Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

TEMPAT KEJADIAN PERKARA


(TKP)

Mata Kuliah
Penyidikan Tempat Perkara dan Ekshumasi

Oleh:
Wawan Sugirman
130621180002

Pembimbing:
dr. Andri Andrian Rusman, Sp.FM., M.Kes.

PPDS ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RSUP DR HASAN SADIKIN BANDUNG
2020
BAB I

PENDAHULUAN

Di Negara Republik Indonesia yang merupakan negara hukum, berlaku Kitab


Hukum Acara Pidana yang tujuannya dibuat untuk mengatur bagaimana cara beracara
dalam hukum pidana. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana disebutkan
bahwa tujuan hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan kebenaran
materiil, yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana.

Pada suatu tindak pidana, diperlukan proses penyelidikan dan penyidikan.


Dalam hal penyidikan, penyidik berkewajiban menentukan seseorang berstatus
tersangka. Salah satu hal yang dilakukan dalam penyidikan adalah olah tempat
kejadian perkara.

Tempat Kejadian Perkara (TKP) tempat dimana terjadinya suatu tindak


pidana, ditemukannya korban dan atau ditemukannya barang bukti yang berhubungan
dengan tindak pidana tersebut. Dokter forensik sebagai salah satu ahli yang
berwenang dalam olah TKP yaitu pada aspek medis berupa cara penanganan barang
bukti baik biologis maupun non biologis dan yang ada di bagian tubuh korban
maupun bukan.

Pada referat ini akan dijelaskan pengertian olah TKP dalam aspek medis dan
peranan dokter forensik dalam olah TKP. Materi ini diharapkan dapat menjadi bahan
referensi untuk menguasai olah TKP aspek medis.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Tempat Kejadian Perkara (TKP)

Menurut Peraturan Kepolisian No.Pol : JUKNIS/01/II/1982, Tempat Kejadian


Perkara adalah tempat dimana terjadinya suatu tindak pidana atau akibat yang
ditimbulkannya. Tempat kejadian perkara juga termasuk tempat-tempat lain dimana
ditemukannya barang bukti yang berhubungan dengan tindak pidana tersebut.1

2.2. Definisi Penanganan Tempat Kejadian Perkara

Penanganan Tempat Kejadian Perkara adalah tindakan penyelidik atau


penyidik yang dilakukan di tempat kejadian perkara.1 Tindakan tersebut terdiri dari :

a. Tindakan Pertama di TKP (TP-TKP) ;

b. Pengolahan TKP (Crime Scene Processing).

2.3. Definisi Tindakan Pertama Di Tempat Kejadian Perkara (TP-TKP)

Tindakan Pertama di Tempat Kejadian Perkara adalah tindakan kepolisian


yang harus dilakukan segera setelah terjadinya tindakan pidana guna melakukan
pertolongan/perlindungan kepada korban/anggota masyarakat lain, penutupan dan
pengamanan TKP untuk persiapan penyidikan selanjutnya. Tindakan ini dilakukan
untuk menjaga TKP tetap dalam keadaan ’status quo’, sehingga tidak ada pihak lain
yang dapat merusak TKP dan barang bukti di dalamnya.1

Tugas utama petugas TP-TKP hanya untuk mengamankan TKP agar tetap
dalam kondisi status quo tetapi tidak untuk melakukan Olah TKP.

2
2.4. Definisi Pengolahan Tempat Kejadian Perkara ”Segitiga Pembuktian”
Pengolahan Tempat Kejadian Perkara adalah tindakan yang dilakukan setelah
tindakan pertama di TKP yang bertujuan untuk mencari, mengumpulkan,
mendokumentasikan, menganalisa, mengevaluasi petunjuk-petunjuk, keterangan dan
bukti serta identitas tersangka yang dilakukan berdasarkan teori ’pembuktian segitiga’
guna memberikan arah penyidikan selanjutnya.

Gambar 1. Bukti Segitiga

Pada suatu tempat kejadian perkara (TKP) unsur Korban (K), Pelaku (P) dan
Alat (A) yang dipakai melakukan kejahatan bertemu sehingga terjadi kontak satu
sama lain dan mengakibatkan adanya perpindahan material dari unsur (K)(P)(A) satu
dengan yang lainnya, serta dari dan ke TKP.1
Olah TKP dilakukan oleh petugas yang memahami bagaimana melakukan
olah TKP. Petugas Olah TKP harus diberikan perlindungan dan kebebasan dalam
melakukan Olah TKP berdasarkan prinsip-prinsip ilmu forensik. Petugas Olah TKP
idealnya terdiri dari Dokter Polisi untuk barang bukti biologis, Petugas Ident untuk
dokumentasi, sidik jari, sketsa TKP dan Petugas Labfor untuk barang bukti fisik.1

3
Manajer TKP adalah petugas yang memimpin baik TP-TKP dan atau Olah
TKP, dan pada umumnya hanya mengatur bagaimana prosedur di TKP dilakukan,
namun tidak melakukan Olah TKP. Seorang manajer TKP akan mengetahui segala
sesuatu yang terjadi di TKP berdasarkan laporan dari orang-orang yang terlibat di
TKP.1
Seorang dokter ahli forensik dapat diminta untuk melakukan Olah TKP dari
aspek medik forensiknya. Keterangan yang disampaikan oleh dokter ahli forensik
tersebut setelah melakukan Olah TKP aspek Medik Forensik dapat memberikan
petunjuk penting seperti jenis kematian, perkiraan lama kematiannya, perkiraaan cara
kematian dan mekanisme kematiannya dan hal-hal lain yang terkait dengan
keilmuannya.1 Selain pemeriksaan awal korban di TKP, dokter bertugas menangani
barang bukti non medis yang menempel pada tubuh korban dan barang bukti medik.2

2.5. Penanganan Barang Bukti Kedokteran Forensik

Dalam mencari barang bukti, dapat digunakan beberapa metode seperti 3 :

2.5.1. Metode Spiral


Metode ini dilakukan dengan 3 orang petugas atau lebih menjelajahi
tempat kejadian, masing-masing berderet ke belakang ( yang satu dibelakang
yang lain ) dengan jarak tertentu, kemudian bergerak mengikut bentuk spiral
berputar kearah dalam. Metode ini baik untuk daerah yang lapang, bersemak
atau berhutan.

Gambar 2. Metode Spiral

4
2.5.2. Metode Zone
Metode ini diawali dengan membagi luasnya TKP menjadi 4 bagian
laludari tiap bagian dibagi lagi menjadi 4 bagian. Jadi masing-masing bagian
1/16 dari luas TKP seluruhnya. Untuk tiap-tiap 1/16 bagian tersebut ditunjuk
2 sampai sampai 4 orang petugas untuk menggeledahnya. Metode ini baik
untuk pekarangan, rumah atau tempat tertutup.

Gambar 3. Metode Zone

2.5.3. Metode Strip dan Metode Strip Ganda


Metode ini dilakukan dengan 3 orang petugas masing-masing
berdampingan yang satu dengan yang lain dalam jarak yang sama dan tertentu
(sejajar) kemudian bergerak serentak dari sisi lebar yang satu ke sisi lain di
TKP. Apabila dalam gerakan tersebut sampai diujung sisi lebar yang lain
maka masing-masing berputar kearah semula. Metode ini baik untuk daerah
yang berlereng.

Gambar 4. Metode Strip

5
2.5.4. Metode Roda
Metode dilakukan dengan beberapa petugas bergerak bersama-sama
kearah luar dimulai dari titik tengah kejadian. masing-masing petugas menuju
kearah sasarannya sendiri-sendiri sehingga merupakan arah delapan penjuru
mata angin. Metode ini baik untuk ruangan tertutup..

Gambar 5. Metode Roda

Pada era teknologi maju saat ini, beberapa studi mengatakan bahwa model
pemetaan 3 dimensi sudah berhasil membantu olah TKP pada medan yang sulit atau
membutuhkan ketelitian yang tinggi. Namun ada beberapa hal yang perlu diteliti dan
dipertimbangkan untuk membuat model 3 dimensi tersebut, termasuk keabsahannya
dalam hukum baik nasional maupun internasional. 4

Barang bukti yang dapat ditemukan di TKP dikelompokkan menjadi5 :

a. Bukti lisan : Pernyataan saksi mata


b. Bukti fisik :
 Obyek : Rekaman digital, jejak roda, kaki, dokumen tertulis.
 Biometrik : Sidik jari, gigi geligi.
 Biologis : Darah, rambut, cairan tubuh.

6
Penanganan barang bukti kedokteran forensik guna pemeriksaan lanjutan dan
atau pemeriksaan DNA memperhatikan hal-hal sebagai berikut2 :

a. Barang bukti kedokteran forensik berupa :

 Darah
 Liur
 Sperma
 Rambut dengan akar rambut
 Gigi
 Tulang
 Kulit
 Otot
 Semua yang berkaitan dengan tubuh manusia

b. Perlu dipikirkan cara pengamanan dan perawatan barang bukti dari kerusakan.

c. Penyimpanan darah segar dengan memasukkan ke dalam tabung darah dengan


menambahkan larutan EDTA 10% (tidak menggunakan formalin ).

d. Darah, sperma dan liur disimpan dalam kassa kering dan diangin anginkan
sampai kering lalu disimpan dalam amplop, bukan kantong plastik.

e. Rambut dengan akarnya, gigi, tulang, kulit, otot dan semua yang berkaitan
dengan tubuh manusia disimpan dalam amplop.

Investigasi adegan kematian dapat mencakup kombinasi dari jenis insiden dan
pemeriksaan berikut:

a. Kematian karena kecelakaan.


b. Kematian karena bunuh diri.
c. Kematian akibat pembunuhan.
d. Kematian mendadak, dengan atau tanpa curiga keadaan.

7
e. Identifikasi korban yang sulit, yang meliputi mumifikasi dan pembusukan.
f. Identifikasi korban bencana berurusan dengan banyak penyebab

2.6. Alat dan Peralatan Investigasi yang Diperlukan di TKP

Dalam olah TKP, terkadang medan yang harus diperiksa dapat


membahayakan petugas, baik dari bahaya fisik seperti medan yang berat, paparan zat
kimia beracun tertentu, ataupun virus/bakteri 6. Oleh karena itu, dokter forensik harus
selalu memperhatikan peralatan yang dibawa ke TKP.

Perlengkapan tersebut antara lain7,8, :

a. Celemek tahan air dan sarung tangan karet.


b. Alat tulis (pena, pensil, spidol).
c. Jumpsuits sekali pakai, penutup rambut, pelindung wajah, dll.
d. Termometer, jarum suntik dan jarum, penyeka steril.
e. Perangkat diseksi otopsi, termasuk gergaji tangan.
f. Jarum dan benang jahit untuk penutupan tubuh.
g. Alat apus dan wadah untuk darah dan cairan tubuh.
h. Botol formalin untuk sampel histologis.
i. Kantong plastik, amplop, kertas, pena cadangan dan pensil.
j. Grafik tubuh yang dicetak untuk merekam cedera eksternal.
k. Lensa tangan, senter,alat perekam
l. Perlengkapan cuaca buruk (jas hujan, payung, dll.).
m. Perlengkapan kenyamanan pribadi (semprotan serangga, tabir surya, topi,
dll.).
n. Kamera, (dengan baterai ekstra).
o. Pakaian pelengkap lain seperti sepatu karet

8
2.7. Langkah Investigasi

Dokter forensik harus fokus pada kondisi di TKP. Tanpa investigasi adegan,
banyak informasi berharga yang dapat hilang. Poin-poin berikut akan berfungsi
sebagai panduan8,9 :

a. Perencanaan investigasi TKP.


b. Kerja sama di antara tim.
c. Dokumentasi tempat kejadian.
d. Pencatatan di lokasi kematian.
e. Rekaman video, memotret dan membuat sketsa pada saat kematian di tempat
kejadian.
f. Identifikasi korban dan pemeriksaan tubuh.
g. Pengumpulan informasi TKP.
h. Mengumpulkan bukti yang dapat ditemukan pada saat kematian di tempat
kejadian.
i. Mewawancarai orang-orang tentang kejadian.
j. Memperkirakan interval post-mortem di TKP.
k. Mengakhiri investigasi TKP.

2.8. Peranan Odontologi Forensik Pada Olah TKP

2.8.1. Penanganan di TKP


Sehubungan dengan penemuan barang-barang bukti di TKP yang
berkaitan dengan gigi- geligi, maka masalah penanganannya dapat dibedakan
dengan cara2 :
1) Penemuan bekas gigitan atau sidik bibir
Adanya sisa makanan yang tertinggal di TKP dapat memberikan
kemungkinan adanya bekas-bekas gigitan pada makanan tersebut yang
kemungkinan oleh tersangka. Guratan bekas gigi ini dapat
memberikan gambaran mengenai :

9
 Bentuk lengkung gigi depan ;
 Letak/posisi gigi depan ;
 Ompong/tidaknya gigi depan.
Khusus untuk pencarian sidik bibir biasanya dapat ditemukan pada
pinggiran mulut gelas.2
2.8.2. Pembunuhan dengan kejahatan kesusilaan
Dalam kasus ini bekas gigitan dapat ditemukan pada bagian-bagian
tubuh seperti leher, pipi, buah dada, dinding perut bawah dan sisi paha bagian
dalam. Bila tersangka tertangkap, kadang-kadang dapat dicari tanda-tanda
bekas gigitan sebagai usaha perlawanan korban. Untuk itu, pada kasus-kasus
pembunuhan/kejahatan kesusilaan perlu diteliti kemungkinan adanya bekas
gigitan,6 baik pada tubuh korban maupun pada tubuh tersangka pelaku
kejahatan. Seperti halnya bekas gigitan pada makanan, antara lain dapat
diperoleh gambaran mengenai :
 Bentuk lengkung gigi depan ;
 Posisi letak gigi depan ;
 Ompong/tidaknya gigi depan.

Selain itu dapat pula diketahui jenis golongan darah pelaku yang
menggigit melalui pemeriksaan sisa air liur yang terdapat disekeliling bekas
gigitan dengan bantuan pemeriksaan serologis/pemeriksaan DNA.3,10

2.8.3. Penemuan jenazah/kerangka

Pada penemuan jenazah / kerangka, sifat gigi geligi yang dapat tahan
lama berguna dalam keperluan identifikasi. Dengan melakukan pemeriksaan
keadaan gigi geligi dalam rongga mulut jenazah/kerangka, dapat diperoleh
informasi antara lain :

 Umur ;
 Kebiasaan/profesi ;

10
 Ras ;
 Golongan darah ;
 Ciri-ciri khas (terutama pada gigi depan) ;
 Perkiraan raut muka.

Data-data gigi akan jauh lebih bermanfaat apabila korban pernah


berobat / mendapatkan perawatan dari dokter gigi, sehingga dapat dilakukan
perbandingan data jenazah dengan data yang ada pada dokter gigi.

Identifikasi korban terutama saat post-mortem penting karena11 :

a. Mengetahui informasi identitas untuk disampaikan kepada keluarga


b. Keperluan legal, statistik, administratif, asuransi.
c. Untuk menentukan perlunya investigasi legal dalam kematian tidak wajar

2.9. Kendala-kendala Penyidik

Dalam setiap penanganan TKP, baik dalam pengolahan TKP maupun dalam
menentukan TKP, tidak menutup kemungkinan penyidik mengalami kesulitan atau
adanya kendala yang dialami dalam memproses TKP tindak pidana pembunuhan.
Adapun kendala-kendala yang biasa dihadapi oleh penyidik dalam upaya
menentukan TKP pada tidak pidana pembunuhan, yaitu10 :

2.9.1. Perubahan keaslian tempat yang terjadi di tempat kejadian perkara

Sebelum tim penyidik sampai di TKP, kondisi tempat kejadian perkara sudah
berubah, sudah tidak asli lagi, mengalami kerusakan, yang hal-hal ini dipengaruhi
oleh beberapa faktor seperti :

 Faktor alam, faktor alam ini dapat menjadi kendala bagi penyidik dalam
proses penanganan TKP karena dapat merubah keaslian TKP seperti halnya
terjadi hujan, panas, badai, banjir dll.

11
 Faktor hewan, artinya jejak-jejak atau barang yang ditinggalkan pelaku dapat
berubah dikarenakan adanya hewan yang masuk di TKP, sehingga jejak-jejak
yang tertinggal di TKP.
 Faktor manusia;
o Tersangka berusaha menghilangkan barang bukti.
o Rasa keingintahuan masyarakat sehingga masuk dalam TKP.
o Kurangnya ketelitian petugas yang menangani TKP.
o Laporan yang terlambat sehingga TKP rusak oleh orang-orang, saksi-
saksi, atau masyarakat.
o Keterangan saksi-saksi yang terkesan tertutup atau ditutup-tutupi
karena takut dalam memberi kesaksian.
2.9.2. Kurangnya pengalaman Penyidik dalam melakukan penyidikan

Faktor internal juga dapat menjadi pengahambat atau kendala dalam proses
penyidikan TKP, misalnya kurangnya pengalaman penyidik dalam pemahaman
prosedur penanganan TKP, kurangnya tingkat ketelitian salah satu petugas
penyidik, kurangnya profesionalisme petugas penyidik dalam proses penanganan
TKP sehingga hasil-hasil yang seharusnya diperoleh di TKP tidak maksimal.12
Ketelitian dan kebersihan terutama dalam mengambil bukti biologis seperti DNA
juga harus dimiliki, karena bukti tersebut sangat rentan terkontaminasi dan
mengurangi validitasnya dalam kasus13. Dalam penanganan TKP yang dilakukan
petugas penyidik dituntut untuk memiliki karakteristik-karakteristik sebagai
berikut10 :

 Memiliki kreatifitas.
 Memelihara potensi curiga.
 Diharuskan menguasai hukum dan peraturan perundang-undangan.
 Mampu untuk mengendalikan diri.
 Konsisten dan memiliki pengetahuan yang tinggi dan luas.

12
 Memiliki kemampuan bela diri
 Memiliki kemampuan manajemen yang baik

Karakteristik-karakteristik yang demikianlah yang dimilik petugas penyidik


yang bertujuan untuk melakukan kinerjanya dengan baik, secara profesional, dan
maksimal.

2.9.3. Ketidaklengkapan alat pada saat melakukan penyidikan

Keberhasilan petugas penyidik dalam melakukan penangan tempat kejadian


perkara juga ditunjang dengan kelengkapan alat-alat yang berfungsi dalam
membantu penyidik untuk melakukan penanganan TKP misalnya Laser Print
Finger dan Laser Print Detector.

Alat-alat seperti itu untuk saat ini hanya digunakan dan diberikan pada
Kepolisian Daerah. Untuk jajarannya, jika memerlukan alat-alat tersebut, dapat
mengirimkan contoh sidik jari yang sudah ada untuk dilakukan perbandingan di
Kepolisian Daerah, hal ini akan memerlukan waktu yang cukup lama yang
mengakibatkan proses penyidikan ini tidak berjalan efektif. 10

2.9.4. Tidak tersedianya data base pengambilan sidik jari

Faktor hukum juga bisa menjadi faktor penghambat dalam proses pengolahan
tempat kejadian perkara. Untuk saat ini, tidak adanya peraturan hukum yang
mengatur secara khusus tentang tugas pelaksanaan dari pihak Kepolisian untuk
dilakukannya pengambilan sidik jari secara keseluruhan baik orang asing yang
bertempat tinggal di wilayah Indonesia atau WNI, tidak tersedianya basis data
dapat menjadi pengambat dalam proses penyidikan karena sistem penelusuran
sidik jari dengan cara manual.10

13
2.10. Peranan Dokter Forensik dalam Pembuktian Perkara Pidana

Hukum acara pidana bertujuan untuk mencari kebenaran materil dari suatu
peristiwa pidana. Penemuan kebenaran materil tidak terlepas dari suatu pembuktian
yang menggambarkan tentang suatu kejadian yang konkrit. Membuktikan sesuatu
menurut hukum pidana berarti menunjukkan hal-hal yang dapat ditangkap oleh panca
indra, mengutarakan hal tersebut dan berfikir secara logika. Pembuktian dalam
perkara pidana menurut Pasal 184 KUHAP memerlukan adanya alat bukti yang sah,
yaitu14 :

 Keterangan saksi.
 Keterangan ahli.
 Surat.
 Petunjuk.
 Keterangan terdakwa.
Selanjutnya di dalam Pasal 183 KUHAP menyebutkan bahwa :
“ Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu
tindak pidana benar-benar telah terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah
melakukannya “.

Terbentuknya keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana


didasarkan pada hasil pemeriksaan alat-alat bukti yang dikemukakan pada proses
persidangan. Hukum memerlukan bantuan dari disiplin ilmu pengetahuan lain, yaitu
kedokteran. Segala aspek yang berhubungan dengan luka, kesehatan dan nyawa
seseorang yang diakibatkan oleh suatu kejahatan selanjutnya akan diterangkan oleh
dokter dalam rangka penyelesaian perkara pidana. 3 Cara yang dapat dilakukan untuk
pembuktian perkara pidana antara lain adalah meminta bantuan dokter sebagai saksi
yang dapat membuat keterangan tertulis dalam bentuk visum et repertum dan
memberikan keterangan dipersidangan sebagai saksi ahli. Artinya, bahwa ilmu

14
pengetahuan kedokteran sangat berperan dalam membantu penyidik, kejaksaan, dan
hakim dalam hal yang hanya dapat dipecahkan dengan ilmu kedokteran. 14

Selanjutnya ilmu kedokteran juga mempunyai peranan dalam hal


menentukan hubungan kausalitas antara suatu perbuatan dengan akibat yang akan
ditimbulkannya, baik yang menimbulkan akibat luka pada tubuh, atau yang
menimbulkan matinya seseorang, yang patut diduga telah terjadi tindak pidana.
Berdasarkan hasil pemeriksaan ahli forensik inilah selanjutnya dapat
diketahui apakah luka seseorang tersebut diakibatkan oleh tindak pidana atau tidak.

Dokter ahli forensik dapat memberikan bantuannya dalam hubungannya


dengan proses peradilan dalam hal10 :

a. Pemeriksaan di tempat kejadian perkara


Hal ini biasanya dimintakan oleh pihak yang berwajib. Pemeriksaan yang oleh
ahli forensik ini akan sangat penting dalam hal menentukan jenis kematian
dan sekaligus untuk mengetahui sebab-sebab dari kematiannya tersebut,
sangat berguna bagi pihak yang berwajib untuk memproses atau tidaknya
menurut hukum. Dalam hal ini dokter akan membuat visum et repertum
sebelum mayat dikuburkan.
b. Pemeriksaan terhadap korban yang luka oleh ahli forensik
Hal ini bertujuan untuk mengetahui:
 Ada atau tidaknya tanda penganiayaan.
 Menentukan ada atau tidaknya kejahatan atau pelanggaran kesusilaan.
 Untuk mengetahui umur seseorang.
 Untuk menentukan kepastian seorang bayi yang meninggal dalam
kandungan seorang ibu.

Dalam sebuah studi dikatakan kemampuan lain yang harus dikuasai saat olah
TKP adalah kemampuan berkomunikasi dan empati terhadap korban. 15 Dokter
forensik tentu harus menguasai kemampuan berkomunikasi saat anamnesis korban

15
hidup terutama pada kasus yang dianggap tabu atau memalukan seperti KDRT dan
asusila.

Tempat Kejadian Perkara (TKP) merupakan bagian pokok dari pangkal


pengungkapan perkara pidana pada saat terjadi peristiwa pidana karena ditempat
kejadian perkara dapat ditemukan interaksi antara pelaku kejahatan (tersangka),
barang bukti yang digunakan dan saksi/korban kejahatan. Oleh karena itu, dokter
forensik sebagai pihak yang juga memiliki wewenang dalam olah TKP perlu
menguasainya.16

2.11. Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan Penyidikan Tempat Kejadian Perkara

Hasil pemeriksaan di TKP akan membentuk sebuah hipotesis kejadian


kejahatan yang terjadi di lokasi tersebut. Hipotesis dibuat berdasarkan analisis seluruh
informasi yang didapat, hasil pemeriksaan TKP dan barang bukti yang ada. Hipotesis
ini kemudian perlu dibuktikan berdasarkan pemeriksaan lebih lanjut. Adapun laporan
akhir sebagai penutup dari pemeriksaan TKP mengikuti langkah-langkah sebagai
berikut:17,18

2.11.1. Mengisi dan Merekam Kejadian Tempat Perkara


Untuk memastikan bahwa catatan lengkap, penyidik harus meninjau semua
dokumentasi TKP. Penyelidik harus memverifikasi bahwa yang berikut ini sudah
dilakukan:
- Dokumentasi yang terkait dengan kejadian.
- Log akses personel.
- Log aktivitas.
- Tinjauan wawancara dan acara.
- Deskripsi naratif kejadian.
- Log Foto dan video.
- Diagram, sketsa, dan pemetaan bukti.
- Catatan bukti.

16
2.11.2. Pastikan Pemprosesan TKP Lengkap
TKP dapat dirilis hanya setelah kesimpulan dari investigasi di tempat dan
pengumpulan bukti menyeluruh telah diproses. Penyelidik harus melakukan tinjauan
kritis terhadap investigasi TKP dengan semua personel, untuk memasukkan tindakan
berikut:
- Diskusikan dengan anggota tim, termasuk yang tidak hadir di TKP,
temuan awal dan masalah kritis yang muncul selama kejadian.
- Memastikan bahwa semua bukti yang diidentifikasi tersimpan.
- Peralatan dan inventaris.
- Dekontaminasi peralatan dan personel.
- Memotret dan / atau merekam kondisi terakhir dari TKP tersebut
sesaat sebelum dirilis.
- Diskusikan pertimbangan hukum.
- Diskusikan masalah postscene (mis., Pengujian forensik, pertanyaan,
hasil wawancara, sejarah kriminal)
2.11.3. Penyampaian Hasil Olah TKP
Prinsip Penyampaian Hasil Olah TKP harus didokumentasikan, terkait
kewenangan penerima hasil olah TKP, dokumentasikan waktu dan tanggal rilis,
kepada siapa dan oleh siapa.
2.11.4. Kirim Laporan Sesuai Database Nasional

2.11.5. Laporan Hasil Pemeriksaan TKP oleh Dokter 19

Seorang dokter yang diminta bantuannya harus memenuhi permintaan sebaik-


baiknya dan jangan sesekali menganggap remeh, sebab sekali pemeriksaan TKP
dikerjakan dengan tidak baik, maka data yang diperoleh dari pemeriksaan TKP
ulangan tidak sebaik dengan pemeriksaan yang pertama kali.

17
Dokter harus membuat laporan sendiri (visum et repertum TKP) menurut apa
yang diamati dan ditemukan sendiri dan tidak dibenarkan ikut menanda tangani hasil
laporan yang dibuat bersama-sama antara Polri, Pamong Praja dan sebagainya.
Di daerah dokter sering tidak melakukan sendiri pemeriksaan TKP melainkan
menyuruh seorang mantri kesehatan dan kemudian ikut menanda tanganinya guna
memperkuat laporan mantri tersebut, hal ini tidak dibenarkan(pasal 242 KUHP).

18
BAB III

KESIMPULAN

1. TKP adalah Tempat Kejadian Perkara adalah tempat dimana terjadinya suatu
tindak pidana, ditemukannya korban dan atau ditemukannya barang bukti yang
berhubungan dengan tindak pidana tersebut.
2. Dokter forensik sebagai salah satu ahli yang berwenang dalam olah TKP yaitu
pada aspek medis berupa cara penanganan barang bukti baik biologis maupun
non biologis dan yang ada di bagian tubuh korban maupun bukan.
3. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan olah TKP, yaitu
prosedur perlindungan diri, prosedur olah TKP, dan prosedur/teknik pengambilan
sampel.
4. Dokter forensik berperan penting dalam olah TKP dan proses peradilan oleh
karena itu penting untuk menguasai hal yang berkaitan dengan olah TKP
terutama dalam aspek medis.
5. Dokter harus independen dalam membuat hasil pemeriksaan olah TKP(Visum et
Repertum TKP).

19
Daftar Pustaka

1. Badan Diklat Kejaksaan. Modul Kedokteran Forensik : Olah TKP dari Aspek
Medis. RI. Jakarta : 2019.
2. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No 12 Tahaun 2011
tentang Kedokteran Kepolisian.
3. Kepolisian Negara RI. Standar Operasional Prosedur Penanganan Barang
Bukti.
4. Raneri D. Enhancing forensic investigation through the use of modern three-
dimensional (3D) imaging technologies for crime scene reconstruction.
Australian Journal of Forensic Sciences Vol 50 (6). 2018.
5. Arsian B, Sagiroglu S. Fingerprint Forensics in Crime Scene: A Computer
Science Approach. International Journal Of Information Security Science
Vol.8 (4). 2019
6. Cha KS, Cho OH, Yoo YS. Infection Management and Health Practices
Among Forensic Science Investigators in South Korea. Journal SAGE Vol 63
(5). 2015
7. Forensic Science Regulator. The Control and Avoidance of Contamination In
Crime Scene Examination involving DNA Evidence Recovery.USA : 2015.
8. Dhingra V, Juglan S. Importance of Medico Legal Expert at Scene of Crime
Related to Death. J Forensic Sci & Criminal Inves Vol 6 (1). 2017.
9. National Forensic Science Technology Center. Crime Scene Investigation A
Guide for Law Enforcement. Florida : 2013
10. Prayudistira RP. Upaya Penyidik dalam Menentukan Tempat Kejadian
Perkara pada Tindak Pidana Pembunuhan. Fakultas Hukum Universitas
Brawijaya Malang 2014.
11. Knight B. Forensic Pathology 4th edition. Taylor & Francis Group. US : 2016.

20
12. Narejo NB, Avais MA. Examining the Role of Forensic Science for the
Investigative –Solution of Crimes. Sindh Univ. Res. Jour. (Sci. Ser.) Vol.44
(2). 2012
13. Bslk C. Reducing Contamination in Forensic Science. Themis: Research
Journal of Justice Studies and Forensic Science Vol 3(12). 2015
14. Monita Y, Wahyudhi D. Peranan Dokter Forensik dalam Pembuktian Perkara
Pidana. Fakultas Hukum Universitas Jambi 2013
15. Saldivar A. Minimum Education Requirements for Crime Scene Investigators.
Themis: Research Journal of Justice Studies and Forensic Science: Vol. 5
(10). 2017.
16. Saifudin K. Tindakan Penyidik dalam Mengamankan TKP dam Keberhasilan
Penyidikan. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta 2017.
17. Miller MT. Crime Scene Investigation. Dalam:James SH, Nordby JJ. Forensic
Science: An Introduction to Scientific and Investigative Techniques. CRC
Press. 2005.
18. Reno J., Marcus D., Leary LM., Samuels EJ., A Guide For Explosion and
Bombing Scene Investigation, US. Departement of Justice, washington DC.
2000.
19. Hariadi A. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensikdan Medikolegal Edisi
Kedelapan. Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya. 2012

21

Anda mungkin juga menyukai