Anda di halaman 1dari 26

KEPERAWATAN FORENSIK

Forensik Photography

Di susun

Kelompok 2

Andi Adam : 70300117071

Andi Kurniawan : 70300117046

Muh. Reza Irsandi Putra : 70300117064

Muh. Fadli Rajab Minhadj : 70300117078

Bau Santi Nur : 70300117079

Mutmainnah : 70300117057

Hikma Sari : 70300117082

Erlinda : 70300117075

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2020

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Deskripsi
Forensik adalah suatu proses ilmiah yang didasari oleh
ilmu pengetahuan dalam mengumpulkan, menganalisa, dan
menghadirkan berbagai bukti dalam sidang pengadilan terkait
adanya suatu kasus hukum. (Amelia Kurniati, dkk, 2015)
Fotografi forensik (Forensic Imaging/crime scene
photography  Forensic Imaging/crime scene photography ) adalah
suatu proses ) adalah suatu proses seni yang menghasilkan bentuk
reproduksi dari tempat kejadian perkara atau tempat seni yang
menghasilkan bentuk reproduksi dari tempat kejadian perkara atau
tempat kejadian kecelakaan secara akurat untuk kepentingan
penyelidikan hingga pengadilan. kejadian kecelakaan secara akurat
untuk kepentingan penyelidikan hingga pengadilan. Fotografi
forensik juga termasuk ke dalam bagian dari upaya pengumpulan
barang bukti Fotografi forensik juga termasuk ke dalam bagian dari
upaya pengumpulan barang bukti seperti tubuh manusia, tempat-
tempat dan setiap benda yang terkait suatu kejahatan seperti
tubuh manusia, tempat-tempat dan setiap benda yang terkait suatu
kejahatan dalam bentuk foto yang dapat digunakan oleh penyidik
atau penyidik saat melakukan dalam bentuk foto yang dapat
digunakan oleh penyidik atau penyidik saat melakukan penyelidikan
atau penyidikan.
B. Tujuan Pembelajaran
Untuk mengetahui tentang fotografi forensik.
C. Topik
Fotografis forensik
D. Latar belakang
Kemampuan untuk menilai, mendokumentasikan, serta
menginterpretasikan luka dengan tepat merupakan bagian penting
dari pekerjaan forensik. Tujuan pemeriksaan dan dokumentasi
adalah untuk membantu menentukan apa penyebab dan
bagaimana mekanisme dari perlukaan tersebut, yang mungkin
sering menjadi masalah di pengadilan.
Memar merupakan salah satu bentuk luka yang sering
ditemukan pada kasus forensik. Dari data Departemen Forensik dan
Medikolegal Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tahun
2015, memar menempati jumlah terbanyak kedua setelah luka lecet

2
yaitu sebesar 30 persen dari total semua jenis luka. Berdasarkan
data di RSUP M. Djamil Padang selama 1 tahun antara 2010-2011,
memar menempati urutan terbanyak kedua yaitu sebesar 34,8
persen. Sementara pada kasus kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT), jenis luka yang paling banyak ditemukan adalah memar
yaitu sebesar 79,3 persen. Setiap luka yang ada pada korban hidup
akan mengalami proses penyembuhan. Luka memar merupakan
jenis luka yang mempunyai karakteristik unik. Dalam proses
penyembuhannya, memar akan mengalami perubahan warna.6
Perubahan warna tersebut mungkin akan membuat proses
dokumentasi luka lebih sulit. Sehingga membutuhkan kaidah
fotografi forensik untuk mendapatkan hasil foto yang baik untuk
kepentingan medikolegal.
Pemilihan alat dan teknik fotografi tentunya akan
mempengaruhi foto yang dihasilkan. Dalam kedokteran forensik,
pilihan alat yang mampu berbicara banyak antara lain kamera
dengan format film 35 mm, lensa 28-80 mm, dan pemakaian
eksternal flash. Selain itu, alat lainnya seperti identification marker
berskala juga sangat penting kegunaanya. Sedangkan teknik
fotografi yang dipakai untuk mendokumentasikan sebuah luka
adalah tergantung dari kebutuhan pemeriksa. Kebutuhan tersebut
terkait jenis foto apa yang akan dihasilkan, yaitu foto jarak
menengah atau foto makro.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI DAN KONSEP

A. Sejarah
Alphonse Bertillon (1853-1914) adalah seorang penegak
hukum Perancis, peneliti biometrik, dan kriminalis yang merupakan
orang pertama yang menggabungkan fotografi dengan sistem
identifikasi yang disebut bertillonage. Pada tahun 1859, perluasan
fotografi diperkenalkan ke sistem pengadilan dengan kasus yang
melibatkan perselisihan tentang tanda tangan yang dipertanyakan
dan diketahui yang terkandung dalam hibah tanah (Moenssens,
Starrs, Henderson, et al., 1995).
Akhirnya, pada bulan Juni 1871, foto digunakan untuk
pertama kalinya sebagai bukti TKP. Konsekuensi dari peristiwa ini
mengakibatkan dunia menjadi saksi atas fotodokumentasi yang
memberatkan dari polisi Paris yang membantai Komunard pada
akhir Perang Perancis-Prusia (Sontag, 1977). Sejak saat itu, foto
telah digunakan oleh berbagai jenis profesional perawatan
kesehatan di seluruh dunia. Perawat, berdasarkan uraian tugasnya,
semuanya adalah fotografer pekerjaan. Dengan kata lain, kamera
telah menjadi alat yang berharga, sama berguna seperti stetoskop
atau jarum suntik. Kamera kini telah menjadi perpanjangan dari
mata perawat.
B. Defenisi
Forensik adalah suatu proses ilmiah yang didasari oleh
ilmu pengetahuan dalam mengumpulkan, menganalisa, dan
menghadirkan berbagai bukti dalam sidang pengadilan terkait
adanya suatu kasus hukum. (Amelia Kurniati, dkk, 2015)
Kata fotografi berasal dari dua kata Yunani yang berarti
“menulis (grafik) dengan cahaya (foto).”, adalah proses dimana
cahaya digunakan untuk membuat gambar. Empat elemen dasar
diperlukan untuk membuat gambar itu: kamera, lensa, film, dan
cahaya.
Fotografi forensik (Forensic Imaging/crime scene
photography  Forensic Imaging/crime scene photography ) adalah
suatu proses ) adalah suatu proses seni yang menghasilkan bentuk
reproduksi dari tempat kejadian perkara atau tempat seni yang
menghasilkan bentuk reproduksi dari tempat kejadian perkara atau
tempat kejadian kecelakaan secara akurat untuk kepentingan
penyelidikan hingga pengadilan. kejadian kecelakaan secara akurat
untuk kepentingan penyelidikan hingga pengadilan. Fotografi
forensik juga termasuk ke dalam bagian dari upaya pengumpulan
barang bukti Fotografi forensik juga termasuk ke dalam bagian dari
upaya pengumpulan barang bukti seperti tubuh manusia, tempat-

4
tempat dan setiap benda yang terkait suatu kejahatan seperti
tubuh manusia, tempat-tempat dan setiap benda yang terkait suatu
kejahatan dalam bentuk foto yang dapat digunakan oleh penyidik
atau penyidik saat melakukan dalam bentuk foto yang dapat
digunakan oleh penyidik atau penyidik saat melakukan penyelidikan
atau penyidikan.
C. Kamera
Kamera tidak lebih dari kotak kedap cahaya dengan
lubang bundar di bagian depan untuk lensa dan pintu berengsel di
bagian belakang atau bawah untuk memasukkan film atau kartu
memori. Profesional perawatan kesehatan memiliki pilihan untuk
menggunakan tiga sistem kamera yang berbeda dalam pengaturan
forensik. Sistem ini dibedakan berdasarkan sistem penglihatannya
atau cara mereka memvisualisasikan subjek. Semua sistem lain
cenderung terlalu rumit, terlalu besar, atau tidak sesuai untuk
tujuan fotodokumentasi medis atau TKP.

(Pentax Optio 450 Kamera digital 4,0 megapiksel


Sumber : Virginia & Janet 2010)
Sistem pertama adalah yang lebih tua, metode yang lebih
konvensional, yang dikenal sebagai kamera refleks lensa tunggal,
biasanya disingkat "SLR". SLR memungkinkan fotografer untuk
melihat melalui jendela bidik untuk "melihat" secara tepat apa yang
akan direproduksi pada film. Sistem visualisasi kedua disebut
sebagai kamera pengintai atau point-and-shoot (P&S). Dalam
sistem ini, viewfinder ditempatkan di dekat lensa sehingga
pandangan fotografer dan pandangan kamera dekat tetapi tidak
persis sama. Dengan sistem ini, ada potensi untuk memotong
bagian atas, bawah, atau satu sisi subjek dalam foto. Keadaan ini
biasa disebut dengan paralaks. Sistem ketiga dan paling populer
yang digunakan oleh fotografer forensik adalah digital. Kamera

5
digital adalah salah satu peralatan paling serbaguna yang dapat
digunakan oleh fotografer forensik saat ini. Digital membuat film
menjadi usang, menghasilkan lebih banyak gambar daripada yang
bisa ditampung oleh tabung film, memberikan pratinjau gambar
melalui layar liquid crystal display (LCD), dan memberikan umpan
balik langsung kepada fotografer tentang apa yang sedang
divisualisasikan. (Virginia & Janet,2010)

(Tampilan paralaks adalah perbedaan antara apa yang terlihat melalui jendela bidik dan apa yang sebenarnya
ditunjukkan oleh lensa kamera. Foto yang dihasilkan akan terdiri dari apa yang dilihat lensa, menghasilkan
pemotongan yang tidak disengaja pada bagian atas atau satu sisi subjek.
Sumber : Virginia & Janet 2010)
D. Lensa
Lensa adalah jendela kamera tempat cahaya dan gambar
subjek bergerak sebelum dicetak pada film. Kualitas kaca dan optik
di lensa menentukan kualitas foto yang dihasilkan. Ada dua tipe
dasar lensa: fixed dan interchangeable. (Virginia & Janet,2010)
1. Lensa Tetap Lensa tetap tersedia pada semua kamera
sederhana seperti P&S, sistem kamera instan, dan kamera
digital dasar. Mereka tidak dapat dikeluarkan dari bodi kamera,
dan fotografer memiliki sedikit atau tidak ada kendali atas
bagaimana lensa itu digunakan. Lensa tetap juga memiliki
bidang fokus preset. Ini berarti fotografer tidak dapat fokus
pada subjek yang lebih dekat dari 2½ sampai 4 kaki. Ini
membatasi kemampuan untuk mengambil foto close-up. Jika
fotografer diharuskan berada sejauh 4 kaki dari subjek,
komposisi foto berubah, dan lebih banyak latar belakang
disertakan daripada yang diinginkan, sehingga mengganggu
subjek yang dimaksudkan

6
2. Lensa yang Dapat Ditukar Lensa yang dapat ditukar paling
sering digunakan pada kamera SLR dan kamera digital kelas
atas (DSLR) dan memungkinkan operator untuk memilih
berbagai lensa yang sesuai dengan situasi atau kebutuhan.
Kemampuan untuk memilih di antara lensa yang berbeda
memungkinkan operator mengakomodasi perubahan panjang
fokus, kedalaman bidang, dan berbagai situasi pencahayaan.
Lensa yang dapat ditukar dapat dilepas atau dipasang ke
kamera dengan mekanisme ulir dan sekrup atau dengan sistem
bayonet. Lensa dikategorikan berdasarkan angka yang
dinyatakan dalam milimeter (mm), yang mewakili panjang fokus
lensa. Panjang fokus adalah jarak yang diukur dari pusat lensa
ke bidang film dan menentukan bidang penglihatan yang terlihat
melalui lensa.
Lensa yang paling umum adalah 50- mm, atau lensa
normal. Lensa normal memiliki perspektif yang mirip dengan mata
manusia. Lensa kurang dari 50- mm dikenal sebagai lensa sudut
lebar. Lensa 28-mm adalah salah satu yang paling umum. Lensa
sudut lebar memberikan pandangan yang lebih luas daripada hanya
memindai mata atau menggerakkan kepala dari sisi ke sisi. . Lensa
yang lebih besar dari 50 mm dikenal sebagai lensa telefoto. Lensa
telefoto bekerja mirip dengan teleskop, memungkinkan subjek lebih
dekat dengan fotografer tanpa memindahkannya atau kameranya
lebih dekat ke subjek.
E. Film
Film adalah salah satu media tertua yang digunakan untuk
merekam gambar subjek. Masih banyak jenis film yang beredar di
pasaran, dan ada juga film yang spesifik untuk fungsi tertentu. Film
negatif berwarna telah menjadi yang paling serbaguna dan, oleh
karena itu, paling populer. Ada berbagai macam ukuran dan tipe
film, sesuai dengan ukuran kamera yang akan digunakan. Seorang
perawat forensik sebagian besar akan menggunakan film 35-mm di
kamera SLR. Jumlah eksposur per gulungan tabung dapat
bervariasi dari 8 hingga 36.
Sangat penting bagi operator untuk tidak menggunakan
film kadaluwarsa untuk fotodokumentasi cedera karena warna
adalah masalah penting. Penting untuk menyimpan film di tempat
yang sejuk dan kering. Jika menyimpan film di lemari es, jaga
kelembapan minimal. Biarkan film bertahan dan mencapai suhu
ruangan sebelum memuatnya ke kamera. Proses film secepat
mungkin setelah terbuka. Jika ini tidak memungkinkan, lanjutkan
saja untuk menjaga kartrid film tetap dingin dan kering. Jangan
pernah menyimpan film apa pun di dalam mobil yang panas selama

7
bulan-bulan musim panas. Panas mengubah emulsi kimiawi dan
sangat memengaruhi warna. (Virginia & Janet,2010)
F. Cahaya dan flash
Ada dua aspek fisik tentang cahaya yang harus diingat
oleh setiap fotografer. Yang pertama adalah cahaya bergerak
dalam garis lurus. Kedua, intensitas cahaya yang berbeda-beda.
Oleh karena itu, untuk menggunakan cahaya untuk keuntungan
terbaik, itu harus disediakan, dikendalikan, dipantulkan, dan
dipantulkan. Tujuannya adalah untuk menghasilkan foto yang
secara akurat menduplikasi kenyataan. Fotografer harus dapat
memberikan kesaksian bahwa sebuah foto adalah penggambaran
yang benar dan akurat dari pemandangan aslinya seperti pada hari
yang bersangkutan. (Virginia & Janet,2010)
Ada dua tipe dasar cahaya yaitu tersedia dan buatan.
1. Cahaya tersedia
Cahaya yang tersedia, juga dikenal sebagai cahaya sekitar,
adalah cahaya yang ada yang menerangi ruangan tertentu pada
waktu tertentu, apa pun sumbernya. Ini adalah pencahayaan di
dalam ruangan, toko, restoran, stasiun kereta, terowongan,
atau ruang pemeriksaan. Kerugian dari photodocumenting yang
hanya menggunakan cahaya yang tersedia adalah biasanya jauh
lebih redup daripada sinar matahari luar ruangan.
2. Cahaya buatan
Penerangan buatan, yaitu penerangan yang dihasilkan selain
dari sinar matahari alami, juga dapat mempengaruhi kualitas
warna film yang digunakan. Pencahayaan fluorescent, yang
sering ditemukan di rumah sakit dan kantor pemeriksa medis,
cenderung memberi warna kuning ke hijau pada foto. Ini dapat
dihilangkan hanya dengan penggunaan sumber cahaya yang
lebih terang daripada pencahayaan fluoresen itu sendiri, atau
flash elektronik. Di sebagian besar unit lampu kilat kontemporer,
ada sensor khusus yang disebut thyristor, yang merupakan
bagian dari sirkuit listrik dari unit flash itu sendiri. Thyristor
secara elektronik menghitung jumlah cahaya yang diperlukan
untuk menerangi subjek dengan benar. Misalnya, jika subjeknya
dekat, flash tidak akan digunakan dengan intensitas penuhnya.

8
(Kamera SLR digital Nikon dengan sambungan flash dan kartu reflektor
putih mengarah ke atas untuk memantulkan cahaya dari langit-langit.
Sumber : Virginia & Janet 2010)

G. Kecepatan Rana
Rana kamera adalah mekanisme yang membuka,
menutup, dan menentukan jumlah waktu yang diizinkan cahaya
untuk mencapai film. Kecepatan rana kamera P&S telah disetel
pada 1/60 atau 1/125 detik dan tidak dapat diubah. DSLR dan SLR
konvensional memiliki kecepatan rana variabel yang berkisar dalam
waktu dari 1/1000 detik hingga 1 detik. Mengatur kamera pada "B"
untuk bohlam akan memungkinkan fotografer mengambil eksposur
yang diatur waktunya. Ini berarti bahwa rana dibiarkan terbuka
untuk periode waktu apa pun yang lebih dari satu detik, ditentukan
oleh fotografer untuk pencahayaan yang benar. Saat ini, beberapa
kamera memiliki "T" yang setara untuk pengaturan waktu. Semakin
lama rana tetap terbuka, semakin lama subjek dan fotografer harus
diam, karena gerakan akan menciptakan keburaman pada gambar.
(Virginia & Janet,2010)
H. Apertur
Aperture dikenal dengan banyak nama lain, seperti
bukaan lensa, iris, diafragma, f-number, atau f-stop. Apertur adalah
diafragma mirip iris, mirip dengan pupil mata manusia, yang
menyediakan lubang berukuran variabel yang mengatur jumlah
cahaya yang melewati lensa. Bukaan lensa terluas memiliki
kapasitas penerimaan cahaya yang optimal. F-stop dikontrol secara
manual oleh cincin bergerak yang mengelilingi lensa.

9
(Panel LCD pada kamera digital SLR Nikon menunjukkan kecepatan rana dan bukaan (f / 11).
Angka "4" menunjukkan kecepatan rana 1/4 detik.
Sumber : Virginia & Janet 2010)

(Bukaan lensa Nikon 50-mm, terbuka lebar pada f / 1.8.


Sumber : Virginia & Janet 2010)

10
(Aperture f / 22, berhenti sepenuhnya)
(Sumber : Virginia & Janet 2010)
I. Kedalaman Bidang
Kedalaman bidang mengacu pada area di depan dan di
belakang subjek dengan fokus yang cukup tajam, biasanya 7
hingga 13 kaki. Kedalaman ruang dapat ditingkatkan dengan
mengurangi ukuran bukaan lensa. Dengan menutup apertur,
kecepatan rana yang lebih lama akan dibutuhkan untuk
menghasilkan jumlah cahaya yang sama yang dibutuhkan untuk
memantulkan film. Tiga prinsip kedalaman bidang harus digunakan
sebagai referensi (Virginia & Janet,2010):
1. Kedalaman bidang menjadi dua kali lipat jika f-stop digandakan
(yaitu, dari f / 8 ke f / 16).
2. Menggandakan jarak subjek akan menambah kedalaman bidang
empat kali lipat. Tiga kali lipat jarak, dan kedalaman bidang
akan meningkat sembilan kali lipat. Menurunkan jarak kamera
ke subjek akan menurunkan kedalaman ruang.
3. Mengurangi panjang fokus satu setengah akan meningkatkan

(Kedalaman bidang untuk paket obat OTC menggunakan kecepatan

11
rana 1/125 dengan f-stop 4)
(Sumber : Virginia & Janet 2010)

(Kedalaman bidang meningkat pesat dengan kecepatan


rana 1/15 dan f-stop 16)
Sumber : Virginia & Janet 2010)

kedalaman bidang empat kali lipat (Fyffe, tidak


bertanggal). Salah satu tantangan terbesar yang membutuhkan
kedalaman pengetahuan lapangan adalah situasi di mana perawat
kesehatan komunitas harus memfotodokumentasi obat resep dan
obat bebas (OTC) dalam jumlah besar di rumah klien yang baru
saja kedaluwarsa. Sangat penting untuk fokus dengan jelas pada
nama pasien, nama obat, dan nama pada label apotek.
J. Filter
Lensa kamera ditempatkan di beberapa posisi yang
berpotensi berbahaya. Ini mungkin bertabrakan dengan benda atau
bahkan jatuh ke lantai. Cara paling ekonomis untuk melindungi
lensa adalah dengan membeli filter ultraviolet (UV) (juga dikenal
sebagai skylight, atau filter kabut). Filter UV dipasang di atas lensa
dan hanya menyerap sinar ultraviolet, itu tidak mempengaruhi foto
dan harus disimpan sepanjang waktu. Kebutuhan lensa kedua
adalah filter polarisasi melingkar. Filter polarisasi mengurangi silau
dan kabut serta menghilangkan pantulan yang mengganggu dari
permukaan mengkilap bukan logam termasuk air, kaca, plastik,
serta kulit dan kayu yang sangat halus. Filter dipasang langsung ke
bagian depan lensa yang dapat ditukar. (Virginia & Janet,2010)
K. Kolposkopi Fotografi
Kolposkopi adalah teknik fotodokumentasi lain yang
digunakan dalam penyelidikan. Colposcope adalah instrumen yang
terdiri dari sumber cahaya, teropong pembesaran variabel, dan
kamera. Kolposkop memberikan penerangan dan pembesaran

12
untuk pemeriksaan area anogenital bawah pada orang dewasa dan
anak-anak. Ini adalah perangkat stereoskopik atau teropong
dengan fitur variabel, yang meliputi pembesaran dari 5 × hingga 30
×, hingga sumber cahaya cincin halogen 150 watt untuk
penerangan yang terang, lensa obyektif 300 mm, dan kemampuan
fotografi 35 mm. Flash ring-light mengelilingi lensa objektif. Sistem
perbesaran memiliki beberapa pengaturan atau mungkin memiliki
kemampuan zoom. (Virginia & Janet,2010)

(Colposcope dengan sambungan kamera Nikon 35-mm.


(Atas kebaikan CooperSurgical / Leisegang.)
(Sumber : Virginia & Janet 2010)
L. Fotografi digital
Fotografi digital menangkap gambar secara elektronik
melalui penggunaan kamera tanpa film. Selain absennya film, fitur
fisik kamera digital relatif mirip dengan kamera SLR 35 mm.
Kamera kelas atas masih menggunakan lensa, apertur, dan rana
dengan kecepatan yang berbeda-beda, tergantung pada
ketersediaan cahaya. Alih-alih film, kamera merekam gambar pada

13
perangkat berpasangan muatan (CCD) atau semikonduktor oksida
logam komplementer (CMOS). (Virginia & Janet,2010)
M. Resolusi gambar
Opsi terpenting yang harus dipertimbangkan oleh
fotografer forensik saat membeli kamera digital adalah jumlah
megapiksel (MP) di hard drive internal. Foto digital terdiri dari kotak
kecil yang disebut elemen gambar, atau piksel. Piksel adalah
elemen dasar yang membentuk gambar. Sebuah megapiksel sama
dengan 1 juta piksel. Jumlah piksel dalam satu foto dapat bervariasi
dari ratusan hingga jutaan. Resolusi adalah faktor penentu saat
mempertimbangkan ukuran yang sesuai dari gambar yang
diselesaikan. (Virginia & Janet,2010)
N. Menyimpan gambar
Media penyimpanan yang dapat dilepas harus digunakan
untuk menyimpan gambar digital, dan setiap "kasus" harus
disimpan pada perangkat penyimpanan data memori yang terpisah
untuk menjaga lacak balak dan kerahasiaan. Compact disc (CD)
adalah yang paling banyak arsip; namun, komputer harus
dilengkapi dengan pembakar CD atau perangkat lunak
berkemampuan menulis untuk melakukan tugas ini. Sebuah CD
dapat menampung hingga 100 foto berkualitas baik. Jenis media
penyimpanan lainnya dapat disebut sebagai kartu memori, flash
drive, thumb drive, atau jump drive. Drive dilengkapi dengan port
Universal Serial Bus (USB) untuk akses mudah ke komputer.
Direkomendasikan bahwa jika hard copy foto tidak dicetak, maka
setiap casing harus didedikasikan untuk satu media penyimpanan.
Kartu memori harus dimasukkan ke dalam kamera. (Virginia &
Janet,2010)

(Kartu memori dengan kapasitas bervariasi dari 16 MB hingga 2 GB)


Sumber : Virginia & Janet 2010)

14
O. Fotografis Ultraviolet Dan Inframerah
Pada awal tahun 1900-an, Profesor Robert W. Wood,
seorang fisikawan Amerika, menemukan dan menyempurnakan
teknik fotografi fluoresensi ultraviolet, inframerah, dan ultraviolet.
Faktanya, pada tahun 1903, Wood menciptakan teknik untuk
menghasilkan sumber sinar ultraviolet, lampu Wood. Fotografi sinar
ultraviolet (UV) dan inframerah (IR), meskipun tidak dapat dilihat
dalam spektrum warna oleh mata manusia, secara signifikan dapat
meningkatkan jumlah bukti yang diperoleh dalam kasus pelecehan
anak, pembunuhan, kekerasan seksual, dan bekas gigitan. Detail
cedera akan ditingkatkan dengan visualisasi UV. Demikian juga, jika
dilihat dengan IR, memar tersebut mungkin benar-benar hilang,
karena IR menembus lebih dalam ke kulit. IR lebih mungkin
menangkap memar dan sayatan parah seperti bekas gigitan dalam
atau luka pisau atau tembakan. Kamera digital telah membuat
teknik fotodokumentasi UV / IR lebih cepat, lebih mudah, dan lebih
murah daripada film konvensional. (Virginia & Janet,2010)
1. Ultraviolet
Ultraviolet Ada dua jenis teknik fotografi UV: fluorescent
dan reflektif. Fotografi fluoresen akan menerangi fosfat yang
ditemukan dalam air mani. Dengan menghilangkan semua
sumber cahaya putih lainnya dan menyinari sumber cahaya
alternatif (ALS), seperti lampu ultraviolet, cahaya hitam, atau
lampu Wood, dari permukaan yang dimaksud, keberadaan
cairan tubuh dapat ditentukan. Teknik ini adalah alat investigasi
dan uji dugaan, yang memungkinkan pembentukan
kemungkinan penyebab tetapi bukan bukti adanya bukti
spesifik. Deterjen pakaian juga mengandung fosfat dan
menghasilkan fluoresensi pada pakaian dan linen. Tingkat
keterampilan tertentu diperlukan untuk menentukan apa yang
merupakan bukti dan apa yang bukan. Distribusi fluoresensi
yang merata lebih dari kemungkinan deterjen, sedangkan noda
atau tetesan kecil bisa menunjukkan adanya air mani atau
bahan protein lainnya. Fotodokumentasi UV reflektif akan
menghasilkan gambar yang tidak terlihat atau difoto dengan
teknik konvensional. Fotografi UV reflektif merekam refleksi dan
penyerapan sinar UV gelombang panjang oleh subjek, tidak
termasuk eksposur film oleh semua cahaya tampak lainnya
(Krauss & Warlen, 1985).
Kulit manusia mengandung melanin, zat yang menyerap
radiasi UV. Proses penyerapan ini melindungi kulit dari sengatan
matahari. Trauma pada kulit dan jaringan di bawahnya
menyebabkan pelepasan dan penyebaran melanin ke seluruh

15
area cedera. Selama proses penyembuhan, melanosit berkumpul
di sekitar tepi luka, menciptakan garis besar pola cedera
jaringan. Fotografi UV dimungkinkan karena, dengan
peningkatan melanin, hemoglobin, dan bilirubin di sekitar lokasi
cedera, penyerapan UV gelombang panjang di sana lebih besar
daripada di area sekitarnya. Cedera telah difotodokumentasi
dengan UV reflektif selama 5 bulan, pasca trauma.
2. Inframerah
Infra merah dapat digunakan jika korban ditemukan
dalam tahap pembusukan yang lanjut. Karena sinar infra merah
menembus lebih dalam daripada ultraviolet ke dalam jaringan
kulit, gelombang cahaya dapat menangkap tato untuk tujuan
identifikasi. Tidak ada cara sederhana bagi perawat forensik
untuk menghasilkan foto digital infra merah dalam pengaturan
klinis. Selain menggunakan film konvensional yang tepat dan
kamera SLR 35 mm, filter, tripod, dan berbagai peralatan
lainnya harus ada di tangan. Dengan fotografi digital, filter
cutoff UV dan IR harus dihilangkan. Autoexposure DSLR tidak
dapat diandalkan untuk menentukan pencahayaan yang tepat
untuk IR dan, oleh karena itu, DSLR belum menjadi pilihan
pertama untuk IR. Pada tahun 2006, Fujifilm membuat proses
untuk fotodokumen dengan IR menjadi lebih fungsional.
Pabrikan memperkenalkan kamera yang peka tidak hanya
terhadap cahaya tampak, tetapi juga ultraviolet dan inframerah.
Dengan penggunaan filter yang sederhana, kamera dapat
menghasilkan gambar UV atau IR.
P. Keaslian
Salah satu masalah utama yang harus dipertimbangkan
berkaitan dengan fotografi digital adalah menentukan keaslian.
Kesaksian harus diberikan bahwa gambar yang dimasukkan sebagai
bukti secara akurat menggambarkan pemandangan yang dilihat
oleh fotografer pada saat foto diambil. Mengingat kemudahan foto
digital dapat diubah, harus ada pengamanan untuk menegakkan
integritas gambar. Pertama, jejak audit yang sangat aman dari
gambar awal hingga salinan yang dibuat di pengadilan harus
ditetapkan. Dua metode otentikasi terkomputerisasi dikenal sebagai
enkripsi dan watermarking. Enkripsi adalah cara memecah gambar
secara matematis, mentransmisikannya, dan merekonstruksinya di
ujung penerima dengan pengkodean otorisasi yang sesuai. Ini tidak
mencegah manipulasi, tapi itu membantu mencegah intersepsi
gambar yang dikirim. Enkripsi juga membantu menjaga
kerahasiaan, serta menentukan asal dan tujuan. Solusi perangkat
lunak komputer watermarking digital akan dengan mudah
mengatasi masalah keaslian dan kepemilikan yang terkait dengan

16
gambar dan foto digital. Ini adalah operasi yang menempatkan
gambar sewenang-wenang tanpa disadari di latar belakang
dokumen atau foto untuk menguatkan keabsahannya, seperti tanda
air pada alat tulis yang lebih bagus dan uang kertas. (Virginia &
Janet,2010)
Q. Persetujuan
Alasan mengapa fotografi tidak boleh dimasukkan dalam
persetujuan umum yang ditandatanganioleh pasien atau korban
ketika dia mendaftar di rumah sakit atau bagian gawat darurat
(ED). Perawat bertindak sebagai pembela pasien, tetapi tubuh
pasien yang difoto setelah kematian, tidak diperlukan persetujuan
untuk mengambil foto forensik. Pemeriksa medis dan departemen
kepolisian membuat keputusan dan mengikuti protokol mereka
sendiri untuk prosedur fotografi yang diterima. Ketika hidup, korban
memang memiliki kendali atas prosedur persetujuan, dan individu
harus memberikan persetujuan untuk pengambilan foto. Namun,
jika korban tidak sadarkan diri, dan cedera tersebut terkait dengan
kemungkinan situasi hukum, disarankan untuk memotretnya karena
orang dapat berasumsi bahwa pasien telah memberikan
persetujuan untuk dokumentasi trauma tersebut. (Virginia &
Janet,2010)
R. Pedoman fotodokumentasi
Dalam Peraturan Klinis Sebelum memulai proses
fotodokumentasi protokol fotografi tertulis harus dibuat. Bekerja
sama dengan manajer perawat, direktur medis, dan staf serta
kepala eksekutif keperawatan, manajer risiko, dan pengacara
rumah sakit. Sangat diharapkan untuk memiliki setidaknya satu
atau dua perawat pada setiap shift yang telah dilatih dalam
fotografi forensik dan dokumentasi pembuktian. (Virginia &
Janet,2010)

17
(Full-body view (Nikon DSLR D90).Sumber : Virginia & Janet 2010)

(Head and shoulders view (.2×, Nikon DSLR D90)


Sumber : Virginia & Janet 2010)

(Close-up (5×, Nikon DSLR D90). Sumber : Virginia & Janet 2010)

18
(Standards and the ABFO No. 2 scale)
( Sumber : Virginia & Janet 2010)

S. Foto sebagai dokumentasi legal


Dalam masyarakat hukum saat ini, semakin banyak bukti
yang ada untuk mendukung kebenaran, semakin besar keuntungan
bagi petugas kesehatan yang mengadvokasi pasien mereka.
Meskipun ada kekhawatiran tertentu tentang fotodokumentasi di
dalam rumah sakit, dokumentasi cedera akibat pelecehan, luka
traumatis, dan situasi lain mungkin berfungsi untuk melindungi
rumah sakit dan anggota stafnya dengan memastikan dokumentasi
yang tepat. (Virginia & Janet,2010)

19
BAB III
STUDI KASUS

Polisi menerima laporan kekerasan terhadap anak di


Depok, Jawa Barat. MH, 8 tahun, dilaporkan sering dianiaya kedua
orang tuanya dan memutuskan untuk kabur dari rumah, pekan lalu.
Sudah diterima laporannya di Polres Depok Jumat kemarin," ujar
juru bicara Polda Metro Jaya, Kombes Rikwanto, Senin, 26 Agustus
2013. Rikwanto menyatakan, laporan diterima polisi setelah
beberapa saksi melihat korban linglung usai dianiaya kedua orang
tuanya. Saksi yang menemukan korban di sebuah pusat
perbelanjaan di Depok, mendapat cerita korban sering dipukul
menggunakan bambu oleh ayahnya. Polisi bergerak cepat. Mereka
mendatangi rumah korban dan menyita bambu yang diduga
digunakan untuk memukul korban. Dari tubuh korban terlihat bekas
kekerasan, seperti memar di punggung akibat pukulan dan luka
ringan di telinga akibat sering mendapat jeweran. Namun, hingga
kini kedua pelaku, SA (40 tahun) dan D (38 tahun), tidak ditahan.
Alasannya, pelaku masih memiliki tanggungan anak yang lain. "Ada
empat anak, paling besar 12 tahun," ujar Rikwanto. Proses hukum
kasus ini masih berjalan. Korban MH kini tinggal di tempat
perlindungan kasus kekerasan anak. Bila terbukti bermasalah,
kedua orang tua korban terancam pidana tiga setengah tahun
karena melanggar Pasal 80 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak.
Manajemen kekerasan pada anak dengan menggunakan
perspektif forensic nursing diperlukan untuk mencegah terjadinya
dampak negatif yang lebih lanjut. Penelitian di USA yang dilakukan
pada 462 remaja dengan riwayat child abuse, menunjukkan bahwa
ada hubungan yang kuat antara child abuse dengan merokok,
alcohol, dan narkoba . Perilaku kenakalan remaja dan sex bebas
telah dibuktikan berhubungan kuat dengan kejadian child abuse
(Mason et al, 1998). Pelaku child abuse pada masa anak-anak
sering menyaksikan kekerasan dan pertengkaran orang tuanya .
Anak yang memiliki riwayat child abuse lebih berpotensi untuk
melakukan kekerasan pada diri sendiri dan risiko bunuh diri
berulang (Yates et al, 2008). Fungsi ilmu forensik adalah membuat
suatu perkara menjadi jelas, yaitu dengan mencari dan menemukan
kebenaran materiil yang selengkaplengkapnya tentang suatu
perbuatan ataupun tindak pidana yang telah terjadi. Peranan ilmu
forensik diantaranya adalah untuk menentukan apakah si tersangka
bisa dikenai hukuman atau tidak menyangkut kesehatan jiwanya,
digunakan untuk menentukan keaslian suatu tulisan ataupun
dokumen, untuk mengidentifikasi korban kejahatan ataupun

20
bencana, dan untuk mengetahui tersangka dari suatu tindak
kejahatan (Hammer, Moynihan, & Pagliaro, 2006).
Asuhan keperawatan yang dapat dilakukan perawat dalam
menangani kasus kekerasan di aplikasi klinis yaitu dengan
mengikuti langkah-langkah sebagai berikut (Pyrek, 2006) :
1. Pengkajian
melakukan pengumpulan data pada korban, dengan cara:
a. Mengenali bukti Mengenali bukti dapat dilakukan dengan cara
mencari informasi tentang korban melalui observasi,
melakukan wawancara, konsultasi dan memandang pasien
sebagai sumber utama informasi yang objektif, menggali
sumber-sumber sekunder yang berasal dari pasien, keluarga
dan rekan perawat. Peran perawat forensik pada tahap ini
adalah mengidentifikasi, mengobati, merujuk korban, serta
mengenali bukti-bukti yang ada.
b. Mengumpulkan bukti Perawat forensik mengumpulkan bukti
dan memberikan kesaksian yang dapat digunakan dalam
pengadilan hukum untuk menangkap atau mengadili para
pelaku yang melakukan tindakan kekerasan (Finn, 2010).
Penggumpulan bukti kriminal dilakukan dengan cara:
1) Mengamankan pakaian korban, serta hal-hal yang
bermakna sebagai barang bukti.
2) Investigasi terhadap karakteristik luka. Pada kasus ini,
luka pada tubuh An. MH terdapat di punggung serta di
telinga. Pengkajian luka dilakukan untuk mengenali
karakteristik, jenis, dan luas luka.
3) Melakukan pemeriksaan penunjang seperti foto rontgen
pengambilan specimen, atau USG pada An.MH
4) Mendokumentasikan bukti pada korban dengan foto.
a. Menyusun kronologis kejadian, dilakukan dengan membuat
runtutan kejadian berdasarkan bukti-bukti yang ditemukan.
b. Membutuhkan kebijakan rumah sakit Protokol dan
prosedur diperlukan untuk menindaklanjuti bukti -bukti
yang telah dikumpulkan
Dari kasus diatas didapatkan hasil pengkajian
Nama : An. MH
Usia : 8 tahun

Data subjektif :
a. An MH mengatakan sering dianiaya oleh bapaknya
b. An MH mengatakan sering dipukul menggunakan bambu oleh
ayahnya
c. An MH mengatakan kabur dari rumah 2 minggu yang lalu

21
d. Saksi mengatakan An MH terlihat linglung usai dianiaya oleh
kedua orang tuanya
e. Saksi mengatakan menemukan korban di pusat perbelanjaan
Data Objektif :
a. Polisi mendatangi rumah korban dan ditemukan bambu yang
digunakan untuk memukul korban
b. Ditubuh An MH ditemukan bekas kekerasan
c. Terdapat memar di punggung An MH akibat pukulan
d. Terdapat luka ringan di telinga akibat sering dijewer
e. Orang tua An MH (Tn SA 40 tahun dan Ny. D 38) tahun tidak
ditahan dengan alasan pelaku masih mempunyai tanggungan 4
orang anak
f. Orang tua An MH (Tn SA 40 tahun dan Ny. D 38) terancam
hukuman pidana 3,5 tahun karena melanggar pasal 80 UU no
23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.

2. Dianosa
a. Ketidakmampuan menjadi orang tua
b. Resiko ketidakefektifan hubungan
c. Ketidakefektifan performa peran
d. Resiko pertumbuhna tidak proporsional
e. Nyeri akut
f. Kerusakan integritas kulit

BAB IV
EXERCISE
1. Lebam mayat merah terang dapat ditemukan pada korban mati
akibat :
a. Perdarahan hebat akibat luka
b. Anemia kronis yang berat
c. Dosis berlebih pada penggunaan narkotika
d. Keracunan CO e. Salah Semua

Lebam mayat (Livor Mortis) menentukan posisi jenazah pada


saat kematian, lebam mayat biasanya menetap setelah 6-10
jam setelah kematian (A)

3. Luka memar berupa cetak negatif (negative inpren) ditemukan


pada :
a. Luka akibat sabetan rotan
b. Jejas ban pada korban kecelakaan lalu lintas
c. Jejas benda keras bertepi tumpul

22
d. Jejas pada korban tergantung dengan stagen
e. Semua benar
4. Luka tangkis pada lengan umumnya terdapat pada daerah :
a. Biceps
b. Triceps
c. Ulna
d. Radius
e. Siku
5. Pemeriksaan terhadap luka jenis gesek menyimpulkan :
a. Bentuk benda penyebab
b. Penyebab lecet
c. Arah kekerasan penyebab luka
d. Nyeri yang dialami korban saat terjadi perlukaan
e. Semua benar
6. Kematian akibat aspiksia traumatik karena :
a. Terfiksasinya denyut jantung dan gerak pernafasan
b. Vibrilasi ventrikel
c. Syok neurogenik
d. Rekleks vagal
e. Semua benar
7. Mekanisme kematian tersering pada korban mati akibat
pencekikan :
a. Aspiksia
b. Reflex vasovagal (rangsangan saraf terletak di leher)
c. Iskemia jaringan otak (otak kekurangan oksigen)
d. Kerusakan medula oblongata
e. Terjadinya syok neurogenik (syok karena kesakitan yang
hebat)
8. Pada korban mati akibat asfiksia dapat ditemukan :
a. Bintik – bintik perdarahan pada konjungiva
b. Sianosis pada ujung jari
c. Busa halus pada saluran pernafasan
d. Pelebaran pembuluh darah di permukaan otak
e. Semua benar
9. Korban yang mati akibat pembekapan menunjukkan :
a. Luka memar dan luka lecet disekitar mulut dan hidung
b. Luka lecet pada leher sebagai tanda perlawanan

23
c. Lidah korban yang tergigit d. Luka memar pada tengkuk
belakang kepala
d. Semua benar
10. Pada korban mati tersambar petir dapat dijumpai kelainan :
a. Metalisasi didalam kulit
b. Magnetisasi pada logam korban
c. Abresent mark
d. Pakaian terbakar dan robek-robek
e. Semua yang disebut diatas benar

24
BAB V
KESIMPULAN

Forensik adalah suatu proses ilmiah yang didasari oleh


ilmu pengetahuan dalam mengumpulkan, menganalisa, dan
menghadirkan berbagai bukti dalam sidang pengadilan terkait
adanya suatu kasus hukum. (Amelia Kurniati, dkk, 2015)
Kata fotografi berasal dari dua kata Yunani yang berarti
“menulis (grafik) dengan cahaya (foto).”, adalah proses dimana
cahaya digunakan untuk membuat gambar. Empat elemen dasar
diperlukan untuk membuat gambar itu: kamera, lensa, film, dan
cahaya.
Fotografi forensik (Forensic Imaging/crime scene
photography  Forensic Imaging/crime scene photography ) adalah
suatu proses ) adalah suatu proses seni yang menghasilkan bentuk
reproduksi dari tempat kejadian perkara atau tempat seni yang
menghasilkan bentuk reproduksi dari tempat kejadian perkara atau
tempat kejadian kecelakaan secara akurat untuk kepentingan
penyelidikan hingga pengadilan. kejadian kecelakaan secara akurat
untuk kepentingan penyelidikan hingga pengadilan. Fotografi
forensik juga termasuk ke dalam bagian dari upaya pengumpulan
barang bukti Fotografi forensik juga termasuk ke dalam bagian dari
upaya pengumpulan barang bukti seperti tubuh manusia, tempat-
tempat dan setiap benda yang terkait suatu kejahatan seperti
tubuh manusia, tempat-tempat dan setiap benda yang terkait suatu
kejahatan dalam bentuk foto yang dapat digunakan oleh penyidik
atau penyidik saat melakukan dalam bentuk foto yang dapat
digunakan oleh penyidik atau penyidik saat melakukan penyelidikan
atau penyidikan.

25
DAFTAR PUSTAKA

Reyhan Andika Firdausi. 2018. Reliabilitas Pendapat Ahli Pada Fotografi


Forensik Dalam Memperkirakan Usia Memar. Vol 5, No 2, Juni
2018.

Lync, A, Virginia.dkk.2010. Forensic Nursing Science, Second Edisi.

Kurniati, Amelia, dkk.2015. Keperawatan Gawat Darurat Dan Bencana .


Elsevier.

26

Anda mungkin juga menyukai