Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN HASIL BELAJAR MANDIRI

BLOK 5 SISTEM STOMATOGNATHY 1

MODUL 1 DENTAL RADIOLOGI

Madherisa Paulita

Nim 1310015099

TUTOR

drg. Imran Irsal

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA

TAHUN 2017

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Radiografi merupakan gambaran bayangan nyata yang dihasilkan saat sinar-X melewati
sebuah objek dengan berbagai opasitas. Sinar mengenai film fotografi pada sisi yang berlawanan.
Sinar-X melewati struktur padat seperti enamel gigi, tulang secara radiografis akan tampak
sebagai gambaran bayangan putih karena berkas cahaya dari sinar-X banyak diserap saat
melewati material tersebut. Struktur yang tidak padat seperti kavitas, membran, dan otot, akan
memberikan gambaran berupa bayangan gelap karena struktur tersebut sedikit merintangi
datangnya sinar-X. Absorbsi sinar-X yang berbeda oleh material pembentuk gigi yang berbeda
juga akan memberikan bayangan radiografis yang berbeda (Johnson, 1998).
Radiografi kedokteran gigi merupakan perangkat yang sering digunakan dalam perawatan
kedokteran gigi. Pemeriksaan radiografi berperan penting dalam menentukan diagnosa, prognosa
dan memantau beberapa hasil perawatan yang dilakukan. Pemeriksaan radiografi merupakan
salah satu pemeriksaan identifikasi struktur anatomi tubuh, karena pemeriksaan radiografi dapat
memberikan gambaran dari struktur anatomis secara visual (Dewi, 2009). Radiografi dapat
menjadi dasar rencana perawatan dan mengevaluasi perawatan yang telah dilakukan. Radiografi
dapat digunakan untuk memeriksa struktur yang tidak terlihat pada pemeriksaan klinis.
Kegunaan foto radiografi gigi yaitu untuk mendeteksi lesi, lokasi lesi atau benda asing yang
terdapat pada rongga mulut, untuk membuktikan suatu diagnose penyakit serta menyediakan
informasi yang menunjang prosedur perawatan, dan untuk mengevaluasi pertumbuhan dan
perkembangan gigi, adanya karies, penyakit periodontal dan trauma pada gigi geligi (Haring,
2000).
Prosedur penggunaan radiografi kedokteran gigi harus dikelola dengan hati-hati, karena
radiasi sinar-X berpotensi mengganggu kesehatan sel dan jaringan. Pengelolaan yang hati-hati
dalam penggunaaan sinar-X ini dilakukan dengan cara proteksi radiasi terhadap pasien, operator,
dokter gigi dan masyarakat di lingkungan sekitar (Arpansa, 2005).
Sinar-X mempunyai efek biologi, apabila terpapar pada tubuh akan menimbulkan perubahan
biologi pada jaringan. Efek biologi ini dapat dipergunakan pada pengobatan radioterapi, akan
tetapi apabila dosis pemberian sinar-X terlalu besar maka akan berpengaruh negatif pada tubuh.

2
Pengaruh radiasi pada organ tubuh manusia bergantung pada jumlah dosis dan luas lapangan
radiasi yang diterima. Efek biologi yang sering terjadi apabila tubuh terlalu banyak menerima
radiasi adalah terjadi kerusakan kulit (skin damage), kerusakan hemoepoetik, induksi keganasan
(induction of malignancy), karsinoma kulit, sarkoma, aberasi genetik (genetic aberrations),
mutasi gen langsung dan perubahan kromosom (Margono, 1998).

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami pembelajaran tentang Radiologi pada Kedokteran Gigi
lebih baik lagi yang akan menjadi acuan dalam mencapai Standar Kompetensi Dokter Gigi.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Untuk dapat memahami dasar-dasar radiologi dan efek-efek biologi radiasi.
2. Untuk mengetahui keamanaan dan perlindungan yang diperlukan terhadap radiasi.
3. Untuk mengetahui dan memahami prinsip dan teknik rontgen foto.
4. Untuk mengetahui dan memahami kelebihan dan kekurangan teknnik-teknik radiografi.
5. Untuk mengetahui teknik processing foto rotgen.
6. Untuk dapat mengetahui dan memahami cara menginterpretasikan hasil foto rotgen yang
normal dan kelainan-kelainan yang ada pada foto rotgen intraoral dan ekstraoral.

1.3 Manfaat
Dari penyusunan laporan ini akan didapatkan informasi baru yang akan semakin
memperkaya khasanah ilmu pengetahuan Indonesia dan sebagai bahan bacaan bagi para
mahasiswa untuk menunjang masa pendidikannya.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar-dasar Radiologi

a. Radiografi Dental

Radiografi pertama kali dikemukakan oleh Wilhelm Conrad Roentgen, seorang professor
fisika dari Universitas Wurzburg, Jerman pada November 1895. Pada Januari 1896, Dr. Otto
Walkoff, seorang dokter gigi berkebangsaan Jerman mencoba untuk membuat radiografi dental
yang pertama. Pada percobaan pertama Dr. Otto Walkoff menggunakan teknik bitewing
sederhana dan memasukan lempeng kaca fotografi yang di bungkus dengan kertas hitam
kedalam mulutnya sendiri dan kemudian diberi paparan sinar radiografi selama 25 menit.

Perkembangan alat radiografi di bidang kedokteran gigi dimulai pada tahun 1913,
dimana William D. Coolidge membuat sebuah tabung katoda sinar-x yang berisi kawat pijar.
Pada tahun 1923, miniatur yang lebih kecil dari versi yang pertama dimunculkan dan kemudian
berkembang hingga 1966 dimana pada tahun ini muncul penggunaan sinar-x untuk intraoral
dengan long beam yang digunakan sampai saat ini. Pada tahun 1987, Francis Mouyen
memperkenalkan radiografi digital yang pertama dan kemudian berkembang menjadi cone-beam
computed tomography yang dapat menampilkan gambaran hasil radiografi dalam bentuk dua
dimensi (2D) ataupun tiga dimensi (3D) pada layar komputer.

Radiografi dental merupakan sarana pemeriksaan untuk melihat manifetasi oral di rongga
mulut yang tidak dapat dilihat dari pemeriksaan klinis namun dapat dengan jelas terlihat
gambaran seperti perluasaan dari penyakit periodontal, karies pada gigi serta kelainan patologis
rongga mulut lainnya. Radiografi dental menjadi pedoman untuk memaksimalkan hasil diagnosis
yang terlihat dari interpretasi gambar.

Prinsip dasar radiografi dental adalah suatu sistem yang meliputi pembentukan gambaran
radiografis yang dapat langusng ditayangkan hasilnya dilayar monitor, terjemahan inilah yang

4
memungkinkan penggalian data hasil foto radiografis lebih mendalam, sehingga onformasi yang
diperoleh menjadi lebih rinci guna membantu menegakkan diagnosa.
Kegunaan radiologi dalam bidang kedokteran gigi :
1. Radiodiagnosa mengetahui kelainan pada gigi, contohnya: adanya kelainan apikal dan
periapikal
2. Untuk mengetahui adanya kelainan pada rahang
3. Untuk mengetahui adanya fraktur rahang atau akar gigi
4. Untuk mengetahui karies yang tersembunyi, karies sekunder, kedalaman karies, dll
5. Untuk melihat lokasi lesi / massa / benda asing pada rongga mulut
6. Untuk mengevaluasi pertumbuhan dan perkembangan gigi geligi
7. Untuk melihat adanya penyakit periodontal dan trauma
8. Evaluasi hasil perawatan, yaitu untuk melihat keberhasilan perawatan yang telah dilakukan,
contohnya: mengetahui apakah apeks gigi telah menutup setelah dilakukan perawatan
apeksifikasi
9. Untuk keperluan prosedur eksodonsi, contohnya : melihat hubungan gigi dengan sinus
maksilaris atau kanalis mandibularis sebelum dilakukan eksodonsi
10. Pada bidang forensik, untuk mengidentifikasi korba, baik korban kecelakaan maupun
pembunuhan. Dokumen foto radiogrfic tersebut dicocokkan dengan kondisi korban
11. Perencanaan suatu perawatan kuratif dan rehabilatif

b. Efek-efek Radiasi

1. Efek Radiasi pada Membran Mukosa Mulut


Radiasi pada daerah kepala dan leher khususnya nasofaring akan mengikutsertakan
sebagian besar mukosa mulut. Akibatnya dalam keadaan akut akan terjadi efek samping pada
mukosa mulut berupa mukositis yang dirasa pasien sebagai nyeri pada saat menelan, mulut
kering dan hilangnya cita rasa (taste). Keadaan ini seringkali diperparah oleh timbulnya infeksi
jamur pada mukosa lidah serta palatum.

5
2. Efek Radiasi pada Glandula Salivarius

Terapi radiasi pada daerah leher dan kepala untuk perawatan kanker telah terbukiti dapat
mengakibatkan rusaknya struktur kelenjar saliva dengan berbagai drajat kerusakan pada kelenjar
saliva yang terkena radioterapi. Hal ini ditunjukkan dengan berkurangnya volume saliva. Jumlah
dan keparahan kerusakan jaringan kelenjar saliva tergantung dosis dan lamanya penyinaran..
Mulut akan menjadi kering (Xerostomia) dan sakit, serta pembengkakan dan nyeri karena
berkurangnya saliva sehingga menyebabkan hilangnya fungsi lubrikasi.

3. Efek Radiasi pada Gigi

Gigi yang telah erupsi cenderung mengalami kerukan akibat radiasi daerah rongga mulut,
meskipun kerusakannya baru tampak setelah beberapa tahun setelah radiasi. Manifestasi
kerusakan berupa destruksi substansi gigi yang disebut karies radiasi dan dimulai pada servikal
gigi. Lesi berupa demineralisasi yang lebih daripada karies pada umumnya, dengan pola melintas
gigi dan menyebabkan kerusakan mahkota gigi pada daerah servikal.
Kerusakan jaringan keras gigi (email, dentin, sementum) mengakibatkan karies gigi.
Secara radiografi daerah karies bersifat radiolusen bila dibandingkan dengan email atau dentin.
Hal ini penting bagi pendiagnosa untuk melihat radiografi dalam situasi pengamatan yang tepat
dengan pandangan yang jelas agar dapat membedakan antara restorasi dan anatomi gigi yang
normal. Pada gigi terjadi dua efek radiasi yaitu efek radiasi secara langsung dan tidak langsung.

Efek Radiasi Langsung


Efek radiasi ini terjadi paling dini dari benih gigi, berupa gangguan kalsifikasi benih gigi,
gangguan perkembangan benih gigi dan gangguan erupsi gigi.

Efek Radiasi tidak Langsung

Efek radiasi tidak langsung terjadi setelah pembentukan gigi dan erupsi gigi normal
berada dalam rongga mulut, kemudian terkena radiasi ionosasi, maka akan terlihat kelainan
gigi tersebut misalnya adanya karies radiasi. Biasanya karies radiasi pada beberapa gigi
bahkan seluruh region yang terkena pancaran sinar radiasi, keadaan ini disebut rampan
karies radiasi. Radiasi karies merupakan bentuk rampan dari kerusakan gigi yang dapat

6
terjadi pada tiap individu yang mendapatkan radioterapi termasuk penyinaran dari glandula
saliva. Lesi karies dihasilkan dari perubahan glandula salivarius.

Penurunan arus, peningkatan pH, penurunan kapasitas buffer karena adanya perubahan
elektrolit dan peningkatan viskositas. Saliva normal dapat menurun dan akumulasi debris
yang cepat karena tidak adanya tindakan pembersihan. Karies sekunder yang disebabkan
radiasi memiliki bentuk jelas yang merata pada cement enamel junction (CEJ) dari
permukaan bukolabial, merupakan lokasi yang biasanya tahan terhadap karies.

Permukaan bukal dan lingual sering Nampak warna putih atau opak karena terjadi
demineralisasi dari email. Daerah ini terjadi demineralisasi bila saliva menjadi asam dan
kehilangan suplai mineral yang secara normal mengisi ion negative berubah, permukaan
lembut, kehailangan translusensi dan sering fraktur, menyebabkan erosi, membuat dentin
menjadi terbuka.

4. Efek Radiasi pada Tulang

Perawatan kanker pada daerah mulut sering dialkukan penyinaran termasuk pada
mandibula. Kerusakan primer pada tulang disebabkan oleh penyinaran yan mengakibatkan
rusaknya pembuluh darah periosteum dan tulang kortikal, yang dalam keadaan normalnya sudah
tipis. Radiasi juga dapat merusak osteoblas dan osteoklas. Jaringan sumsusm tulang menjadi
hipovaskular, hipoxik, dan hiposelular.

Sebagai tambahan, endosteum menjadi terjadi atrofi pada endosteum menunjukkan


berkurangnya aktifitas osteoblas dan osteoklas, dan beberapa lacuna pada tulang yang kompak
tampak kosong, hal tersebut merupakan indikasi terjadinya nekrosis. Derajat mineralisasi
menjadi berkurang, memicu terjadinya kerapuhan, aytau perubahandari tulang yang normal. Jika
keadaan ini bertambah parah tulang akan mangalami kematian, kondisi seperti ini disebut
osteoradionecrosis.

5. Efek Radiasi pada Pulpa

Apoptosis adalah mekanisme biologis yang merupakan jenis kematian sel yang
terprogram, yang dapat terjadi pada kondisi fisiologis maupun patologis. Apoptosis digunakan
oleh organism multi sel untuk membuang sel yang sudah tidak diperlukan oleh tubuh. Apoptosis

7
umumnya berlangsung seumur hidup dan bersifat menguntungkan bagi tubuh.
Apoptosis dapat terjadi selama selama perkembangan, sebagai mekanisme homeostatis
untuk menjaga atau memelihara populasi sel dalam jaringan, sebagai mekanisme pertahanan jika
sel rusak oleh suatu penyakit atau bahan racun pada proses penuaan.
Apoptosis pada jaringan fibroral pulpa dapat terjadi akibat dosis radiasi yang diterima
selama terapi radiasi adalah 200 rad sehingga apoptosis pada sel fibrolas pulpa meningkat
pulpa sehingga selain sel sel fibrolas, sel-sel lain juga turut mati akibat efek radiasi. Dikarenakan
sel fibrolas merupakan sel terbanyak yang ada di pulpa dengan fungsi sebagai menjaga integritas
dan vitalitas pulpa berupa membentuk dan mempertahankan matriks jaringan pulpa dengan
membentuk ground substance dan serat kolagen sehingga apoptosis pada sel fibrolas pulpa
menjadi proses awal terjadinya karies radiasi.

Selain itu, interaksi radiasi pengion dengan meteri biologi diawali dengan interaksdi
fisika yaitu, proses ionisasi. Elektron yang dihasilkan dari proses ionisasi akan berinteraksi
secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung bila penyerapan energi langsung terjadi
pada molekul organik dalam sel yang mempunyai arti penting, seperti DNA. Sedangkan interaksi
secara tidak langsung bila terlebih dahulu terjadi interaksi radiasi dengan molekul air dalam sel
yang efeknya kemudian akan mengenai molekul organik penting. Mengingat sekitar 80% dari
tubuh manusia terdiri dari air, maka sebagian besar interaksi radiasi dalam tubuh terjadi secara
tidak langsung.

2.2 Keamanan dan Proteksi terhadap Radiasi

a. Prosedur Keamanan Kerja

Tidak boleh mengenai orang lain selain orang yang ingin di foto
Film harus dipasang pada posisinya
Petugas berdiri sejauh mungkin minimal 3 meter
Pasien harus dilindungi menggunakan apron
Ukuran sinarnya harus dibatasi
Harus ada indikasi klinis yang jelas

8
Tahap-tahapnya berupa :
Menerangkan cara kerja kepada pasien
Memakaikan apron pada pasien
Pasien melepaskan benda-benda penghalang radiograf
Perhatikan kepala pasien dan letakkan kepala pasien pada posisi yang tepat
Memposisikan sesuai dengan yang mau diperiksa
Meletakkan film pada area yang mau diperiksa
Operator harus berdiri sejauh 3 meter dibelakang dinding dengan memakai apron khusus
Mengarahkan sinar X
Dilakukan pemotretan
Radiografnya digantung dan dikeringkan

b. Proteksi terhadap Radiasi

Proteksi radiasi merupakan prosedur penting yang harus dilakukan sebelum melakukan
radiografi. Dasar perlindungan radiasi dari prinsip ALARA (as low as reasonable achievable)
menyebutkan bahwa tidak perduli sekecil apapun dosis efek merusak tetap ada. Persiapan
terhadap proteksi radiografi harus dilakukan terhadap semua yang berhubungan dengan
pelaksanaan radiografi antara lain pasien, operator dan lingkungan kerja radiologi.

a. Proteksi Radiasi terhadap Pasien


Untuk proteksi pada pasien ini, perlu diperhatikan :
1. Pasien harus memakai apron pelindung untuk seluruh badan.
2. Pemeriksaan sinar-X hanya atas permintaan seorang dokter.
3. Waktu penyinaran dilakukan sesingkat mungkin.
4. Daerah yang disinari harus sekecil mungkin, misalnya dengan menggunakan konus
(untuk radiografi) atau diafragma (untuk sinar tembus).
5. Pasien hamil, terutam trisemester pertama dan trisemester ketiga dipertimbangkan untuk
tidak melakukan pemeriksaan radiografi.

b. Proteksi Radiasi terhadap Operator


Untuk proteksi ini perlu diperhatikan :

9
1. Pemakaian sarung tangan, apron atau gaun pelindung yang berlapis Pb dengan ketebalan
maksimum 0,5 mm.
2. Operator tidak harus memegang film radiografi selama penyinaran.
3. Operator tidak berada didalam ruangan atau berada dibelakang penghalang yang cocok
atau dinding selama penyinaran.
4. Berdiri minimal 2 meter dari pasien dan di lokasi yang bebas dari jalur sinar X selama
penyinaran.

c. Proteksi Radiasi terhadap Lingkungan (Ruang Radiasi)


Untuk proteksi ini perlu diperhatikan :
1. Tempat dan lokasi ruangan radiasi harus memenuhi syarat Internasional, yaitu diharapkan
sinar radiasi tidak menembus ruangan lain, dengan demikian ruangan radiasi tidak
menembus ruangan lain, dengan demikian ruangan radiasi tersebut sebaiknya soliter atau
dikelilingi oleh halaman/jalan bebas dan jangan berada di tingkat atas (sebaiknya di ruang
bawah tanah/paling bawah bangunan) agar radiasi cepat hilang ke tanah.
2. Bila terdapat koridor ruang radiasi harus dilapisi lembaran atau lempengan timah hitam
setebal 2 mm, dengan harapan agar radiasi primer dan radiasi skunder dapat diserap
sehingga andaikan tertembus sinar radiasi sinarnya lemah atau kurang berbahaya.
3. BIla terdapat koridor atau sisi ruangan radiasi, maka harus ditulis dilarang berdiri,
dilarang duduk/menunggu di koridor ini agar tidak terkena radiasi skunder.
4. Penempatan pesawat rontgen diatur sedemikian rupa agar arah sinar radiasi ke tempat
yang aman yaitu ke halaman yang bebas penghuni.
5. Menggunakan protective barrier atau sekat proteksi yang dapat berupa dinding yang
dapat digeser-geser atau dipindah-pindahkan di dalam ruangan radiasi, dinding sekat ini
dilapisi lempengan timah hitam setebal 2 mm, untuk menyerap sinar primer dan sekunder
pada setiap eksposi.
6. Harus ada lampu peringatan di depan pintu yang menandakan adanya proses
pengambilan foto rontgen.

10
2.3 Prinsip dan Teknik Foto Rontgen Kedokteran Gigi
A. Teknik Intra-oral
1. Teknik Periapikal

Radiografi periapikal merupakan jenis proyeksi intraoral radiography yang secara rutin
digunakan dalam praktek dokter gigi. Proyeksi ini menggunkan film ukuran standart (4x3
cm) yang dapat memuat gambar serta jaringan pendukungnya.

Teknik yang digunakan

Teknik periapikal terdiri dari teknik paralel dan biseksi. Namun lebih banyak digunakan
teknik paralel karena menghasilkan gambar dengan distorsi yang lebih sedikit.

A. Teknik Paralel
a. Film Holder
Terdiri dari 3 bagian utama:
- Pemegang film
- Bite block
- Lingkaran penentu arah cone

b. Teknik menempatkan
- Pemilihan holder dan ukuran film yang sesuai. Untuk gigi incisivus dan kaninus
digunakan paket film kecil. Sedangkan untuk premolar dan molar, digunakan
paket film besar.
- Pasien diposisikan dengan bidang oklusal sejajar horizontal
- Holder dan film diletakkan pada mulut sesuai dengan gigi yang ingin diambil
gambarnya.
- Holder diputar sehingga gigi yang diperiksa menggigit block
- Cone diarahkan dengan lingkaran penentu arah sinar X
c. Keuntungan
Keuntungan dari penggunaan teknik paralel ini adalah :
- Gambar lebih geometris dan sedikit kemungkinan terjadi pembesaran gambar
- Tulang zygomatic berada tampak di atas apex gigi molar RA

11
- Alveolar crest dapat terlihat jelas
- Jaringan periapikal dapat tampak dengan jelas
- Mahkota gigi dapat tampak dengan jelas sehingga karies proximal dapat
terdeteksi
- Sudut vertikal dan horizontal, sudah ditentukan oleh lingkaran penentu posisi
cone pada film holder.
- Arah sinar x sudah ditentukan pada pertengahan film, sehingga dapat menghindari
cone cutting
- Dapat membuat foto radiografis dengan posisi dan kondisi yang sama dengan
waktu yang berbeda
d. Kerugian
Kerugian dalam melakukan teknik paralel ini adalah :
- Penggunaan film holder dapat menyebabkan rasa tak nyaman, terutama regio
posterior
- Penggunaan film holder butuh tenaga ahli
- Kondisi anatomis dapat menyulitkan teknik paralel
- Apex gigi kadang tampak sangak dekat dengan tepi film
- Sulit menggunakan film holder untuk regio M3 RB

B. Teknik Biseksi
a. Teori dasar
- Film diletakkan sedekat mungkin dengan gigi yang diperiksa tanpa tertekuk. Jarak
yang ada kurang lebih 2 mm diatas oklusal
- Sudut yang dibentuk anatara sumbu panjang gigi dan sumbu panjang film dan
dibagi 2 sama besar akan membentuk garis bagi
- Tabung sinar tegak lurus pada garis bagi, dengan titik pusat sinar X diarahkan ke
daerah apical gigi.
- Ukuran gigi asli sama dengan ukuran hasil gambar pada film
- Penentuan sudut vertikal dilakukan dengan cara menarik garis lurus titik pusat
sinar X terhadap bidang oklusal

12
- Penentuan sudut horizontal dilakukan dengan cara mengarahkan melalui titik
kontak interproksimal. Sudut ini ditentukan oleh bentuk lengukung rahang dan
posisi gigi

b. Teknik Menempatkan
- Dengan menggunakan holder film
Film yang sesuai diletakkan sehingga gigi yang diperiksa terletak pada
tengah film
Tabung sinar X diarahkan menggunakan perangkatnya
- Dengan menggunakan jari pasien
Untuk pemotretan
a. Gigi anterior RA, ditahan dengan ibu jari
b. Gigi anterior RB, Gigi posterior kiri RA & RB, ditahan dengan
telunjuk kanan
c. Gigi posterior kanan RA & RB, ditahan dengan telunjuk jari
- Pasien diminta menahan film tanpa menekan, dan tidak bergerak selama
pemotretan

c. Keuntungan
Keuntungan dari teknik paralel ini adalah :
- Relatif lebih nyama terhadap pasien karena hanya menggunakan film
- Penentuan posisi lebih sederhana dan cepat
- Bila penentuan sudut horizontal dan vertical benar, maka gambaran akan sama
besar dengan gigi asli
- Tidak perlu sterilisasi khusus, karena tidak ada alat tambahan.

d. Kerugian
- Kemungkinan distrosi gambaran radiografis besar
- Kesalahan sudut vertikal mengakibatkan pemanjangan atau pemenekkan gambar
- Tinggi tulang alveolar tidak dapat dilihat dan dinilai dengan baik
- Bayangan tulang zygomatic sering tampak menutupi regio akar gigi molar

13
- Sudut vertikal dan horizontal setiap pasie berbeda
- Tidak dapat mendapat posisi dan kondisi gambaran yang sama pada waktu yang
berbeda karena tidak alat bantu
- Dapat terjadi cone cutting bila titik pusat sinar X tidak tepat dipertengan film
- Kesalahan sudut horizontal mengakibatkan tumpang tindih mahkota dan akar gigi
yang berdekatan
- Sulit mendeteksi karies proximal, pada gambar yang mengalami distorsi
- Gambaran radiografis akar bukal gigi posterior RA sering terjadi pemendekkan

2. Teknik Bite Wing

Radiografi dengan teknik bitewing berasal dari teknik asalnya yaitu pasien menggigit (bite) s e b u a h
s a ya p ( wing ) kecil yang diletakkan pada film intraoral . Teknik ini digunakan untuk
melihat mahkota gigi rahang atas dan rahang bawah daerah anterior dan posterior sehingga
dapat digunakan untuk melihat permukan gigi yang berdekatan dan puncak tulang alveolar.

Teknik foto ini awal mulanya ditemukan oleh Raper pada tahun 1925. Teknik pemotretan
bitewing dilakukan dengan cara pasien menggigit sayap dari film yang berfungsi sebagai
stabilisasi film dalam rongga mulut. Dasar Teknik Bite Wing merupakan suatu teknik
kesejajaran yang telah mengalami sedikit modifikasi yakni sudut antara bidang
vertikaldengan konus adalah 0-10 derajat.. Bitewing dapat berfungsi dalam melakukan
evaluasi puncak tulang interproksimalketika pemeriksaan periodontal dan rencana perawatan.
Selain itu juga berfungsi dalam mengetahui status periodontal pasien.

14
Pelaksanaan Teknik Foto Bite Wing

Pada teknik bitewing bidang yang perlu diperhatikan adalah :1.Bidang vertikal (bidang
sagital) harus tegak lurus dengan bidang horisontal.2.Bidang oklusal harus sejajar dengan
bidang horisontal. Pada teknik bite wing digunakanfilm berukuran 3,2x4,1 cm. Apabila film
yang dipergunakan ukuran nya lebih besar makaharus hati-hati memasukkan kedalam mulut
agar penderita tidak merasa sakit. Film yang sudah diberikan tabs atau loops dimasukkan
kedalam mulut penderita. Film dipegang operator dengan jari telunjuk yang di letakkan pada
tabs, sehingga tabs menyentuh permukaan oklusal dari gigi. Penderita diminta menutup
mulutnya perlahan lahan, operator melepaskan jari telunjuk dan penderita diminta menggigit
gigi-gigi atasdan bawah sehingga berkontak. Ukuran dari film menentukan hasil dari
radiogramnya. Yang terpenting adalah mendapatkan hasil sampai pada bagian proksimalnya
tanpa terlihat gambaran rahang.Pada pembuatan teknik bite wing dipakai alat bite tabs dan
bite loops.Film yang digunakan adalah film khusus untuk dental radiography, yang
merupakan singleemulsi. Untuk mempermudah positioning film dental, biasanya digunakan
sebuah alat yangdisebut "Bitewing". Dan sudut proyeksi yang diberikan pada setiap objek
berbeda-beda tergantung objek apa yang diperiksa (apakah rahang atas atau bawah)

3. Teknik Oklusal

Semua teknik yang yang filmnya diletakkan pada bidang oklusal adalah Teknik Oklusal,
film yang digunakan adalah film oklusal dimana pasien akan diminta untuk menggigit film.
Teknik ini memperlihatkan mahkota gigi pada aspek oklusal dari semua gigi (anterior dan
posterior) pada rahang atas saja atau rahang bawah saja dalam satu film.

Teknik oklusal juga dapat dibagi menjadi

Pada RA :

- Topografi RA, menghasilkan gambaran gigi anterior rahang atas beserta bagian anterior dari
maxilla.

Cross section RA, untuk melihat RA pada potongan melintang.

- Oblique RA, untuk melihat satu sisi RA daerah posterior beserta gigi posterior.

15
Pada RB :
- Topografi RB, melihat gigi anterior RB dan mandibula bagian anterior.
- Cross section RB, untuk melihat potongan melintang RB dan dasar mulut.
- Oblique RB, untuk gambaran radiografis satu sisi RB, terutama kelenjar submandibula.

B. Teknik Ekstra-oral

Foto Rontgen ekstra oral digunakan untuk melihat area yang luas pada rahang dan
tengkorak, film yang digunakan diletakkan di luar mulut. Foto Rontgen ekstra oral yang
paling umum dan paling sering digunakan adalah foto Rontgen panoramic dan sepalometri.

1. Teknik Rontgen Panoramik

Foto panoramik merupakan foto Rontgen ekstra oral yang menghasilkan


gambaran yang memperlihatkan struktur facial termasuk mandibula dan maksila beserta
struktur pendukungnya. Foto Rontgen ini dapat digunakan untuk mengevaluasi
gigi impaksi, pola erupsi, pertumbuhan dan perkembangan gigi geligi, mendeteksi
penyakit dan mengevaluasi trauma.
Foto panoramik juga disarankan kepada pasien pediatrik, pasien cacat jasmani
atau pasien dengan gag refleks.Salah satu kelebihan panoramik adalah dosis radiasi yang
relatif kecil dimana dosis radiasi yang diterima pasien untuk satu kali foto panoramik
hampir sama dengan dosis empat kali foto intra oral. Foto panoramik dikenal juga dengan
panorex atau orthopantomogram dan menjadi sangat popular di kedokteran gigi karena
teknik yang simple, gambaran mencakup seluruh gigi dan rahang dengan dosis radiasi
yang rendah.
Gambaran panoramik adalah sebuah teknik untuk menghasilkan sebuah
gambaran tomografi yang memperlihatkan struktur fasial mencakup rahang maksila dan
mandibula beserta struktur pendukungnya. Radiografi panoramik adalah sebuah teknik
dimana gambaran seluruh jaringan gigi ditemukan dalam satu film. Foto panoramik dapat
menunjukkan hasil yang buruk dikarenakan kesalahan posisi pasien yang dapat
menyebabkan distorsi.
Adapun seleksi kasus yang memerlukaan gambaran panoramik dalam penegakan
diagnosa diantaranya seperti:

16
a. Adanya lesi tulang atau ukuran dari posisi gigi terpendam yang menghalangi gambaran
pada intra-oral.

b. Melihat tulang alveolar dimana terjadi poket lebih dari 6 mm.

c. Untuk melihat kondisi gigi sebelum dilakukan rencana pembedahan. Foto rutin untuk
melihat perkembangan erupsi gigi molar tiga tidak disarankan.

2. Teknik Rontegn Shepalometri


Radiografi sefalometri biasanya digunakan oleh bidang orthodonti untuk melihat hubungan
gigi rahang atas dan rahang bawah, hubungan gigi dan rahangnya, juga hubungan rahang dan
tulang facial disekitarnya. Pada radiografi sefalometri terlihat seluruha bagian kepala dari satu
sisi kanan/kiri dengan pandangan lateral.

17
2.4 Kelebihan dan Kekurangan Teknik Radiografi KG
Radiografi ekstraoral adalah gambaran yang dihasilkan dari gigi geligi tetapi fokusnya
terletak pada rahang dan tengkorak. Sinar-x pada radiografi ekstraoral tidak memberikan
detail yang baik seperti pada radiografi intraoral. Hal ini mengakibatkan radiografi ekstraoral
tidak digunakan untuk mendeteksi masalah pada gigi secara individual. Sebaliknya radiografi
ekstraoral digunakan untuk melihat gigi yang impaksi, memantau pertumbuhan dan
perkembangan rahang dan hubungannya dengan gigi, serta mengidentifikasi masalah antara
gigi, rahang dan sendi temporomandibular atau tulang wajah yang lain.
Radiografi intraoral adalah radiografi yang member gambaran kondisi gigi dan jaringan
sekitar secara detail. Gambaran radiografi intraoral diperoleh dengan cara menempatkan film
ke dalam rongga mulut pasien dan kemudian dilakukan penyinaran. Terdiri atas rongen
periapikal, oklusal dan bitewing.
1. Rontgen Periapikal

Kelebihan proyeksi periapikal antara lain dapat digunakan untuk :

Mengetahui kondisi elemen gigi dan jaringan pendukungnya


Untuk mengetahui besar, panjang, dan bentuk gigi
Untuk mengetahui keadaan anatomis dari akar gigi dan saluran akar
Untuk keperluan perawatan Endodontik
Untuk mengetahui kelainan periapikal pada gigi dan jaringan pendunkungnya yang
secara klinis sulit terdeteksi seperti kista, tumor, abses, granuloma dll.
Deteksi infeksi/inflamasi apikal
Penilaian pra-operasi dan pasca operasi pada operasi apikal
Evaluasi detail kista apikal dan lesi lainnya dalam tulang alveolar

b. Kerugian rontgen periapikal


Penggunaan film holder dapat menyebabkan rasa tak nyaman, terutama region
posterior
Penggunaan film holder butuk tenaga ahli

18
Kondisi anatomis dapat menyulitkan teknik paralel
Apex gigi kadang tampak sangak dekat dengan tepi film
Sulit menggunakan film holder untuk regio M3 RB

2. Rontgen Bitewing
a. Kelebihan

Apabila radiograf periapikal tidak dapat menunjukkan kelainan, dicurigai terjadi


kematian jaringan yang awal, tambalan yang cukup dalam dan adanya pulp caping pada gigi maka
radiograf bite wing dapat digunakan. Selain itu dalam teknik bitewing satu film dapat di
gunakan untuk memeriksa gigi pada rahang atas dan bawah sekaligus. Sebelum teknik ini
di temukan, pemeriksaan bagian proksimal di pakai teknik bidang bagi atau
kesejajaran..Teknik bitewing juga dipakai pada pemeriksaan berkala jika diperkirakan
penderita memiliki insiden karies yang cukup tinggi dan di gunakan untuk menunjukkan
karies sekunder yang berada di bawah tumpatan. Dalam mendiagnosis karies, di buat
radiograf periapikal dan bitewing dari daerah di mana yang terdapat keluhan utama dari
penderita. Apabila suatu diagnosis dapat ditegakkan dengan menggunakan satu film,
sedangkan dengan teknik bidang bagi tidak dapat menunjukkan kelainannya, maka teknik
bitewing dapat menolong.

b. Kerugian

Pada teknik bitewing, pasien sering sulit mengoklusikan kedua rahang sehingga
puncak alveolar tidak terlihat selain itu tidak dapat melihat hasil rotgen sampai pada
bagian apical gigi melainkan kita hanya bisa melihat bagian korona sampai cementum
enamel junction (CEJ) saja.

3. Teknik Oklusal
Dapat mendeteksi gigi yang impaksi
Mengetahui lokasi benda asing di dalam tulang rahang
Melihat batas tengah, depan dan pinggir dari sinus maxilla
Melihat segmen yang luas pada rahang, contohnya palatum atau dasar mulut

19
Dapat memeriksa pasien yang tidak dapat membuka mulutnya terlalu lebar (trismus)
untuk dilakukan teknik periapikal, karena memasukkan film ke dalam mulut pasien
yang mengharuskan pasien membuka mulutnya dengan lebar akan membuat pasien
merasa kesakitan.
Menunjukkan letak fraktur pada maxilla atau mandibula.
Mengevaluasi perluasan lateral atau medial dari penyakit rahang.

2.5 Prosesing Film


Film radiografi merupakan suatu lembaran tipis selulosa yang peka terhadap sinar-X.
Prinsip pembentukan bayangan radiografi diperoleh melalui radiasi yang melewati suatu obyek
dan akan diserap obyek, dimana banyaknya penyerapan di suatu titik tergantung pada tebal dan
kerapatan material obyek dititik tersebut. Perbedaan penyerapan radiasi dideteksi dan direkam
pada film radiografi sebagai perbedaan tingkat kehitaman (densitas) (Sudaryo, 2004).
Pembentukan gambar radiografi dimulai dari emulsi perak halida (AgBr) film radiografi
yang sangat peka terhadap sinar-X akan membentuk bintik sensitif. Ion Br- apabila terkena
radiasi sinar-x akan terbentuk atom Br dan elektron dan merubah muatan positif Ag+ menjadi
atom Ag. Kristal dengan atom Ag pada permukaanya disebut bayangan laten melalui proses
pembangkitan bayangan oleh larutan pembangkit yang mengandung larutan alkali bersifat basa.
Tahap selanjutnya gambar dicuci dan difiksasi di dalam cairan penetap yang bersifat
asam untuk melarutkan kristal yang tidak mengandung bayangan laten (Hanna dan Wayne,
2008).
Metode prosesing film adalah prosedur yang dilakukan setelah film mendapat exposure
dari dental x-ray untuk mendapat gambaran struktur anatomis dan jaringan yang akan diamati.
Film radiografi dibuka dan diproses di dalam ruang gelap (dark room/light save)(Supriyadi dkk,
2009). Film radiografi harus dilakukan pengembangan sebelum dapat dilihat hasilnya. Prosesing
merupakan suatu cara untuk mendapatkan gambar yang permanen dalam pembuatannya dengan
menggunakan cairan kimia tertentu. Pengembangan film radiografi dilakukan dalam ruang gelap
dimana cahaya yang normal telah dikurangi. Cahaya yang digunakan bisa berupa lampu warna
kuning atau merah dengan kekuatan kurang dari 15 watt dan diletakkan lebih dari 3 kaki dari
area kerja. Lampu yang sinarnya bocor, terlalu terang atau terlalu dekat dengan area kerja dapat

20
mengakibatkan gambaran gelap pada film yang mengurangi kualitas gambaran hasil foto
(Margono, 1999).
Bahan prosesing film terdiri dari larutan developer dan larutan fixer. Larutan developer
(larutan pengembang) komposisinya terdiri dari hidroquinone yang bertujuan mengatur kontras
film dan menjadikan developer lebih tahan lama, metal (elon) sebagai zat pereduksi agar gambar
cepat muncul, natrium karbonat untuk mempertahankan derajat kebasahan agar larutan
pengembang dapat berfungsi menghaluskan emulsi, kalium bromide berfungsi mereduksi kristal
halida yang tidak tertembus sinar dan mencegah gambaran kabut pada film, natrium sulfite
mencegah zat pereduksi teroksidasi oleh oksigen yang ada di dalam air atau oksigen yang
berasal dari udara dan air sebagai zat pelarut media yang cocok untuk pencampuran obat. Fungsi
dari larutan developer adalah untuk mengendapkan emulsi perak halide yang tertembus sinar-X
sehingga berwarna hitam. Proses developing berjalan sekitar 8-10 detik bergantung pada jenis
larutan pengembang baru atau lama dan suhu dalam ruangan yang bisa mempercepat timbulnya
gambar (Margono, 1999).
Larutan Fixer berfungsi sebagai larutan penstabil dimana larutan ini melarutkan kristal
yang tidak tembus sinar-X sehingga film tersebut bersih dari larutan emulsi perak halida dan
larutan pengembang yang tertinggal. Komposisi larutan fixer adalah, natrium tiosulfat, asam
asetat, natrium sulfite, kalium alum (boraks) dan air. Proses fixing memerlukan waktu kurang
lebih 4-15 menit untuk mencegah perubahan pada film dan membuat film tampak jelas dan tahan
lama. Proses rinsing dan washing yaitu pembilasan dalam air mengalir dilakukan sekitar 10
menit untuk menghilangkan semua bahan kimia film. Proses terakhir adalah drying yaitu
pengeringan gambar radiografi sebelum siap dibaca oleh dokter gigi (Margono,1999).
Teknik Processing Foto Rontgen terbagi menjadi dua antara lain :
1. Automatic Prosessing
Dalam processing automatic hampir sama dengan processing manual hanya perbedaannya
pada prosesnya tidak mengalami proses rinsing ( pembilasan ), menggunakan tenaga mesin
Daylight processing
Ada beberapa macam mesin pencuci film rontgen dipasaran. Beberapa diantaranya harus
dilakukan dengan tangan, tapi dilengkapi dengan tempat terbuka untuk memasukan film,
mirip sarung tangan, yang tidak tembus cahaya, sehingga tangan kita bisa dimasukan, juga
ada filter tahan cahaya. Tangan dimasukan kedalam developer, ke pembilas kemudian ke

21
fixer. Cara bekerjanya sama seperti cara kerja dikamar gelap konvesional. Alat ini
menggantikan kamar gelap, bila fasilitas kamar gelap tidak tersedia. Menggunakan mesin
pencuci ini, bila hanya sedikit foto rontgen yang dicuci.
True automatic processing
Alat ini juga memiliki bagian yang terbuka seperti sarung tangan untuk membuka film
dan menempatkannya dalam roller system, untuk selanjutnya menjalani proses pencucian
yang lengkap secara otomatis. Idealnya dilakukan didalam kamar gelap. Disana film dengan
ukuran yang berbed-beda, dengan mudah dapat dikeluarkan dari pembungkusnya dan
langsung ditempatkan pada roller.

2. Manual Prosessing
Dengan menggunakan tenaga manusia yang melalui beberapa proses yaitu :
Developer ( pembangkitan ), Rinsing ( pembilasan ), Fixing ( penetapan), Washing
(pencucian ), dan Drying ( pengeringan ).
Meja basah, untuk bak pencuci film yang terdiri dari :
Developer, dilengkapi dengan termometer untuk mengukur suhu developer. Cairan
developer yang temperaturnya lebih besar dari 24oC, akan mempengaruhi emulsi AgBr
menjadi lumer, dan gambaran pada foto berupa noda-noda sehingga akan mempengruhi
interpretasi foto tersebut dengan baik. Pada bak developer terdiri dari larutan Hydroquinone,
ini adalah suatu bahan pereduksi yang menghasilkan kontras tinggi.
1. Mentol, ini adalah suatu bahan pereduksi yang menghasilkan detail dari foto rontgen
2. Sodium karbonat (NaCO3), bahan ini dipergunakan untuk mengaktifkan larutan
developer dalam mempercepat reaksi perubahan kimia emulsi garam AgBr yang terkena
sinar X
3. Sodium sulfat (NaSO3), bahan ini dipergunakan untuk menghalangi kerusakan larutan
developer yang mengalami oksidasi dengan udara. Jadi bahan ini bertindak sebagai suatu
perlindungan dan menjaga keaktifan developer
4. Potasium bromida (KBr), bahan ini dipergunakan untuk mencegah reduksi kristal-kristal
yang tidak disinari oleh sinar X, berarti bahan ini mencegah terjadinya kabut

22
5. Air dipergunakan sebagai pelarut Rinsing untuk menghilangkan semua larutan
developer yang ikut mempengaruhi keasaman larutan fixer. Oleh sebab itu pencucian dalam
air harus bersih betul, kemudian dimasukan ke dalam larutan fixer.

Fixing : untuk melarutkan semua emulsi AgBr yang tidak mengalami ionisasi oleh sinar X
pada waktu penyinaran atau tidak dilarutkan oleh developer. Pada bak fixing terdiri dari
larutan
1. Natrium tiosulfat, larutan ini merupakan bahan fixasi dan bahan pelarut AgBr
2. Natrium sulfat, larutan ini dipergunkan untuk mencegah dekomposisi bahan fixasi
dalam asam acetat. Jadi larutan ini bertindak sebagai pengawet
3. Asam asetat, larutan ini dipergunakan untuk menetralisir larutan developer yang
terbawa serta oleh film agar fixer bersifat asam.
4. Potasium alumunium, larutan ini merupakan bahan pengeras yang mengeraskan gelatin
dalam emulsi film
5. Air, digunakan sebagai bahan pelarut

Washing : film harus direndam dalam bak air selama 10 menit, kemudian di cuci dengan air
kran, untuk membersihkan semua sisa-sisa zat kimia pada film. Mencuci dalam bak air saja
tanpa dibilas pada air kran, akan menimbulkan noda-noda pada foto rontgennya.

Drying : mengeringkan film pada temperatur yang terlalu tinggi akan menyebabkan film
akan hangus atau foto yang dihasilkan akan timbul noda-noda kuning. Sebaiknya
mengeringkan film pada suhu ruangan. Meja kering, untuk tempat mengisi dan
mengeluarkan film dari kaset yang sudah dan akan digunakan. Pengetahuan akan pekerjaan
dan pemahaman teori pemrosesan perlu sehingga kesalahan dapat diidentifikasi dan
diperbaiki.

23
2.6 Interpretasi Hasil Rontgen Normal dan Kelainan Foto Intra-oral dan Ekstra-oral
a. Interpretasi Hasil Rontgen Normal

24
b. Kelainan pertumbuhan dan perkembangan gigi dan mulut serta manifestasinya dalam foto
ronsen.
1. Agenisi

a. Lokasi : bisa terjadi di rahang atas maupun rahang bawah di regio


posterior maupun anterior. Merupakan kelainan dimana tidak terdapat benih gigi.
Dapat terjadi pada gigi sulung maupun gigi permanen. Umumnya disebabkan
karena herediter atau keturunan.
b. Ukuran :-
c. Jumlah : tidak menentu, bisa hanya satu gigi bisa juga banyak.
d. Bentuk :-
e. Gambar ronsen: tidak terdapat gambar bentukan benih gigi di dalam rahang.

2. Dilaserasi

a. Lokasi : bisa terjadi pada gigi manapun. Kelainan ini merupakan


pembengkokan / lengkungan dari akar-akar gigi yang lain dari biasanya. Etiologi
dihubungkan dengan trauma ketika terjadi pertumbuhan akar. Faktor herediter
juga dapat terlibat pada beberapa kasus.
25
b. Ukuran : bisa ujung ajar saja, tengah dan seluruh panjang akar.
c. Jumlah :-
d. Bentuk : struktur akar atau apikal gigi yang bengkok.
e. Gambar ronsen: gambaran struktur gigi normal yang bengkok.

3. Crowded dan Maloklusi Kelas 2 Divisi 1.

4. Taurodonsia

a. Lokasi : gigi-gigi mempunyai mahkota yang panjang, menyebabkan ruang


pulpa bertambah tinggi dalam arah apiko-oklusal. Lebih sering mengenai gigi

26
permanen daripada gigi susu. Dapat terjadi pada pasien dengan Down Syndrome,
Klinefelter Syndrome, amilogenesis imperfecta.
b. Ukuran : menyesuaikan bentuk gigi tersebut.
c. Jumlah : 1 pada 1 gigi, bisa terjadi pada lebih dari 1 gigi.
d. Bentuk : seperti ruang pulpa hanya lebih besar dan lebih tinggi puncaknya.
e. Gambar ronsen: gambaran ronsen pulpa yang radiolusen tetapi lebih luas dari
pada ukuran ruang pulpa normal.

5. Sialolithiasis Mandibula.

27
BAB 3

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Pemeriksaan radiografi berperan penting dalam menentukan diagnosa, rencana dan


evaluasi perawatan. Pengambilan film radiografi dengan kualitas gambar yang baik harus
memenuhi salah satu faktor yaitu densitas. Densitas adalah nilai derajat kehitaman film yang
ditentukan oleh banyaknya sinar-X yang dapat mencapai film setelah melalui jaringan tubuh dan
berinteraksi dengan komponen bahan film radiografi. Sinar-X yang keluar dari alat radiografi
gigi memiliki efek biologi. Radiasi dari sinar-X dapat menyebabkan perubahan biologi,
menganggu kesehatan sel dan jaringan.

3.2 Saran

Saya penyusun sangat menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, sehingga
kami selaku penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat
membangun.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Jeni S., Amalia. 2009. Abnormalitas pada gigi. Jakarta: Departemen Gigi dan Mulut
FKUI.
2. Langlais, Robert P. 1996. Latihan membaca foto rongga mulut. Jakarta: Hipokrates.
3. Lukman, D., ( 1995). Dasar-Dasar Radiologi Dalam Ilmu Kedokteran Gigi. Jakarta :
Widya Medika.
4. Lukman, D., ( 1995). Radiografi Ekstraoral. Jakarta : Widya Medika.
5. Margono, G., (1998). Radiografi Intraoral. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

29

Anda mungkin juga menyukai