Anda di halaman 1dari 27

Case Science Session

FOTOGRAFI FORENSIK

Oleh:

Ihsiani Nadhifa 1940312099


Hanggia 1940312079
Dwimesta Fadryona 2040312007
Nada Utami Prahastiwi 20403120039

Preseptor:
dr. Citra Manela, Sp.FM

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR M DJAMIL PADANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Dokumentasi cedera yang akurat dan tepat merupakan dasar dalam konteks patologis
forensik. Dokumentasi ini dapat digunakan di pengadilan dan sangat penting untuk hasil
persidangan. Prosedur dokumentasi standar dari lesi saat pemeriksaan meliputi deskripsi
verbal, pengukuran manual, sketsa pada diagram tubuh, dan foto. Foto merupakan salah satu
bukti secara objektif yang dapat diberikan kepada pihak terkait yang membutuhkan terutama
foto yang menunjukkan kondisi awal pasien pada saat sebelum dilakukan pemeriksaan,
meskipun terkadang juga terdapat beberapa foto yang di ambil ketika sedang dilakukan
pemeriksaan ataupun setelah dilakukan pemeriksaan.1
Seorang penyelidik yang terlibat dalam menilai kemungkinan penganiayaan fisik,
harus membuat keputusan, apakah cedera yang terlihat cocok dengan penjelasan yang
diberikan. Dalam beberapa kasus, pola cedera ini dapat memberikan peneliti kemungkinan
kaitannya dengan penyebab cedera. Hubungan ini dapat dibuat dengan analisis yang cermat
terhadap pola yang ada dalam cedera dan sejauh mana pola tersebut mencerminkan alat yang
diduga digunakan untuk melukai korban (misalnya ikat pinggang, sikat rambut), tanda
tamparan dari tersangka pelaku atau mencerminkan cedera yang tidak disengaja (misalnya
sudut atau tepi perabot). Mencocokkan pola cedera dengan alat atau senjata yang digunakan
memiliki implikasi forensik, terkait kemungkinan penyiksaan fisik, sehingga
menginformasikan tim penyelidik dan proses hukum apa pun.2
Semua luka memar dan kulit difoto sebagai bagian dari catatan medis dan forensik,
perlindungan anak dan catatan hukum. Pencitraan fotografi digunakan untuk merekam pola
cedera, dan untuk memfasilitasi interpretasi forensik, paling tidak, tidak tepat untuk
melakukan pemeriksaan berulang kali jika tidak perlu. Gambar dapat disajikan untuk
pendapat ahli sekunder dan disajikan sebagai bukti hukum dalam pengambilan keputusan
pengadilan. Gambar-gambar ini harus memiliki kualitas optimal dan bebas dari kesalahan
operator atau distorsi kamera yang disebabkan untuk memaksimalkan kegunaannya.2
Istilah pengarsipan forensik adalah penyimpangan dari terminologi yang biasa
digunakan untuk merujuk pada pelestarian catatan suatu adegan. Dari perspektif
kontemporer, istilah ini juga lebih tepat daripada istilah yang lebih sering digunakan:
fotografi forensik, pencitraan, atau dokumentasi. Pengarsipan memiliki ruang lingkup yang
lebih luas dan mencakup lebih dari sekadar menerapkan teknik fotografi, sketsa, atau
pencitraan karena berkonotasi dengan hubungan modern dengan dunia digital. Meskipun
diskusi selanjutnya mungkin menggunakan terminologi yang lebih tua - fotografi dan
dokumentasi forensik - mereka tidak boleh bingung dengan atau disamakan dengan
pengarsipan forensik istilah yang lebih luas dan lebih relevan.3
Inti dari adegan itu sangat penting karena tidak mungkin untuk memprediksi kejadian
ketika sepasang mata lain perlu meninjau "orisinal". Yang penting juga, tidak ada metode
pengarsipan tunggal yang cukup, dan pendekatannya bervariasi dari proses pengambilan yang
sederhana. catatan dan penulisan laporan untuk menggunakan teknologi yang semakin
kompleks. Sebuah lembaga yang hanya menggunakan kamera 35 mm atau digital ditambah
dengan sketsa dan pengukuran tidak melakukan tugasnya dengan baik. Demikian pula,
videografi saja tidak cukup dan tidak memadai seperti halnya sistem pengarsipan 3D yang
lebih baru, meskipun tentu saja mampu memberikan pengukuran yang lebih akurat. Setiap
metode pengarsipan memiliki atribut dan kekurangan sehingga pengarsipan adegan yang
lengkap dan kompeten membutuhkan serangkaian teknik. Oleh sebab itu pada referat kali ini
akan dibahas mengenai teknik fotografi dalam kasus forensik.

1.2.Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dari referat ini adalah untuk membahas mengenai fotografi luka
dalam kasus forensik.

1.3.Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan dari referat ini adalah agar pembaca dapat mengenali dan
memahami mengenai fotografi luka dalam kasus forensik.

1.4.Metode Penulisan
Metode penulisan dari referat ini adalah merujuk pada berbagai literatur berupa
jurnal dan juga textbook terkait fotografi forensik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Fotografi Forensik


Sejarah pencitraan forensik dimulai dengan kamera obscura, kamera lubang jarum
pertama. Meskipun mungkin ada konflik di antara penulis tentang siapa yang pertama kali
mendeskripsikan camera obscura, kemungkinan besar cendekiawan Arab Hassan bin al
Haitham. Sudah menjadi rahasia umum bahwa kamera lubang jarum awal ini digunakan oleh
para ilmuwan untuk mengamati matahari dan oleh seniman untuk membuat sketsa. Dua orang
lainnya yang dikreditkan oleh beberapa penulis sebagai yang pertama mendeskripsikan
camera obscura adalah Roger Bacon pada 1267 dan Leonardo da Vinci pada 1490.4
Ada tiga evolusi lagi dalam desain kamera obscura yang diperlukan sebelum memiliki
semua bagian fungsional dasar kamera fotografi awal. Pada tahun 1550, Girolamo Cardano
menambahkan lensa ke desain kamera obscura. Dilaporkan bahwa dia menggunakan kata
"lensa" karena warna lensa kaca mengingatkannya pada lentil coklat yang digunakan dalam
sup Italia. Evolusi kedua, penambahan lensa dan cermin lengkung untuk menghasilkan
gambar tegak, dilakukan pada tahun 1558 oleh Giovanni Battista della Porta. Namun, ini
tidak diterbitkan sampai tahun 1588.4
Kasus pengadilan tambahan yang signifikan terus dijatuhkan pada tahun 1990-an dan
2000-an. Secara umum, kasus-kasus ini menegaskan kembali dasar-dasar umum untuk
rekaman video dan foto yang digunakan untuk mendemonstrasikan kesaksian seorang saksi
yang memiliki pengetahuan langsung tentang apa yang digambarkan dalam foto atau video
tersebut. Dua masalah lain muncul pada tahun 2007. IAI mengeluarkan Resolusi 2007-8,
menolak penggunaan tanda air optik untuk mengotentikasi dan / atau memverifikasi integritas
foto digital atau gambar video (resolusi ini juga menentukan istilah otentikasi dan verifikasi) .
Selain itu, IAI mengeluarkan Resolusi 2007-7, mengakui validitas perbandingan fotografis
dan beberapa batasan dalam jenis pemeriksaan ini.4
Sejarah fotografi sebagai sebuah profesi masih berkembang dan perlu
didokumentasikan agar generasi mendatang dapat terus mengaksesnya. Sejarah ini penting
sebagai panduan tentang bagaimana teknologi dan perangkat lunak baru kemungkinan besar
memengaruhi hal ini. Misalnya, banyak orang yang mendorong semua jenis keamanan untuk
menyertakan lacak balak atau pelacakan elektronik otomatis karena takut akan kemudahan
mengubah foto digital tidak menyadari kemudahan riwayat mengubah foto berbasis film
pada tahun 1860-an untuk melakukan penipuan.4
2.2 Teknik Pengambilan Gambar
2.2.1 Konsep Pencahayaan Dasar (Non-Lampu Kilat)
Segitiga Pencahayaan yang Tepat
Pencahayaan Berhenti
Foto dapat diambil dengan pencahayaan yang cukup, kurang pencahayaan , atau
pencahayaan terlalu terang. Perhentian pencahayaan adalah perubahan pencahayaan yang
biasanya dinyatakan sebagai perubahan pada kedua bagian atau ganda , dimana keseluruhan
pencahayaan dari pencahayaan asli dihentikan. Oleh karena itu, pencahayaan +1,
pencahayaan yang berhenti berubah, dimana terdapat dua kali lipat pencahayaan
sebelumnya; a −1 pencahayaan berhenti berubah dari pencahayaan sebelumnya.
Pencahayaan yang tepat akan "benar" terlihat, tidak terlalu terang atau terlalu gelap.
Tampaknya "normal," seperti kita berharap untuk melihatnya. Detail dalam gambar tidak
tersembunyi dalam bayangan gelap atau dengan menjadi terlalu terekspos.Dalam diskusi
pencahayaan, adalah umum untuk mengekspresikan perbedaan dalam pencahayaan dengan
menggunakan istilah "berhenti."
Sebuah gambar mungkin terekspos dengan benar, yang biasanya disebut sebagai "0,"
atau apa yang diyakini sebagai pencahayaan yang optimal. Gambar lainnya, dengan subjek
yang sama, bisa saja diambil dengan pencahayaan yang kurang, (pencahayaan −1). Subjek
yang sama dapat diekspos secara berlebihan dengan (pencahayaan +1).
Gambar 1. Pencahayaan
Variabel Pencahayaan
Umumnya, terdapat empat variabel secara langsung mempengaruhi pencahayaan:
1. Kecepatan rana
2. Bukaan
3. Kecepatan film/setara ISO digital
4. Pencahayaan sekitar tempat kejadian, atau pencahayaan tambahan yang dapat digunakan
Empat variabel pencahayaan paling baik dapat dipahami dengan menghubungkannya
dengan empat sisi segitiga. Dimana segitiga memiliki empat sisi. Tiga sisi "normal" segitiga
berhubungan dengan variabel fotografi kecepatan rana, f/stop, dan kecepatan film; dan di-
"sisi" segitiga sesuai dengan cahaya di adegan atau penggunaan lampu kilat.
1. Kecepatan Rana
Rana dalam kamera refleks lensa tunggal (SLR) paling sering terletak di bodi kamera,
cukup di depan sensor film/digital, di mana cahaya yang memasuki lensa dibawa ke dalam
fokus. Dengan demikian, rana dalam kamera refleks lensa tunggal juga disebut rana bidang
fokus. Di beberapa kamera lain, rana dapat ditemukan di lensa itu sendiri, bukan di bodi
kamera. Kamera refleks lensa tunggal biasanya dianggap sebagai format kamera optimal
yang akan digunakan di TKP oleh sebagian besar lembaga penegak hukum. Mungkin ada
beberapa agensi, bagaimanapun, yang terus menggunakan kamera format sedang untuk
fotografi TKP mereka. Yakni:
F/Berhenti
F/stop terkadang disebut sebagai bukaan lensa atau pembukaan diafragma lensa. Tiga istilah
tersebut adalah kadang-kadang digunakan secara bergantian. Agar lebih tepatnya, ini
akan menjelaskan setiap istilah.
Diafragma lensa adalah satu set bilah, membentuk atau kurang membuka melingkar, yang
dapat dibuka untuk membiarkan lebih banyak cahaya melalui lensa atau tertutup untuk
membatasi cahaya yang masuk
kamera.

2. Kecepatan Film/Setara ISO Digital


Deskripsi berikut mengacu pada film negatif, "normal" film cetak sebelumnya
digunakan oleh sebagian besar lembaga penegak hukum. Sebagian besar tidak menggunakan
film pembalikan (slide) untuk fotografi TKP. Bahkan, sebagian besar sekarang menggunakan
kamera digital, jadi kecepatan film sekarang lebih tepat disebut setara kecepatan film digital.
Seperti perubahan kecepatan rana dan perubahan f/stop halve dan double cahaya yang
diizinkan untuk mencapai sensor, yang mengakibatkan perubahan pencahayaan 1 atap,
perubahan kecepatan film juga dapat menghasilkan perbedaan pencahayaan 1-stop.
Kecepatan film yang umum ditemukan biasanya dinyatakan sebagai Organisasi
Internasional berikut untuk Nomor standardisasi (ISO): 100, 200, 400, 800, 1600, dan 3200.
Kamera digital tidak menggunakan film tetapi telah melanjutkan konvensi yang berkaitan
dengan sensitivitas sensor digital mereka terhadap setara ISO yang sama. Namun, beberapa
kamera digital mungkin memiliki batasan pada pilihan yang mungkin Anda miliki.
Sedangkan beberapa kamera digital menawarkan pilihan ISO setara dengan 50, kamera
digital lainnya dapat memulai setara ISO mereka di 200.

3. Cahaya

Jumlah Cahaya Sekitar/Yang Ada


Cahaya sekitar adalah cahaya yang ada di TKP. Anda baik bekerja dengan Maka dia
berada dalam tempat yang ke atau, seperti yang akan dibahas nanti, Anda dapat
melengkapinya dengan lampu kilat elektronik, sumber cahaya alternatif, atau senter. Cahaya
adalah komponen penting dalam persamaan pencahayaan yang tepat. Misalnya, pada hari
cerah yang cerah, Anda mungkin siap untuk mengambil foto dengan kamera diatur pada
kecepatan rana 1/60, f/22, dan 100 ISO.
Anda telah menentukan bahwa kombinasi pencahayaan ini tepat untuk pencahayaan
adegan. Kemudian, tepat sebelum Anda dapat melakukan perjalanan rana, awan gelap besar
berlalu dan menutupi materi pelajaran yang dimaksudkan dalam naungan. Jika Anda
mengambil foto pada saat itu, tanpa mengubah pengaturan pencahayaan untuk perubahan
cahaya sekitar, foto yang dihasilkan akan Kembali kurang terekspos. Pengaturan
pencahayaan adalah untuk adegan yang sepenuhnya diterangi sinar matahari, tetapi Anda
menggunakan kombinasi pencahayaan untuk adegan dalam naungan, menghasilkan
pencahayaan yang kurang baik.
Anda biasanya dapat mengubah pencahayaan sekitar dengan dua cara. Sebagai
dinyatakan sebelumnya, Anda dapat menambahkan lampu kilat elektronik ke pencahayaan
dari tempat kejadian teknik lampu kilat elektronik. Metode kedua di mana Anda dapat
mengubah pencahayaan sekitar adegan adalah dengan sengaja membuat bayangan di atas
bagian dari adegan. Misalnya, jika Anda memotret barang bukti pada dini hari atau sore hari,
sudut rendah matahari dapat menciptakan bayangan yang mengganggu pada Bukti. Seperti
disebutkan dalam Bab 2, kadang-kadang mengganggu bayangan dapat dihilangkan. Hanya
memblokir matahari dan mengekspos untuk bukti dalam bayangan. Bukti sekarang tidak akan
terlihat kurang terekspos; itu akan terlihat terekspos dengan benar, tetapi tanpa bayangan
Kemampuan untuk memblokir matahari untuk menciptakan area yang teduh di atas barang
bukti atau area kecil TKP jelas Bayangan matahari. Matahari terhalang; gunting dalam
bayangan.

Warna Cahaya Sekitar/Yang Ada


Meskipun Anda biasanya tidak melihat berbagai efek yang akan terjadi pada
lingkungan, film warna siang hari, dan sensor digital dapat merekam efek yang berbeda ini.
Ketika tugas adalah untuk dengan setia menangkap warna dalam TKP, Anda harus tahu
hanya dua pilihan pencahayaan yang dapat digunakan saat menggunakan film. Pilihan
dengan kamera digital akan segera dijelaskan.
Kedua sumber cahaya ini akan memastikan bahwa berbagai warna dalam TKP secara
akurat ditangkap pada film warna siang hari. Kondisi pencahayaan lainnya akan
menghasilkan berbagai warna ke lokasi kejadian dan barang bukti di dalam TKP. Naungan,
Berawan, Senja. Jika TKP dan barang bukti tidak menyala dengan terang tengah hari
matahari, warna cahaya bergeser ke arah biru. Tidak memiliki kuning cerah matahari, Anda
mungkin masih memiliki intensitas cahaya yang cukup untuk pencahayaan yang tepat dengan
bukaan, memastikan kedalaman bidang yang memadai. Meskipun jumlah cahaya mungkin
memadai, Anda juga harus menyangkut warna pencahayaan. Warna kebiruan mungkin
merusak foto yang bagus. Lebih buruk lagi, itu mungkin membuat foto tidak dapat digunakan
di pengadilan karena gambar tidak lagi merupakan representasi yang adil dan akurat dari
adegan seperti yang Anda lihat
Namun, tints pencahayaan kecil biasanya dapat "diperbaiki" di ruang gelap basah-
kimia, dengan film; dan dapat diperbaiki dengan perangkat lunak digital, jika ditangkap oleh
kamera digital.

4. Kecepatan Rana sebagai Kontrol Gerakan


Kontrol Gerakan untuk Menghilangkan Kabur Gerakan Tubuh Fotografer. Jika
kamera dipindahkan selama pencahayaan, foto dapat kabur. Salah satu jenis gerakan kamera
dapat dihasilkan hanya dengan memegang kamera dengan tidak semestinya. Kamera perlu
direm dengan benar untuk menghilangkan gerakan kamera sebanyak mungkin. Tentu saja,
Anda akan memegang kamera dengan dua tangan. Tangan kanan memegang sisi kanan badan
kamera, dengan jari telunjuk siap untuk menekan tombol rana. Tangan kiri biasanya
menggendong bagian bawah kamera, dengan kiri jari ibu jari dan telunjuk tersedia untuk
memutar cincin fokus, mengubah panjang fokus pada lensa zoom, atau untuk memutar cincin
f/stop.
Sering kali, tiga metode lain dapat digunakan untuk mantapkan kamera. Daripada
memiliki siku Anda diperpanjang dari tubuh Anda, mereka perlu diselipkan di dekat dada
Anda. Mereka bertindak seperti bipod untuk membantu mantap kamera. Selain itu, Anda
biasanya mantap kamera agak dengan membawanya dekat dengan wajah Anda dan membuat
kontak dengan alis atau dahi Anda. Meskipun beberapa tidak tertarik pada ini, sering kamera
juga melakukan kontak dengan hidung Anda. Banyak yang tidak sadar ini dilakukan sampai
mereka melihat minyak hidung pada bagian belakang kamera atau layar LED. Semakin
banyak metode yang digunakan untuk mantap kamera semakin baik.

Gerakan Subjek
Kadang-kadang, gerakan yang tidak dapat dihindari akan hadir dalam bidang pandang
kamera, dan sangat penting untuk dapat mengenali orang-orang atau kendaraan dalam foto
yang dihasilkan. Demikian halnya dengan foto-foto pengawasan, ketika subjek pengawasan
akan bergerak. Ini juga menjadi penting jika tugas adalah memotret anak yang babak belur,
yang tidak akan duduk diam atas permintaan Anda. Biasanya, di TKP dan adegan
kecelakaan, tempat kejadian dan bukti di dalam tempat kejadian statis, dan gerakan subjek
tidak menjadi masalah.
Tetapi, ketika sangat penting untuk membekukan gerakan apa pun yang bergerak di
dalam adegan, mengetahui cara memecahkannya masalah ini sangat penting. Di TKP
kecelakaan, misalnya, korban mungkin sedang dalam proses dihapus dari tempat kejadian
oleh tenaga medis. Karena mereka sedang beroda jauh dari tempat kejadian, Anda mungkin
ingin menangkap satu atau dua gambar dari cedera mereka yang jelas. Jika perawatan mereka
kritis, tidak tepat untuk menunda penghapusan mereka dari tempat kejadian, jadi Anda harus
"mengambil bidikan" saat Anda berjalan di samping bergerak Gurney. Dengan kecepatan
rana yang tepat dipilih, bahkan gerakan semacam ini dapat dihentikan atau dibekukan.

5. Menggunakan Kecepatan Rana Lambat untuk Menghilangkan Hujan dan Salju


Kecepatan rana lambat menekankan keburaman yang disebabkan oleh gerakan
dalam bidang pandang. Di TKP dan adegan kecelakaan, hal terakhir yang biasanya Anda
inginkan adalah gambar kabur. Kabur bisa merusak foto, dan itu dapat membuat foto pada
akhirnya tidak dapat diterima di pengadilan sebagai bukti. Namun, ada satu keadaan di mana
kecepatan rana yang lambat sebenarnya bermanfaat bagi fotografi penegak hukum.
Kecepatan rana pada kondisi "pembekuan"
Ketika seorang fotografer memotret adegan dalam cuaca buruk, dimungkinkan
untuk "membekukan" tetesan hujan atau kepingan salju dengan kecepatan rana yang tepat
cepat atau dengan penggunaan lampu kilat elektronik. Ini pasti akan mendokumentasikan
fakta bahwa itu, memang, hujan atau salju pada saat foto diambil. Namun, tetesan hujan atau
kepingan salju yang sama ini akan menyulitkan atau tidak mungkin untuk melihat
pemandangan sangat jelas, dan bukti-bukti di dalam TKP juga dapat dikaburkan. Jika
kecepatan rana yang lebih lambat digunakan,
tetesan hujan "beku" dan kepingan salju akan ditangkap sebagai kabur. Kabur ini juga secara
efektif menutupi dan barang bukti di dalam TKP.

Adegan Backlit dan Adegan Kontras Tinggi Lainnya


Ketika subjek utama difoto saat diterangi belakang, subjek utama biasanya berakhir
tampak kurang terekspos dalam foto. Ini adalah situasi lain di mana sumber cahaya terang
berada di bidang pandang, mirip dengan situasi langit. Meteran cahaya reflektif dirancang
untuk mengekspos adegan yang memiliki rentang nada normal dalam adegan dengan
pencahayaan untuk seragam adegan di seluruh tkp. Ketika setiap bagian dari adegan
menyimpang dari keseragaian ini, meteran akan mengalami kesulitan menyediakan eksposur
yang tepat. Mengambil pembacaan meter memastikan latar belakang akan terekspos dengan
benar. Tanpa melakukan ini, latar belakang mungkin terlihat sangat berlebihan dalam gambar
yang dihasilkan.

Alat untuk Menentukan Paparan "Tepat" dengan Adegan Rumit


Bagaimana Anda dapat menentukan apakah cahaya yang dipantulkan dari adegan
tertentu adalah "rata-rata" atau merupakan adegan yang mencerminkan 18% cahaya yang
menghantamnya? Apakah ada cara untuk lebih yakinlah bahwa Anda benar mengukur adegan
tertentu? Lakukan kamera dan/atau meteran entah bagaimana memperingatkan Anda untuk
adegan bermasalah? Pertanyaan-pertanyaan ini, dan kekhawatiran mereka, masalah sebagian
besar fotografer pada satu waktu atau lain. Bahkan meskipun mungkin 80% hingga 90% foto
TKP adalah adegan "normal" dan meteran cahaya reflektif kamera dapat dipercaya instance
tersebut, apa yang dapat dilakukan ketika adegan "non-normal" ditemui atau ketika adegan
dengan paparan "rumit" dapat ditemui. Pertama, cobalah untuk mengingat kompensasi
paparan yang direkomendasikan sebelumnya. Namun, jika Anda harus "pergi kosong" pada
waktu tertentu ketika mencoba untuk menentukan paparan yang benar untuk adegan yang
kompleks, pertimbangkan untuk menggunakan salah satu "alat" berikut untuk menentukan
pencahayaan yang tepat.
2.3 Fotografi Luka Dalam Kasus Forensik
Cedera yang terdapat pada tubuh korban menyimpan informasi tentang penyebabnya
yang tidak selalu mudah dilihat atau terlihat.5 Penyelidik menilai dan membuat keputusan
mengenai kemungkinan penganiayaan fisik, berdasarkan kecocokan cedera yang terlihat
dengan penjelasan yang diberikan. Dalam beberapa kasus, pola cedera ini dapat memberi
kemungkinan kaitannya dengan penyebab cedera. Oleh karena itu, mencocokkan pola cedera
dengan alat atau senjata yang digunakan memiliki implikasi forensik. Pola cedera bersama
dengan penempatan skala yang buruk sering menghasilkan beberapa bentuk distorsi yang
menyebabkan perubahan pada bentuk pola cedera.2
Fotografi pada cedera seperti fotografi cedera yang bersifat laten, seringkali bisa
menjadi salah satu hasil yang paling memuaskan secara fotografis. Bahkan teknik yang
paling sederhana, seperti cross polarized lighting dapat memberikan efek visual yang jernih
pada foto cedera yang diambil. Sebagai contohnya pada kasus memar kehitaman dengan
bentuk amorf pada mata yang disebabkan oleh pukulan tinju dapat difoto dengan teknik
sederhana menggunakan lampu kilat. Namun jika cedera tersebut disebabkan oleh hal lain
seperti gigitan, luka bakar, bilur, atau jika korban menderita suatu bentuk trauma permukaan
yang berkelanjutan sebelumnya hal ini tentu tidak dapat dideskripsikan dengan baik oleh
dengan teknik biasa.5

Gambar 2. Luka bakar pada lengan difoto menggunakan (a) cahaya putih (b) cross polarized
lighting, (c) pantulan ultraviolet, (d) fluoresensi yang diinduksi, (e) inframerah.5
Foto dalam kasus forensik memiliki nilai yang sangat berarti, karena foto dapat
digunakan sebagai pengganti barang bukti. Oleh karena itu dibutuhkan pengambilan foto
yang baik agar dapat memvisualisasikan cedera yang dialami korban sehingga kualitas yang
dihasilkan dari foto tersebut memadai untuk dapat diterima di pengadilan.5,6 Salah satu
pertimbangan terpenting dalam memilih kamera digital adalah kualitas sensor gambar.
Kamera yang paling sering digunakan adalah kamera Digital SLR (single lens reflex) dengan
spesifikasi sensor ≥ 12MP, sensor gambar dan pengaturan exposure manual (selain mode
eksposur otomatis atau terprogram). Hal ini karena kamera dengan sensor gambar yang
berukuran ≥ 12MP dapat menghasilkan foto yang mampu diperbesar hingga 16"x 20" untuk
keperluan di pengadilan.6

2.3.1 Persiapan Fotografi


Sebelum mengambil foto, posisi korban harus dalam posisi yang nyaman. Posisi yang
tidak nyaman bagi korban tidak hanya menyebabkan stres, tetapi juga menghasilkan foto
yang tidak wajar dan terkesan dibuat-buat. Selama proses foto cedera korban dijaga agar
tetap nyaman, namun beberapa pemikiran harus diperhatikan untuk memastikan bahwa area
yang difoto kira-kira pada posisi yang sama seperti saat terluka. Misalnya, jika lengan
ditekuk saat ditendang, maka harus difoto saat ditekuk. Jika tidak demikian, cedera mungkin
tampak terdistorsi secara tidak wajar.Akan lebih baik untuk memotret setiap cedera secara
terpisah serta memastikannya difoto seakurat mungkin. Penggunaan penggaris kaku dalam
foto, tidak hanya menunjukkan skala cedera, tetapi juga membantu koreksi warna dan
kontras.5
Menjaga pose yang konsisten adalah masalah khusus untuk anak-anak, oleh karena itu
ketika yang menjadi korbannya adalah seorang anak maka penggunaan sejumlah mainan
anak-anak untuk menarik minat mereka dapat mempermudah dalam proses pengambilan
gambar. Penggunaan tripod juga dianjurkan untuk memastikan bahwa sudut pandang dan
jarak yang sama tetap terjaga.5
Kebanyakan cedera biasanya dapat diambil dengan satu foto. Namun terdapat
pengecualian utama untuk bekas gigitan, terutama pada tungkai. Pastikan bahwa bagian atas
dan bawah difoto persegi. Hal ini penting karena bekas gigitan mungkin tidak terlihat dengan
teknik pengambilan gambar sederhana.5

Gambar 3. Penataan kamera pada kasus cedera.5


2.3.2 Pengambilan Foto
Sebelum pengambilan foto sebagai barang bukti dalam kasus forensik, kartu memori
yang digunakan tidak boleh memiliki berkas foto lainnya yang tidak berhubungan dengan
kasus forensik. Selain itu urutan dalam pengambilan gambar sangat penting oleh karena itu
jika terdapat kesalahan dalam pengambilan gambar termasuk foto yang eror sebaiknya tidak
dihapus. Selanjutnya pastikan bahwa format tanggal sesuai dengan tanggal yang seharusnya.2
Format berkas yang direkomendasikan untuk pengambilan gambar cedera adalah
RAW. Gambar yang ditangkap oleh sensor disimpan dengan pemrosesan minimal. Format
RAW memberikan warna kedalaman bit yang lebih besar daripada format lainnya serta dapat
mengalami penyesuaian yang jauh lebih besar (misalnya kontras dan kecerahan) tanpa
degradasi gambar yang signifikan. Jika berkas RAW tidak didukung pada kamera yang
digunakan, format file TIFF (tagged image file format) harus digunakan sebagai gantinya. Ini
merupakan format file yang didukung secara luas yang menyertakan metadata yang
menjelaskan atribut gambar, dan memiliki pemrosesan atau kompresi minimal.2
Namun pada banyak yurisdiksi, mengharapkan akses 24/7 ke ahli fotografer forensik
untuk setiap kasus forensik agar mendapatkan foto forensik yang bernilai sebagai barang
bukti di depan hukum tidaklah mudah. Munculnya teknologi fotografi berkualitas tinggi pada
smartphone memberikan peluang untuk mengumpulkan bukti fotografi forensik tepat waktu.
Akan tetapi permasalahan baru dapat muncul, karena kualitas foto yang relatif buruk.
Smartphone juga memiliki sejumlah kekurangan teknis dibandingkan dengan kamera digital
khusus (misalnya, panjang fokus yang setara dengan hanya 30 mm dalam kamera SLR). Oleh
karena itu, smartphone dianggap "upaya terakhir" untuk memotret cedera pada korban.
Distorsi lensa, kemungkinan noise piksel, dan kurangnya rentang warna dalam gambar digital
yang dihasilkan oleh ponsel juga dapat mengurangi kualitas bukti fotografis.7
Mendapatkan pencahayaan yang tepat sangat penting untuk memperoleh gambar yang
akurat. Kekurangan pengambilan gambar menggunakan kamera smartphone adalah built-in
flash dengan tingkat yang relatif rendah dapat menghasilkan bayangan yang tidak diinginkan
dan eksposur yang tinggi, sehingga mengaburkan informasi penting. Namun, jika lampu kilat
(flashlight) tidak digunakan pada lingkungan dengan cahaya redup, koreksi apertur dan
shutter speed dapat disesuaikan secara otomatis akan berpotensi menghasilkan gambar
buram.7

2.3.2 Fotografi Berbagai Cedera


Urutan daftar gambar dalam pengambilan gambar pada kasus forensik terdiri dari (2):
1. Gambar identitas korban (label pasien, formulir persetujuan, dll.). Ini diperlukan
untuk menghubungkan gambar cedera dengan orang yang difoto.
2. Dalam beberapa kondisi, korban mungkin keberatan jika wajahnya difoto. Oleh
karena itu staf yang bertanggung jawab untuk mendapatkan gambar ini harus
menjelaskan kepentingan gambar ini perlu diambil.
3. Foto lokasi yang menunjukkan cedera dan area anatominya, (misalnya, seluruh lengan
atau wajah atau kaki). Gambar ini harus mengilustrasikan cedera dan area sekitarnya,
sehingga orang lain yang melihatnya dapat memastikan posisi anatomis dari cedera
tersebut.
4. Bidikan jarak dekat dari cedera, termasuk seluruh skala. Hal ini memungkinkan
analisis pola yang akurat pada gambar.
5. Jika pada bagian tubuh yang melengkung (seperti tepi lengan bawah atau bisep),
maka diperlukan beberapa tampilan foto (minimal 3) dan posisi kamera dipertahankan
tegak lurus dengan area cedera.

Gambar 4. Posisi kamera untuk pengambilan gambar pada daerah yang melengkung2
6. Setiap area tubuh yang dipengaruhi secara signifikan oleh posisi (misalnya kulit yang
meregang) harus diperhitungkan. Sebagai contohnya jika cedera terjadi di dada,
lengan, atau batang tubuh, maka tubuh harus diposisikan ke berbagai posisi yang
memungkinan.
Gambar 5. Contoh posisi pada pengambilan gambar2
7. Gambar yang menggunakan filter fotografi, panjang gelombang yang berbeda (IR,
UV), atau metode pencahayaan alternatif dapat digunakan untuk mendokumentasikan
cedera selain foto tanpa filter.

Berikut ini adalah beberapa contoh jenis cedera dan visualisasinya melalui gambar
yang diambil sebagai bukti dalam kasus forensik:
1. Memar
Memar disebabkan oleh benturan tumpul yang menyebabkan perdarahan di bawah
kulit tanpa menimbulkan luka luar. Memar umumnya muncul dalam jangka waktu 24-48 jam.
Reaksi langsung dari jaringan yang terluka meliputi peradangan akut, dan perubahan warna
yang disebabkan oleh kerusakan hemoglobin dan/atau transpor kromofor melalui kulit.5
Munculnya memar bervariasi sesuai dengan jumlah hemoglobin yang terlihat di area cedera
diikuti oleh hasil biodegradasi dari proses penyembuhan. Perubahan ini dapat mempengaruhi
warna dan sifat fluoresensi pada kulit.8
Pada anak – anak adanya memar pada tubuh merupakan manifestasi dari kekerasan
fisik yang dialami anak. Foto konvensional terkadang terganggu oleh pantulan cahaya yang
disebabkan oleh flash elektronik atau yang dipancarkan dari kulit. Cross polarized filter dapat
mengurangi hal ini dengan menghilangkan silau dari cahaya yang dipantulkan dan kilau yang
dihasilkan oleh keringat dan minyak di kulit. Cross polarized filters selain dapat
meningkatkan detail visual juga dapat meningkatkan tepi memar, karena panjang gelombang
cahaya yang dipantulkan akan diperpanjang saat menembus permukaan kulit, mempertinggi
warna dan kontras memar. Baker dkk. (2013) membandingkan tampilan umum memar pada
citra putih (konvensional), cross polarized, IR, dan UV. Kontras terbesar terlihat pada cahaya
konvensional, dan cahaya terpolarisasi silang, dan penurunan performa pada kulit yang lebih
gelap.8

2. Bekas gigitan
Bekas gigitan dapat berupa memar kecil dengan atau tanpa luka.5 Analisis bekas
gigitan manusia dapat berperan penting dalam penyelidikan kasus forensik, termasuk yang
melibatkan kekerasan seksual.7 Berdasarkan guideline The American Board of Forensic
Odontology dalam mengevaluasi bekas gigitan terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan
yaitu9:

Gambar 6. Tanda gigitan di tangan anak (a) dengan cedera terpotong di bingkai, jadi
lokasi tepatnya di tubuh tidak jelas. (b) Cedera yang sama dengan beberapa area sekitarnya
menunjukkan lokasi.5
Kedua cara tersebut dapat diterima tetapi untuk media yang berbeda; (a) akan bekerja
dengan baik dalam bentuk digital saja sedangkan (b) akan menjadi penggunaan bingkai yang
lebih dapat diterima untuk cetakan.5
Bekas gigitan

Ya Tidak

Bukan
Bekas
bekas
gigitan
gigitan
manusia
manusia

Kriteria:
1. Pola tersebut menunjukkan karakteristik gigi manusia,
termasuk penggantian prostetik bila ada.
2. Fitur yang dapat dilihat cukup sehingga penyebab lain dari
pola tersebut dianggap tidak mungkin atau dieksklusikan.
3. Terdapat pola lengkung /melingkar/oval yang tdd dua
lengkungan berlawanan dengan/ tanpa ruang pemisah.
Terkadang hanya satu lengkungan yang terlihat jelas.
4. Abrasi, lecet, memar, lurik, dari gigi tertentu dapat
ditemukan dalam pola tersebut.
5. Kadang-kadang ada area memar.
6. Pada bekas gigitan manusia yang berat, material dapat
dengan paksa dikeluarkan dari media yang digigit.
7. Ukuran dan bentuk dari setiap lengkungan yang terlihat
sesuai dengan variasi rentang ukuran dan bentuk gigi
manusia.

3. Luka dan lecet


Potongan adalah pemisahan kulit atau jaringan lain yang dibuat dengan ujung yang
tajam, menghasilkan tepi yang teratur. Ini berbeda dengan laserasi yang umumnya dibuat
dengan paksa pada tubuh, berasal dari alat atau pukulan, meninggalkan ujung yang compang-
camping. Bergantung pada senjata yang digunakan, hal ini dapat menyebabkan kerusakan
pada struktur kulit, pembuluh darah dan arteri, yang menyebabkan perdarahan dan memar.
Abrasi atau goresan terjadi ketika kulit tergesek oleh gesekan permukaan kasar lainnya.
Kedua jenis cedera tersebut dapat dikaitkan secara sekunder memar, yang awalnya dapat
menutupi detail cedera. Lebih dari satu kunjungan kepada korban harus dipertimbangkan
agar gambar dapat ditangkap setelah memar mereda. 5
4. Luka bakar
Luka bakar adalah kerusakan berbagai lapisan kulit dan struktur di dalamnya.
Manifestasi pada kulit dapat berupa bercak merah muda yang kering hingga penampilan yang
kasar atau hangus. Munculnya cedera tergantung pada tingkat keparahan cedera luka bakar,
dikategorikan sebagai luka bakar derajat 'pertama', 'kedua' dan 'ketiga'.5
Sebagian besar cedera yang terjadi pada anak-anak, banyak di antaranya disebabkan
oleh cairan panas, seperti mendidih. air, atau logam panas, seperti korek api atau peralatan
dapur yang ditekanka ke kulit. Meskipun luka bakar bisa hilang, banyak yang terlihat dari
waktu ke waktu sehingga masih mungkin untuk mendeteksinya pada struktur kulit.
Penggunaan sinar ultraviolet (UV) yang dipantulkan, terutama pada warna kulit Eropa yang
lebih terang, adalah cara yang efektif untuk memvisualisasikan luka bakar. Di warna kulit
Timur Tengah dan Afrika yang lebih gelap, penggunaan cross polarized lighting umumnya
lebih efektif, karena kadar melanin di dalam kulit sering kali menutupi efek UV yang
dipantulkan.5

Gambar 7. Lima teknik berbeda yang digunakan untuk memotret luka bakar: (a) sinar putih
(b) cross polarized lighting (c) pantulan ultraviolet (d) fluoresensi ultraviolet yang diinduksi
(e) inframerah.5
2.4. Peran sinar UV, infrared, dan fluoresen3
Sinar UV
Sinar UV adalah lampu TKP pertama yang digunakan untuk mencari darah, cairan
tubuh bukan darah seperti air mani di lokasi pemerkosaan, dan serat fluoresen. Sebelum laser
dan sumber cahaya alternatif menjadi sumber cahaya yang paling sering digunakan di TKP,
sinar UV gelombang panjang adalah satu-satunya cahaya yang mampu memvisualisasikan
banyak jenis bukti "tak terlihat". Hal ini masih berfungsi ini dengan baik, dan banyak agensi
dengan anggaran terbatas masih dapat menemukan dan mengumpulkan berbagai jenis bukti
hanya dengan sinar UV gelombang panjang. Sinar UV gelombang panjang biasanya
merupakan cahaya yang memancarkan kira-kira 365 nm.
Sinar UV gelombang pendek tidak digunakan di TKP sampai munculnya Reflected
Ultra-Violet Imaging System (RUVIS). Peralatan ini menggunakan sinar UV gelombang
pendek intensitas tinggi untuk memvisualisasikan sidik jari laten yang untreated (tidak
menerima perlakuan kimiawi). Tampaknya ini berfungsi dengan sangat baik. Penggunaan
selanjutnya di lapangan dan penelitian menunjukkan bahwa sinar UV gelombang pendek ini
tidak boleh digunakan di TKP sampai semua sampel cairan tubuh diambil terlebih dahulu.
Paparan singkat bukti DNA terhadap sinar UV gelombang pendek dapat menghalangi
keberhasilan pengetikan DNA. Alat tersebut masih sangat berguna. Namun, itu harus
digunakan dengan bijaksana, dan tidak digunakan sampai semua sampel DNA telah
dikumpulkan dan dikeluarkan dari TKP.
Sinar UV juga terkadang dibagi menjadi UVA (315-400 nm), UVB (280–315 nm),
dan UVC (<280 nm). UVA dianggap sebagai wilayah "tanning" dari sinar UV. UVB
dianggap sebagai wilayah sinar UV yang bertanggung jawab atas kulit terbakar dan
kerusakan akibat sinar matahari. UVC dianggap "membunuh kuman". UVC kadang-kadang
digunakan sebagai disinfektan nonkimiawi karena dapat membunuh kuman secara efektif,
yang juga menjadi alasan mengapa UVC, atau sinar UV gelombang pendek, tidak boleh
digunakan di sekitar sampel DNA. Itu juga dapat mencegah pengetikan sampel DNA.

Gambar 8. Sinar UV yang diserap oleh darah.


Infrared
Rentang infrared fotografis berada di bagian IR dekat dari spektrum elektromagnetik,
700 hingga 1100 nm.
Mata manusia dan cahaya siang hari normal tidak dapat mendeteksi cahaya infrared,
sehingga perlu memiliki sensor kamera yang peka terhadap cahaya IR. Film infrared dibuat,
tetapi kamera digital yang peka terhadap cahaya IR, menghilangkan kebutuhan untuk
menggunakan film IR. Tidak semua kamera digital sensitif terhadap cahaya IR. Sebagian
besar kamera digital memiliki filter di atas sensor digital yang menyaring cahaya IR. Kamera
digital dapat menghapus filter ini agar kamera peka terhadap cahaya IR. Ini berarti bahwa
kamera ini tidak dapat digunakan untuk fotografi siang hari biasa.
Jenis bukti yang IR dapat ungkapkan di TKP biasanya dibagi menjadi tiga kategori:
 Diferensiasi tinta
 Memvisualisasikan residu tembakan
 Memvisualisasikan tulisan pada dokumen yang dibakar

Efek lampu IR pada media yang berbeda


 Zat yang dapat menyerap cahaya IR. Jika ini terjadi, zat yang menyerap lampu IR
akan tetap gelap, atau jika sebelum terpapar IR tidak gelap, zat tersebut akan tampak
menjadi gelap setelah terpapar.
 Zat yang mungkin memantulkan cahaya IR. Jika ini terjadi, zat yang memantulkan
cahaya IR akan tampak lebih terang warna atau tone nya. Jika sebelum terpapar IR
berwarna hitam, warnanya akan berubah menjadi abu-abu yang lebih terang, atau
berubah menjadi putih.
 Zat yang dapat memancarkan cahaya IR. Jika ini terjadi, zat yang memancarkan
cahaya IR mungkin tampak transparan, memperlihatkan apa pun yang ada di
bawahnya.
 Zat yang dapat mengubah cahaya IR. Jika ini terjadi, zat yang mengubah cahaya IR
akan mengubah sebagian energi yang ada dalam cahaya IR menjadi panas. Sisa energi
yang lebih lemah kemudian akan dipancarkan oleh zat sebagai cahaya dengan panjang
gelombang yang lebih panjang, yang juga merupakan intensitas yang lebih lemah.
Cahaya ini fluoresen (berpendar).

Mengenai diferensiasi tinta, pewarna dan pigmen pada tinta akan menunjukkan
berbagai efek ini, dan bahkan tinta yang tampak berwarna hitam serupa dapat menunjukkan
beberapa perubahan yang sangat drastis.
Gambar 9. Tinta bereaksi terhadap berbagai cahaya.
Gambar 10. Tinta yang menjadi transparan dengan cahaya IR.

Fluoresen
Beberapa jenis bukti fluoresen yang paling sering ditemui adalah sidik jari yang telah
disempurnakan dan diolah dengan bubuk dan bahan kimia fluoresen.

Memvisualisasikan Cairan Tubuh Bukan Darah


Pokok lain dari pencarian TKP dengan laser dan sumber cahaya alternatif adalah pencarian
cairan tubuh bukan darah. Air mani, air liur, urin, cairan vagina, dan keringat semuanya dapat
difluoresensi dengan laser dan sumber cahaya alternatif; ini paling efisien dilakukan dengan
cahaya stimulasi biru yang digunakan dengan filter oranye. Gambar 11 menunjukkan
sebagian dari cairan tubuh bukan darah yang berpendar ini.
Gambar 11. Cahaya fluoresen pada cairan tubuh bukan darah.

Serat Fluoresen
Tidak ada pencarian TKP yang lengkap tanpa pencarian serat dan bukti jejak, beberapa di
antaranya fluoresen. Seringkali, serat yang berbeda dan bukti jejak akan ditemukan di bawah
masing-masing kondisi pencahayaan yang berbeda.

Gambar 12. Serat fluoresen

Residu Obat
Beberapa obat dan pengisi yang digunakan untuk meningkatkan volume obat akan
berpendar. Tentu saja bukan tes positif untuk obat-obatan, namun, memperhatikan fluoresensi
di tempat obat dapat membantu. Jika lima orang duduk mengelilingi meja dengan berbagai
macam pil dan bedak berserakan, kemungkinan obat tersebut berasal dari salah satu kantong
mereka. Pancarkan semua area kantong mereka dengan lampu biru dan lihat hasilnya dengan
kacamata oranye, dan kemungkinan asal dari semua obat dapat terlihat. Gambar 13
menunjukkan "sugar cookie" yang retak fluoresen dan pil buatan sendiri.

Gambar 13. Sugar cookie

Darah: Luminol, BlueStar, dan Leuco Fluorescein


Darah menyerap sinar UV dan menjadi lebih gelap. Saat diberi perlakuan secara kimiawi,
darah juga bisa berpendar. Yang umum digunakan untuk membuat chemiluminescence ini
adalah luminol, reagen yang bereaksi dengan heme dalam hemoglobin darah. Literatur
menunjukkan luminol sangat sensitif terhadap darah, mampu bereaksi dengan darah dalam
pengenceran sekurang 1: 5.000.000. Gambar 14 menunjukkan luminol mudah berpendar di
bawah berbagai pengenceran.

Gambar 14. Darah berfluoresen dengan perlakuan kimiawi.


2.5. Aspek legal terkait fotografi dan digital imaging3
Meskipun teknologi pencitraan digital telah digunakan dalam berbagai bidang ilmiah
selama beberapa dekade, penerapannya dalam sistem peradilan pidana relatif baru.
Akibatnya, ada kebutuhan untuk mengumpulkan dan menyebarkan informasi yang akurat
mengenai aplikasi yang tepat dari teknologi pencitraan ini dan lainnya (termasuk film dan
video berbasis perak) dalam sistem peradilan pidana.
The Scientific Working Group on Imaging Technologies (SWGIT) bertujuan untuk
memfasilitasi integrasi teknologi dan sistem pencitraan dalam sistem peradilan pidana (CJS)
dengan memberikan definisi dan rekomendasi untuk pengambilan, penyimpanan,
pemrosesan, analisis, transmisi, dan keluaran gambar.

Larangan manipulasi
Manipulasi melibatkan penambahan detail yang tidak ada di gambar asli, atau
penghapusan detail penting yang ada di gambar asli. Komunitas kreatif Hollywood
berkembang pesat dalam aktivitas ini. Manipulasi tidak termasuk dalam ruang sidang yang
memanifestasikan dirinya dalam gambar digital yang ditawarkan ke pengadilan sebagai bukti.
SOP setiap lembaga harus memuat definisi yang jelas tentang apa itu manipulasi, yang segera
diikuti dengan larangan penggunaan manipulasi pada gambar digital yang ditujukan untuk
ruang sidang.

Gambar 15. Contoh manipulasi

Pilihan Kompresi
Setelah gambar diambil, Anda harus memilih antara berbagai format kompresi lossy
atau format kompresi lossless. Format kompresi lossy, seperti JPEG, hadir dalam berbagai
peningkatan, seperti Max, Hi, Med, dan Low.
Kompresi JPEG adalah pilihan hanya karena mereka melakukan pekerjaan luar biasa
dalam mengompresi file digital, biasanya tanpa penurunan yang nyata ke gambar aslinya.
Hanya karena Anda tidak dapat melihat perubahan pada gambar tidak berarti tidak ada
perubahan pada gambar. Perbedaan antara apa yang sesuai untuk gambar dokumenter dari
façade sebuah TKP dan apa yang seharusnya diperbolehkan untuk pemeriksaan kualitas foto
perlu dibuat. Standar yang lebih tinggi hanya berlaku untuk "perbandingan kritis" karena
keputusan tentang bersalah atau tidaknya seorang terdakwa di pengadilan tidak boleh
didasarkan pada gambar yang sebagian dari detail aslinya telah dibuang, bahkan jika "Anda
tidak dapat melihat perbedaannya".
Gambar 16. Perbedaan detail akibat kompresi.

Sejarah Gambar Yang Diproses Harus Dipertahankan


Proses kategori 2 ada di daftar tambahan. Tujuannya sama: untuk meningkatkan
visibilitas detail penting dalam gambar. Namun, teknik ini tidak memiliki warisan yang jelas
di kamar gelap kimia basah. Pemrosesan kategori 2 juga dianggap sebagai teknik pemrosesan
"lanjutan". Di akhir pemrosesan kategori 2, gambar yang dihasilkan mungkin tidak terlihat
mirip dengan gambar aslinya. Untuk menghindari konflik di pengadilan, pastikan seluruh
proses dapat diulang oleh spesialis lain di bidang pencitraan digital, baik ahli pencitraan
digital penegakan hukum, ahli pencitraan digital jaksa, atau bahkan ahli pencitraan digital
pertahanan.
Catatan rinci harus disimpan untuk jenis pemrosesan pencitraan digital canggih yang
dilakukan pada gambar. Beberapa perangkat lunak secara otomatis merekam setiap
perubahan pada gambar dan menambahkan informasi ini ke metadata dalam file gambar. Jika
tidak, catatan tertulis harus dipertahankan sehingga, jika ditantang, pakar lain dapat
menerapkan jenis proses yang sama pada gambar.
Selain jenis pemrosesan yang diterapkan pada gambar tertentu, jumlah teknik
pemrosesan juga harus dijaga dan direkam. Sebagian besar teknik pencitraan digital memiliki
proses penambahan angka yang juga ditunjukkan dalam perangkat lunak. Nilai numerik ini
juga harus dicatat. Hanya jika ini dilakukan, ahli lain yang kompeten dapat datang untuk
menduplikasi perubahan yang dibuat selama pemrosesan asli.

File Asli Diarsipkan; Pemrosesan Hanya Diterapkan untuk Salinan


Film negatif adalah bukti "asli". Setiap cetakan diproses agar memiliki kontras yang
lebih banyak atau lebih sedikit atau untuk menyaring semburat warna yang tidak tepat. Film
negatif, bagaimanapun, tidak pernah berubah.
Untuk menghindari kerusakan/kegagalan pada arsip asli, disarankan untuk
menyimpan beberapa arsip asli. Data digital harus diarsipkan di perangkat keras terpisah,
disimpan di situs terpisah. Sehingga tidak menghalangi akses ke bukti asli.3
DAFTAR PUSTAKA

1. Villa, Chiara. "Forensic 3D documentation of skin injuries." International journal of


legal medicine 131.3 (2017): 751-759.
2. Evans, Sam, et al. "Guidelines for photography of cutaneous marks and injuries: a multi-
professional perspective." Journal of visual communication in medicine 37.1-2 (2014): 3-
12.
3. Shaler, Robert C. Crime scene forensics: A scientific method approach. Taylor &
Francis, 2011.
4. Robinson, Edward M. Crime scene photography. Academic Press, 2016.
5. Marsh. Forensic Photography A Practitioner’s Guide. 1st ed. Oxford: John Wiley &
Sons, Ltd; 2014.
6. Evans S, Baylis S, Carabott , Jones , Kelson , Payne-James , et al. Guidelines for
photography of cutaneous marks and injuries: a multi-professional perspective. J Vis
Commun Med. 2014 Mei; 37(1-2): p. 3-12.
7. Balaji N, Senapati S, Sumathi M. Forensic Digital Photography: A Review. Int J Dent
Med Res. 2014; 1(3): p. 132-5.
8. Biggs PR, Evans ST, Jones MD, Theobald PS. Development of a methodology for the
standardisation and improvement of 'Smartphone' photography of patterned bruises and
other cutaneous injuries. Sci Justice. 2013 Sep; 53(3): p. 358-62.
9. Trefan , Harris , Evans , Nuttall D, Maguire , Kemp. A comparison of four different
imaging modalities – Conventional, cross polarized, infra-red and ultra-violet in the
assessment of childhood bruising. J Forensic Leg Med. 2018 Okt; 59: p. 30-5.
10. American Board Of Forensic Odontology. ABFO : The American Board of Forensic
Odontology. [Online].; 2018 [cited 2020 Des 27. Available from: http://abfo.org/wp-
content/uploads/2012/08/ABFO-Standards-Guidelines-for-Evaluating-Bitemarks-Feb-
2018.pdf.

Anda mungkin juga menyukai