Anda di halaman 1dari 13

DEPARTEMEN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

Terjemahan Jurnal

Radiologi forensik : suatu ilmu pengetahuan baru


Sanjana Tarani, S. Swetha Kamakshi, Vathsala Naik, Amandeep Sodhi

Nama : Alya Khaerunnisa Indrawan Day


NIM : J014201086
Pembimbing : drg. Muliaty Yunus, M.Kes., Sp.OF(K)
Hari/Tanggal Baca : / 2020

DIBAWAKAN SEBAGAI TUGAS KEPANITRAAN KLINIK


DEPARTEMEN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
Radiologi forensik : suatu ilmu pengetahuan baru
(Forensic radiology : an emerging science)

Sanjana Tarani, S. Swetha Kamakshi, Vathsala Naik, Amandeep Sodhi

ABSTRAK

Radiologi maksilofasial forensik adalah bidang khusus dalam pencitraan medis di


mana teknik radiologi digunakan untuk membantu dokter dan ahli patologi dalam
situasi yang berkaitan dengan hukum. Radiologi memiliki arena penggunaan yang
luas di dunia forensik terutama dalam hal identifikasi gigi, identifikasi
berdasarkan anatomi, dan penggunaan berbagai landmark rangka maksilofasial.
Karena radiografi adalah metode yang cepat, mudah, sederhana, murah dan non-
destruktif untuk mendapatkan informasi tentang usia, jenis kelamin, ras korban,
ilmu ini menjadi suatu hal yang dapat sangat diperlukan dalam pengidentifikasian.
Dengan kemajuan teknologi yang lebih pesat, informasi yang lebih akurat
diperoleh untuk identifikasi serta rekonstruksi wajah mayat yang tidak diketahui.
Oleh karena itu, jurnal ini bertujuan untuk meninjau kembali peran radiologi oral
dan maksilofasial dalam ilmu forensik di mana metodologi radiografi memainkan
peran penting untuk menentukan identitas menggunakan gigi dan struktur
orofasial terkait dalam hubungannya dengan modalitas pencitraan canggih seperti
computed tomography dan magnetic resonance imaging yang secara bertahap
ditambahkan dalam dunia forensik.

PENDAHULUAN

Forensik dapat dipahami dalam kutipan detektif fiksi terkenal yang


diciptakan oleh Sir Arthur Conan Doyle, Sherlock Holmes. "Ini telah menjadi
aksioma saya, bahwa hal-hal kecil jauh lebih penting." Dari pembunuhan,
pelecehan seksual, hingga bencana massal, forensik memerankan peran penting
selama bertahun-tahun. Bahkan detail kecil dari mayat manusia dapat membantu
berbagai ilmuwan dalam memecahkan berbagai kejahatan serta dalam identifikasi.
Kata “Forensik” berasal dari bahasa Latin “Forens (is)” yang artinya milik
forum atau publik. Saat ini, definisi forensik, yang diikuti oleh banyak kamus di
seluruh dunia adalah, "penggunaan sains dan teknologi untuk menyelidiki dan
menetapkan fakta di pengadilan pidana atau perdata." [1]
Istilah "ilmu forensik" mengacu pada sekelompok disiplin ilmu yang
berkaitan dengan penerapan masing-masing bidang keahlian ilmiah untuk masalah
penegakan hukum, pidana, perdata, hukum, dan peradilan. Ada banyak
subspesialisasi yang terkait dengan ilmu forensik seperti Kedokteran Forensik /
Patologi Forensik, Antropologi Forensik, Odontologi Forensik, Radiologi
Forensik, Entomologi Forensik, Toksikologi Forensik, dan Psikiatri Forensik. [2,3]

RADIOLOGI FORENSIK

Ilmu forensik membutuhkan pendekatan multidisiplin yang terintegrasi


untuk identifikasi kriminal dan salah satu bidang terpenting adalah radiologi
forensik. Ahli radiologi merupakan bagian integral dari tim ilmu forensik, dan
kepentingan mereka meningkat setiap tahun. Radiologi forensik memerlukan
penilaian, modulasi dan interpretasi pemeriksaan radiologi, dan prosedur, yang
semuanya harus dilakukan dengan pengadilan. Analisis radiografi sangat penting
dalam identifikasi dan investigasi TKP. [2]
Radiografi biasanya diambil selama pemeriksaan postmortem dan
membantu menemukan keberadaan benda asing. Selain itu, dokumentasi adanya
fraktur dan analisis cedera lainnya adalah fitur khusus dari radiografi. Radiografi
antemortem dari individu yang sama juga selalu diperlukan, karena perbandingan
antara radiografi ini dan radiografi postmortem dapat dibuat untuk identifikasi
individu yang lebih baik. Hal inilah yang menyebabkan radiologi forensik
memainkan peran kunci dalam odontologi dan antropologi. [4]
Pemeriksaan radiografi juga penting dalam menyimpulkan segala jenis
kelalaian medis serta cedera yang bukan berasal dari kecelakaan. Hal ini sangat
penting terutama pada wanita dan anak-anak, yang mana kasus pelecehan dan
perawatan medis yang tidak tepat lebih sering terjadi. Penuaan biologis juga dapat
disimpulkan dengan pemeriksaan radiografi. [4]
Ini adalah alasan utama ahli radiologi klinis dan ahli forensik perlu bekerja
sama. Keduanya perlu menyadari tanggung jawab masing-masing di pengadilan.
Penyimpanan dan pengorganisasian berkas radiografi penting dalam radiologi
forensik, dan cakupan perannya luas di masa depan. [5]

SEJARAH RADIOLOGI FORENSIK

1895: Ini adalah tahun yang sangat penting dalam radiologi forensik
karena merupakan tahun dimana Wilhelm Conrad Rontgen secara tidak sengaja
menemukan, "A New Kind of Ray." Kecelakaan inilah yang membentuk bidang
radiologi saat ini.
Beberapa minggu kemudian, sinar-X ini diuji dalam penggunaan forensik
untuk pertama kalinya. Saat itu, para ilmuwan mengalami kendala dalam
pengolahan radiograf. Sebuah gambar tunggal akan membutuhkan waktu hampir
70 menit. Penemuan ini pertama kali digunakan untuk memecahkan kasus
pembunuhan di Amerika Utara. [2]
1919: Ini adalah tahun yang penting di Amerika Utara, karena radiologi
diterima sebagai alat identifikasi forensik dalam menyelesaikan kejahatan oleh
pengadilan. Secara kebetulan pula, pertama kalinya seorang presiden menjalani
radiografi. Pada tahun 1912, Presiden A.S., Theodore Roosevelt ditembak di dada
selama kampanye dan selamat. Dia menjalani radiografi dan terlihat jelas bahwa
peluru itu tertancap di tulang rusuk kanan yang patah. Ini digunakan sebagai
contoh dan diajukan ke pengadilan pada tahun 1919. Hal ini semakin
membuktikan kegunaan radiologi dalam mendeteksi luka tembak. [6,7]
1940: Pada awal tahun 1896, W. Koenig mulai mengambil radiografi gigi,
yang menjadi pelopor dalam pengembangan odontologi forensik. Kasus
terdokumentasi pertama di mana.
1967: Computed tomography (CT) oleh Sir Godfrey Hounsfeld dan
magnetic resonance imaging (MRI) diperkenalkan. Dalam CT, berbagai teknik
baru juga telah dikembangkan, dan salah satu teknik tersebut adalah CT
multidetektor. Teknologi ini menjadi sangat populer dalam pekerjaan forensik dan
dianggap sebagai "Gold Standard" saat ini untuk membandingkan radiografi
antemortem dan postmortem.

CAKUPAN RADIOLOGI FORENSIK

Seperti disiplin ilmu lainnya, radiologi forensik juga melibatkan berbagai


aspek seperti pelayanan, pendidikan, penelitian, dan administrasi. Selama
bertahun-tahun, radiologi diagnostik telah mengalami perubahan pesat dalam
teknologi serta jumlah penggunaannya dan kemungkinan akan meluas lebih jauh
di masa depan. Menurut B.G. Brogdon, ruang lingkup radiologi forensik dapat
diklasifikasikan sebagai berikut. [2]
Klasifikasi
1. Layanan
i. Penentuan identitas
ii. Evaluasi cedera dan kematian
a. Tidak disengaja
b. Tidak disengaja
o Cedera tulang
o Rudal / benda asing
o Trauma lain
o Penyebab lainnya.
iii. Litigasi pidana
a. Fatal
b. Tidak fatal.
iv. Litigasi perdata
a. Fatal
b. Tidak fatal.
v. Proses administrasi.
2. Pendidikan
3. Penelitian
4. Administrasi.
RADIOLOGI FORENSIK DALAM KEDOKTERAN GIGI
Kedokteran gigi forensik berurusan dengan pemeriksaan bukti dental
bersama dengan evaluasi yang tepat dari temuan dental. Menurut Federation
Dentaire Internationale, kedokteran gigi forensik didefinisikan sebagai, “Cabang
kedokteran gigi yang digunakan untuk kepentingan keadilan, menangani
penanganan dan pemeriksaan bukti dental yang tepat dengan evaluasi yang tepat,
dan presentasi temuan dental”. Gigi manusia, hingga saat ini, telah menjadi salah
satu jaringan yang paling andal dan unik di tubuh manusia dan juga diisolasi
dengan baik oleh struktur tulang alveolar pendukung dan otot mulut. Oleh karena
itu, meskipun bagian tubuh yang tersisa rusak berat dan tidak dapat dikenali
karena insiden tragis, gigi geligi dapat tetap utuh. Hal ini dapat sangat membantu
dalam identifikasi usia, jenis kelamin, dan kebangsaan mayat yang ditemukan. [8]
Radiologi telah banyak digunakan dalam identifikasi gigi konvensional.
Hal ini berdasar pada anatomi serta perbandingan landmark kerangka di catatan
antemortem dan postmortem. Dengan melihat catatan ini, seseorang dapat
menentukan kelompok etnis, warna kulit serta cairan rongga mulut untuk
identifikasi manusia. Penting bagi ahli odontologi forensik untuk mengambil
radiografi pada area tooth bearing untuk tujuan identifikasi terutama pada
kejadian bencana massal. Estimasi usia juga dilakukan dengan menggunakan
radiografi intraoral. [8,9]

Identifikasi Gigi

Jauh sebelum sinar-X ditemukan pada tahun 1895, identifikasi gigi


dilakukan dengan "metode visual", di mana mata telanjang digunakan. Beberapa
tahun kemudian, radiologi mulai membantu ahli odontologi dalam
pengidentifikasian. Penggunaan modern dari radiologi maksilofasial dapat bersifat
komparatif atau rekonstruktif. Jenis komparatif membandingkan radiografi
antemortem dan postmortem. Jenis rekonstruktif menggunakan radiografi sebagai
bantuan untuk membuat profil biologis untuk individu yang telah meninggal, yang
identitasnya masih belum diketahui. Ketika identitas dikonfirmasi, maka
penggunaan radiografi komparatif dipertimbangkan. Ada algoritma khusus untuk
identifikasi gigi dengan menggunakan radiografi. [8,9]
1. Memeriksa kualitas, waktu, dan jenis pemeriksaan pada radiografi antemortem.
2. Memeriksa spesimen postmortem, dan memaparkan radiograf yang akan
menduplikasi area yang diamati pada film antemortem menggunakan geometri
gambar yang serupa, faktor eksposur yang sesuai, dan pemrosesan arsip.
3. Menggunakan sistem penandaan atau pemasangan film sehingga identitasnya
sebagai film postmortem atau antemortem dapat diketahui.
4. Menganalisis radiograf secara visual, dengan mempertimbangkan informasi
tambahan seperti notasi bagan gigi, model gigi, dan foto.
5. Tabulasi poin-poin konkordansi dan jelaskan, jika mungkin, poin-poin yang
tidak sesuai antara pemeriksaan radiografi antemortem dan postmortem.
6. Membuat keputusan, apakah bahan yang disediakan memungkinkan pengamat
untuk membuat identifikasi positif sebagai identifikasi yang mungkin atau
penilaian negatif. [9]
Pada umumnya, setiap kali evaluasi radiografi komparatif diperlukan
untuk identifikasi, para ahli fokus pada bukti intervensi dental seperti restorasi,
crowns, dan ekstraksi. Jika radiografi tidak ada, berbagai alat identifikasi visual
dapat digunakan seperti grafik gigi (dental chart) dan fingerprint atau model
studi. [9,10]

Identifikasi Anatomi

Tidak adanya bukti intervensi dental biasanya membuat ahli forensik


mengandalkan landmark anatomi untuk membandingkan radiografi antemortem
dan postmortem. Fitur seperti morfologi mahkota, ukuran akar, dan morfologi
pulpa memainkan peran utama dalam identifikasi individu. Hubungan spasial gigi
posterior juga dapat dibandingkan dengan menggunakan radiografi antemortem
dan postmortem. [11] Hal ini sangat berguna pada temuan sisa pembakaran, di mana
mahkota rusak atau hilang. Namun, menganalisis tulang wajah jauh lebih sulit,
karena kerumitan anatominya. Ada banyak struktur yang tumpang tindih di regio
maksilofasial, membuat perbandingan hampir tidak mungkin dilakukan. Satu-
satunya landmark yang dapat digunakan untuk perbandingan antemortem dan
postmortem adalah sinus frontal. Berbagai radiografi yang melibatkan sinus, yaitu
Water’s view, dapat digunakan untuk perbandingan dalam kasus ini (Tabel 1).
[8,9,12]

Dental profiling

Pemeriksaan radiografi memainkan peran kunci dalam membuat profil


individu sebelum kematian. Contohnya adalah melalui gigi, yang hilang selama
prosedur postmortem. Gigi anterior dapat direkonstruksi untuk menilai dan
menentukan angulasinya. Hal ini memungkinkan perkiraan jumlah dan
kesejajaran gigi anterior. [13]

Kasus medikolegal

Radiologi maksilofasial forensik memainkan peran utama dalam kasus


medikolegal, di mana tersangka dapat dibedakan sebagai remaja atau dewasa.
Radiografi gigi sangat berharga dalam mengidentifikasi orang-orang dalam kasus
korban massal. Kemajuan yang lebih baru, seperti sistem sinar-X portabel telah
berperan dalam perolehan gambar yang cepat di lokasi kejahatan, korban jiwa,
tanpa peningkatan tingkat radiasi. [14]
Radiologi forensik juga membantu dalam mengevaluasi luka yang diderita
oleh korban. Seseorang dapat menentukan dari cederanya, apakah itu cedera yang
disengaja atau cedera yang tidak disengaja. Cedera traumatis pada tengkorak
dapat dievaluasi dengan menganalisis arah tumbukan atau titik tumbukan.
Selanjutnya bisa ditentukan bentuk benda dan senjata yang digunakan. Bukti
pencekikan menunjukkan fraktur tulang hyoid atau kornua tiroid, yang terlihat
pada radiografi. Modalitas baru seperti computer-assisted tomography dan
microCT juga popular digunakan dalam penilaian luka, dan jenis senjata yang
digunakan. [6]

Penentuan usia

Tujuan utama penentuan usia adalah untuk membantu perkembangan


profil orang yang telah meninggal. Jika terjadi pembentukan gigi permanen yang
tidak sempurna, ahli odontologi forensik dapat membantu dengan mempersempit
kisaran usianya. [9]

Rekonstruksi kraniofasial

Aspek kedokteran forensik ini menjadi populer ketika tidak ada catatan
antemortem yang tersedia. Didirikan dengan mencakup spesialisasi kedokteran
gigi forensik, kedokteran forensik, antropologi, dan anatomi. Misalnya, pada
korban perang, jika analisis dental dan sidik jari tidak memungkinkan, ahli
odontologi forensik yang terlatih dimasukkan dalam tim. Tugas mereka adalah
mengidentifikasi tubuh yang tidak dikenal menggunakan ilmu komputer dan
pencitraan medis. Penelitian terbaru menunjukkan semakin pentingnya pencitraan
tiga dimensi dalam rekonstruksi kraniofasial, dan ini telah dibuktikan melalui
kegunaan modalitas seperti CT dan MRI. [15]
Radiologi selalu digunakan secara luas dalam identifikasi gigi
konvensional, berdasarkan anatomi serta perbandingan berbagai penanda
kerangka maksilofasial dalam catatan antemortem dan postmortem. Ada banyak
struktur yang terlibat untuk identifikasi radiografi dalam forensik. Variasi dalam
struktur ini memungkinkan untuk identifikasi individu dengan membandingkan
radiografi antemortem dan postmortem. [2]
Tabel 1. : Fitur radiografi yang dinilai dalam identifikasi [8]
Struktur Fitur yang dicari
Gigi o Gigi ada - Erupsi, tidak erupsi, impaksi
o Gigi absen – kehilangan secara kongenital, hilang
antemortem, hilang postmortem
o Jenis gigi - Permanen, decidui, campuran, primer
persisten, supernumerary
o Posisi gigi – Malposisi
o Morfologi mahkota - Ukuran dan bentuk,
ketebalan email, titik kontak
o Patologi mahkota - Mutiara enamel, ekstensi
enamel serviks, kista dentigerous
o Morfologi akar - Ukuran, bentuk, struktur, jumlah,
divergensi akar
o Patologi akar - Fraktur akar, dens evaginatus,
resorpsi akar, hemiseksi akar, geminasi, fusi,
konkresensi, hipersementosis, dilaserasi
o Patologi gigi - Amelogenesis dan dentinogenesis
imperfecta, dentin dysplasia
o Morfologi pulpa - Ukuran, bentuk, dan jumlah,
dentin sekunder
o Patologi pulpa – Pulp stones, perawatan saluran
akar, retrofills, apikektomi
o Patologi periapikal - Abses, granuloma atau kista,
sementoma, kondensasi osteitis
o Ligamentum periodontal - Penebalan, pelebaran,
kista periodontal lateral

Benda asing o Restorasi gigi – metal, laminasi, implan, GTJ


o Lainnya – partikel amalgam, file yang rusak,
peluru

Tulang alveolar o Prosesus alveolar - Tinggi, kontur, kepadatan


tulang crestal, enostosis, pengeroposan tulang,
pola tulang trabekuler, fragmen sisa akar
o Lamina dura - Pola lamina dura

Struktur anatomi o Sinus maksila - Ukuran, bentuk, kista, benda


asing, fistula, hubungan dengan gigi
o Maksila - Tulang belakang hidung anterior, kanal
insisivus (ukuran, bentuk, kista), sutura palatal
median.
o Kanalis mandibula - Foramen mental, diameter,
anomali, hubungan dengan struktur yang
berdekatan
o Sendi TMJ - Kondilus, ukuran dan bentuk
prosesus koronoid
o Kelainan TMJ - Hipertrofi / atrofi, ankilosis, patah
tulang, perubahan rematik

Patologi lain Kista developmental, patologi kelenjar ludah, reaktif /


neoplastik, penyakit tulang metabolik, radiopasitas
fokal / difus, bukti trauma-kabel operasi, pin bedah

KESIMPULAN

Radiologi forensik dengan cepat menjadi hal penting dalam bidang ilmu
forensik di seluruh dunia. Ahli forensik dapat mengandalkan radiografi untuk
identifikasi manusia serta untuk perkiraan usia, jenis kelamin, ras, dan tinggi
badan. Status sosial ekonomi dan analisis bitemark untuk mengidentifikasi
tersangka juga dapat diperoleh dari radiografi. Munculnya teknik radiografi yang
lebih baru telah membuat pekerjaan dokter gigi forensik menjadi lebih mudah.
Namun, agar radiologi forensik menjadi lebih efektif, pengaplikasiannya harus
digunakan bersama dengan metodologi forensik lainnya, sehingga pendekatan
multidisiplin ini dapat memberikan hasil yang lebih akurat, lebih sedikit memakan
waktu dengan biaya yang lebih murah. Penting juga untuk memahami pentingnya
pencatatan, terutama pencatatan radiograf. Tim forensik harus selalu mengetahui
pentingnya radiografi gigi dalam ilmu forensik dan harus selalu dimasukkan
dalam protokol pemeriksaan normal. Radiologi forensik dan odontologi masih
menjadi penting di negara berkembang seperti India, di mana pengetahuan di
bidangnya masih relatif belum berpengalaman. Masa depan terlihat cerah dan
dalam beberapa tahun mendatang, permintaan untuk ahli radiologi maksilofasial
pasti akan meningkat dan akan menjadi bagian integral dari tim forensik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Fields of Forensic Sciences. and permanent dentitions. J Forensic


Available from: http://www. Sci 1999;44:910-6.
mtholyoke.edu/org/forensic/fields.ht
12. Kirk NJ, Wood RE, Goldstein M.
ml.
Skeletal identification using the
2. Forensics. Available from: frontal sinus region: A retrospective
http://www.thefreedictionary.com/ study of 39  cases. J Forensic Sci
forensics. 2002;47:318-23.
3. Brogdon BG. Forensic Radiology. 13. Brkic H, Slaus M, Keros J, Jerolimov
Boston: CRC Press, LLC; 1998. V, Petrovecki M. Dental evidence of
exhumed human remains from the
4. Pretty IA, Sweet D. A  look at
1991 war in Croatia. Coll Antropol
forensic dentistry – Part  1: The role
2004;28 Suppl 2:259-66.
of teeth in the determination of
human identity. Br Dent J 14. Goren AD, Bonvento M, Biernacki J,
2001;190:359-66. Colosi DC. Radiation exposure with
the NOMAD portable X-ray system.
5. Kahana T, Hiss J. Forensic radiology.
Dentomaxillofac Radiol
Br J Radiol 1999;72:129-33.
2008;37:109-12. 15. Jiang L, Yaolei
6. Romans L. Forensic Radiology. L, Lewei Y, Ye Q. Proceedings of
2013. Available from: http:// the 9th WSEAS International
www.CEwebsource.com. Conference on Applied Computer
7. Lichtenstein JE. Forensic Radiology. and Applied Computational Science,
Ch. 26. Boca Raton, FL: CRC Press; Computer Aided Craniofacial
1998. p. 579-601. Reconstruction. Electrical and
Computer Engineering Series.
8. Shahin KA, Chatra L, Shenai P. WSEAS Press; 2011.
Dental and craniofacial imaging in
forensics. J Forensic Radiol Imaging
2013;1:56-62.
9. Pallagati S, Sheikh S, Aggarwal A,
Gupta RS, Kaur A. Maxillofacial
imaging; An emerging tool in
forensic science. J Forensic Res
2011;2:6.
10. Wood RE. Forensic aspects of
maxillofacial radiology. Forensic Sci
Int 2006;159 Suppl 1:S47-55.
11. Wood RE, Kirk NJ, Sweet DJ.
Digital dental radiographic
identification in the pediatric, mixed

Anda mungkin juga menyukai