Mata Kuliah
Penyidikan Tempat Perkara dan Ekshumasi
Oleh:
Wawan Sugirman
130621180002
Pembimbing:
dr. Andri Andrian Rusman, Sp.FM., M.Kes.
PENDAHULUAN
Pada referat ini akan dijelaskan pengertian olah TKP dalam aspek medis dan
peranan dokter forensik dalam olah TKP. Materi ini diharapkan dapat menjadi bahan
referensi untuk menguasai olah TKP aspek medis.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tugas utama petugas TP-TKP hanya untuk mengamankan TKP agar tetap
dalam kondisi status quo tetapi tidak untuk melakukan Olah TKP.
2
2.4. Definisi Pengolahan Tempat Kejadian Perkara ”Segitiga Pembuktian”
Pengolahan Tempat Kejadian Perkara adalah tindakan yang dilakukan setelah
tindakan pertama di TKP yang bertujuan untuk mencari, mengumpulkan,
mendokumentasikan, menganalisa, mengevaluasi petunjuk-petunjuk, keterangan dan
bukti serta identitas tersangka yang dilakukan berdasarkan teori ’pembuktian segitiga’
guna memberikan arah penyidikan selanjutnya.
Pada suatu tempat kejadian perkara (TKP) unsur Korban (K), Pelaku (P) dan
Alat (A) yang dipakai melakukan kejahatan bertemu sehingga terjadi kontak satu
sama lain dan mengakibatkan adanya perpindahan material dari unsur (K)(P)(A) satu
dengan yang lainnya, serta dari dan ke TKP.1
Olah TKP dilakukan oleh petugas yang memahami bagaimana melakukan
olah TKP. Petugas Olah TKP harus diberikan perlindungan dan kebebasan dalam
melakukan Olah TKP berdasarkan prinsip-prinsip ilmu forensik. Petugas Olah TKP
idealnya terdiri dari Dokter Polisi untuk barang bukti biologis, Petugas Ident untuk
dokumentasi, sidik jari, sketsa TKP dan Petugas Labfor untuk barang bukti fisik.1
3
Manajer TKP adalah petugas yang memimpin baik TP-TKP dan atau Olah
TKP, dan pada umumnya hanya mengatur bagaimana prosedur di TKP dilakukan,
namun tidak melakukan Olah TKP. Seorang manajer TKP akan mengetahui segala
sesuatu yang terjadi di TKP berdasarkan laporan dari orang-orang yang terlibat di
TKP.1
Seorang dokter ahli forensik dapat diminta untuk melakukan Olah TKP dari
aspek medik forensiknya. Keterangan yang disampaikan oleh dokter ahli forensik
tersebut setelah melakukan Olah TKP aspek Medik Forensik dapat memberikan
petunjuk penting seperti jenis kematian, perkiraan lama kematiannya, perkiraaan cara
kematian dan mekanisme kematiannya dan hal-hal lain yang terkait dengan
keilmuannya.1 Selain pemeriksaan awal korban di TKP, dokter bertugas menangani
barang bukti non medis yang menempel pada tubuh korban dan barang bukti medik.2
4
2.5.2. Metode Zone
Metode ini diawali dengan membagi luasnya TKP menjadi 4 bagian
laludari tiap bagian dibagi lagi menjadi 4 bagian. Jadi masing-masing bagian
1/16 dari luas TKP seluruhnya. Untuk tiap-tiap 1/16 bagian tersebut ditunjuk
2 sampai sampai 4 orang petugas untuk menggeledahnya. Metode ini baik
untuk pekarangan, rumah atau tempat tertutup.
5
2.5.4. Metode Roda
Metode dilakukan dengan beberapa petugas bergerak bersama-sama
kearah luar dimulai dari titik tengah kejadian. masing-masing petugas menuju
kearah sasarannya sendiri-sendiri sehingga merupakan arah delapan penjuru
mata angin. Metode ini baik untuk ruangan tertutup..
Pada era teknologi maju saat ini, beberapa studi mengatakan bahwa model
pemetaan 3 dimensi sudah berhasil membantu olah TKP pada medan yang sulit atau
membutuhkan ketelitian yang tinggi. Namun ada beberapa hal yang perlu diteliti dan
dipertimbangkan untuk membuat model 3 dimensi tersebut, termasuk keabsahannya
dalam hukum baik nasional maupun internasional. 4
6
Penanganan barang bukti kedokteran forensik guna pemeriksaan lanjutan dan
atau pemeriksaan DNA memperhatikan hal-hal sebagai berikut2 :
Darah
Liur
Sperma
Rambut dengan akar rambut
Gigi
Tulang
Kulit
Otot
Semua yang berkaitan dengan tubuh manusia
b. Perlu dipikirkan cara pengamanan dan perawatan barang bukti dari kerusakan.
d. Darah, sperma dan liur disimpan dalam kassa kering dan diangin anginkan
sampai kering lalu disimpan dalam amplop, bukan kantong plastik.
e. Rambut dengan akarnya, gigi, tulang, kulit, otot dan semua yang berkaitan
dengan tubuh manusia disimpan dalam amplop.
Investigasi adegan kematian dapat mencakup kombinasi dari jenis insiden dan
pemeriksaan berikut:
7
e. Identifikasi korban yang sulit, yang meliputi mumifikasi dan pembusukan.
f. Identifikasi korban bencana berurusan dengan banyak penyebab
8
2.7. Langkah Investigasi
Dokter forensik harus fokus pada kondisi di TKP. Tanpa investigasi adegan,
banyak informasi berharga yang dapat hilang. Poin-poin berikut akan berfungsi
sebagai panduan8,9 :
9
Bentuk lengkung gigi depan ;
Letak/posisi gigi depan ;
Ompong/tidaknya gigi depan.
Khusus untuk pencarian sidik bibir biasanya dapat ditemukan pada
pinggiran mulut gelas.2
2.8.2. Pembunuhan dengan kejahatan kesusilaan
Dalam kasus ini bekas gigitan dapat ditemukan pada bagian-bagian
tubuh seperti leher, pipi, buah dada, dinding perut bawah dan sisi paha bagian
dalam. Bila tersangka tertangkap, kadang-kadang dapat dicari tanda-tanda
bekas gigitan sebagai usaha perlawanan korban. Untuk itu, pada kasus-kasus
pembunuhan/kejahatan kesusilaan perlu diteliti kemungkinan adanya bekas
gigitan,6 baik pada tubuh korban maupun pada tubuh tersangka pelaku
kejahatan. Seperti halnya bekas gigitan pada makanan, antara lain dapat
diperoleh gambaran mengenai :
Bentuk lengkung gigi depan ;
Posisi letak gigi depan ;
Ompong/tidaknya gigi depan.
Selain itu dapat pula diketahui jenis golongan darah pelaku yang
menggigit melalui pemeriksaan sisa air liur yang terdapat disekeliling bekas
gigitan dengan bantuan pemeriksaan serologis/pemeriksaan DNA.3,10
Pada penemuan jenazah / kerangka, sifat gigi geligi yang dapat tahan
lama berguna dalam keperluan identifikasi. Dengan melakukan pemeriksaan
keadaan gigi geligi dalam rongga mulut jenazah/kerangka, dapat diperoleh
informasi antara lain :
Umur ;
Kebiasaan/profesi ;
10
Ras ;
Golongan darah ;
Ciri-ciri khas (terutama pada gigi depan) ;
Perkiraan raut muka.
Dalam setiap penanganan TKP, baik dalam pengolahan TKP maupun dalam
menentukan TKP, tidak menutup kemungkinan penyidik mengalami kesulitan atau
adanya kendala yang dialami dalam memproses TKP tindak pidana pembunuhan.
Adapun kendala-kendala yang biasa dihadapi oleh penyidik dalam upaya
menentukan TKP pada tidak pidana pembunuhan, yaitu10 :
Sebelum tim penyidik sampai di TKP, kondisi tempat kejadian perkara sudah
berubah, sudah tidak asli lagi, mengalami kerusakan, yang hal-hal ini dipengaruhi
oleh beberapa faktor seperti :
Faktor alam, faktor alam ini dapat menjadi kendala bagi penyidik dalam
proses penanganan TKP karena dapat merubah keaslian TKP seperti halnya
terjadi hujan, panas, badai, banjir dll.
11
Faktor hewan, artinya jejak-jejak atau barang yang ditinggalkan pelaku dapat
berubah dikarenakan adanya hewan yang masuk di TKP, sehingga jejak-jejak
yang tertinggal di TKP.
Faktor manusia;
o Tersangka berusaha menghilangkan barang bukti.
o Rasa keingintahuan masyarakat sehingga masuk dalam TKP.
o Kurangnya ketelitian petugas yang menangani TKP.
o Laporan yang terlambat sehingga TKP rusak oleh orang-orang, saksi-
saksi, atau masyarakat.
o Keterangan saksi-saksi yang terkesan tertutup atau ditutup-tutupi
karena takut dalam memberi kesaksian.
2.9.2. Kurangnya pengalaman Penyidik dalam melakukan penyidikan
Faktor internal juga dapat menjadi pengahambat atau kendala dalam proses
penyidikan TKP, misalnya kurangnya pengalaman penyidik dalam pemahaman
prosedur penanganan TKP, kurangnya tingkat ketelitian salah satu petugas
penyidik, kurangnya profesionalisme petugas penyidik dalam proses penanganan
TKP sehingga hasil-hasil yang seharusnya diperoleh di TKP tidak maksimal.12
Ketelitian dan kebersihan terutama dalam mengambil bukti biologis seperti DNA
juga harus dimiliki, karena bukti tersebut sangat rentan terkontaminasi dan
mengurangi validitasnya dalam kasus13. Dalam penanganan TKP yang dilakukan
petugas penyidik dituntut untuk memiliki karakteristik-karakteristik sebagai
berikut10 :
Memiliki kreatifitas.
Memelihara potensi curiga.
Diharuskan menguasai hukum dan peraturan perundang-undangan.
Mampu untuk mengendalikan diri.
Konsisten dan memiliki pengetahuan yang tinggi dan luas.
12
Memiliki kemampuan bela diri
Memiliki kemampuan manajemen yang baik
Alat-alat seperti itu untuk saat ini hanya digunakan dan diberikan pada
Kepolisian Daerah. Untuk jajarannya, jika memerlukan alat-alat tersebut, dapat
mengirimkan contoh sidik jari yang sudah ada untuk dilakukan perbandingan di
Kepolisian Daerah, hal ini akan memerlukan waktu yang cukup lama yang
mengakibatkan proses penyidikan ini tidak berjalan efektif. 10
Faktor hukum juga bisa menjadi faktor penghambat dalam proses pengolahan
tempat kejadian perkara. Untuk saat ini, tidak adanya peraturan hukum yang
mengatur secara khusus tentang tugas pelaksanaan dari pihak Kepolisian untuk
dilakukannya pengambilan sidik jari secara keseluruhan baik orang asing yang
bertempat tinggal di wilayah Indonesia atau WNI, tidak tersedianya basis data
dapat menjadi pengambat dalam proses penyidikan karena sistem penelusuran
sidik jari dengan cara manual.10
13
2.10. Peranan Dokter Forensik dalam Pembuktian Perkara Pidana
Hukum acara pidana bertujuan untuk mencari kebenaran materil dari suatu
peristiwa pidana. Penemuan kebenaran materil tidak terlepas dari suatu pembuktian
yang menggambarkan tentang suatu kejadian yang konkrit. Membuktikan sesuatu
menurut hukum pidana berarti menunjukkan hal-hal yang dapat ditangkap oleh panca
indra, mengutarakan hal tersebut dan berfikir secara logika. Pembuktian dalam
perkara pidana menurut Pasal 184 KUHAP memerlukan adanya alat bukti yang sah,
yaitu14 :
Keterangan saksi.
Keterangan ahli.
Surat.
Petunjuk.
Keterangan terdakwa.
Selanjutnya di dalam Pasal 183 KUHAP menyebutkan bahwa :
“ Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu
tindak pidana benar-benar telah terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah
melakukannya “.
14
pengetahuan kedokteran sangat berperan dalam membantu penyidik, kejaksaan, dan
hakim dalam hal yang hanya dapat dipecahkan dengan ilmu kedokteran. 14
Dalam sebuah studi dikatakan kemampuan lain yang harus dikuasai saat olah
TKP adalah kemampuan berkomunikasi dan empati terhadap korban. 15 Dokter
forensik tentu harus menguasai kemampuan berkomunikasi saat anamnesis korban
15
hidup terutama pada kasus yang dianggap tabu atau memalukan seperti KDRT dan
asusila.
16
2.11.2. Pastikan Pemprosesan TKP Lengkap
TKP dapat dirilis hanya setelah kesimpulan dari investigasi di tempat dan
pengumpulan bukti menyeluruh telah diproses. Penyelidik harus melakukan tinjauan
kritis terhadap investigasi TKP dengan semua personel, untuk memasukkan tindakan
berikut:
- Diskusikan dengan anggota tim, termasuk yang tidak hadir di TKP,
temuan awal dan masalah kritis yang muncul selama kejadian.
- Memastikan bahwa semua bukti yang diidentifikasi tersimpan.
- Peralatan dan inventaris.
- Dekontaminasi peralatan dan personel.
- Memotret dan / atau merekam kondisi terakhir dari TKP tersebut
sesaat sebelum dirilis.
- Diskusikan pertimbangan hukum.
- Diskusikan masalah postscene (mis., Pengujian forensik, pertanyaan,
hasil wawancara, sejarah kriminal)
2.11.3. Penyampaian Hasil Olah TKP
Prinsip Penyampaian Hasil Olah TKP harus didokumentasikan, terkait
kewenangan penerima hasil olah TKP, dokumentasikan waktu dan tanggal rilis,
kepada siapa dan oleh siapa.
2.11.4. Kirim Laporan Sesuai Database Nasional
17
Dokter harus membuat laporan sendiri (visum et repertum TKP) menurut apa
yang diamati dan ditemukan sendiri dan tidak dibenarkan ikut menanda tangani hasil
laporan yang dibuat bersama-sama antara Polri, Pamong Praja dan sebagainya.
Di daerah dokter sering tidak melakukan sendiri pemeriksaan TKP melainkan
menyuruh seorang mantri kesehatan dan kemudian ikut menanda tanganinya guna
memperkuat laporan mantri tersebut, hal ini tidak dibenarkan(pasal 242 KUHP).
18
BAB III
KESIMPULAN
1. TKP adalah Tempat Kejadian Perkara adalah tempat dimana terjadinya suatu
tindak pidana, ditemukannya korban dan atau ditemukannya barang bukti yang
berhubungan dengan tindak pidana tersebut.
2. Dokter forensik sebagai salah satu ahli yang berwenang dalam olah TKP yaitu
pada aspek medis berupa cara penanganan barang bukti baik biologis maupun
non biologis dan yang ada di bagian tubuh korban maupun bukan.
3. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan olah TKP, yaitu
prosedur perlindungan diri, prosedur olah TKP, dan prosedur/teknik pengambilan
sampel.
4. Dokter forensik berperan penting dalam olah TKP dan proses peradilan oleh
karena itu penting untuk menguasai hal yang berkaitan dengan olah TKP
terutama dalam aspek medis.
5. Dokter harus independen dalam membuat hasil pemeriksaan olah TKP(Visum et
Repertum TKP).
19
Daftar Pustaka
1. Badan Diklat Kejaksaan. Modul Kedokteran Forensik : Olah TKP dari Aspek
Medis. RI. Jakarta : 2019.
2. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No 12 Tahaun 2011
tentang Kedokteran Kepolisian.
3. Kepolisian Negara RI. Standar Operasional Prosedur Penanganan Barang
Bukti.
4. Raneri D. Enhancing forensic investigation through the use of modern three-
dimensional (3D) imaging technologies for crime scene reconstruction.
Australian Journal of Forensic Sciences Vol 50 (6). 2018.
5. Arsian B, Sagiroglu S. Fingerprint Forensics in Crime Scene: A Computer
Science Approach. International Journal Of Information Security Science
Vol.8 (4). 2019
6. Cha KS, Cho OH, Yoo YS. Infection Management and Health Practices
Among Forensic Science Investigators in South Korea. Journal SAGE Vol 63
(5). 2015
7. Forensic Science Regulator. The Control and Avoidance of Contamination In
Crime Scene Examination involving DNA Evidence Recovery.USA : 2015.
8. Dhingra V, Juglan S. Importance of Medico Legal Expert at Scene of Crime
Related to Death. J Forensic Sci & Criminal Inves Vol 6 (1). 2017.
9. National Forensic Science Technology Center. Crime Scene Investigation A
Guide for Law Enforcement. Florida : 2013
10. Prayudistira RP. Upaya Penyidik dalam Menentukan Tempat Kejadian
Perkara pada Tindak Pidana Pembunuhan. Fakultas Hukum Universitas
Brawijaya Malang 2014.
11. Knight B. Forensic Pathology 4th edition. Taylor & Francis Group. US : 2016.
20
12. Narejo NB, Avais MA. Examining the Role of Forensic Science for the
Investigative –Solution of Crimes. Sindh Univ. Res. Jour. (Sci. Ser.) Vol.44
(2). 2012
13. Bslk C. Reducing Contamination in Forensic Science. Themis: Research
Journal of Justice Studies and Forensic Science Vol 3(12). 2015
14. Monita Y, Wahyudhi D. Peranan Dokter Forensik dalam Pembuktian Perkara
Pidana. Fakultas Hukum Universitas Jambi 2013
15. Saldivar A. Minimum Education Requirements for Crime Scene Investigators.
Themis: Research Journal of Justice Studies and Forensic Science: Vol. 5
(10). 2017.
16. Saifudin K. Tindakan Penyidik dalam Mengamankan TKP dam Keberhasilan
Penyidikan. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta 2017.
17. Miller MT. Crime Scene Investigation. Dalam:James SH, Nordby JJ. Forensic
Science: An Introduction to Scientific and Investigative Techniques. CRC
Press. 2005.
18. Reno J., Marcus D., Leary LM., Samuels EJ., A Guide For Explosion and
Bombing Scene Investigation, US. Departement of Justice, washington DC.
2000.
19. Hariadi A. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensikdan Medikolegal Edisi
Kedelapan. Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya. 2012
21