Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kista Bartholin dan abses Bartholin merupakan masalah umum pada


wanita usia reproduksi. Kelenjar Bartholin terletak bilateral di posterior introitus
dan bermuara dalam vestibulum pada posisi arah jam 4 dan 8. Kelenjar ini
biasanya berukuran sebesar kacang dan tidak teraba kecuali pada keadaan
penyakit atau infeksi. Pada masa pubertas, kelenjar ini mulai berfungsi,
memberikan kelembaban bagi vestibulum.1,2
Di Amerika Serikat, insidensnya adalah sekitar 2% dari wanita usia
reproduksi akan mengalami pembengkakan pada salah satu atau kedua kelenjar
Bartholin. Penyakit yangmenyerang kelenjar Bartholin biasanya terjadi pada
wanita antara usia 20 dan 30 tahun. Pembesaran kelenjar Bartholin pada pasien
yang berusia lebih dari 40 tahun jarang ditemukan, dan perlu dikonsultasikan
pada gynecologist untuk dilakukan biopsi. 1,3
Penyebab dari kelainan kelenjar Bartholin adalah tersumbatnya bagian
distal dari duktus kelenjar yang menyebabkan retensi dari sekresi, sehingga
terjadi pelebaran duktusdan pembentukan kista. Kista tersebut dapat menjadi
terinfeksi, dan selanjutnyaberkembang menjadi abses. Abses Bartholin selain
merupakan akibat dari kista terinfeksi,dapat pula disebabkan karena infeksi
langsung pada kelenjar Bartholin. 1,4
Kista bartholin bila berukuran kecil sering tidak menimbulkan gejala. Dan
bila bertambah besar maka dapat menimbulkan dispareunia. Pasien dengan abses
Bartholinumumnya mengeluhkan nyeri vulva yang akut dan bertambah secara
cepat dan progresif. 1,4
Dalam penanganan kista dan abses bartholin, ada beberapa pengobatan
yang dapat dilakukan. Dapat berupa intervensi bedah, dan medikamentosa.
Intervensi bedah yang dapat dilakukan antara lain berupa incisi dan drainase,
pemasangan Word catheter, marsupialisasi, dan eksisi.1,7

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
2.1 Definisi
Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid yang
terbentuk di bawah kulit atau di suatu tempat di dalam tubuh. Kista bartholini
adalah kista yang terdapat pada kelenjar bartholini. Kista kelenjar Bartholin
terjadi ketika kelenjar ini menjadi tersumbat. Kelenjar Bartolini bisa tersumbat
karena berbagai alasan, seperti infeksi, peradangan atau iritasi jangka panjang.
Apabila saluran kelenjar ini mengalami infeksi maka saluran kelenjar ini akan
melekat satu sama lain dan menyebabkan timbulnya sumbatan. Cairan yang
dihasilkan oleh kelenjar ini kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar
membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi bila kista
menjadi terinfeksi.1,2,3

(a) (b)

Gambar 1. (a) Anatomi kelenjar bartolini, (b) Perbandingan kelenjar bartolini


normal dan cysta bartolini

2
2.2 Etiologi1,2,3,4
Kista Bartolini berkembang ketika saluran keluar dari kelenjar Bartolini
tersumbat. Penyebab penyumbatan diduga akibat infeksi atau adanya
pertumbuhan kulit pada penutup saluran kelenjar bartholini. Cairan yang
dihasilkan oleh kelenjar kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar
membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi bila kista
menjadi terinfeksi. Abses Bartolini dapat disebabkan oleh sejumlah bakteri.
Ini termasuk organisme yang menyebabkan penyakit menular seksual seperti
chlamydia dan gonorrhoeae serta bakteri yang biasanya ditemukan di saluran
pencernaan, seperti Escherichia coli.Selain itu bakteri staphilococcus atau
streptococcusjuga bisa menyebabkan infeksi pada kelenjar ini.Umumnya
abses ini melibatkan lebih dari satu jenis organisme.Obstruksi distal saluran
Bartolini bisa mengakibatkan retensi cairan, dengan dihasilkannya dilatasi dari
duktus dan pembentukan kista.Kista dapat terinfeksi, dan abses dapat
berkembang dalam kelenjar.Kista Bartolini tidak selalu harus terjadi sebelum
abses kelenjar.Kelenjar Bartolini adalah abses polimikrobial.Meskipun
Neisseria gonorrhoeae adalah mikroorganisme aerobik yang dominan
mengisolasi, bakteri anaerob adalah patogen yang paling umum.Chlamydia
trachomatis juga mungkin menjadi organisme kausatif.Namun, kista saluran
Bartolini dan abses kelenjar tidak lagi dianggap sebagai bagian eksklusif dari
infeksi menular seksual.Selain itu operasi vulvovaginal adalah penyebab
umum kista dan abses tersebut.
Penyebab sumbatan :
1. Infeksi :
Sejumlah bakteri dapat menyebabkan infeksi, termasuk bakteri yang
umum, seperti Escherichia coli(E. coli), serta bakteri yang menyebabkan
penyakit menular seksual seperti chlamydia dan gonorrhoeae
2. Non infeksi :
Stenosis / atresia congenital
Trauma mekanik
Inspissated mucous

3
2.3 Gejala & Tanda1,2,5,6
Pasien dengan kista dapat memberi gejala berupa pembengkakan labia
tanpa disertai nyeri. Pasien dengan abses dapat memberikan gejala sebagai
berikut:
Nyeri yang akut disertai pembengkakan labia unilateral.
Dispareunia
Nyeri pada waktu berjalan dan duduk
Nyeri yang mendadak mereda, diikuti dengan timbulnya discharge (
sangat mungkin menandakan adanya ruptur spontan dari abses)
Hasil pemeriksaan fisik yang dapat diperoleh dari pemeriksaan terhadap
kista Bartholin adalah sebagai berikut:
Pasien mengeluhkan adanya massa yang tidak disertai rasa sakit,
unilateral, dan tidak disertai dengan tanda tanda selulitis di sekitarnya.
Discharge dari kista yang pecah bersifat nonpurulent
Sedangkan hasil pemeriksaan fisik yang diperoleh dari pemeriksaan
terhadap abses Bartholin sebagai berikut:
Pada perabaan teraba fluktuasi dengan daerah sekitar yang eritema dan
edema.
Dalam beberapa kasus, didapatkan daerah selulitis di sekitar abses.
Demam, meskipun tidak khas pada pasien sehat, dapat terjadi.
Jika abses telah pecah secara spontan, dapat terdapat discharge yang
purulen.

2.4 Diagnosis1,2,3,6
Anamnesis yang baik dan pemeriksaan fisik sangat mendukung suatu
diagnosis. Pada anamnesis dinyatakan tentang gejala seperti panas, gatal,
Sudah berapa lama gejala berlangsung, kapan mulai muncul, Apakah pernah
berganti pasangan seks, keluhan saat berhubungan, riwayat penyakit menulat
seksual sebelumnya, riwayat penyakit kelamin pada keluarga.
Kista atau abses Bartholini didiagnosis melalui pemeriksaan fisik,
khususnya dengan pemeriksaan ginekologis pelvis. Pada pemeriksaan fisis

4
dengan posisi litotomi, kista terdapat di bagian unilateral, nyeri, fluktuasi dan
terjadi pembengkakan yang eritem pada posisi jam 4-5 atau 7-8 pada labia
minus posterior. jika kista terinfeksi, pemeriksaan kultur jaringan dibutuhkan
untuk mengidentifikasikan jenis bakteri penyebab abses dan untuk mengetahui
ada tidaknya infeksi akibat penyakit menular seksual seperti Gonorrhea dan
Chlamydia. Untuk kultur diambil apusan dari abses atau dari daerah lain
seperti serviks. Hasil tes ini baru dilihat setelah 48 jam kemudian, tetapi hal
ini tidak dapat menunda pengobatan. Dari hasil ini dapat diketahui antibiotik
yang tepat yang perlu diberikan. Biopsi dapat dilakukan pada kasus yang
dicurigai keganasan.
Kista Bartholin harus dibedakan dari abses dan dari massa vulva lainnya.
Karakteristik dari lesi kistik dan padat dari vulva dapat dilihat pada Tabel 2.
Karena kelenjar Bartholin mengecil saat usia menopause, suatu pertumbuhan
massa pada wanita postmenopause perlu dievaluasi terhadap tanda tanda
keganasan, terutama bila massanya bersifat irreguler, nodular, dan keras.

5
Karsinoma kelenjar Bartholin memiliki persentase sekitar 1% dari
kanker vulva, dan walaupun kasusnya jarang, merupakan tempat tersering
timbulnya adenokarsinoma.Sekitar 50% dari tumor kelenjar Bartholin
adalah karsinoma sel skuamosa. Jenis lain dari tumor yang timbul di
kelenjar Bartholin adalah adenokarsinoma, kistik adenoid (suatu
adenokarsinoma dengan histologis spesifik dan karakteristik klinis),
adenoskuamosa, dantransitional cell carcinoma.
Karena mungkin sulit untuk membedakan tumor Bartholin dari kista
Bartholin yang jinak hanya dengan pemeriksaan fisik, setiap wanita berusia
lebih dari 40 tahun perlu menjalani tindakan biopsi untuk menyingkirkan
kecurigaan neoplasma, dimana penyakit inflamasi jarang ditemui pada usia
tersebut. Karena lokasinya yang jauh di dalam, tumor dapat mempengaruhi
rektum dan langsung menyebar melalui fossa ischiorectalis.Akibatnya,
tumor ini dapat masuk ke dalam saluran limfatik yang langsung menuju ke
kelenjar getah bening inguinal profunda serta superficialis. Kesalahan
dalam mendiagosis keganasan Bartholin akan memberikan prognosa yang
buruk, sehingga ketepatan dan kecepatan dalam mendiagnosa sangat
diperlukan.
Beberapa kondisi berikut ini dapat merupakan sugestif keganasan
kelenjar Bartholin, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan yang lebih lanjut
hingga biopsi:
Usia yang lebih tua dari 40 tahun
Massa yang tidak nyeri, kronis, dan bertambah besar secara progresif
Massa yang solid, tidak fluktuasi, dan tidak nyeri
Terdapat riwayat keganasan labia sebelumnya.

2.5 Penatalaksanaan1,2,5,6
Pengobatan kista Bartholin bergantung pada gejala pasien. Suatu kista
tanpa gejala mungkin tidak memerlukan pengobatan, kista yang menimbulkan
gejala dan abses kelenjar memerlukan drainase.

6
Jika kistanya tidak besar dan tidak menimbulkan gangguan, tidak perlu
dilakukan tindakan apa-apa. Dalam hal lain perlu dilakukan pembedahan.
Tindakan itu terdiri atas ekstirpasi, akan tetapi tindakan ini bisa menimbulkan
perdarahan. Akhir-akhir ini dianjurkan marsupialisasi sebagai tindakan tanpa
resiko sayatan dan isi kista dikeluarkan, dinding kista yang terbuka dijahit
pada kulit vulva yang terbuka pada sayatan.

1. Bartholinitis : Antibiotik spektrum luas


2. Kista Bartholin :
Kecil, asimptomatik dibiarkan
Simptomatis/ rekuren pembedahan berupa insisi +word catheter
marsupialisasi
laser varporization dinding kista

3. Abses bartholin :
Insisi (bedah drainase) + word catheter, ekstirpasi
Penanganan abses bartholin sama dengan penanganan kista bartholin
simptomatis, namun ada sedikit perbedaan. Prinsipnya berikan terapi
antibiotik spektrum luas, dan lakukan pemeriksaan kultur pus oleh karena
ada kemungkinan disebabkan gonorrhea atau chlamydia, meskipun 67%
disebabkan oleh flora normal vagina.

a. Kateter Word
Indikasi : Kista bartholini
Keuntungan :
Minimal trauma, nyeri sedikit
Coitus tidak terganggu
Tindakan sederhana
Teknik :
a. Anestesi lokal
b. Insisi 2 cm

7
c. Kateter dipasang, balon diisi dengan 2-3 ml air
d. Pertahankan 3-4 minggu, dalam waktu ini duktus akan mengalami
epithelialisasi
e. Kateter diangkat
Kateter word memang dirancang untuk kasus kista/abses bartholin.
Setelah dipasang, kateter word ini dibiarkan selama 4 minggu dan
penderita dianjurkan untuk tidak melakukan aktivitas seksual, sampai
kateter dilepas. Setelah 4 minggu akan terbentuk saluran drainase baru dari
kista bartholin Secara kosmetik hasilnya cukup bagus karena orifisiumnya
akan mengecil dan hampir tidak terlihat.

Gambar 2.Kateter Word

b. Marsupialisasi
Indikasi : Kista bartholin kronik dan berulang
Keuntungan :
Komplikasi < dari ekstirpasi
Fungsi lubrikasi dipertahankan
Kerugian : Rekurensi 10-15% karena penutupan dan fibrosis
orifisium
Teknik :

8
a. Posisi lithotomy
b. Lakukan pemeriksaan bimanual untuk menentukan luasnya kista
c. Tindakan aseptik & antiseptik
d. Labia diretraksi dengan benang 3.0 sehingga tampak introitus vagina
e. Buat insisi di atas mukosa vagina pada perbatasan dengan introitus
sampai mencapai dinding kista
f. Dinding kista diinsisi, keluarkan semua isinya
g. Dinding kista dipegang dengan klem Allis
h. Dinding kista dijahit secara terputus dengan benang absorbable 3.0
kolateral dengan kulit introitus, ke medial dengan mukosa vagina
i. Tidak diperlukan tampon/drain
Marsupialisasi adalah pilihan terapi apabila setelah penggunaan
kateter word terjadi rekurensi atau tidak ada kateter word. Prinsipnya
adalah membuat insisi elips dengan scalpel di luar atau di dalam cincin
hymen (jangan di luar labia mayor karena dapat timbul fistel). Insisi harus
cukup dalam mengiris kulit dan dinding kista di bawahnya (untuk
kemudian dibuang). Apabila terdapat lokulasi, dibersihkan. Kemudian
dinding kista didekatkan dengan kulit menggunakan benang 3.0 atau 4.0
dan dijahit interrupted. Angka rekurens sekitar 10%.

Gambar 3. Marsupialisasi

c. Eksisi/Ekstirpasi

9
Indikasi :
Abses/kista persisten
Abses/kista rekuren
Terdapat indurasi pada basal kista yang sulit dicapai dengan
marsupialisasi
Kista pada usia > 40 tahun (dapat menjadi ganas)
Keuntungan : Kecil kemungkinan rekuren
Kerugian/Komplikasi :
Perdarahan (a.pudenda)
Hematoma
Selulitis
Pembentukan luka yang nyeri
Sisa jaringan kista yang tidak terangkat sepenuhnya rekuren
Fungsi lubrikasi (-)
Eksisi dilakukan jika terjadi rekurensi berulang. Sebaiknya tindakan
ini dilakukan di kamar operasi oleh karena biasanya akan terjadi
perdarahan yang banyak yang berasal dari plexus venosus bulbus vestibuli,
dan pernah dilaporkan terjadinya septik syok pasca tindakan. Komplikasi
lain adalah selulitis dan dyspareuni.

d. Pengobatan Medikamentosa.
Antibiotik sebagai terapi empirik untuk pengobatan penyakit menular
seksual biasanya digunakan untuk mengobati infeksi Gonococcal dan
Chlamydia.Idealnya, antibiotik harus segera diberikan sebelum dilakukan
insisi dan drainase. Beberapa antibiotik yang digunakan dalam pengobatan
1. Ceftriaxone.
Ceftriaxone adalah sefalosporin generasi ketiga dengan efisiensi
spektrum luas terhadap bakteri gram-negatif, efficacy yang lebih rendah
terhadap bakteri gram-positif, dan efficacy yang lebih tinggi terhadap
bakteri resisten. Dengan mengikat pada satu atau lebih penicillin-binding
protein, akan menghambat sintesis dari dinding sel bakteri dan

10
menghambat pertumbuhan bakteri. Dosis yang dianjurkan: 125 mg IM
sebagai single dose .

2. Ciprofloxacin.
Sebuah monoterapi alternatif untuk ceftriaxone. Merupakan antibiotik
tipe bakterisida yang menghambat sintesis DNA bakteri dan, oleh sebab
itu akan menghambat pertumbuhan bakteri dengan menginhibisi DNA-
gyrase pada bakteri.Dosis yang dianjurkan: 250 mg PO 1 kali sehari.

3. Doxycycline
Menghambat sintesis protein dan replikasi bakteri dengan cara
berikatan dengan 30S dan 50S subunit ribosom dari bakteri.
Diindikasikan untuk Ctrachomatis.Dosis yang dianjurkan: 100 mg PO 2
kali sehari selama 7 hari.

4. Azitromisin
Digunakan untuk mengobati infeksi ringan sampai sedang yang
disebabkan oleh beberapa strain organisme. Alternatif monoterapi untuk C
trachomatis.

2.6 Komplikasi1,2,4,5
Komplikasi yang paling umum dari abses Bartholin adalah kekambuhan.
Pada beberapa kasus dilaporkan necrotizing fasciitis setelah dilakukan
drainase abses. Perdarahan, terutama pada pasien dengan koagulopati. Pada
beberapa kasus juga dilaporkan timbul jaringan parut.

2.7 Prognosis1,2,6
Jika abses dengan didrainase dengan baik dan kekambuhan dicegah,
prognosisnya baik.Tingkat kekambuhan umumnya dilaporkan kurang dari
20%.

11
BAB III
LAPORAN KASUS

Tanggal Masuk RS : 03-04-2017


Tanggal Pemeriksaan : 03-04-2017
Ruangan : Pav. Matahari (Kelas III)
Jam : 09.45 WITA

IDENTITAS
Nama : Ny. R
Umur : 42 tahun
Alamat : Loli Tasiburi
Pekerjaan : URT
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Status Perkawinan : Janda

ANAMNESIS
P2A0
Menarche : 14 tahun
Perkawinan : Janda

Keluhan Utama : Gatal-gatal pada daerah vagina


Riw. Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan gatal-gatal pada
daerah vagina sejak satu bulan yang lalu, gatal-gatal yang dirasakan hampir setiap
saat dan memberat hingga beberapa hari terakhir, dan pasien mengeluhkan sangat
mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien juga mengeluhkan nyeri perut bagian
bawah yang disertai dengan keluarnya keputihan berwarna putih keruh dan berbau
yang juga di alami sudah sejak satu bulan yang lalu. Mual (-), Muntah (-), pusing
(-), sakit kepala (+). BAB (+) biasa, BAK (+) biasa, pasien mengeluhkan nyeri
pada saat kencing.

12
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat keluhan serupa (-).riwayat penyakit jantung (-), ginjal (-), hipertensi
(-), diabetes mellitus (-), dan asma (-).

Riwayat alergi :

Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan dan


makanan

Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat penyakit jantung, ginjal, hipertensi, diabetes mellitus, dan asma


dalam keluarga disangkal.

Riwayat Haid :

Haid pertama kali usia 14 tahun


Menstruasi teratur
Lama menstruasi 5-7 hari
Haid terakhir tanggal : 06-06-2016
Jumlah darah haid: 3 kali mengganti pembalut/ hari

Riwayat Perkawinan :

Satu kali (janda)

Riwayat Obstetri :
1 , Puskesmas, Normal, letak belakang kepala, aterm, ditolong Bidan, BBL
2500 gram (tahun 1999)
2 , Lahir di Puskesmas, Normal, letak bokong kepala, aterm, ditolong Bidan,
BBL, 4200 gram (2016) (Meninggal)

Riwayat ANC : 3x di Puskesmas (Bidan)


Riwayat Kontrasepsi :-

13
Riwayat Imunisasi :-
PEMERIKSAAN FISIK
1. KU : Sakit sedang
2. Kesadaran : Kompos mentis
3. Vital sign : Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu : 36,5C
4. Kepala Leher :
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterus (-/-), edema palpebra (-/-),
pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
5. Thorax :
I : Pergerakan thoraks simetris, sikatrik (-)
P : Vocal fremitus ka=ki, Nyeri tekan (-), massa tumor (-)
P : Sonor pada kedua lapang paru, pekak pada area jantung, batas jantung
DBN
A : Bunyi pernapasan vesikular +/+, rhonki -/-, wheezing -/-. Bunyi jantung
I/II murni reguler
6. Abdomen :
I : Tampak cembung
A : Peristaltik usus (+) kesan normal
P : Timpani (+)
P : Nyeri tekan suprapubis (+) dan epigastrium (-)
Pemeriksaan Obstetri :
Leopold I :-
Leopold II :-
Leopold III :-
Leopold IV :-
TFU :-
TBJ :-
HIS :-

14
BJF :-
Pergerakan Janin : -
Janin Tunggal :-
Denyut Jantung Janin : -
7. Genitalia :
Inspeksi : Tampak pembengkakan pada daerah vulva
Pemeriksaan dalam: Keputihan (+)

8. Ekstremitas :
Atas : Akral hangat +/+, edema -/-.
Bawah : Akral hangat +/+, edema -/-.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah rutin:
WBC : 8,0 x 103/uL
RBC : 4,88 x 106/uL
HGB : 9,5 g/dL
PLT : 431 x 103/uL
HbSAg : non reaktif
Anti HIV: non reaktif

RESUME
Pasien datang dengan keluhan gatal-gatal pada daerah vagina sejak satu bulan
yang lalu, gatal-gatal yang dirasakan hampir setiap saat dan memberat hingga
beberapa hari terakhir. Pasien juga mengeluhkan nyeri perut bagian bawah yang
disertai dengan keluarnya keputihan berwarna putih keruh dan berbau yang juga
di alami sudah sejak satu bulan yang lalu. Mual (-), Muntah (-), pusing (-), sakit
kepala (+). BAB (+) biasa, BAK (+) biasa, pasien mengeluhkan nyeri pada saat
kencing.
Keadaan umum sakit sedang. Kesadaran kompos mentis. TD 110/70 mmHg,
N 80 x/menit, R 20 x/menit, S 36,5C. Konjungtiva anemis -/-. Pemeriksaan

15
genitalia: vulva tampak pembengkakan. Pemeriksaan dalam: Keputihan (+). Pada
pemeriksaan darah rutin: WBC 8,0 x 103/uL, RBC 4,88 x 106/uL, HGB 9,5 g/dL,
PLT 431 x 103/uL. HbSAg (non reaktif), Rapid Test (-).

DIAGNOSIS
Kista Bartolini Dextra

PENATALAKSANAAN:
Intervensi Perawatan

- Rawat inap
- Pemasangan infuse
- Pemeriksaan laboratorium
- Istirahat yang cukup

Intervensi Pengobatan

- IVFD RL 28 TPM
- Instruksi Sebelum masuk OK injeksi Ambacin
- Rencana Op. Marsupialisasi Hari selasa 4 maret 2017

FOLLOW UP HARI KE-I


04 April 2017
S : Nyeri bagian kemaluan (+), gatal bagian kemaluan (+), keputihan (+) berbau
(+), sakit perut (+), sakit kepala (-), pusing (-), mual/muntah (-), BAB (-), BAK
(+) biasa.
O: KU : Sedang
Kesadaran : Composmentis
Konjungtiva : Anemis -/-
TD : 110/70 mmHg N : 82 kali/menit
R : 20 kali/mnt S : 36,5oC

16
Laboratorium
Darah rutin (pukul 11.30):
Result Normal range Satuan
Hb 9,5 P: 11.7-15.5 (g/dl)
Rbc 4.88 P: 3.8-5.2 (106u/l)
Wbc 8,0 P: 3.6-11.0 (103u/l)
Plt 431 150-440 (103u/l)

A : Kista Bartolini
P:
- IVFD RL 28 TPM
- Inj. Ambacin
- Pasien Di Dorong Ke OK

FOLLOW UP HARI KE-II


5 April 2017
S : Nyeri bagian kemaluan (+), gatal bagian kemaluan (-), keputihan (-) berbau (-
), sakit perut (+), sakit kepala (+), pusing (-),, mual/muntah (-), BAB (-), flatus
(+), BAK (+) biasa.
O : TD : 120/70 mmHg N : 84 kali/menit
R : 20 kali/mnt S : 36,5oC
KU : Sedang
Kesadaran : Komposmentis
Konjungtiva anemis (-/-).
A : Kista Bartolini Desxtra + Post Marsupialisasi H1
P:
- Aff infuse 3x1
- Cefadroxil 2x1
- SF 1x1
- Asamefenamat 3x1

17
FOLLOW UP HARI KE-III
6 April 2017
S : Nyeri bagian kemaluan (+), gatal bagian kemaluan (-), keputihan (-) berbau (-
), sakit perut (+), sakit kepala (+), pusing (-),, mual/muntah (-), BAB (-), flatus
(+), BAK (+) biasa.
O : TD : 120/80 mmHg N : 86 kali/menit
R : 20 kali/mnt S : 36,5oC
Konjungtiva anemis (-/-).
A : Kista Bartolini + Post marsupialisasi H2
P : - Cefadroxil 2x1
- Sf 1x1
- Asamefenamat 3x1

FOLLOW UP HARI KE-IV


7 April 2017
S : Nyeri bagian kemaluan (+), gatal bagian kemaluan (-), keputihan (-) berbau (-
), sakit perut (+), sakit kepala (+), pusing (-),, mual/muntah (-), BAB (-), flatus
(+), BAK (+) biasa.
O : TD : 120/80 mmHg N : 86 kali/menit
R : 20 kali/mnt S : 36,5oC
Konjungtiva anemis (-/-).
A : Kista Bartolini + Post marsupialisasi H3
P : - Cefadroxil 2x1
- Asamefenamat 3x1
- Sf 1x1
- Pasien Pulang

18
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada laporan kasus ini seorang wanita 42 tahun didiagnosa dengan kista
bartolini. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang mengacu pada kista bartolini. Dari anamnesis didapatkan tanda-tanda nyeri
pada benjolan yang terdapat di daerah bibir kemaluannya sejak 3 hari terakhir dan
dirasa sangat mengganggu aktifitas pasien seperti duduk dan beraktifitas fisik.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan benjolan unilateral (labia minor destra) dengan
ukuran 9 x 5 cm, hiperemis (+), teraba massa kistik (+) ,nyeri pada saat perabaan
(-), tidak ada discharge.
Kelenjar Bartholini bisa tersumbat karena berbagai alasan, seperti infeksi,
peradangan atau iritasi jangka panjang. Apabila saluran kelenjar ini mengalami
infeksi, maka saluran kelenjar ini akan melekat satu sama lain dan menyebabkan
timbulnya sumbatan. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar ini kemudian akan
terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista.
Sehingga sesuai dengan hasil temuan dari pemeriksaan fisik, diagnosis dapat
ditentukan.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang didapatkan sesuai dengan teori
mengenai tanda dan gejala kista bartholini yang telah terinfeksi. Tanda kista
bartholini yang terinfeksi berupa penonjolan yang nyeri pada salah satu sisi vulva
disertai kemerahan atau pambengkakan pada daerah vulva. Jika kista terinfeksi,
gajala klinik berupa :
Nyeri saat berjalan, duduk, beraktifitas fisik atau berhubungan seksual.
Umunnya tidak disertai demam kecuali jika terinfeksi dengan organisme
yang ditularkan melalui hubungan seksual.
Biasanya adasekret di vagina.
Dapat terjadi rupture spontan (nyeri yang mendadak mereda, diikuti
dengan timbulnyadischarge).
Pada kasus ini, dari gejala klinis yang di dapatkan menunjukkan bahwa kista
pada pasien ini telah terinfeksi ditandai adanya nyeri terutama saat beraktivitas

19
dan penanganan yang dilakukan pada pasien ini hanyalah diberikan antibiotik
serta antinyeri dan dianjurkan untuk dilakukan marsupialisasi. Banyak literatur
menyebutkan tindakan marsupialisasi hanya digunakan pada kista bartholini.
Namun sekarang digunakan juga untuk abses kelenjar bartholin karena memberi
hasil yang sama efektifnya. Kista bartholini yang kronik dan berulang sebaiknya
dilakukan tindakan marsupialisasi. Marsupialisasi dilakukan dengan cara
menginsisi kista dan mengeluarkan isi rongga. Keuntungan dari marsupialisasi
adalah komplikasi lebih kecil dari ekstirpasi dan fungsi lubrikasi dipertahankan.
Adapun komplikasi dari tindakan marsupialisasi berupa dispareuni, hematoma,
dan infeksi.
Terapi yang diberikan untuk mengobati infeksi dan gejalanya sesuai dengan
teori antibiotik yang bisa digunakan adalah antibiotik yang berspektrum luas dan
diberikan antinyeri untuk mengurangi keluhan nyeri pada pasien ini. Diberikan
terapi sebelum operasi antibiotik Inj. Ambacin. kmudian antinyeri. Setelah operasi
obat antibiotik yang diberikan Cefadroxil 2 x 1, antinyeri Asamefenamat 3x1, dan
SF 1x1.
Penyebab terjadinya kista bartholini pada pasien ini adalah karena adanya
sumbatan pada kelenjar bartholini yang biasa disebabkan oleh factor personal
hygine pasien itu sendiri (kurang menjaga kebersihan daerah kemaluan), hal ini
bisa menjadi faktor risiko dari kista bartholini yang dideritanya saat ini.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro, Hanifa. 2014. Ilmu Kandungan Edisi Empat. Jakarta. Penerbit :


PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
2. Cunnningham, F.G., et al. Sexual Transmitted DiseasDalam William
obstetrics edisi 22. 2014. USA: McGraw-Hill comp. inc
3. Folashadeomole, et al. American family physician. Management of
bartholins duct cyst and gland abscess. Am fam
physician. 2003 jul 1;68(1):135-140. Morehouse School Of Medicine,
Atlanta, Georgia
4. Anonym.Bartholin's cyst. 2010. Available
from:http://en.wikipedia.org/wiki/Bartholin%27s_cyst
5. Linda J. Vorvick, MD et al. 2010. Bartholins abscess. Available from:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001489.html
6. Mayo clinic Staff. 2010.Bartholin's cyst. Available from:
http://www.mayoclinic.com/health/bartholin-cyst/DS00667

21

Anda mungkin juga menyukai