaran maksimum.Kadang timbul benjolan yang nyeri dan tidak rata.Selama
beberapa hari menjelang menstruasi payudara menjadi tegang dan nyeri sehingga pemeriksaan
fisik, terutama palpasi, tidak mungkin dilakukan.Pada saat itu pemeriksaan mammogram tidak
berguna karena kontras kelenjar terlalu besar. Begitu menstruasi mulai, semuanya berkurang.
Perubahan ketiga terjadi saat hamil dan menyusui. Saat itu payudara membesar karena epitel
duktus lobul dan alveous berproliferasi dan tumbuh duktus baru.
Sekresi hormon prolaktin dari hipofisis anterior memicu (trigger) laktasi. Air susu
diproduksi oleh sel-sel alveolus, mengisi asinus, kemudian dikeluarkan melalui duktus ke puting
susu.

2.3 Tumor Jinak Payudara


Definisi (3)
Tumor jinak mammae ialah lesi jinak yang berasal dari dari parenkim, stroma, areola dan
papilla mamma.Termasuk : Tumor jinak jaringan lunak mamma, lipoma, hemangioma mamma
dan displasia mamma.
Manifestasi Klinis (3)
Tumor jinak mamma maupun tumor non neoplasma bermanifestasi sebagai:
17

1. Tumor pada mamma.


2. Jaringan mamma yang padat dan noduler.
3. Nyeri pada mamma.

Benjolan jinak pada payudara (3,4)


Kebanyakan benjolan jinak pada payudara berasal dari perubahan normal pada
perkembangan payudara, siklus hormonal, dan perubahan reproduksi. Terdapat 3 siklus
kehidupan yang dapat menggambarkan perbedaan fase reproduksi pada kehidupan wanita yang
berkaitan dengan perubahan payudara, yaitu :
1. Pada fase reproduksi awal (15-25 tahun) terdapat pembentukan duktus dan stroma
payudara. Pada periode ini umumnya dapat terjadi benjolan FAM dan juvenil hipertrofi
(perkembangan payudara berlebihan).
2. Periode reproduksi matang (25-40 tahun). Perubahan siklus hormonal mempengaruhi
kelenjar dan stroma payudara.
3. Fase ketiga adalah involusi dari lobulus dan duktus yang terjadi sejak usia 35-55 tahun.
Pemeriksaan fisik payudara (4)
SADARI (Pemeriksaan payudara sendiri)
Tujuan dari pemeriksaan payudara sendiri adalah mendeteksi dini apabila terdapat
benjolan pada payudara, terutama yang dicurigai ganas, sehingga dapat menurunkan angka
kematian.Meskipun angka kejadian kanker payudara rendah pada wanita muda, namun sangat
penting untuk diajarkan SADARI semasa muda agar terbiasa melakukannya di kala tua.Wanita

18

premenopause (belum memasuki masa menopause) sebaiknya melakukan SADARI setiap bulan,
1 minggu setelah siklus menstruasinya selesai.
Cara melakukan SADARI adalah :
1. Wanita sebaiknya melakukan SADARI pada posisi duduk atau berdiri menghadap
cermin.
2. Pertama kali dicari asimetris dari kedua payudara, kerutan pada kulit payudara, dan
puting yang masuk.
3. Angkat lengannya lurus melewati kepala atau lakukan gerakan bertolak pinggang untuk
mengkontraksikan otot pektoralis (otot dada) untuk memperjelas kerutan pada kulit
payudara.
4. Sembari duduk / berdiri, rabalah payudara dengan tangan sebelahnya.
5. Selanjutnya sembari tidur, dan kembali meraba payudara dan ketiak.
6. Terakhir tekan puting untuk melihat apakah ada cairan.
Pemeriksaan Penunjang (1,5)
Dua jenis alat yang digunakan untuk mendeteksi dini benjolan pada payudara adalah
mammografi dan ultrasonografi (USG). Teknik yang baru adalah menggunakan Magnetic
Resonance Imaging (MRI) dan nuklear skintigrafi.
Mammografi
Mammografi dapat mendeteksi tumor-tumor yang secara palpasi tidak teraba; jadi sangat
baik untuk diagnosis dini dan screening. Ketepatan 83 95%, tergantung dari teknisi dan ahli
radiologinya.
Mammografi adalah metode terbaik untuk mendeteksi benjolan yang tidak teraba namun
terkadang justru tidak dapat mendeteksi benjolan yang teraba atau kanker payudara yang dapat
dideteksi oleh USG. Mammografi digunakan untuk skrining rutin pada wanita di usia awal 40
tahun untuk mendeteksi dini kanker payudara.
Ultrasonografi
Dengan pemeriksaan ini dapat dibedakan lesi solid dan kistik.
19

Scintimammografi
Adalah teknik pemeriksaan radionuklir dengan menggunakan radiosotop Tc 99 sestamibi.
Pemeriksaan ini mempunyai sensitifitas tinggi untuk menilai aktivitas sel kanker pada payudara.
Selain itu dapat pula mendeteksi lesi multipel dan keterlibatan KGB regional
Diagnosa pasti (4)
Diagnosa pasti hanya dapat ditegakan dengan pemeriksaan histopatologis. Bahan
pemeriksaan dapat diambil dengan beberapa cara, yaitu
-

Biopsi aspirasi (fine needle biopsy)

Needle core bipsi dengan jarum Silverman

Excisional biopsy dan pemeriksaan frozen section (potong beku) waktu operasi
Pemeriksaan potong beku (frozen section) waktu operasi banyak dilakukan di sentersenter pendidikan. Ketepatan cukup tinggi 97,65 % dengan tidak ada false positif dan hanya 0,6
% false negatif.

Jenis-Jenis Tumor Jinak Payudara


2.3.1 Fibrokistik
Penyakit fibrokistik atau dikenal juga sebagai mammary displasia adalah benjolan
payudara yang sering dialami oleh sebagian besar wanita. Benjolan ini harus dibedakan dengan
keganasan. Penyakit fibrokistik pada umumnya terjadi pada wanita berusia 25-50 tahun (>50%).
Kelainan fibrokistik pada payudara adalah kondisi yang ditandai penambahan jaringan
fibrous dan glandular. Manifestasi dari kelainan ini terdapat benjolan fibrokistik biasanya
multipel, keras, adanya kista, fibrosis, benjolan konsistensi lunak, terdapat penebalan, dan rasa
nyeri. Kista dapat membesar dan terasa sangat nyeri selama periode menstruasi karena
hubungannya dengan perubahan hormonal tiap bulannya. Wanita dengan kelainan fibrokistik
mengalami nyeri payudara siklik berkaitan dengan adanya perubahan hormon estrogen dan
progesteron. Biasanya payudara teraba lebih keras dan benjolan pada payudara membesar sesaat
20

sebelum menstruasi. Gejala tersebut menghilang seminggu setelah menstruasi selesai. Benjolan
biasanya menghilang setelah wanita memasuki fase menopause.
Pembengkakan payudara biasanya berkurang setelah menstruasi berhenti. Kelainan
fibrokistik dapat diketahui dari pemeriksaan fisik, mammogram, atau biopsi. Biopsi dilakukan
terutama untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosis kanker. Perubahan fibrokistik biasanya
ditemukan pada kedua payudara baik di kuadran atas maupun bawah.
Evaluasi pada wanita dengan penyakit fibrokistik harus dilakukan dengan seksama untuk
membedakannya dengan keganasan. Apabila melalui pemeriksaan fisik didapatkan benjolan
difus (tidak memiliki batas jelas), terutama berada di bagian atas-luar payudara tanpa ada
benjolan yang dominan, maka diperlukan pemeriksaan mammogram dan pemeriksaan ulangan
setelah periode menstruasi berikutnya. Apabila keluar cairan dari puting, baik bening, cair, atau
kehijauan, sebaiknya diperiksakan tes hemoccult untuk pemeriksaan sel keganasan. Apabila
cairan yang keluar dari puting bukanlah darah dan berasal dari beberapa kelenjar, maka
kemungkinan benjolan tersebut jinak.

2.3.2 Fibrosis
Sesuai dengan asal katanya fibrosis, yaitu terdiri atas fibrosis dan kista. Fibrosis menunjukkan
penambahan jaringan fibrous, bahan yang sama dengan pembentuk ligamen dan jaringan parut. Daerah
dengan fibrosis tampak elastis, konsistensi padat dan keras pada perabaan. Fibrosis tidak meningkatkan
resiko untuk terjadinya kanker dan tidak memerlukan tindakan yang khusus.

2.3.3 Fibroadenoma
Fibroadenoma merupakan tumor payudara jinak yang terkadang terlalu kecil untuk dapat
teraba oleh tangan, walaupun diameternya bisa saja meluas beberapa inchi.Fibroadenoma
dibentuk baik itu oleh jaringan payudara glandular maupun stroma, dan biasanya terjadi pada
wanita

muda

berusia

15-25

tahun.Setelah

menopause,

tumor

tersebut

tidak

lagi

ditemukan.Fibroadenoma sering membesar mencapai ukuran 1 atau 2 cm. Kadang fibroadenoma


tumbuh multiple (lebih 5 lesi pada satu mammae) tetapi sangat jarang.

21

Etiologi dari fibroadenoma masih tidak diketahui pasti tetapi dikatakan bahwa
hipersensitivitas terhadap estrogen pada lobul dianggap menjadi penyebabnya.Usia menarche,
usia menopause dan terapi hormonal termasuklah kontrasepsi oral tidak merubah risiko
terjadinya lesi ini. Faktor genetik juga dikatakan tidak berpengaruh tetapi adanya riwayat
keluarga (first-degree) dengan karsinoma mammae dikatakan meningkatkan risiko terjadinya
penyakit ini.
Fibroadenoma mammae dianggap mewakili sekelompok lobus hiperplastik dari mammae
yang dikenal sebagai kelainan dari pertumbuhan normal dan involusi.Fibroadenoma sering
terbentuk sewaktu menarche (15-25 tahun), waktu dimana struktur lobul ditambahkan ke dalam
sistem duktus pada mammae.Lobul hiperplastik sering terjadi pada waktu ini dan dianggap
merupakan bagian dari perkembangan mammae.Gambaran histologi dari lobul hiperplastik ini
identik dengan fibroadenoma.Analisa dari komponen seluler fibroadenoma dengan Polymerase
Chain Reaction (PRC) menunjukkan bahwa stromal dan sel epitel adalah poliklonal.Hal ini
mendukung teori yang menyatakan bahwa fibroadenoma merupakan lesi hiperplastik yang
terkait dengan kelainan dari maturitas normal mammae.
Lesi ini merupakan hormone-dependent neoplasma distimulasi oleh laksasi sewaktu
hamil dan mengalami involusi sewaktu perimenopause. Terdapat kaitan langsung antara
penggunaan kontrasepsi oral sebelum usia 20 tahun dengan risiko terjadinya fibroadenoma. Pada
pasien immunosupresi, virus Epstein-Barr memainkan peranan dalam pertumbuhan tumor ini.
Biasanya wanita muda menyadari terdapatnya benjolan pada payudara ketika sedang
mandi atau berpakaian. Kebanyakan benjolan berdiameter 2-3 cm, namun FAM dapat tumbuh
dengan ukuran yang lebih besar (giant fibroadenoma). Pada pemeriksaan, benjolan FAM kenyal
dan halus. Benjolan tersebut tidak menimbulkan reaksi radang (merah, nyeri, panas), mobile
(dapat digerakkan) dan tidak menyebabkan pengerutan kulit payudara ataupun retraksi puting
(puting masuk). Benjolan tersebut berlobus-lobus.
Pemeriksaan mammografi menghasilkan gambaran yang jelas jinak berupa rata dan
memiliki batas jelas. Wanita dengan FAM simpel tanpa penampakan histologi komplek dan
tanpa penyakit proliferatif pada parenkim payudara tidak memiliki peningkatan risiko kanker
payudara.

22

Pada masa adolesens, fibroadenoma tumbuh dalam ukuran yang besar. Pertumbuhan bisa
cepat sekali selama kehamilan dan laktasi atau menjelang menopause, saat ransangan estrogen
meningkat.
Fibroadenoma teraba sebagai benjolan bulat atau berbenjol-benjol, dengan simpai licin
dan konsistensi kenyal padat. Tumor ini tidak melekat ke jaringan sekitarnya dan amat mudah
digerakkan kesana kemari. Biasanya fibroadenoma tidak nyeri bila ditekan. Kadang-kadang
fibroadenoma tumbuh multipel. Pada masa adolescen fibroadenoma bisa terdapat dalam ukuran
yang besar. Pertumbuhan bisa cepat sekali selama kehamilan dan laktasi atau menjelang
menopause, saat rangsangan estrogen meninggi. Pada pasien dengan usia kurang dari 25 tahun,
diagnosa bisa ditegakkan melalui pemeriksaan klinik walaupun dianjurkan untuk dilakukan
aspirasi sitologi. Konfirmasi secara patologi diperlukan untuk menyingkirkan karsinoma seperti
kanker tubular karena sering dikelirukan dengan penyakit ini. Fine-needle aspiration (FNA)
sitologi merupakan metode diagnosa yang akurat walaupun gambaran sel epitel yang hiperplastik
bisa dikelirukan dengan neoplasia.
Diagnosa fibroadenoma bisa ditegakkan melalui gambaran klinik pada pasien usia muda
dan karena itu, mammografi tidak rutin dikerjakan. Pada pasien yang berusia, fibroadenoma
memberikan gambaran soliter, lesi yang licin dengan densitas yang sama atau hampir
menyerupai jaringan sekitar pada mammografi. Dengan pertambahan usia, gambaran stippled
calcification terlihat lebih jelas.
Ultrasonografi mammae juga sering digunakan untuk mendiagnosa penyakit ini.
Ultrasonografi dengan core-needle biopsy dapat memberikan diagnosa yang akurat. Kriteria
fibroadenoma yang dapat terlihat pada pemeriksaan ultrasonografi adalah massa solid berbentuk
bulat atau oval, berbatas tegas dengan internal echoes yang lemah, distribusinya secara uniform
dan dengan intermediate acoustic attenuation. Diameter massa hipoechoic yang homogenous ini
adalah antara 1 20 cm.
Fibroadenoma dapat dengan mudah didiagnosa melalui aspirasi jarum halus atau biopsi
jarum dengan diameter yang lebih besar (core needle biopsi).
Pada umumnya dokter menyarankan untuk dilakukannya pengangkatan fibroadenoma
terutama jika pertumbuhan terus berlangsung atau terjadi perubahan bentuk payudara. Terkadang
(terutama pada usia petengahan atau wanita usia dewasa) tumor ini akan berhenti tumbuh atau
bahkan mengecil dengan sendirinya tanpa terapi apapun. Dalam hal ini, selama dokter yakin
23

massa tersebut adalah benar-benar fibroadenoma dan bukan kanker payudara, pembedahan untuk
mengangkat fibroadenoma mungkin tidak diperlukan. Pendekatan ini berguna untuk wanita
dengan fibroadenoma yang multipel yang tidak berlanjut pertumbuhannya.
Pada beberapa kasus, pengangkatan fibroadenoma multipel berarti mengangkat sejumlah
besar jaringan payudara sekitar yang normal, sehingga menyebabkan jaringan parut yang akan
mengubah bentuk dan tekstur payudara. Hal ini juga nantinya akan menyebabkan hasil
pemeriksaan fisik serta mammografi menjadi sulit untuk diinterpretasikan. Sangat penting bagi
wanita yang tidak melakukan pengangkatan fibroadenoma tersebut untuk memeriksakan
payudaranya secara teratur untuk meyakinkan bahwa massa tersebut tidak berlanjut
pertumbuhannya. Terkadang satu atau lebih fibroadenoma akan tumbuh setelah salah satu
fibroadenoma diangkat. Hal ini berarti bahwa fibroadenoma baru telah terbentuk dan bukanlah
fibroadenoma yang lama yang tumbuh kembali
2.3.4 Adenoma
Adenoma tubular dan lactatinal adalah lesi yang secara histologis jinak berhubungan dengan
FAM. Cirinya adalah struktur glandular dengan sedikit atau tanpa struktur stroma.Secara klinis
dan Radiologi, mirip dengan FAM. Lactation adenoma terjadi selama kehamilan dan laktasi,
membesar saat dipengaruhi hormon gestational, dan diferensiasi sekresi saat analisis PA.Sekali
lagi biopsi adalah diagnostik dan terapi (Harris J.R, Lippman M.E, Morrow M, Osborne K,
2000).

2.3.5Adenosis
Adenosis adalah temuan yang sering didapat pada wanita dengan kelainan
fibrokistik.Adenosis adalah pembesaran lobulus payudara, yang mencakup kelenjar-kelenjar
yang lebih banyak dari biasanya. Apabila pembesaran lobulus saling berdekatan satu sama lain,
maka kumpulan lobulus dengan adenosis ini kemungkinan dapat diraba.
Banyak istilah lain yang digunakan untuk kondisi ini, diantaranya adenosis agregasi, atau
tumor adenosis. Sangat penting untuk digarisbawahi walaupun merupakan tumor, namun kondisi
ini termasuk jinak dan bukanlah kanker.Adenosis sklerotik adalah tipe khusus dari adenosis
dimana pembesaran lobulus disertai dengan parut seperti jaringan fibrous. Apabila adenosis dan
24

adenosis sklerotik cukup luas sehingga dapat diraba, dokter akan sulit membedakan tumor ini
dengan kanker melalui pemeriksaan fisik payudara. Kalsifikasi dapat terbentuk pada adenosis,
adenosis sklerotik, dan kanker, sehingga makin membingungkan diagnosis.Biopsi melalui
aspirasi jarum halus biasanya dapat menunjukkan apakah tumor ini jinak atau tidak.Namun
dengan biopsi melalui pembedahan sabat dianjurkan untuk memastikan tidak terjadinya kanker.
Sklerosing adenosis adalah proliferasi jinak baik jaringan stromal (scerosis) berhubungan
dengan peningkatan ductules terminalis yang kecil (adenosis).Biasanya merupakan komponen
fibrocystic disease dan bermanifestasi sebagai mikrokalsifikasi yang ditemukan saat screening
mammogram.Stereotactic core atau wire localization biopsy adalah diagnosis pastinya. Terapi
lebih jauh dilakukan bila lesi ini ditemukan sebagai etiologi mikrokalsifikasi saat biopsy (Evans
A, Pinder S, Wilson R, Ellis I, 2002).
2.3.6 Tumor Filoides ( Sistosarkoma Filoides )
Tumor filodes atau dikenal dengan sistosarkoma filodes adalah tumor fibroepitelial yang
ditandai dengan hiperselular stroma dikombinasikan dengan komponen epitel. Tumor filodes
umum terjadi pada dekade 5 atau 6. Benjolan ini jarang bilateral (terdapat pada kedua payudara),
dan biasanya muncul sebagai benjolan yang terisolasi dan sulit dibedakan dengan FAM. Ukuran
bervariasi, meskipun tumor filodes biasanya lebih besar dari FAM, mungkin karena
pertumbuhannya yang cepat. Berdasarkan pemeriksaan histologi (sel), diketahui bahwa tumor
filodes jinak berkisar 10%, dimana tumor filodes ganas berkisar 40%.
Tumor filoides merupakan suatu neoplasma jinak yang bersifat menyusup secara lokal
dan mungkin ganas (10-15%). Pertumbuhannya cepat dan dapat ditemukan dalam ukuran yang
besar. Tumor ini terdapat pada semua usia, tapi kebanyakan pada usia sekitar 45 tahun.
Tumor filoides adalah tipe yang jarang dari tumor payudara, yang hampir sama dengan
fibroadenoma yaitu terdiri dari dua jaringan, jaringan stroma dan glandular. Perbedaan antara
tumor filoides dengan fibroadenoma adalah bahwa terdapat pertumbuhan berlebih dari jaringan
fibrokonektif pada tumor filoides. Sel yang membangun jaringan fibrokonektif dapat terlihat
abnormalitasnya dibawah mikroskop. Secara histologis, tumor filoides dapat diklasifikasikan
menjadi jinak, ganas, atau potensial ganas (perubahan tumor ke arah kanker masih diragukan).
Tumor filoides pada umumnya jinak namun walaupun jarang dapat juga berubah menjadi ganas
dan bermetastase. Tumor filoides jinak diterapi dengan cara melakukan pengangkatan tumor
disertai 2 cm (atau sekitar 1 inchi) jaringan payudara sekitar yang normal. Sedangkan tumor
25

filoides yang ganas dengan batas infiltratif mungkin membutuhkan mastektomi (pengambilan
jaringan payudara). Mastektomi sebaiknya dihindari apabila memungkinkan. Apabila
pemeriksaan patologi memberikan hasil tumor filodes ganas, maka re-eksisi komplit dari seluruh
area harus dilakukan agar tidak ada sel keganasan yang tersisa.
Tumor filoides tidak berespon terhadap terapi hormon dan hampir sama dengan kanker
payudara yang berespon terhadap kemoterapi atau radiasi.
2.3.7 Nekrosis Lemak
Nekrosis lemak terjadi bila jaringan payudara yang berlemak rusak, bisa terjadi spontan
atau akibat dari cedera yang mengenai payudara.Nekrosis lemak dapat juga terjadi akibat terapi
radiasi.Ketika tubuh berusaha memperbaiki jaringan payudara yang rusak, daerah yang
mengalami kerusakan tergantikan menjadi jaringan parut.
Nekrosis lemak berupa massa keras yang sering agak nyeri tetapi tidak membesar.
Kadang terdapat retraksi kulit dan batasnya tidak rata.Karena kebanyakan kanker payudara
berkonsistensi keras, daerah yang mengalami nekrosis lemak dengan jaringan parut sulit untuk
dibedakan dengan kanker jika hanya dari pemeriksaan fisik ataupun mammogram
sekalipun.Dengan biopsi jarum atau dengan tindakan pembedahan eksisi sangat diperlukan untuk
membedakan nekrosis lemak dengan kanker.Secara histopatologik terdapat nekrosis jaringan
lemak yang kemudian menjadi fibrosis.
Menurut American Cancer Society, beberapa area dari nekrosis dapat berespon berbedabeda terhadap cedera. Desamping pembentukan jaringan parut, sel-sel lemak akan mati dan
mengeluarkan isi sel, yang membentuk kumpulan seperti kantong-kantong berisi cairan
berminyak dan disebut kista minyak. Kista minyak dapat ditemukan melalui aspirasi jarum halus,
yang sekaligus merupakan tindakan untuk terapinya.
2.3.8 Intraductal Papilloma
Papilloma intraduktal adalah pertumbuhan menyerupai kutil dengan disertai tangkai yang
tumbuh dari dalam payudara yang berasal dari jaringan glandular dan jaringan fibrovaskular.
Papilloma seringkali melibatkan sejumlah besar kelenjar susu. Lesi jinak yang berasal dari
duktus laktiferus dan 75% tumbuh di bawah areola mamma ini memberikan gejala berupa
sekresi cairan berdarah dari puting susu. Hampir 90% dari Papilloma Intraduktus adalah dari tipe
soliter dengan diameternya kurang dari 1cm dan sering timbul pada duktus laktiferus dan hampir
70% dari pasien datang dengan nipple discharge yang serous dan bercampur darah. Ada juga
26

pasien yang datang dengan keluhan massa pada area subareola walaupun massa ini lebih sering
ditemukan pada pemeriksaan fisis. Massa yang teraba sebenarnya adalah duktus yang berdilatasi.
Pasien dengan Papilloma Intraduktus multiple biasanya tidak gejala nipple discharge dan
biasanya terjadi pada duktus yang kecil. Diperkirakan hampir 25% dari Papilloma Intraduktus
multiple adalah bilateral.
Papilloma Intraduktus ini bisa terjadi pada laki-laki. Kasus terbaru menunjukkan bahwa
pada laki-laki penyakit ini terkait dengan penggunaan phenothiazine. Papilloma dapat juga
ditemukan di duktus yang kecil di daerah yang jauh dari puting. Keadaan ini seringkali tumbuh
dalam jumlah banyak dan juga mungkin disertai hiperplasi epitelial. Secara histologi, tumor ini
terdiri dari papilla multiple yang setiap satunya terdiri dari jaringan ikat dan dilapisi sel epitel
kuboidal atau silinder yang biasanya terdiri dari dua lapisan dengan lapisan terluar epitel
menutupi lapisan mioepitel.
Etiologi dan patogenesis dari penyakit ini masih belum jelas. Dari kepustakaan dikatakan
bahwa, Papilloma Intraduktus ini terkait dengan proliferasi dari epitel fibrokistik yang
hiperplasia. Ukurannya adalah 2-3 mm dan terlihat seperti broad-based atau pedunculated
polypoid epithelial lesion yang bisa mengobstruksi dan melebarkan duktus terkait. Kista juga
bisa terbentuk hasil dari duktus yang mengalami obstruksi.
Perubahan payudara jinak yang menyebabkan keluarnya sekresi cairan dari puting,
hampir setengahnya adalah papilloma, dan sisanya adalah campuran perubahan fibrokistik
ataupun ektasia duktus. Walaupun papilloma bisa dicurigai dari pemeriksaan terhadap discharge,
namun banyak dokter menganggap pemeriksaan tersebut tidak begitu bermanfaat. Apabila
papilloma cukup besar, biopsi jarum bisa dilakukan. Papilloma dapat juga didiagnosa melalui
pemeriksaan pencitraan pada duktus payudara yaitu dengan duktogram atau galaktogram.
Terapi untuk papilloma adalah dengan mengangkat papilloma serta bagian duktus dimana
papilloma tersebut ditemukan, dimana biasanya dengan melakukan insisi pada tepi sekeliling
areola.
Papilloma Intraduktus subareolar soliter atau intrakistik adalah benigna. Namun, telah
terjadi pertentangan apakah penyakit ini merupakan prekursor bagi karsinoma papillary atau
merupakan predisposisi untuk meningkatkan resiko terjadinya karsinoma. Menurut komuniti dari
College of American Pathologist, wanita dengan lesi ini mempunyai risiko 1,5 2 kali untuk
terjadinya karsinoma mammae.
27

2.3.9 Tumor Sel Granular


Tumor sel granular biasanya terdapat pada mulut atau kulit, namun dalam jumlah yang
jarang dapat ditemukan juga di payudara.Kebanyakan tumor sel granular pada saat perabaan
dapat digerakkan, konsistensi keras, berdiameter antara sampai 1 inchi.Konsistensinya yang
keras terkadang mengacaukan diagnosisnya dengan kanker, namun aspirasi jarum halus atau
biopsi jarum dapat dilakukan untuk membedakannya.
Tumor ini diatasi dengan cara mengangkat tumor beserta sedikit jaringan normal
disekelilingnya. Tumor sel granular tidak akan meningkatkan resiko pada wanita untuk
terjadinya kanker payudara di kemudian hari.
2.3.10 Kista
Kista adalah ruang berisi cairan yang dibatasi sel-sel glandular.Kista terbentuk dari cairan
yang berasal dari kelenjar payudara.Mikrokista terlalu kecil untuk dapat diraba, dan ditemukan
hanya bila jaringan tersebut dilihat di bawah mikroskop. Jika cairan terus berkembang akan
terbentuk makrokista. Makrokista ini dapat dengan mudah diraba dan diameternya dapat
mencapai 1 sampai 2 inchi.(7,8)
Selama perkembangannya, pelebaran yang terjadi pada jaringan payudara menimbulkan
rasa nyeri.Benjolan bulat yang dapat digerakkan dan terutama nyeri bila disentuh, mengarah
pada kista. Walaupun penyebab kista masih belum diketahui, namun para ahli mengetahui bahwa
terdapat hubungan antara kista dengan kadar hormon. Kista muncul seminggu atau 2 minggu
sebelum periode menstruasi mulai dan akan menghilang sesudahnya. Kista banyak terjadi pada
wanita saat premenopause, terutama bila wanita tersebut menjalani terapi sulih hormon.Beberapa
penelitian membuktikan bahwa kafein dapat menyebabkan kista payudara walaupun hal ini
masih menjadi kontroversial di kalangan medis.Kebanyakan wanita hanya mengalami kista
payudara sebanyak satu atau dua, namun pada beberapa kasus, kista multipel dapat terjadi.Kista
biasanya dipastikan dengan mammografi dan ultrasound (sonogram). Ultrasound sangat tepat
digunakan untuk mengidentifikasi apakah abnormalitas payudara tersebut merupakan kista
ataukah massa padat.
Kebanyakan kista yang simpel dapat digambarkan dengan baik, yaitu memiliki tepi yang
khas, dan sinyal ultrasound dapat dengan mudah melewati.Walaupun begitu, beberapa kista
didapatkan dengan tingkat ekoik internal yang rendah yang menyulitkan ahli radiologi untuk
mendiagnosis sebagai kista tanpa mengeluarkan cairan.Tipe kista yang seperti ini disebut kista
28

kompleks. Walaupun kista kompleks tersebut terlihat sebagai massa yang solid, namun kista
tersebut bukanlah kanker. Dalam keadaan tertentu, kista dapat menimbulkan nyeri yang hebat.
Mengeluarkan isi kista dengan aspirasi jarum halus akan mengempiskan kista dan mengurangi
ketidaknyamanan. Beberapa ahli radiologis memasukkan udara ke daerah tersebut setelah
drainase untuk meminimalkan kemungkinan kista muncul lagi.Apabila cairan dari kista tampak
seperti darah atau terlihat mencurigakan, cairan tersebut harus diperiksakan ke laboratorium
patologi untuk dilihat di bawah mikroskop. Cairan kista yang normal dapat berwarna kuning,
coklat, hijau , hitam, atau berwarna seperti susu.
Menurut kepustakaan dikatakan kista terjadi pada hampir 7% dari wanita pada suatu
waktu dalam kehidupan mereka.Dikatakan bahwa kista ditemukan pada 1/3 dari wanita berusia
antara 35 sampai 50 tahun. Secara klasik, kista dialami wanita perimenopausal antara usia 45 dan
52 tahun, walaupun terdapat juga insidens yang diluar batas usia ini terutamanya pada individu
yang menggunakan terapi pengganti hormonMenurut beberapa studi autopsi, ditemukan bahwa
hampir 20% mempunyai kista subklinik dan kebanyakan berukuran antara 2 atau 3 cm.
Secara klasik, kista dialami wanita perimenopausal antara usia 45 dan 52 tahun,
walaupun terdapat juga insidens yang diluar batas usia ini terutamanya pada individu yang
menggunakan terapi pengganti hormon. Kebiasaannya kista ini soliter tetapi tidak jarang
ditemukan kista yang multiple. Pada kasus yang ekstrim, keseluruhan mammae dapat dipenuhi
dengan kista.
Kista dapat memberikan rasa tidak nyaman dan nyeri. Dikatakan bahwa terdapat
hubungan antara ketidak nyamanan dan nyeri ini dengan siklus menstruasi dimana perasaan tidak
nyaman dan nyeri ini meningkat sebelum menstruasi. Kista ini biasanya dapat dilihat.
Karekteristiknya adalah licin dan teraba kenyal pada palpasi. Kista ini dapat juga mobil namun
tidak seperti fibroadenoma. Gambaran klasik dari kista ini bisa menghilang jika kista terletak
pada bagian dalam mammae. Jaringan normal dari nodular mammae yang meliputi kista bisa
menyembunyikan gambaran klasik dari lesi yakni licin semasa dipalpasi.
Diagnosis kista mammae ditegakkan melalui aspirasi sitologi. Jumlah cairan yang
diaspirasi biasanya antara 6 atau 8 ml. Cairan dari kista bisa berbeda warnanya, mulai dari
kuning pudar sampai hitam, kadang terlihat translusen dan bisa juga kelihatan tebal dan bengkak.

29

Mammografi dan ultrasonografi membantu dalam penegakkan diagnosis tetapi pemeriksaan ini
tidak begitu penting bagi pasien yang simptomatik.
Massa soliter dengan dilatasi dari duktus retroareolar merupakan gambaran yang bisa
terlihat pada mammografi atau ultrasonografi sekiranya massa yang terbentuk agak besar. Massa
yang kecil tidak memberikan gambaran khas pada mammografi dan ultrasonografi. Gambaran
kalsifikasi jarang terlihat pada penyakit ini namun bisa terjadi pada massa yang kecil maupun
besar. Pemeriksaan galaktografi memberikan gambaran filling defect atau complete obstruction
bagi aliran retrograd dari kontras. Pada pemeriksaan MRI pula terlihat lesi berbatas tegas dengan
duktus berisi cairan. Pemeriksaan FNA tidak begitu bermakna pada penyakit ini. Pemeriksaan
lain yang bisa dilakukan adalah eksisi massa dan diperiksa dengan teknik histopatologi
konvensional.
Sebelum ini, eksisi merupakan tatalaksana bagi kista mammae. Namun terapi ini sudah
tidak dilakukan karena simple aspiration sudah memadai. Setelah diaspirasi, kista akan menjadi
lembek dan tidak teraba tetapi masih bisa dideteksi dengan mammografi. Walaubagaimanapun,
bukti klinis perlu bahwa tidak terdapat massa setelah dilakukan aspirasi.
Terdapat dua cardinal rules bagi menunjukkan aspirasi kista berhasil yakni :
(1) massa menghilang secara keseluruhan setelah diaspirasi.
(2) cairan yang diaspirasi tidak mengandungi darah.
Sekiranya kondisi ini tidak terpenuhi, ultrasonografi, needle biopsy dan eksisi
direkomendasikan. Terdapat dua indikasi untuk dilakukan eksisi pada kista. Indikasi pertama
adalah sekiranya cairan aspirasi mengandungi darah (selagi tidak disebabkan oleh trauma dari
jarum), kemungkinan terjadinya intrakistik karsinoma yang sangat jarang ditemukan. Indikasi
kedua adalah rekurensi dari kista. Hal ini bisa terjadi karena aspirasi yang tidak adekuat dan
terapi lanjut perlu diberikan sebelum dilakukan eksisi. Apabila kista masih terus membesar,
eksisi direkomendasikan.
Pasien dengan kista yang berulang sukar ditangani. Rekurensi sering terjadi pada daerah
yang berbeda dari kista yang pertama. Hampir 15% pasien mengalami rekurensi kista dalam
waktu 5 sampai 10 tahun dengan mayoritasnya mengalami satu atau dua kali rekurensi. Terdapat
sebagian kecil wanita dengan kista berulang yang regular mengunjungi dokter setiap dua sampai
tiga bulan sekali untuk drainase kista. Dahulu, sebagian pasien dengan kondisi seperti ini diterapi
dengan mastektomi subkutan. Walaupun tidak membantu dalam penegakan diagnosis,
30

mammografi harus dikerjakan sebagai prosuder skrining rutin pada wanita berusia lebih dari 35
tahun yang mempunyai kista dengan penampakan dari kanker yang rendah. Menurut
kepustakaan, terdapat bukti yang menyatakan bahwa terjadinya peningkatan risiko terhadap
kanker pada pasien dengan kista. Oleh karena itu, pemeriksaan mammografi secara berkala ini
bisa membantu dalam deteksi awal dari kanker. Pasien dengan kista soliter biasanya tidak
memerlukan pemeriksaan mammografi regular.
Teknik yang digunakan untuk aspirasi kista mammae yang dapat dipalpasi sama dengan
teknik yang digunakan untuk pemeriksaan sitologi FNA. Permukaan kulit dibersihkan dengan
alkohol. Biasanya digunakan jarum 21-gauge dan juga syringe 20 ml. Kista di fiksasi
menggunakan ibu jari dan jari telunjuk atau jari telunjuk dan jari tengah. Syringe dipegang oleh
tangan yang lain dan kista dipalpasi sehingga sudah tidak teraba. Volume dari cairan kista
biasanya 5 ml sampai 10 ml tetapi dapat mencapai 75 ml atau lebih. Cairan dari kista biasanya
berwarna coklat, kuning atau kehijauan. Sekiranya didapatkan cairan sedemikian, pemeriksaan
sitologi tidak diperlukan. Apabila ditemukan cairan kista bercampur darah, 2 ml dari cairan
diambil untuk pemeriksaan sitologi.
Apabila kista ditemukan pada ultrasound tetapi tidak bisa dipalpasi, aspirasi dengan
ultrasound-guided needle bisa dilakukan. Kulit dibersihkan dengan alkohol. Probe ultrasound
dipegang dengan satu tangan untuk mengidentifikasi kista. Syringe dipegang dengan tangan lain
dan kista diaspirasi.
2.3.11 Ektasia Duktus
Ektasia duktus merupakan pelebaran dan pengerasan dari duktus, dicirikan dengan
sekresi puting yang berwarna hijau atau hitam pekat, dan lengket.Pada puting serta daerah
disekitarnya akan terasa sakit serta tampak kemerahan. Ektasia duktus adalah kondisi yang
biasanya menyerang wanita usia sekitar 40 sampai 50 tahun. Ektasia duktus adalah kelainan
jinak yang walaupun begitu dapat mengacaukan diagnosis dengan kanker dikarenakan benjolan
yang keras di sekitar duktus yang abnormal akibat terbentuknya jaringan parut.
Kondisi ini umumnya tidak memerlukan tindakan apapun, atau dapat membaik dengan
melakukan pengkompresan dengan air hangat dan obat-obat antibiotik. Apabila keluhan tidak
membaik, duktus yang abnormal dapat diangkat melalui pembedahan dengan cara insisi pada
tepi areola.
2.3.12 Mastitis
31

Mastitis adalah infeksi yang sering menyerang wanita yang sedang menyusui atau pada
wanita yang mengalami kerusakan atau keretakan pada kulit sekitar puting. Kerusakan pada kulit
sekitar puting tersebut akan memudahkan bakteri dari permukaan kulit untuk memasuki duktus
yang menjadi tempat berkembangnya bakteri dan menarik sel-sel inflamasi. Sel-sel inflamasi
melepaskan substansi untuk melawan infeksi, namun juga menyebabkan pembengkakan jaringan
dan peningkatan aliran darah.Perubahan ini menyebabkan payudara menjadi merah, nyeri, dan
terasa hangat saat perabaan.
Gambaran klinisnya sukar dibedakan dengan karsinoma, yaitu massa berkonsistensi
keras, bisa melekat ke kulit, dan menimbulkan retraksi puting susu akibat fibrosis periduktal, dan
bisa terdapat pembesaran kelenjar getah bening aksila. Kondisi ini diterapi dengan
antibiotik.Pada beberapa kasus, mastitis berkembang menjadi abses atau kumpulan pus yang
harus dikeluarkan melalui pembedahan.
2.3.13 Galaktokel
Galaktokel adalah kista berisi susu yang terjadi pada wanita yang sedang hamil atau
menyusui. Seperti kista lainnya, galaktokel tidak bersifat seperti kanker. Biasanya galaktokel
tampak rata, benjolan dapat digerakkan, walaupun dapat juga keras dan susah digerakkan.
Penatalaksanaan galaktokel sama seperti kista lainnya, biasanya tanpa melakukan tindakan
apapun. Apabila diagnosis masih diragukan atau galaktokel menimbulkan rasa tidak nyaman,
maka dapat dilakukan drainase dengan aspirasi jarum halus.
2.3.14 Hiperplasia Epitel
Hiperplasi epitel ( disebut juga kelainan payudara proliferatif) adalah pertumbuhan
abnormal dari sel-sel yang membatasi antar duktus atau lobulus. Apabila hiperplasi melibatkan
duktus maka disebut hiperplasia duktus.Sedangkan bila melibatkan lobulus, maka disebut
hiperplasia

lobular.Berdasarkan

pengamatan

dibawah

mikroskop,

hiperplasia

dapat

dikelompokkan menjadi tipe biasa dan atipikal.Hiperplasia tipe biasa mengindikasikan


peningkatan yang tipis dari resiko seorang wanita untuk berkembang menjadi kanker payudara.
Resikonya adalah 1,5 sampai 2 kali lipat dibandingkan wanita tanpa abnormalitas payudara.
Hiperplasia atipikal mengindikasikan peningkatan yang sedang yaitu 4 sampai 5 kali lipat
dibandingkan wanita tanpa abnormalitas payudara.
Hiperplasi epitelial biasanya didiagnosa melalui biopsi jarum atau biopsi melalui
pembedahan.Apabila telah didiagnosis menderita hiperplasia terutama hiperplasia atipikal,
32

berarti diperlukan pemantauan yang lebih oleh dokter, misalnya pemeriksaan fisik payudara yang
rutin dan mammografi setiap setahun sekali. Hal ini dikarenakan mengalami hiperplasia akan
meningkatkan kemungkinan untuk berkembang menjadi kanker payudara di masa yang akan
datang.
Tabel. ANDI Classification of Benign Breast Disorder
Normal
Early reproductive Lobular
years (15-25 tahun

Disorder
Fibroadenoma.

development.

Gigantomastia.

Stromal

Adolescent

development.

hypertrophy.

Subareolar abscess.

Nipple eversion.
Nipple eversion.
Later reproductive Cyclical changes of Cyclical mastalgia.
years (25-40 tahun)

Disease
Giant fibroadenoma.

Mammary duct fistula.


Incapacitating mastalgia.

menstruation.
Epithelial
hyperplasia

Nodularity.
of Bloody

nipple

pregnancy.
Involution age (35- Lobular involution.

discharge.
Macrocytes.

55 tahun)

Duct involution

Sclerosing lesions.

- Dilation

Duct ectasis.

- Sclerosis

Nipple retraction.

Epithelial turnover

Epithelial

Epithelial hyperplasia with

hyperplasia

atypia.

Periductal mastitis.

Terapi untuk Kelainan dan Penyakit Mammae Jinak


Kista: investigasi awal dari massa yang terpalpasi adalah biopsi jarum, yang dapat
mendiagnosis kista sejak awal. Sebuah 21-gauge needle dengan syringe 10 mL ditusukkan secara
langsung ke massa, yang difiksasi dengan tangan yang tidak dominant. Volume dari kista tipikal
adalah 5-10 mL, tapi dapat mencapai 75 mL atau lebih.Jika cairan yang teraspirasi tidak
mengandung darah, makan dilakukan aspirasi hingga kering, lalu jarum ditarik, lalu dilakukan
pemeriksaan sitologi. Setelah aspirasi, mammae dipalpasi lagi untuk menentukan adanya massa
residual. Jika ada, dilakukan USG untuk menyingkirkan adanya kista persisten, dan dapat
dilakukan reaspirasi.Bila masa solid, dilakukan pengambilang spesimen jaringan.Bila pada
33

aspirasi ditemukan darah, makan diambil 2 mL untuk dilakukan pemeriksaan sitologi.Massa


kemudian dilihat dengan USG dan adanya area solid pada dinding kista dilakukan biopsi jarum.
Adanya darah biasanya dapat terlihat jelas, tetapi kista dengan cairan yang gelap perlu dilakukan
occult blood test atau pemeriksaan mikroskopis untuk memastikan. Dua aturan kardinal dari
aspirasi kista yang aman, yaitu (1) massa harus hilang secara komplit setelah aspirasi, (2) cairan
harusnya tidak mengandung darah. Jika salah satu dari ketentuan tersebut tidak ditemukan,
makan USG, biopsi jarum, dan mungkin biopsi eksisi direkomendasikan.
Fibroadenoma: pengangkatan seluruh fibroadenoma telah dianjurkan terlepas dari usia
pasien atau pertimbangan lainnya, fibroadenoma soliter pada wanita muda biasanya diangkat
untuk menghilangkan kecemasan pasien. Walaupun begitu, kebanyakan fibroadenoma bersifat
self-limitting dan banyak yang tidak terdiagnosis, sehingga pendekatan konservatif lebih
digunakan.Pemeriksaan USG dan core-needle biopsy dapat memberikan diagnosis yang
akurat.Kemudian, pasien dijelaskan mengenai hasil biopsi, dan eksisi fibroadenoma dapat
dihindari.
Sclerosing disorder: klinis dari sclerosing adenosis mirip dengan carcinoma. Oleh karena
itu kelainan ini dapat disalahartikan sebagai carcinoma pada pemeriksaan fisik, mammography,
dan pemeriksaan patologi makroskopis.Biopsi eksisi dan pemeriksaan histology seringkali
diperlukan untuk menyingkirikan diagnosis carcinoma.
Periductal mastitis: massa yang nyeri dibelakang areola mammae diaspirasi dengan 21gauge needle yang melekat ke syringe 10 mL. Adanya cairan yang terambil dilakukan
pemeriksaan sitologi dan untuk kultur digunaka medium transport yang sesuai untuk deteksi
bakteri anaerob. Pasien diberi antibiotik mulai dari Metronidazol dan Dicloxacillin sambil
menunggu hasil kultur. Kebanyakan kasus berrespon dengan baik, tetapi bila ditemukan pus,
maka tindakan operatif harus dilakukan.Abses subareolar biasanya unilocular dan sering
mengenai satu sistem duktus.USG preoperative dapat membantu menentukan daerah
perluasannya.Ahli bedah dapat mengambil tindakan simple drainage (ada risiko problem
berulang lagi) atau pembedahan definitive.Pada wanita child-bearing age, simple drainage lebih
dipilih, tetapi bila ada infeksi anaerob, infeksi berulang sering terjadi.Abses berulang dengan
fistula merupakan masalah yang sulit dan diterapi dengan fistulectomy atau major duct excision
(tergantung keadaan). Bila abses periareolar yang terlokalisasi berulang pada daerah yang sama
dan terbentuk fistula, tindakan yang lebih dipilih adalah fistulectomy. Di lain pihak, bila
34

subareolar sepsis difus, lebih dari 1 segmen atau lebih dari 1 fistula, makantotal duct excision
lebih dipilih. Terapi antibiotik bermanfaat untuk infeksi berulang setalh eksisi fistulasi, dan
dikonsumsi 2-4 minggu direkomendasikan sebelum total duct excision.

2.4 Tumor Ganas Payudara


2.4.1 Epidemiologi
Kanker payudara merupakan kanker yang sering terjadi pada negara berkembang, yaitu sekitar
18% dari seluruh kelompok kanker. Insidensi di negara Inggris yaitu 2 : 1000 wanita tiap tahun,
dengan prevalensi yaitu 2% wanita pada umur 50 tahun. Kurva insidensi Ca mammae menurut
usia terus meningkat sejak usia 30 tahun. Ca mammae jarang sekali ditemukan pada usia kurang
dari 20 tahun. (Henry M.M, Thompson J.N, 2007).

35

Ca mammae jarang sekali ditemukan pada usia kurang dari 20 tahun

Gambar 2.12 Prevalensi Carcinoma mammae


(Henry M.M, Thompson J.N, 2007).

2.4.2 Etiologi
Etiologi Ca mammae masih belum diketahui secara pasti, namun penyebabnya sangat
mungkin multi faktorial yang saling mempengaruhi satu sama lain, antara lain:
1.

Usia
Insiden kanker payudara semakin meningkat seiring bertambahnya umur seorang wanita.
Angka kejadian kanker payudara rata-rata pada wanita usia 45 tahun ke atas. Kanker jarang
timbul sebelum menopause,adapun pada usia sebelum 35 tahun, yang paling sering
menyebabkan benjolan pada payudara adalah fibroadenoma dan penyakit fibrokistik. Kanker
dapat didiagnosis pada wanita premenopause atau sebelum usia 35 tahun, tetapi kankernya
cenderung lebih agresif, derajat tumor yang lebih tinggi, dan stadiumnya lebih lanjut,
sehingga survival rates-nya lebih rendah

36

Grafik 2. Peningkatan Resiko Ca Mammae seiring dengan bertambahnya usia dimulai


pada usia 35 tahun dan mencapai puncaknya pada usia 65 tahun.

2.

Ras
Kanker payudara lebih sering terdiagnosis pada wanita kulit putih, dibandingkan wanita
Latin Amerika, Asia, or Afrika. Insidensi lebih tinggi pada wanita yang tinggal di daerah
industrialisasi.

3.

Pernah menderita kanker payudara


Harvey dan Brinton mengemukakan wanita dengan riwayat Ca mammae primer mempunyai
resiko 3 sampai 4 kali lebih besar untuk timbulnya Ca mammae kontralateral.Wanita yang
pernah menderita kanker in situ atau kanker invasif memiliki risiko tertinggi untuk menderita
kanker payudara. Setelah payudara yang terkena diangkat, maka risiko terjadinya kanker
pada payudara yang sehat meningkat sebesar 0,5-1%/tahun.

4. Riwayat keluarga yang menderita kanker payudara


Kemungkinan ini lebih besar bila keluarga itu menderita kanker bilateral atau pramenopause.
Risiko untuk menjadi kanker lebih tinggi 2-3 kali lebih besar pada wanita yang ibunya atau
saudara perempuan kandungnya memiliki kanker payudara. Risiko lebih tinggi jika anggota
keluarganya menderita kanker payudara sebelum usia 40 tahun. Risiko lebih meningkat bila
terdapat kerabat/saudara (baik dari keluarga ayah atau ibu) yang menderita kanker payudara.
Risiko juga meningkat apabila keluarga menderita kanker bilateral atau saat premenopause.

37

5. Hormonal
Meningkatnya

paparan

estrogen

berhubungan

dengan

peningkatan

risiko

untuk

berkembangnya kanker payudara, sedangkan berkurangnya paparan justru memberikan efek


protektif.WHO menyatakan bahwa tidak terdapat peningkatan maupun penurunan insidens
Ca mammae yang berhubungan dengan penggunaan kotrasepsi injeksi seperti depotmedroxyprogesterone acetate (DMPA). Berdasarkan beberapa penelitian, didapatkan
kesimpulan bahwa penggunaan esterogen sebagai terapi penganti hormon (Hormone
Replacement Therapy = HRT) pada wanita perimenopause dan post menopause sedikit
meningkatkan resiko Ca mammae. Resiko meningkat jika pada wanita yang menerima
Estrogen Hormon Replacement Therapy tersebut sebelumnya pernah menderita kelainan
benigna pada mammae-nya
Faktor diet

6.

The Committee on Diet, Nutrition, and Cancer of The National Academy of Sciences
menyimpulkan adanya hubungan sebab akibat antara makanan berlemak dan insiden dari Ca
mammae. Makanan yang berlemak tinggi dan dalam jangka waktu panjang dapat
meningkatkan resiko Ca mammae dua kali lipat karena,akan meningkatkan kadar estrogen
serum, sehingga akan meningkatkan risiko kanker.Beberapa penelitian juga menunjukkan
bahwa wanita yang sering minum alkohol mempunyai risiko kanker payudara yang lebih
besar. Karena alkohol akan meningkatkan kadar estriol serum
7.

Pernah menderita penyakit payudara non-kanker


Risiko menderita kanker payudara agak lebih tinggi pada wanita yang pernah menderita
penyakit payudara non-kanker yang menyebabkan bertambahnya jumlah saluran air susu dan
terjadinya kelainan struktur jaringan payudara (hiperplasia atipik).

8.

Menarche (menstruasi pertama) sebelum usia 12 tahun


Semakin dini menarche, semakin besar risiko menderita kanker payudara. Risiko menderita
kanker payudara 2-4 kali lebih besar pada wanita yang mengalami menarche sebelum usia 12
tahun.

9.

Menyusui dan Menopause


38

Dahulu dikatakan bahwa wanita yang menyusui untuk waktu lama (lebih dari 6 bulan selama
hidupnya) mempunyai resiko yang lebih rendah untuk menderita Ca mammae dibandingkan
wanita yang tidak menyusui.Namun saat ini pendapat itu tidak lagi disetujui. Untuk wanita
yang mengalami menopause pada usia diatas 55 tahun, resiko timbulnya Ca mammae 2 kali
lebih besar dibandingkan dengan mereka yang mulai menopause sebelum usia 45 tahun.
Induksi menopause buatan dapat menurunkan resiko Ca mammae, misalnya pada wanitawanita yang mengalami oophorectomy (pengangkatan ovarium) pada usia kurang dari 35
tahun.
10.

Kepadatan Jaringan Payudara


Jaringan payudara dapat padat ataupun berlemak.Wanita yang pemeriksaan mammogramnya
menunjukkan jaringan payudara yang lebih padat, risiko untuk menjadi kanker payudaranya
meningkat

11.

Obesitas
Obesitas sebagai faktor risiko kanker payudara masih diperdebatkan. Beberapa penelitian
menyebutkan obesitas sebagai faktor risiko kanker payudara kemungkinan karena tingginya
kadar estrogen pada wanita yang obesitas.Sumber estrogen utama pada wanita
postmenopause berasal dari konversi androstenedione menjadi estrone yang berasal dari
jaringan lemak, dengan kata lain obesitas berhubungan dengan peningkatan paparan estrogen
jangka panjang.Penelitian membuktikan bahwa resiko Ca mammae mempunyai hubungan
langsung dengan berat badan. Resiko untuk Ca mammae pada wanita obese 1,5 sampai 2 kali
lebih tinggi daripada wanita tidak obese.

12.

Radiasi
Wanita yang tetap hidup setelah pemboman Hirosima dan Nagasaki dan pernah menjalani
pengobatan dengan radiasi dosis tinggi untuk akut postpartum mastitis, dan yang pernah
menjalani pemeriksaan fluoroscopy thorax untuk pengobatan TBC paru, mempunyai resiko
lebih tinggi untuk menderita Ca mammae. Exposure multiple dengan dosis yang relative
kecil beresiko sama dengan exposure tunggal dosis besar.

13.

Paritas dan Fertilitas


Wanita yang infertil dan nullipara mempunyai kemungkinan 30-70 % lebih tinggi untuk
menderita Ca mammae dibandingkan dengan multipara. Wanita yang pernah hamil dan
39

melahirkan pada usia 18 tahun mempunyai resiko Ca mammae sekitar 1/3 kali dibandingkan
dengan wanita yang hamil untuk pertama kalinya pada usia diatas 35 tahun. Hal ini
berhubungan dengan adanya rangsangan secara terus menerus oleh esterogen dan kurangnya
konsentrasi progesterone dalam darah, akan tetapi wanita yang hamil dan melahirkan untuk
pertama kalinya pada usia diatas 30 tahun mempunyai resiko menderita Ca mammae lebih
tinggi dibandingkan nullipara.
14.

Perubahan payudara tertentu


Beberapa wanita mempunyai sel-sel dari jaringan payudaranya yang terlihat abnormal pada
pemeriksaan mikroskopik. Risiko kanker akan meningkat bila memiliki tipe-tipe sel
abnormal tertentu, seperti atypical hyperplasia dan lobular carcinoma in situ [LCIS].

15.

Perubahan Genetik
Beberapa perubahan gen-gen tertentu akan meningkatkan risiko terjadinya kanker payudara,
antara lain BRCA1, BRCA2, dan beberapa gen lainnya. BRCA1 and BRCA2 termasuk tumor
supresor gen. Secara umum, gen BRCA-1 beruhubungan dengan invasive ductal
carcinoma,poorly differentiated, dan tidak mempunyai reseptor hormon. Sedangkan BRCA-2
berhubungan dengan invasive ductal carcinoma yang lebih well differentiated dan
mengekspresikan reseptor hormon.Wanita yang memiliki gen BRCA1 dan BRCA2 akan
mempunyai risiko kanker payudara 40-85%. Wanita dengan gen BRCA1 yang abnormal
cenderung untuk berkembang menjadi kanker payudara pada usia yang lebih dini.

40

Gambar 2.13 Kuadran mammae


(Skandalakis)

2.4.3 Insidensi2
Tabel 1.1. Persentase insidensi dari kanker payudara herediter, familial, dan
sporadik
Sporadic breast cancer

6575%

Familial breast cancer

2030%

Hereditary breast cancer

510%

41

BRCA-1a

45%

BRCA-2

35%

p53 (Li-Fraumeni syndrome)

1%

STK11/LKB1 (Peutz-Jeghers syndrome)

<1%

PTEN (Cowden disease)

<1%

MSH2/MLH1 (Muir-Torre syndrome)

<1%

ATM (Ataxia-telangiectasia)

<1%

Unknown

20%

Affected gene. SOURCE: Adapted with permission from Martin AM et al. 47


Risk Factors
Advanced age

Estimated Relative
Risk
>4

Family history
>5

Family history of ovarian cancer in women < 50y

One first-degree relative

Two or more relatives (mother, sister)

>2

>2

Personal history
3-4

Personal history
>4

Positive BRCA1/BRCA2 mutation

42

4-5

Breast biopsy with atypical hyperplasia


8-10

Breast biopsy with LCIS or DCIS

Reproductive history
2

Early age at menarche (< 12 y)

Late age of menopause

Late age of first term pregnancy (>30


y)/nulliparity

1.5-2

Use of combined estrogen/progesterone HRT

1.5-2

Current or recent use of oral contraceptives

1.25

Lifestyle factors
1.5-2

Adult weight gain


1.3-1.5

Sedentary lifestyle
1.5

Alcohol consumption

DCIS = ductal carcinoma in situ; HRT = hormone replacement therapy; LCIS =


lobular carcinoma in situ.

2.4.4 Klasifikasi Kanker Payudara


1. Non invasive carcinoma
a) Ductal carcinoma in situ

43

Ductal carcinoma in situ, juga disebut intraductal cancer, merujuk pada sel kanker
yang telah terbentuk dalam saluran dan belum menyebar.Saluran menjadi tersumbat dan
membesar seiring bertambahnya sel kanker di dalamnya.Kalsium cenderung terkumpul
dalam saluran yang tersumbat dan terlihat dalam mamografi sebagai kalsifikasi terkluster
atau tak beraturan (clustered or irregular calcifications) atau disebut kalsifikasi mikro
(microcalcifications) pada hasil mammogram seorang wanita tanpa gejala kanker.
DCIS dapat menyebabkan keluarnya cairan puting atau munculnya massa yang
secara jelas terlihat atau dirasakan, dan terlihat pada mammografi. DCIS kadang
ditemukan dengan tidak sengaja saat dokter melakukan biopsy tumor jinak.Sekitar
20%-30% kejadian kanker payudara ditemukan saat dilakukan mamografi.Jika
diabaikan dan tidak ditangani, DCIS dapat menjadi kanker invasif dengan potensi
penyebaran ke seluruh tubuh.
DCIS muncul dengan dua tipe sel yang berbeda, dimana salah satu sel cenderung
lebih invasif dari tipe satunya.Tipe pertama, dengan perkembangan lebih lambat,
terlihat lebih kecil dibandingkan sel normal.Sel ini disebut solid, papillary atau
cribiform.Tipe kedua, disebut comedeonecrosis, sering bersifat progresif di awal
perkembangannya, terlihat sebagai sel yang lebih besar dengan bentuk tak beraturan.

A
B

44

Gambar 2.14 Ductal Carcinoma in situ (A) dan Sel-sel kanker menyebar keluar dari
ductus, menginvasi jaringan sekitar dalam mammae (B)

b) Lobular carcinoma in situ


Meskipun sebenarnya ini bukan kanker, tetapi LCIS kadang digolongkan sebagai tipe
kanker payudara non-invasif. Bermula dari kelenjar yang memproduksi air susu,
tetapi tidak berkembang melewati dinding lobulus. Mengacu pada National Cancer
Institute, Amerika Serikat, seorang wanita dengan LCIS memiliki peluang 25%
munculnya kanker invasive (lobular atau lebih umum sebagai infiltrating ductal
carcinoma) sepanjang hidupnya.

Gambar 2.15 Lobular carcinoma in situ

2. Invasive carcinoma
I. Pagets disease dari papilla mammae
Pagets disease dari papilla mammae pertama kali dikemukakan pada tahun 1974.
Seringnya muncul sebagai erupsi eksim kronik dari papilla mammae, dapat berupa lesi
bertangkai, ulserasi, atau halus. Paget's disease biasanya berhubungan dengan DCIS (Ductal
45

Carcinoma in situ) yang luas dan mungkin berhubungan dengan kanker invasif. Biopsi papilla
mammae akan menunjukkan suatu populasi sel yang identik (gambaran atau perubahan
pagetoid). Patognomonis dari kanker ini adalah terdapatnya sel besar pucat dan bervakuola
(Paget's cells) dalam deretan epitel. Terapi pembedahan untuk Paget's disease meliputi
lumpectomy, mastectomy, atau modified radical mastectomy, tergantung penyebaran tumor dan
adanya kanker invasif.
II. Invasive ductal carcinoma
a. Adenocarcinoma with productive fibrosis (scirrhous, simplex, NST) (80%)
Kanker ini ditemukan sekitar 80% dari kanker payudara dan pada 60% kasus kanker
ini mengadakan metastasis (baik mikro maupun makroskopik) ke KGB aksila. Kanker ini
biasanya terdapat pada wanita perimenopause or postmenopause dekade kelima sampai
keenam, sebagai massa soliter dan keras. Batasnya kurang tegas dan pada potongan
meilntang, tampak permukaannya membentuk konfigurasi bintang di bagian tengah
dengan garis berwarna putih kapur atau kuning menyebar ke sekeliling jaringan
payudara. Sel-sel kanker sering berkumpul dalam kelompok kecil, dengan gambaran
histologi yang bervariasi.
b. Medullary carcinoma (4%)
Medullary carcinoma adalah tipe khusus dari kanker payudara, berkisar 4% dari
seluruh kanker payudara yang invasif dan merupakan kanker payudara herediter yang
berhubungan dengan BRCA-1. Peningkatan ukuran yang cepat dapat terjadi sekunder
terhadap nekrosis dan perdarahan. 20% kasus ditemukan bilateral. Karakterisitik
mikroskopik dari medullary carcinoma berupa (1) infiltrat limforetikular yang padat
terutama terdiri dari sel limfosit dan plasma; (2) inti pleomorfik besar yang
berdiferensiasi buruk dan mitosis aktif; (3) pola pertumbuhan seperti rantai, dengan
minimal atau tidak ada diferensiasi duktus atau alveolar. Sekitar 50% kanker ini
berhubungan dengan DCIS dengan karakteristik terdapatnya kanker perifer, dan kurang
dari 10% menunjukkan reseptor hormon. Wanita dengan kanker ini mempunyai 5-year
survival rate yang lebih baik dibandingkan NST atau invasive lobular carcinoma.

46

c. Mucinous (colloid) carcinoma (2%)


Mucinous carcinoma (colloid carcinoma), merupakan tipe khusus lain dari kanker
payudara, sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif, biasanya muncul sebagai
massa tumor yang besar dan ditemukan pada wanita yang lebih tua. Karena komponen
musinnya, sel-sel kanker ini dapat tidak terlihat pada pemeriksaan mikroskopik.
d. Papillary carcinoma (2%)
Papillary carcinoma merupakan tipe khusus dari kanker payudara sekitar 2% dari
semua kanker payudara yang invasif. Biasanya ditemukan pada wanita dekade ketujuh
dan sering menyerang wanita non kulit putih. Ukurannya kecil dan jarang mencapai
diameter 3 cm. McDivitt dan kawan-kawan menunjukkan frekuensi metastasis ke KGB
aksila yang rendah dan 5- and 10-year survival rate mirip mucinous dan tubular
carcinoma.

e. Tubular carcinoma (2%)


Tubular carcinoma merupakan tipe khusus lain dari kanker payudara sekitar 2% dari
semua kanker payudara yang invasif. Biasanya ditemukan pada wanita perimenopause
dan pada periode awal menopause. Long-term survival mendekati 100%.

III. Invasive lobular carcinoma (10%)


Invasive lobular carcinoma sekitar 10% dari kanker payudara.Gambaran histopatologi
meliputi sel-sel kecil dengan inti yang bulat, nucleoli tidak jelas, dan sedikit
sitoplasma.Pewarnaan khusus dapat mengkonfirmasi adanya musin dalam sitoplasma, yang
dapat menggantikan inti (signet-ring cell carcinoma).Seringnya multifokal, multisentrik, dan
bilateral.Karena pertumbuhannya yang tersembunyi sehingga sulit untuk dideteksi.

47

IV. Kanker yang jarang (adenoid cystic, squamous cell, apocrine)


Tabel 1.2. Distribusi lokasi tumor menurut histologisnya pada semua pasien 1
Location

Lobular (%)

Ductal (%)

Combination (%)

Nipple

2.2

1.7

1.9

Central

6.0

5.3

6.1

Upper inner

7.3

9.2

8.3

Lower inner

3.8

4.7

3.9

Upper outer

37.0

36.9

37.1

Lower outer

5.8

6.4

5.7

Axillary tail

0.8

0.8

0.6

Overlapping*

18.6

18.2

19.9

NOS (not otherwise specified)

18.6

16.8

16.5

*Lesions overlap between two quadrants within the breast.

2.4.5 Staging 6

Tabel 1.3. TNM Staging System untuk Breast Cancer

48

Tumor Primer (T)


TX

Tumor primer tidak dapat dinilai

T0

Tidak ada bukti terdapat tumor primer

Tis

Carcinoma in situ

Tis(DCIS) Ductal carcinoma in situ


Tis(LCIS) Lobular carcinoma in situ
Tis(Paget Paget's disease dari papilla mammae tanpa tumor (Catatan : Paget's
's)
disease yang berhubungan dengan tumor diklasifikasikan menurut
ukuran tumor)
T1

Tumor 2 cm

T1mic

Microinvasion 0.1

T1a

Tumor > 0.1 cm tetapi tidak lebih dari 0.5 cm

T1b

Tumor > 0.5 cm tetapi tidak lebih dari 1 cm

T1c

Tumor > 1 tetapi tidak lebih dari 2 cm

T2

Tumor > 2 cm tetapi tidak lebih dari 5 cm

T3

Tumor > 5 cm

T4

Tumor ukuran berapapun dengan perluasan langsung ke dinding dada


atau kulit, seperti yang diuraikan dibawah ini :

T4a

Perluasan ke dinding dada, tidak melibatkan otot pectoralis

T4b

Edema (termasuk peau d'orange), atau ulserasi kulit [ayudara, atau ada
nodul satelit terbatas di kulit payudara yang sama

T4c

Kriteria T4a dan T4b

T4d

Inflammatory carcinoma

Kelenjar Getah BeningKlinis (N)


NX

KGB regional tidak dapat dinilai (misalnya sebelumnya telah diangkat)

49

N0

Tidak ada metastasis ke KGB regional

N1

Metastasis ke KGB aksilla ipsilateral tetapi dapat digerakkan

N2

Metastasis KGB aksilla ipsilateral tetapi tidak dapat digerakkan atau


terfiksasi, atau tampak secara klinis ke KGB internal mammary
ipsilateral tetapi secara klinis tidak terbukti terdapat metastasis ke KGB
aksilla ipsilateral

N2a

Metastasis ke KGB aksilla ipsilateral dengan KGB saling melekat atau


melekat ke struktur lain sekitarnya.

N2b

Metastasis hanya tampak secara klinis ke KGB internal mammary


ipsilateral dan tidak terbukti secara klinis terdapat metastasis ke KGB
aksilla ipsilateral

N3

Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa


keterlibatan KGB aksilla, atau secara klinis ke KGB internal mammary
ipsilateral tetapi secara klinis terbukti terdapat metastasis ke KGB
aksilla ipsilateral; atau metastasis ke KGB supraklavikula ipsilateral
dengan atau tanpa keterlibatan KGB infraklavikula atau aksilla
ipsilateral

N3a

Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral

N3b

Metastasis ke KGB internal mammary dan aksilla

N3c

Metastasis ke KGB supraklavikula ipsilateral

Kelenjar Getah Bening RegionalPatologia anatomi (pN)


pNX

KGB regional tidak dapat dinilai (sebelumnya telah diangkat atau tidak
dilakukan pemeriksaan patologi)

pN0b

Secara histologis tidak terdapat metastasis ke KGB, tidak ada


pemeriksaan tambahan untuk isolated tumor cells (Catatan : Isolated
tumor cells (ITC) diartikan sebagai sekelompok tumor kecil yang tidak
lebih dari 0.2 mm, biasanya dideteksi hanya dengan
immunohistochemical (IHC) atau metode molekuler

pN0(i)

Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC (-)

pN0(i+)

Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC (+), IHC
cluster tidak lebih dari 0.2 mm

50

pN0(mol Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, pemeriksaan


)
molekuler (-) (RT-PCR)
pN0(mol Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, pemeriksaan
+)
molekuler (+) (RT-PCR)
pN1

Metastasis ke 1-3 KGB aksila, dan atau KGB internal mammary


terdeteksi secara mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB, secara klinis
tidak tampak

pN1mi

Micrometastasis (> 0.2 mm, < 2.0 mm)

pN1a

Metastasis ke 1-3 KGB aksila

pN1b

Metastasis ke KGB internal mammary terdeteksi secara mikroskopis


melalui diseksi sentinel KGB, secara klinis tidak tampak

pN1c

Metastasis ke 1-3 KGB aksila dan ke KGB internal mammary terdeteksi


secara mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB, secara klinis tidak
tampak (jika berhubungan dengan >3 (+) KGB aksila, KGB internal
mammary diklasifikasikan sebagai pN3b)

pN2

Metastasis ke 4-9 KGB aksila, atau tampak secara klinis ke KGB internal
mammary tetapi secara klinis tidak terbukti terdapat metastasis ke KGB
aksilla

pN2a

Metastasis ke 4-9 KGB aksila (sedikitnya 1 tumor > 2 mm)

pN2b

tampak secara klinis ke KGB internal mammary tetapi secara klinis


tidak terbukti terdapat metastasis ke KGB aksilla

pN3

Metastasis ke 10 KGB aksila, atau KGB infraklavikula, atau secara klinis


ke KGB internal mammary ipsilateral dan terdapat 1 atau lebih
metastasis ke KGB aksilla atau > 3 metastasis ke KGB aksilla tetapi
secara klinis microscopic metastasis (-) ke KGB internal mammary; atau
ke KGB supraklavikular ipsilateral

pN3a

Metastasis ke 10 KGB aksila (minimal 1 tumor > 2 mm), atau


metastasis ke KGB infraklavikula

pN3b

Secara klinis metastasis ke KGB internal mammary ipsilateral dan


terdapat 1 atau lebih metastasis ke KGB aksilla atau > 3 metastasis ke
KGB aksilla dan dalam KGB internal mammary dengan kelainan
mikroskopis yang terdeteksi melalui diseksi KGB sentinel, tidak tampak

51

secara klinis
pN3c

Metastasis ke KGB supraklavikular ipsilateral

Metastasis Jauh (M)


MX

Metastasis jauh tidak dapat dinilai

M0

Tidak terdapat metastasis jauh

M1

Terdapat metastasis jauh

Tampak secara klinis didefinisikan bahwa dapat dideteksi melalui alat pencitraan atau dengan
pemeriksaan klinis atau kelainan patologis terlihat jelas.
Tidak tampak secara klinis berarti tidak terlihat melalui alat pencitraan (kecuali dengan
lymphoscintigraphy) atau dengan pemeriksaan klinis.
Klasifikasi berdasarkan diseksi KGB aksila dengan atau tanpa diseksi sentinel dari KGB. Klasifikasi
semata-mata berdasarkan diseksi sentinel KGB tanpa diseksi KGB aksila yang selanjutnya direncanakan
untuk "sentinel node", seperti pN-(l+) (sn).
RT-PCR = reverse transcriptase polymerase chain reaction.
SOURCE: Modified with permission from American Joint Committee on Cancer: AJCC Cancer Staging
Manual, 6th ed. New York: Springer, 2002, pp 227228.

Tabel 1.4. TNM Stage Groupings


Stage 0

Tis

N0

M0

Stage I

T1a

N0

M0

Stage IIA

T0

N1

M0
52

T1a

N1

M0

T2

N0

M0

T2

N1

M0

T3

N0

M0

T0

N2

M0

T1a

N2

M0

T2

N2

M0

T3

N1

M0

T3

N2

M0

T4

N0

M0

T4

N1

M0

T4

N2

M0

Stage IIIC

Any T

N3

M0

Stage IV

Any T

Any N

M1

Stage IIB

Stage IIIA

Stage IIIB

T1 termasuk T1 mic.

SOURCE: Modified with permission from American Joint Committee on Cancer: AJCC Cancer
Staging Manual, 6th ed. New York: Springer, 2002, p 228.

2.4.6 Diagnosis
a. Anamnesa
53

Gejala yang yang paling sering meliputi 3 :


1. Penderita merasakan adanya perubahan pada payudara atau pada puting susunya
a. Benjolan atau penebalan dalam atau sekitar payudara atau di daerah ketiak
b. Puting susu terasa mengeras
2. Penderita melihat perubahan pada payudara atau pada puting susunya
a. Perubahan ukuran maupun bentuk dari payudara
b. Puting susu tertarik ke dalam payudara
c. Kulit payudara, areola, atau puting bersisik, merah, atau bengkak. Kulit mungkin
berkerut-kerut seperti kulit jeruk.
3. Keluarnya sekret atau cairan dari puting susu
Pada awal kanker payudara biasanya penderita tidak merasakan nyeri. Jika sel kanker
telah menyebar, biasanya sel kanker dapat ditemukan di kelenjar limfe yang berada di sekitar
payudara. Sel kanker juga dapat menyebar ke berbagai bagian tubuh lain, paling sering ke
tulang, hati, paru-paru, dan otak.(4)
Pada 33% kasus kanker payudara, penderita menemukan benjolan pada payudaranya.
Tanda dan gejala lain dari kanker payudara yang jarang ditemukan meliputi pembesaran atau
asimetrisnya payudara, perubahan pada puting susu dapat berupa retraksi atau keluar sekret,
ulserasi atau eritema kulit payudara, massa di ketiak, ketidaknyamanan muskuloskeletal. 50%
wanita dengan kanker payudara tidak memiliki gejala apapun. Nyeri pada payudara biasanya
berhubungan dengan kelainan yang bersifat jinak.(6)

b. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
Inspkesi bentuk, ukuran, dan simetris dari kedua payudara, apakah terdapat edema (peau
54

dorange), retraksi kulit atau puting susu, dan eritema.6

Gambar 2. 16 Pemeriksaan Mamae dengan Inspeksi

2. Palpasi
Dilakukan palpasi pada payudara apakah terdapat massa, termasuk palpasi kelenjar limfe
di aksila, supraklavikula, dan parasternal. Setiap massa yang teraba atau suatu
lymphadenopathy,

harus

dinilai

lokasinya, ukurannya, konsistensinya,


bentuk, mobilitas atau fiksasinya.6

55

Gambar 2.17 Pemeriksaan Mamae dengan Palpasi

c. Pemeriksaan penunjang
1. Mammografi
Mammografi merupakan pemeriksaan yang paling dapat diandalkan untuk mendeteksi kanker
payudara sebelum benjolan atau massa dapat dipalpasi. Karsinoma yang tumbuh lambat
dapat diidentifikasi dengan mammografi setidaknya 2 tahun sebelum mencapai ukuran yang
dapat dideteksi melalui palpasi.(6,9)
Mammografi telah digunakan di Amerika Utara sejak tahun 1960 dan teknik ini terus
dimodifikasi dan diimprovisasi untuk meningkatkan kualitas gambarnya. Mammografi
konvensional menyalurkan dosis radiasi sebesar 0,1 sentigray (cGy) setiap penggunaannya.
Sebagai perbandingan, Foto X-ray thoraks menyalurkan 25% dari dosis radiasi mammografi.
Mammografi dapat digunakan baik sebagai skrining maupun diagnostik. Mammografi
mempunyai 2 jenis gambaran, yaitu kraniokaudal (CC) dan oblik mediolateral (MLO). MLO
memberikan gambaran jaringan mammae yang lebih luas, termasuk kuadran lateral atas dan
axillary tail of Spence. Dibandingkan dengan MLO, CC memberikan visualisasi yang lebih
baik pada aspek medial dan memungkinkan kompresi payudara yang lebih besar.
Radiologis yang berpengalaman dapat mendeteksi karsinoma payudara dengan tingkat false56

positive sebesar 10% dan false-negative sebesar 7%. Gambaran mammografi yang spesifik
untuk karsinoma mammae antara lain massa padat dengan atau tanpa gambaran seperti
bintang (stellate), penebalan asimetris jaringan mammae dan kumpulan mikrokalsifikasi.
Gambaran mikrokalsifikasi ini merupakan tanda penting karsinoma pada wanita muda, yang
mungkin merupakan satu-satunya kelainan mammografi yang ada. Mammografi lebih akurat
daripada pemeriksaan klinis untuk deteksi karsinoma mammae stadium awal, dengan tingkat
akurasi sebesar 90%. Protokol saat ini berdasarkan National Cancer Center Network (NCCN)
menyarankan bahwa setiap wanita diatas 20 tahun harus dilakukan pemeriksaan payudara
setiap 3 tahun. Pada usia di atas 40 tahun, pemeriksaan payudara dilakukan setiap tahun
disertai dengan pemeriksaan mammografi. Pada suatu penelitian atas

screening

mammography, menunjukkan reduksi sebesar 40% terhadap karsinoma mammae stadium II,
III dan IV pada populasi yang dilakukan skrining dengan mammografi.7
2. Ultrasonografi (USG)
Penggunaan USG merupakan pemeriksaan penunjang yang penting untuk membantu
hasil mammografi yang tidak jelas atau meragukan, baik digunakan untuk menentukan massa
yang kistik atau massa yang padat. Pada pemeriksaan dengan USG, kista mammae
mempunyai gambaran dengan batas yang tegas dengan batas yang halus dan daerah bebas
echo di bagian tengahnya. Massa payudara jinak biasanya menunjukkan kontur yang halus,
berbentuk oval atau bulat, echo yang lemah di bagian sentral dengan batas yang tegas.
Karsinoma mammae disertai dengan dinding yang tidak beraturan, tetapi dapat juga berbatas
tegas dengan peningkatan akustik. USG juga digunakan untuk mengarahkan fine-needle
aspiration biopsy (FNAB), core-needle biopsy dan lokalisasi jarum pada lesi payudara. USG
merupakan pemeriksaan yang praktis dan sangat dapat diterima oleh pasien tetapi tidak dapat
mendeteksi lesi dengan diameter 1 cm.6
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Sebagai alat diagnostik tambahan atas kelainan yang didapatkan pada mammografi, lesi
payudara lain dapat dideteksi. Akan tetapi, jika pada pemeriksaan klinis dan mammografi
tidak didapat kelainan, maka kemungkinan untuk mendiagnosis karsinoma mammae sangat
kecil.(6)
57

MRI sangat sensitif tetapi tidak spesifik dan tidak seharusnya digunakan untuk skrining.
Sebagai contoh, MRI berguna dalam membedakan karsinoma mammae yang rekuren atau
jaringan parut. MRI juga bermanfaat dalam memeriksa mammae kontralateral pada wanita
dengan karsinoma payudara, menentukan penyebaran dari karsinoma terutama karsinoma
lobuler atau menentukan respon terhadap kemoterapi neoadjuvan.(7)
4. Biopsi
Fine-needle aspiration biopsy (FNAB) dilanjutkan dengan pemeriksaan sitologi
merupakan cara praktis dan lebih murah daripada biopsi eksisional dengan resiko yang
rendah. Teknik ini memerlukan patologis yang ahli dalam diagnosis sitologi dari karsinoma
mammae dan juga dalam masalah pengambilan sampel, karena lesi yang dalam mungkin
terlewatkan. Insidensi false-positive dalam diagnosis adalah sangat rendah, sekitar 1-2% dan
tingkat false-negative sebesar 10%. Kebanyakan klinisi yang berpengalaman tidak akan
menghiraukan massa dominan yang mencurigakan jika hasil sitologi FNA adalah negatif,
kecuali secara klinis, pencitraan dan pemeriksaan sitologi semuanya menunjukkan hasil
negatif.
Large-needle (core-needle) biopsy mengambil bagian sentral atau inti jaringan dengan
jarum yang besar. Alat biopsi genggam menbuat large-core needle biopsy dari massa yang
dapat dipalpasi menjadi mudah dilakukan di klinik dan cost-effective dengan anestesi lokal.7
Open biopsy dengan lokal anestesi sebagai prosedur awal sebelum memutuskan tindakan
defintif merupakan cara diagnosis yang paling dapat dipercaya. FNAB atau core-needle
biopsy, ketika hasilnya positif, memberikan hasil yang cepat dengan biaya dan resiko yang
rendah, tetapi ketika hasilnya negatif maka harus dilanjutkan dengan open biopsy. Open
biopsy dapat berupa biopsy insisional atau biopsi eksisional. Pada biopsi insisional
mengambil sebagian massa payudara yang dicurigai, dilakukan bila tidak tersedianya coreneedle biopsy atau massa tersebut hanya menunjukkan gambaran DCIS saja atau klinis curiga
suatu inflammatory carcinoma tetapi tidak tersedia core-needle biopsy. Pada biopsi
eksisional, seluruh massa payudara diambil.2,7
5. Biomarker

58

Biomarker karsinoma mammae terdiri dari beberapa jenis. Biomarker sebagai salah satu
faktor yang meningkatkan resiko karsinoma mammae. Biomarker ini mewakili gangguan
biologik pada jaringan yang terjadi antara inisiasi dan perkembangan karsinoma. Biomarker
ini digunakan sebagai hasil akhir dalam penelitian kemopreventif jangka pendek dan
termasuk perubahan histologis, indeks dari proliferasi dan gangguan genetik yang mengarah
pada karsinoma. (8)
Nilai prognostik dan prediktif dari biomarker untuk karsinoma mammae antara lain (1)
petanda proliferasi seperti proliferating cell nuclear antigen (PNCA), BrUdr dan Ki-67; (2)
petanda apoptosis seperti bcl-2 dan rasio bax:bcl-2; (3) petanda angiogenesis seperti vascular
endothelial growth factor (VEGF) dan indeks angiogenesis; (4) growth factors dan growth
factor receptors seperti human epidermal growth receptor (HER)-2/neu dan epidermal
growth factor receptor (EGFr) dan (5) p53. (6)

2.4.7 Skrining
Rekomendasi untuk deteksi kanker payudara dini menurut American Cancer Society(4) :

Wanita berumur 40 tahun harus melakukan screening mammogram secara terusmenerus selama mereka dalam keadaan sehat, dianjurkan setiap tahun.

Wanita berumur 20-30 tahun harus melakukan pemeriksaan klinis payudara (termasuk
mammogram) sebagai bagian dari pemeriksaan kesehatan yang periodik oleh dokter,
dianjurakan setiap 3 tahun.

Setiap wanita dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan payudara sendiri mulai umur
20 tahun. untuk kemudian melakukan konsultasi ke dokter bila menemukan kelainan.

Wanita yang berisiko tinggi (>20%) harus melakukan pemeriksaan MRI dan
mammogram setiap tahun.

Wanita yang risiko sedang (15-20%) harus melakukan mammogram setiap tahun, dan
59

konsultasi ke dokter apakah perlu disertai pemeriksaan MRI atau tidak.

Wanita yang risiko rendah (<15%) tidak perlu pemeriksaan MRI periodik tiap tahun.

Wanita termasuk risiko tinggi bila :

mempunyai gen mutasi dari BRCA1 atau BRCA2

- mempunyai kerabat dekat tingkat pertama (orang tua, kakak-adik) yang memiliki gen mutasi
dari BRCA1 atau BRCA2 tetapi belum pernah melakukan pemeriksaan genetik
-

mempunyai risiko kanker 20-25% menurut penilaian faktor risiko terutama berdasarkan
riwayat keluarga

pernah mendapat radioterapi pada dinding dada saat umur 10-30 tahun

mempunyai Li-Fraumeni syndrome, Cowden syndrome, atau Bannayan-Riley-Ruvalcaba


syndrome, atau ada kerabat dekat tingkat pertama memiliki salah satu sindrom-sindrom ini.

Wanita dengan risiko sedang bila :


mempunyai risiko kanker 15-20% menurut penilaian faktor risiko terutama berdasarkan
riwayat keluarga

mempunyai riwayat kanker pada satu payudara, ductal carcinoma in situ (DCIS), lobular
carcinoma in situ (LCIS), atypical ductal hyperplasia (ADH), atau atypical lobular
hyperplasia (ALH)

mempunyai kepadatan yang tidak merata atau berlebihan terlihat pada pemeriksaan
mammogram

Tabel 1.5. Penilaian risiko kanker payudara6

60

Faktor risiko

Relative
Risk

Usia menarche (tahun)


>14

1.00

1213

1.10

<12

1.21

Umur (tahun)
Pasien tanpa saudara yg menderita kanker
<20

1.00

2024

1.24

2529 or nullipara

1.55

30

1.93

Pasien dengan saudara dekat tingkat satu yg menderita kanker


<20

1.00

2024

2.64

2529 or nullipara

2.76

30

2.83

Pasien dengan saudara dekat tingkat dua yg menderita kanker


<20

6.80

2024

5.78

2529 or nullipara

4.91

30

4.17

Breast biopsies (n)

61

Faktor risiko

Relative
Risk

Pasien berumur < 50 tahun saat konseling


0

1.00

1.70

2.88

Pasien berumur 50 tahun saat konseling


0

1.00

1.27

1.62

Atypical hyperplasia
No biopsies

1.00

At least 1 biopsy, no atypical hyperplasia

0.93

No atypical hyperplasia, hyperplasia status unknown for at least 1 biopsy 1.00


Atypical hyperplasia in at least 1 biopsy

1.82

2.4.8 Penatalaksanaan
Stadium I, II, III awal (stadium operable) sifat pengobatan adalah kuratif. Pengobatan pada
stadium I, II dan IIIa adalah operasi primer, terapi lainnya bersifat adjuvant. Untuk stadium I dan
II pengobatannya adalah radikal mastectomy atau modified radikal mastectomy dengan atau
tanpa radiasi dan sitostatika adjuvant.

62

Gambar 7. Macam-macam operasi carcinoma mammae

Stadium IIIa terapinya adalah simple mastectomy dengan radiasi dan sitostatika adjuvant.
Stadium IIIb dan IV sifat pengobatannya adalah paliatif, yaitu terutama untuk mengurangi
penderitaan dan memperbaiki kualitas hidup. Untuk stadium IIIb atau yang dinamakan locally
advanced pengobatan utama adalah radiasi dan dapat diikuti oleh modalitas lain yaitu hormonal
terapi dan sitostatika. Stadium IV pengobatan primer adalah yang bersifat sistemik yaitu
hormonal dan khemoterapi.
Terapi kuratif dianjurkan untuk stadium I, II, dan III. Pasien dengan tumor lokal lanjut (T3,T4)
dan bahkan inflammatory carcinoma mungkin dapat disembuhkan dengan terapi multimodalitas,
tetapi kebanyakan hanya bersifat paliatif. Terapi paliatif diberikan pada pasien dengan stadium
IV dan untuk pasien dengan metastasis jauh atau untuk karsinoma lokal yang tidak dapat
direseksi.(7,10)
A. Terapi secara pembedahan
1. Mastektomi partial (breast conservation)
Tindakan konservatif terhadap jaringan payudara terdiri dari reseksi tumor primer hingga batas
jaringan payudara normal, radioterapi dan pemeriksaan status KGB (kelenjar getah bening)
aksilla. Reseksi tumor payudara primer disebut juga sebagai reseksi segmental, lumpectomy,
mastektomi partial dan tylectomy. Tindakan konservatif, saat ini merupakan terapi standar untuk
wanita dengan karsinoma mammae invasif stadium I atau II. Wanita dengan DCIS hanya
memerlukan reseksi tumor primer dan radioterapi adjuvan. Ketika lumpectomy dilakukan, insisi
dengan garis lengkung konsentrik pada nipple-areola complex dibuat pada kulit diatas karsinoma
63

mammae. Jaringan karsinoma diangkat dengan diliputi oleh jaringan mammae normal yang
adekuat sejauh 2 mm dari tepi yang bebas dari jaringan tumor. Dilakukan juga permintaan atas
status reseptor hormonal dan ekspresi HER-2/neu kepada patologis.
Setelah penutupan luka payudara, dilakukan diseksi KGB aksilla ipsilateral untuk penentuan
stadium dan mengetahui penyebaran regional. Saat ini, sentinel node biopsy merupakan prosedur
staging yang dipilih pada aksilla yang tidak ditemukan adanya pembesaran KGB. Ketika sentinel
node biopsy menunjukkan hasil negatif, diseksi KGB akilla tidak dilakukan.7
Berdasarkan cara operasinya, prosedur ini dibagi dalam 3 cara:

Eksisi terbatas hanya mengangkat seluruh tumornya saja.


Cara ini tidak dianjurkan untuk Ca mammae

Eksisi seluruh tumor beserta jaringan mammae yang


melekat pada tumor untuk meyakinkan batas jaringan bebas tumor.

Eksisi seluruh tumor beserta seluruh quadrant mammae


yang mengandung tumor dan kulit yang menutupinya (quadranectomy).
Sebagian besar ahli bedah membatasi segmental mastectomy pada pasien-pasien dengan

tumor yang kecil (<4cm atau dalam beberapa kasus <2 cm). Mastectomy segmental harus
dilanjutkan dengan terapi radiasi karena tanpa radiasi resiko kekambuhannya tinggi.
2. Modified Radical Mastectomy
Kanker yang besar dan residual setelah adjuvant terapi (khususnya pada payudara yang kecil),
kanker multisentris, dan pasien dengan komplikasi terapi radiasi merupakan indikasi
dilakukannya operasi ini (Zollinger Atlas of Surgical Operation)
Prosedur ini paling banyak digunakan, terdapat 2 bentuk prosedur yang biasa

digunakan oleh

para ahli bedah.

Prosedur Patey dan modifikasi dari Scanlon


M. pectoralis mayor tetap dipertahankan sedangkan M. pectoralis minor dan kelenjar
limfe level I, II dan III pada axilla diangkat. Scanlon memodifikasi prosedur Patey
dengan memisahkan tetapi tidak mengangkat M. pectoralis minor, sehingga kelenjar limfe
64

apical (level III) dapat diangkat dan saraf pectoral lateral dari otot mayor dipertahankan.

Prosedur yang dibuat oleh Auchincloss

Berbeda dari prosedur Patey, yaitu dengan tidak mengangkat atau memisahkan M. Pectoralis
minor. Modifikasi ini membatasi pengangkatan komplit dari kelenjar limfe paling atas,
Auchincloss menerangkan bahwa hanya 2 % dari pasien yang memperoleh manfaat dengan
adanya pengangkatan kelenjar limfe sampai level tertinggi. Ini yang membuat prosedur
Auchincloss menjadi prosedur yang paling populer untuk Ca mammae di Amerika Serikat.
3.Total Mastectomy
Total mastectomy kadang disebut juga dengan simple mastectomy yang mencakup operasi
pengangkatan seluruh mammae, axillary tail dan fascia pectoralis. Total mastectomy tidak
mencakup diseksi axilla dan sering dikombinasi dengan terapi radiasi post operasi. Prosedur ini
didasarkan pada teori bahwa KGB merupakan sumber suatu barrier terhadap sel-sel Ca mammae
dan seharusnya tidak diangkat, juga ada alasan bahwa terapi radiasi akan dapat menahan
penyebaran sel-sel ganas sebagai akibat trauma operasi (Jatoi I, Kaufmann M, Petit J.Y, 2006)
B. Terapi secara medikalis (non-pembedahan)
1. Radioterapi
Terapi radiasi dapat digunakan untuk semua stadium karsinoma mammae. Untuk wanita dengan
DCIS, setelah dilakukan lumpectomy, radiasi adjuvan diberikan untuk mengurangi resiko
rekurensi lokal, juga dilakukan untuk stadium I, IIa, atau IIb setelah lumpectomy. Radiasi juga
diberikan pada kasus resiko/kecurigaan metastasis yang tinggi.
Pada karsinoma mammae lanjut (Stadium IIIa atau IIIb), dimana resiko rekurensi dan
metastasis yang tinggi maka setelah tindakan pembedahan dilanjutkan dengan terapi radiasi
adjuvan.(6)
2. Kemoterapi
Terapi ini bersifat sistemik dan bekerja pada tingkat sel. Terutama diberikan pada Ca mammae
yang sudah lanjut, bersifat paliatif, tapi dapat pula diberikan pada Ca mammae yang sudah
dilakukan mastectomy bersifat terapi adjuvant. Biasanya diberikan kombinasi CMF
65

(Cyclophosphamide, Methotrexate, Fluorouracil).


Kemoterapi dan obat penghambat hormon seringkali diberikan segera setelah pembedahan
dan dilanjutkan selama beberapa bulan atau tahun. Pengobatan ini menunda kembalinya
kanker dan memperpanjang angka harapan hidup penderita. Pemberian beberapa jenis
kemoterapi lebih efektif dibandingkan dengan kemoterapi tunggal. Tetapi tanpa pembedahan
maupun penyinaran, obat-obat tersebut tidak dapat menyembuhkan kanker payudara.
Efek samping dari kemoterapi bisa berupa mual, lelah, muntah, luka terbuka di mulut yang
menimbulkan nyeri atau kerontokan rambut yang sifatnya sementara. Pada saat ini muntah
relatif jarang terjadi karena adanya obat ondansetron. Tanpa ondansetron, penderita akan
muntah sebanyak 1-6 kali selama 1-3 hari setelah kemoterapi. Berat dan lamanya muntah
bervariasi, tergantung kepada jenis kemoterapi yang digunakan dan penderita. Selama
beberapa bulan, penderita juga menjadi lebih peka terhadap infeksi dan perdarahan. Tetapi
pada akhirnya efek samping tersebut akan menghilang.
Tamoxifen adalah obat penghambat hormon yang bisa diberikan sebagai terapi lanjutan
setelah pembedahan. Tamoxifen secara kimia berhubungan dengan estrogen dan memiliki
beberapa efek yang sama dengan terapisulih hormon (misalnya mengurangi risiko terjadinya
osteoporosis dan penyakit jantung serta meningkatkan risiko terjadinya kanker rahim). Tetapi
tamoxifen tidak mengurangi hot flashes ataupun merubah kekeringan vagina akibat
menopause.
Obat penghambat hormon lebih sering diberikan kepada:

Kanker yang didukung oleh estrogen

Penderita yang tidak menunjukkan tanda-tanda kanker selama lebih dari 2 tahun setelah
terdiagnosis

Kanker yang tidak terlalu mengancam jiwa penderita.

Obat tersebut sangat efektif jika diberikan kepada penderita yang berusia 40 tahun dan
masih mengalami menstruasi serta menghasilkan estrogen dalam jumlah besar atau
kepada penderita yang 5 tahun lalu mengalami menopause. Tamoxifen memiliki sedikit
efek samping sehngga merupakan obat pilihan pertama. Selain itu, untuk menghentikan
66

pembentukan estrogen bisa dilakukan pembedahan untuk mengangkat ovarium (indung


telur) atau terapi penyinaran untuk menghancurkan ovarium.
Jika kanker mulai menyebar kembali berbulan-bulan atau bertahun-tahun setelah pemberian
obat penghambat hormon, maka digunakan obat penghambat hormon yang lain.
Aminoglutetimid adalah obat penghambat hormon yang banyak digunakan untuk
mengatasi rasa nyeri akibat kanker di dalam tulang. Hydrocortisone (suatu hormon steroid)
biasanya diberikan pada saat yang bersamaan, karena aminoglutetimid menekan pembentukan
hydrocortisone alami oleh tubuh.
a. Kemoterapi adjuvan
Kemoterapi adjuvan memberikan hasil yang minimal pada karsinoma mammae tanpa
pembesaran KGB dengan tumor berukuran kurang dari 0,5 cm dan tidak dianjurkan. Jika ukuran
tumor 0,6 sampai 1 cm tanpa pembesaran KGB dan dengan resiko rekurensi tinggi maka
kemoterapi dapat diberikan. Faktor prognostik yang tidak menguntungkan termasuk invasi
pembuluh darah atau limfe, tingkat kelainan histologis yang tinggi, overekspresi HER-2/neu dan
status reseptor hormonal yang negatif sehingga direkomendasikan untuk diberikan kemoterapi
adjuvan.
Contoh regimen kemoterapi yang digunakan antara lain siklofosfamid, doxorubisin, 5fluorourasil dan methotrexate.
Untuk wanita dengan karsinoma mammae yang reseptor hormonalnya negatif dan lebih besar
dari 1 cm, kemoterapi adjuvan cocok untuk diberikan. Rekomendasi pengobatan saat ini,
berdasarkan NSABP B-15, untuk stadium IIIa yang operabel adalah modified radical
mastectomy diikuti kemoterapi adjuvan dengan doxorubisin diikuti terapi radiasi. (6)
b. Neoadjuvant chemotherapy
Kemoterapi neoadjuvan merupakan kemoterapi inisial yang diberikan sebelum dilakukan
tindakan pembedahan, dimana dilakukan apabila tumor terlalu besar untuk dilakukan
lumpectomy.
Rekomendasi saat ini untuk karsinoma mammae stadium lanjut adalah kemoterapi neoadjuvan
67

dengan regimen adriamycin diikuti mastektomi atau lumpectomy dengan diseksi KGB aksilla bila
diperlukan, diikuti kemoterapi adjuvan, dilanjutkan dengan terapi radiasi. Untuk Stadium IIIa
inoperabel dan IIIb, kemoterapi neoadjuvan digunakan untuk menurunkan beban atau ukuran
tumor tersebut, sehingga memungkinkan untuk dilanjutkan modified radical mastectomy, diikuti
dengan kemoterapi dan radioterapi. (6)
3. Terapi anti-estrogen
Dalam sitosol sel-sel karsinoma mammae terdapat protein spesifik berupa reseptor hormonal
yaitu reseptor estrogen dan progesteron. Reseptor hormon ini ditemukan pada lebih dari 90%
karsinoma duktal dan lobular invasif yang masih berdiferensiasi baik.
Setelah berikatan dengan reseptor estrogen dalam sitosol, tamoxifen menghambat
pengambilan estrogen pada jaringan payudara. Respon klinis terhadap anti-estrogen sekitar 60%
pada wanita dengan karsinoma mammae dengan reseptor hormon yang positif, tetapi lebih
rendah yaitu sekitar 10% pada reseptor hormonal yang negatif. Kelebihan tamoxifen dari
kemoterapi adalah tidak adanya toksisitas yang berat. Nyeri tulang, hot flushes, mual, muntah
dan retensi cairan dapat terjadi pada pengunaan tamoxifen. Resiko jangka panjang pengunaan
tamoxifen adalah karsinoma endometrium. Terapi dengan tamoxifen dihentikan setelah 5 tahun.
Beberapa ahli onkologi merekomendasikan tamoxifen untuk ditambahkan pada terapi
neoadjuvan pada karsinoma mammae stadium lanjut terutama pada reseptor hormonal yang
positif. Untuk semua wanita dengan karsinoma mammae stadium IV, anti-estrogen (tamoxifen),
dipilih sebagai terapi awal.6,7
4. Terapi antibodi anti-HER2/neu
Penentuan ekspresi HER-2/neu pada semua karsinoma mammae yang baru didiagnosis, saat
ini direkomendasi. Hal ini digunakan untuk tujuan prognostik pada pasien tanpa pembesaran
KGB, untuk membantu pemilihan kemoterapi adjuvan karena

dengan regimen adriamycin

menberikan respon yang lebih baik pada karsinoma mammae dengan overekspresi HER-2/neu.
Pasien dengan overekspresi Her-2/neu mungkin dapat diobati dengan trastuzumab yang
ditambahkan pada kemoterapi adjuvan.
2.4.9 Prognosis
68

Survival rates untuk wanita yang didiagnosis karsinoma mammae antara tahun 1983-1987 telah
dikalkulasi berdasarkan pengamatan, epidemiologi dan hasil akhir program data, didapatkan
bahwa angka 5-year survival untuk stadium I adalah 94%, stadium IIa 85%, IIb 70%, dimana
pada stadium IIIa sekitar 52%, IIIb 48% dan untuk stasium IV adalah 18%. (6)

BAB III
KESIMPULAN

1. Tumor Mamae (payudara) diklasifikasikan menjadi 2 kelompok kategori yaitu, tumor payudara jinak
(benign) dan tumor payudara ganas (maligna).

2. Hampir 40 % pasien wanita yang datang berobat ke dokter atau rumah sakit, datang dengan
kelainan lesi jinak payudara.Selain tingginya insiden dari lesi mamae yang bersifat benign,
keganasan pada kelenjar mamae juga menjadi penyebab utama kematian pada wanita.
3. Mayoritas dari lesi benigna tidak terkait dengan pertambahan risiko untuk menjadi kanker,
maka prosedur bedah yang tidak diperlukan harus dihindari.
4. Penggunaan mammografi, Ultrasound , Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan juga biopsi
payudara dapat membantu dalam menegakkan diagnosis lesi benigna pada mayoritas dari
pasien.
5. Kanker payudara sering ditemukan di seluruh dunia dengan insidens relatif tinggi, yaitu 20%
dari seluruh keganasan (Tjahjadi, 1995). Dari 600.000 kasus kanker payudara baru yang
didiagnosis setiap tahunnya. Sebanyak 350.000 di antaranya ditemukan di negara maju,
sedangkan 250.000 di negara yang sedang berkembang (Moningkey, 2000).
69

6. Karsinoma payudara pada wanita menduduki tempat nomor dua setelah karsinoma serviks
uterus. Pencegahannya dapat dilakukan dengan pemeriksaan rutin payudara.
7. Penegakan diagnosis Karsinoma payudara dapat dilakukan melalui prosedur pemeriksaan
klinis dan beberapa pemeriksaan penunjang, dengan Gold standard diagnostik menggunakan
pemeriksaan histopatologik

DAFTAR PUSTAKA

1. Cohen S.M, Aft R.L, and Eberlein T.J. 2002. Breast Surgery. In: Doherty G.M et all, ed.

The Washington Manual of Surgery. Third edition. Philadelphia: Lippincott Williams and
Wilkins. p 40.
2. De jong, Syamsuhadi. Ilmu Bedah. EGC. Jakarta. 2005.
3. Kumpulan Naskah Ilmiah Muktamar Nasional VI Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia.
Semarang.2003
4. Moningkey, Shirley Ivonne, 2000. Epidemiologi Kanker Payudara. Medika; Januari 2000. Jakarta.
5. Profil Kesehatan Indonesia. Pusat Data Kesehatan. Jakarta, 1997
6. Tjindarbumi, 2000. Deteksi Dini Kanker Payudara dan Penaggulangannya, Dalam: Deteksi Dini
Kanker. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
7. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

70

Jakarta.
8. Vaidya, M.P, and Shukla, H.S. A textbook of Breast Cancer. Vikas Publishing House PVT LTD.
9. Cohen S.M, Aft R.L, and Eberlein T.J. 2002. Breast Surgery. In: Doherty G.M et all, ed.

The Washington Manual of Surgery. Third edition. Philadelphia: Lippincott Williams and
Wilkins. p 40.
10. Evans A, Ellis I. 2002. Breast Benign Calcification. In: Evans A, Pinder S, Wilson R,

Ellis I, ed. 2002. Breast Calcification a Diagnostic Manual. London: Greenwich Medical
Media. p 4, 5-6, 12, 20
11. Greenall M.J, Wood W.C. 2000. Cancer of the Breast. In: Morris J.P, Wood W.C, ed.

Oxford Textbook of Surgery. Second edition. Oxford University Press. p 107


12. Henry M.M, Thompson J.N. 2007. Breast Disease. Clinical Surgery. Second edition.

Elsevier. p 453
13. Jatoi I, Kaufmann M, Petit J.Y. 2006. Diagnostic Procedures. In: Schroder G, ed. Atlas of

Breast Surgery. Berlin: Springer-Verlag Berlin Heidelberg. p 19-21


14. Jatoi I, Kaufmann M, Petit J.Y. 2006. Surgery for Breast Carcinoma. In: Schroder G, ed.

Atlas of Breast Surgery. Berlin: Springer-Verlag Berlin Heidelberg. 67, 81-82


15. Kirby I.B. 2006. The Breast. In: Brunicardi F.C et all, ed. Schwartzs Principles of

Surgery. Eight edition. New York: McGraw-Hill Books Company.


16. Schnitt S.J, Connolly J.L. 2000. Pathology of Benign Breast Disorders. In: Harris J.R,

Lippman M.E, Morrow M, Osborne K, ed. Disease of the Breast. Second edition.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. p 15
17. Schnitt S.J, Connolly J.L. 2000. Staging of Breast Cancer. In: Harris J.R, Lippman M.E,

Morrow M, Osborne K, ed. Disease of the Breast. Second edition. Philadelphia:

71

Lippincott Williams and Wilkins. p 34


18. Skandalakis et all. 2000. Breast. Skandalakis Surgical Anatomy. Second edition.

NewYork: Springer Science and Business Media Inc.


19. Zollinger R.M. 2003. Additional Procedures. In: Zollinger Sr, ed. Zollinger Atlas of

Surgical Operation. Eight edition. New York: McGraw-Hill Books Company

72

Anda mungkin juga menyukai