Anda di halaman 1dari 58

REFERAT

INTERPRETASI HASIL FOTO PANORAMIC

Oleh :

Achmad Fauzan Ailani (201810401011034)

Shabrina Rahma Santoso (201810401011035)

PENDIDIKAN DOKTER MUDA


RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pemeriksaan radiografik telah menjadi salah satu alat bantu diagnosis

utama di bidang kedokteran untuk menentukan keadaan penyakit dan

merencanakan perawatan yang tepat (Williamson, 2010). Gambaran

radiografik memegang peranan penting dalam menegakkan diagnosis

sebelum perawatan dan pengobatan, dalam masa perawatan serta untuk

mengevaluasi hasil perawatan, dan untuk menunjang peranan tersebut maka

diperlukan radiografi dengan teknik yang tepat. Salah satu teknis yang

paling sering digunakan adalah radiografi panoramic. (Margono, 2012).

Radiografi panoramik adalah suatu teknik untuk menghasilkan foto

struktur wajah termasuk tulang maksila, mandibula dan struktur-struktur

pendukungnya seperti antrum maksila, fossa nasalis, sendi

temporomandibula, prosesus stiloideus, dan os. hyoid. Radiografi

panoramik sangat berguna untuk mendiagnosis masalah yang mencakup

keseluruhan rahang. Beberapa tujuan yang umum dilakukan adalah pada

kasus-kasus trauma, penentuan lokasi molar ketiga, perluasan penyakit gigi

atau tulang, lesi besar yang diketahui atau yang dicurigai muncul,

perkembangan gigi, kasus anomali perkembangan gigi atau rahang, dan

kelainan pada sendi temporomandibular.

Dari seluruh fraktur di daerah wajah sekitar dua per tiga adalah fraktur

mandibula atau setara dengan 61% kasus dibandingkan dengan fraktur

tulang pipi 27% dan tulang hidung 19.5%.Hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007 yang diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan

Republik Indonesia (Depkes RI) menunjukkan bahwa prevalensi karies

penduduk Indonesia yang berusia dua belas tahun ke atas adalah sebesar

67,2%. Dari seluruh populasi penduduk Indonesia, mereka yang sudah

mengalami edentolus (hilang seluruh gigi) adalah sebesar 1,6%. Dilihat dari

indeks kariesnya, rata-rata DMFT (decayed, missing, filled teeth) adalah

sebesar 4,85 (Depkes RI, 2008a)., gigi molar ketiga menjadi gigi yang

paling seringmengalami impaksi dibandingkan dengan jenis gigi lainnya.

Dilaporkan bahwa prevalensi gigi molar ketiga rahang bawah impaksi

adalah antara 9,5% – 50%.

Radiografi panoramik menjadi teknik radiografi ekstra oral yang

paling sering digunakan untuk mengevaluasi pasien. Teknik ini dapat

menunjukkan gambaran utuh dari keseluruhan maksilofasial, termasuk

maksila dan mandibula beserta struktur pendukungnya. Beberapa

keuntungan lain dari teknik ini adalah mampu memperlihatkan gambaran

dari seluruh gigi dan jaringan pendukung, teknik yang relatif sederhana,

dosis radiasi yang rendah, dan biaya yang relatif murah.

1.2. Tujuan

Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui gambaran

patologis pada foto panoramic.

1.3. Manfaat

Penulisan referat ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan

pemahaman penulis maupun pembaca mengenai cara baca foto panoramic,


gambaran normal pada foto panoramic, serta gambaran khas pada beberapa

penyakit pada foto panoramic.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi

1. Skull, cranium

Gambar 2.1. Anatomi Skull, Cranium (tampak Anterior)


Gambar 2.2. Anatomi Skull, Cranium (tampak Lateral)

2. Maxilla

Gambar 2.3. Anatomi Maxilla (tampak Lateral)


Gambar 2.4. Anatomi Maxilla (tampak Anterior)

3. Mandibula

Gambar 2.5. Anatomi Mandibula (tampak Lateral)

Gambar 2.6. Anatomi Mandibula (tampak Anterior)

4. Gigi
Gambar 2.7. Anatomi gigi

Gigi terdiri dari mahkota gigi dan akar gigi. Mahkota gigi adalah bagian

gigi yang terbuka di rongga mulut dan menonjol di atas gingiva. Akar

gigi adalah bagian yang terpendam dalam alveolus pada tulang maksila

atau mandibular. Mahkota dan akar gigi bertemu di leher gigi (serviks).

Pada potongan melintang, gigi terdiri dari email, dentin dan rongga

pulpa. Email merupakan lapisan terluar dari mahkota gigi yang

termineralisasi. Email dibentuk oleh sel yang disebut sebagai

ameloblast. Email lebih tebal pada bagian insisal dan oklusal gigi dan

semakin lama semakin menipis pada servikal gigi sampai mencapai

cementoenamel junction. Walaupun email merupakan struktur yang

sangat keras dan padat, namun email bersifat permeabel terhadap ion-ion

dan molekul yang dapat berpenetrasi sebagian atau kompleks.


Dentin adalah jaringan keras gigi dibawah email. Komposisi utama

dentin adalah kristal kalsium hidroksiapatit dengan persentase lebih

tinggi dari kristal hidroksiapatit pada email. Di bagian tengah gigi

terdapat rongga pulpa yang melanjutkan diri menjadi saluran akar yang

berakhir pada foramen apikal. Di dalam pulpa terdapat pembuluh darah,

serabut syaraf dan lapisan odontoblast.

2.2. Radiografi Panoramik

2.2.1. Definisi

Radiografi panoramik (ortopantomografi atau OPG) adalah

teknik radiografi untuk menghasilkan gambaran struktur fasial yang

meliputi lengkung gigi-geligi rahang atas dan rahang bawah serta

struktur-struktur pendukungnya berupa antrum maksilaris, fossa

nasalis, temporomandibular joint, dan tulang hyoid dalam satu citra

film (White & Pharoah, 2000).

Radiografi panoramik merupakan pemeriksaan yang

memperlihatkan keadaan serta hubungan maksila dan mandibula

secara keseluruhan dalam satu radiografi (Terial, 2009).

2.2.2. Teknik dan Prosedur Radiografi

Prinsip teknik radiografi panoramik yang penting yaitu

mekanisme pergerakan sinar-X dan film menghasilkan zona bidang

gambaran radiografik tiga dimensi berbentuk kurva yang disebut

focal through. Semua obyek dalam focal through terproyeksi secara

fokus. Semua obyek di luar focal through terlihat distorsi atau

perbesaran sehingga tumpang tindih gambaran struktur anatomis lain


di sekitar rahang dapat dihindari dengan posisi standar, posisi TMJ

atau sinus, posisi anterior, posisi anak-anak (Whaites, 2003).

Gambar 2.8. Teknik pengambilan gambar panoramik

2.2.3. Indikasi Pemeriksaan (Whaites, 2003)

- Penilaian gigi keseluruhan untuk mencatat pertumbuhan dan

posisi dari perkembangan gigi permanen

- Lesi seperti kista, tumor dan anomail pada badan dan ramus

mandibula untuk menentukan letak dan ukurannya

- Fraktur pada semua bagian mandibula, kecuali pada bagian depan

- Antral disease, khususnya untuk melihat permukaan gigi, dinding

depan, dan belakang antra

- Memeriksa kualitas permukaan kepala kondilus pada cedera TMJ,

khususnya digunakan jika pasien tidak dapat membuka mulut

- Penyakit gigi untuk mengetahui keseluruhan level tulang alveolar

- Penilaian terhadap pertumbuhan dan posisi gigi liar

- Penilaian terhadap beberapa penyakit yang mendasari sebelum

pemasangan gigi palsu

- Mengevaluasi tinggi tulang alveolar sebelum pemasukan osseo-

integrated implants.
2.2.4. Keuntungan dan kerugian (Whaites, 2003; White, S.C. & Pharoah,

2000)

 Keuntungan :

1) Semua jaringan pada area yang luas dapat tergambarkan pada

film, mencakup tulang wajah dan gigi.

2) Pasien menerima dosis radiasi yang rendah

3) Dapat digunakan pada pasien yang tidak dapat membuka

mulut

4) Untuk membuat gambaran panoramik tidak membutuhkan

waktu yang lama, biasanya 3-4 menit (termasuk waktu yang

diperlukan untuk posisi pasien dan paparan)

5) Gambar mudah dipahami pasien dan media pembelajaran.

6) Kedua sisi mandibula dapat ditampakkan pada satu film,

sehingga mudah untuk menilai adanya fraktur.

7) Gambaran yang luas dapat digunakan untuk evaluasi

periodontal dan penilaian orthodontik.

8) Permukaan antral, dinding depan dan belakang tampak

dengan baik.

 Kerugian

1) Gambaran tomografi hanya menampilkan irisan tubuh,

struktur atau abnormalitas yang bukan di bidang tumpu tidak

bisa jelas.

2) Bayangan jaringan lunak dan udara dapat mengkaburkan

struktur jaringan keras.


3) Bayangan artefak bisa mengkaburkan struktur di bidang

tumpu.

4) Pergerakan tomografi bersama dengan jarak antara bidang

tumpu dan film menghasilkan distorsi dan magnifikasi pada

gambaran.

5) Penggunaan film dan intensifying screen secara tidak

langsung dapat menurunkan kualitas gambar.

6) Teknik pemeriksaan tidak cocok untuk anak-anak di bawah

lima tahun atau pasien non-kooperatif karena lamanya waktu

paparan.

7) Beberapa pasien tidak nyaman dengan bentuk bidang tumpu

dan beberapa struktur akan keluar dari fokus.

2.2.5. Notasi Gigi

a. Gigi Primer / Deciduous

1) Primary Universal Numbering System

Diadaptasi oleh ADA pada tahun 1968 dan saat ini telah

banyak digunakan oleh dokter gigi anak. Gigi huruf A adalah

gigi terjauh di belakang pada bagian kanan mulut atas rahang

(maxillaris). Huruf berlanjut melalui gigi atas menuju ke

depan hingga gigi terjauh di belakang pada bagian kiri atas

dengan huruf J. Huruf dilanjutkan ke bagian rahang bawah

(mandibular). Huruf K untuk gigi terjauh di belakang pada

bagian kiri mulut bawah. Huruf berlanjut menuju ke depan

hingga gigi terjauh di belakang pada bagian kanan bawah


dengan huruf T. Beberapa dokter gigi menggunakan cara lain

yaitu dengan memberikan nomor 1-20 pada gigi dengan

prosedur yang sama namun ditambah dengan tulisan huruf d

(decidous) di bawah setelah penomoran.

2) Palmer Notation Numbering System

Mulut terbagi menjadi 4 bagian yang disebut kuadran. Huruf

A sampai E dan simbol kuadran digunakan untuk

mengidentifikasi gigi pada tiap kuadran. Huruf dimulai dari

tengah mulut hingga ke belakang. Pada kuadran kanan atas,

gigi huruf A adalah incisor kemudian huruf berlanjut ke

kanan belakang hingga huruf E yaitu gigi molar ke-2. Huruf-

huruf tersebut berada di dalam simbol bentuk L untuk

menjelaskan kuadrannya. L dengan sisi kanan atas terbuka

untuk gigi kuadran kiri atas. Gigi kanan atas menggunakan

kebalikan dari L.

3) Primary Federation Dentaire Internationale Numbering

System (FDI)

Mulut dibagi menjadi 4 bagian yang disebut kuadran. Tiap

kuadran ditandai dengan nomor. Kuadran kanan maxila

ditandai dengan nomor 5, kuadran kiri maxila ditandai

dengan nomor 6, kuadran kiri mandibula ditandai dengan

nomor 7, dan kuadran kanan mandibula ditandai dengan

nomor 8. Gigi-gigi pada tiap kuadran ditandai dengan nomor

1 (molar ke-2) hingga 5 (incisor tengah).


Gambar 2.9. Notasi gigi primer / deciduous

b. Gigi Permanen / Succedaneous

1) Universal numbering system

Diadaptasi oleh ADA dan saat ini telah banyak digunakan

oleh dokter gigi. Gigi nomor 1 adalah gigi terjauh di

belakang pada bagian kanan mulut atas rahang maxillaris.

Penomoran berlanjut melalui gigi atas hingga gigi terjauh di

belakang pada bagian kiri atas dengan nomor 16. Penomoran

dilanjutkan ke bagian rahang bawah (mandibular). Nomor 17


untuk gigi terjauh di belakang pada bagian kiri mulut bawah.

Penomoran berlanjut melalui gigi bawah hingga gigi terjauh

di belakang pada bagian kanan bawah dengan nomor 32. Bila

terdapat missing tooth/teeth tetap dihitung berdasarkan

nomor yang sesuai.

2) Palmer notation numbering system (Zsigmondy system)

Mulut terbagi menjadi 4 bagian yang disebut kuadran (RUQ,

LUQ, RLQ, LLQ). Nomor 1 sampai 8 dan simbol kuadran

digunakan untuk mengidentifikasi gigi pada tiap kuadran.

Penomoran dimulai dari tengah mulut hingga ke belakang.

Pada kuadran kanan atas, gigi nomor 1 adalah incisor

kemudian penomoran berlanjut ke kanan belakang hingga

nomor 8 yaitu gigi molar ke-3.

3) Federation dentaire internationale numbering system (FDI)

Tiap kuadran ditandai dengan nomor. Kuadran kanan maxila

ditandai dengan nomor 1, kuadran kiri maxila ditandai

dengan nomor 2, kuadran kiri mandibula ditandai dengan

nomor 3, dan kuadran kanan mandibula ditandai dengan

nomor 4. Gigi-gigi pada tiap kuadran ditandai dengan nomor

1 (incisor tengah) hingga 8 (molar ke-3).


Gambar 2.9. Notasi gigi permanen / Succedaneous

2.2.6. Gambaran Normal (Anatomis) Radiologi Panoramik


Gambar 2.10. Gambar Anatomis Radiografi Panoramik
Keterangan : (1) Septum nasi, (2) Spina nasalis anterior, (3) concha nasalis inferior,
(4) concha nasalis media, (5) concha nasalis superior, (6) soft tissue shadow of the
nose, (7) airspace between soft tissue shadow of upper border of tongue and hard
palate, (8) lateral wall of nasal passage, (9) maxillary sinus (antrum), (10)
nasolacrimal canal orifice, (11) orbit, (12) infraorbital canal, (13) zygomatic process
of the maxilla, (14) pterygomaxillary fissure, (15) maxillary tuberosity with
developing third permanent molar tooth, (16) zygoma, (17) zygomatico-temporal
structure, (18) articular eminence of temporal bone, (19) mandibular condyle, (20)
external auditory meatus, (21) first cervical vertebra (atlas), (22) second cervical
vertebra (axis), (23) third cervical vertebra, (24) fourth cervical vertebra, (25)
mandibular foramen and lingula, (26) mandibular canal, (27) mental foramen, (28)
inferior border of mandible, (29) hyoid, (30) pharyngeal airspace, (31) epiglottis,
(32) coronoid process of mandible, (33) inferior orbital rim, (34) mastoid process,
(35) middle cranial fossa, (36) bite-block for patient positioning during panoramic
radiography, (37) chin holder (cephalostat), (38) shadow of cervical spine, (39)
ethmoid sinus, (40) angle of mandible, (41) crypt of developing mandibular third
permanent molar tooth, (42) developing mandibular second premolar tooth, (43)
primary second molar tooth showing physiological root resorption, (44) maxillary
permanent central incisor tooth, (45) maxillary permanent lateral incisor tooth, (46)
maxillary permanent canine tooth, (47) maxillary first premolar tooth, (48) maxillary
permanent first molar tooth, (49) ramus of mandible, (50) pterygoid plates

2.2.7. Gambaran patologis

A. Dental material

 Definisi

Bahan-bahan yang digunakan untuk merestorasi dan

merehabilitasi gigi dalam mengembalikan fungsi pengunyahan

dan nilai estetik (Irawan, 2004).

 Gambaran radiologi (Espinoza, Ligeralde & Thomas, 2008)


 Amalgam

Pada foto radiologi didapatkan gambaran radiopaque.

Gambar 2.11. gambaran radiopaque pada molar ke-2 mandibula sinistra

Gambar 2.12. dua buah amalgam pada premolar mandibula

 Composite (white filling)

Pada foto radiologi didapatkan gambaran radiopaque, atau

pada yang lebih lama dapat memiliki gambaran radiolucent.

Gambar 2.13. perbandingan gambaran radiologi antara amalgam


dengan composite
 Porcelain

Pada foto radiologi didapatkan gambaran radiopaque

dengan tepi licin.

Gambar 2.14. gambaran radiologi dental material porcelain

B. Karies Gigi

 Definisi

Suatu penyakit jaringan keras gigi yang diakibatkan oleh

mikroorganisme pada karbohidrat yang dapat difermentasi

sehingga terbentuk asam dan menurunkan pH di bawah pH

kritis. Akibatnya terjadi demineralisasi jaringan keras gigi

(Sumawinata, 2013).

 Manifestasi klinis

a) Terdapat lesi

b) Tampak lubang pada gigi

c) Bintik hitam pada tahap karies awal

d) Kerusakan leher gigi (pada karies botol susu)

e) Sering terasa ngilu jika lubang sampai ke dentil

f) Sakit berdenyut-denyut di gigi sampai kepala


g) Timbul rasa sakit jika terkena air dingin dan kemasukan

makanan terutama pada waktu malam

h) Jika sudah parah akan terjadi peradangan dan timbul nanah

(Kliegman & Arvin, 2000)

 Gambaran radiologi

 Occlusal caries

Secara radiografi tidak tampak hingga lubang mencapai

dentin-enamel junction dengan gambaran radiolucent.

Gambar 2.15. gambaran radiolucent pada D-E junction molar ke-2


& 3 mandibula sinistra

Gambar 2.16. gambaran radiolucent pada D-E junction premolar ke-


1, 2 & molar ke-1 mandibula sinistra

 Interproximal caries
Plak menempel pada permukaan yang halus/licin dekat

dengan daerah gingiva atau lebih ke proksimal.

Gambaran awal yang didapat adalah lesi radiolucent

notch, kemudian dapat menjadi bentukan kerucut (cone-

shaped) dari dasar ke perifer.

Gambar 2.17. gambaran radiolucent notch dan cone-shaped

Gambar 2.18. gambaran radiolucent notch pada interproximal caries

 Root or cemental caries

Dapat terjadi dengan resesi gingiva lanjut pada dentin

terbuka. Tampak seperti bentukan cawan di

interproksimal atau lekukan radiolucent apikal ke

cemento-enamel junction.
Gambar 2.19. Gambaran radiolucent apikal ke C-E junction
(panah merah)

Gambar 2.20. Gambaran radiolucent apikal ke C-E junction


(lingkaran)

 Recurrent caries

Tampak gambaran radiolucent yang bersebelahan atau di

bawah restorasi yang ada (misal amalgam). Radiopaque

dari restorasi (misal amalgam) seringkali

menyembunyikan banyak karies.


Gambar 2.21. gambaran radiolucent di bawah amalgam pada molar
ke-2 & 3 mandibula sinistra (tanda panah)

Gambar 2.22. gambaran radiolucent di bawah amalgam pada molar


ke-1 mandibula sinistra (tanda panah)

 Rampant caries

Biasanya terjadi pada anak dengan diet tinggi

karbohidrat, higiene oral yang buruk dan tanpa fluor.

Gambaran radiolucent pada interproksimal dan

permukaan halus/licin. Contoh rampant caries adalah

Nursing/baby bottle syndrome.


Gambar 2.23. Gambaran radiolucent pada interproksimal dan
permukaan yang halus/licin

C. Gigi impaksi

 Definisi (Anwar et al, 2008)

Gigi impaksi merupakan gigi yang menghalangi jalan

normalnya erupsi pada lengkung gigi karena kurangnya ruang

pada lengkung atau obstruksi pada jalannya erupsi gigi. Gigi

molar ketiga maksila dan mandibula, kaninus maksila dan

insisif sentral maksila merupakan gigi yang paling sering

terjadi impaksi.

 Manifestasi klinis (Pedersen, 1996)

a) Rasa kurang nyaman melakukan hal-hal yang berhubungan

dengan rongga mulut

b) Inflamasi, yaitu pembengkakan di sekitar rahang dan warna

kemerahan pada gusi di sekitar gigi yang diduga impaksi

c) Resorpsi gigi tetangga karena letak benih gigi yang

abnormal

d) Kista (folikuler)
e) Rasa sakit atau perih di sekitar gusi atau rahang dan sakit

kepala yang lama (neuralgia)

f) Fraktur rahang

 Klasifikasi

a) Klasifikasi menurut George Winter (1926) yaitu

berdasarkan aksis panjang gigi atau posisi gigi impaksi

molar tiga terhadap gigi molar dua. Posisi-posisi gigi

tersebut meliputi:

- Mesioangular (miring ke mesial)

Gigi molar ke-3 bawah mengalami tilting terhadap gigi

molar ke-2 ke arah mesial

- Distoangular (miring ke distal)

Axis panjang molar ke-3 bawah mengarah ke arah

distal atau posterior menjauhi molar ke-2

- Vertikal

Axis panjang gigi molar ke-3 bawah berada pada arah

yang sama dengan axis panjang gigi molar ke-2 bawah

- Horizontal

Axis panjang gigi molar ke-3 bawah mendatar secara

horizontal terhadap axis panjang gigi molar ke-2 bawah

Gambar 2.24. Klasifikasi impaksi berdasarkan George Winter

b) Klasifikasi menurut Pell and Gregory (1933) :


1) Berdasarkan relasi molar ketiga bawah dengan ramus

mandibula

- Kelas I

Diameter anteroposterior gigi sama atau sebanding

dengan ruang antara batas anterior ramus mandibula

dan permukaan distal gigi molar kedua. Pada kelas I

ada celah di sebelah distal molar kedua yang potensial

untuk tempat erupsi molar ketiga.

- Kelas II

Sejumlah kecil tulang menutupi permukaan distal gigi

dan ruang tidak adekuat untuk erupsi gigi. Contoh

diameter mesiodistal gigi lebih besar daripada ruang

yang tersedia. Pada kelas II, celah di sebelah distal

molar ketiga.

- Kelas III

Gigi secara utuh terletak di dalam mandibula. Pada

kelas III mahkota gigi impaksi seluruhnya terletak di

dalam ramus.

Gambar 2.25. Klasifikasi impaksi gigi berdasarkan hubungan gigi


molar dengan ramus

2) Berdasarkan jumlah tulang yang menutupi gigi impaksi

- Posisi A
Bidang oklusal gigi impaksi berada pada tingkat yang

sama dengan oklusal gigi molar kedua di sebelahnya.

Mahkota molar ketiga yang impaksi berada di atas

garis oklusal.

- Posisi B

Bidang oklusal gigi impaksi berada pada pertengahan

garis servikal dan bidang oklusal gigi molar kedua di

sebelahnya. Mahkota molar ketiga di bawah garis

oklusal tetapi di atas garis servikal molar kedua.

- Posisi C

Bidang oklusal gigi impaksi berada di bawah tingkat

garis servikal gigi molar kedua.

Gambar 2.26. Klasifikasi impaksi gigi berdasarkan jumlah tulang


yang menutupi gigi impaksi

 Gambaran radiologi

Gambar 2.27. Impaksi gigi 48 Mesioangular


Gambar 2.28. Impaksi gigi 38 Distoangular

Gambar 2.29. Impaksi gigi 48 Horizontal

Gambar 2.30. Impaksi gigi 38 Vertikal

Gambar 2.31. Klasifikasi Pell dan Gregory kelas I, II dan III


Gambar 2.32. Klasifikasi Pell dan Gregory posisi A, B dan C

D. Kista radikular (periapikal)

 Definisi (Shear, 1983)

Kista radikular disebut juga kista periodontal, kista periapikal,

kista dento alveolar serta kista apikal periodontal atau kista

gigi adalah kista rahang yang timbul dari sisa-sisa epitel

malassez pada ligamentum periodontal sebagai akibat

peradangan atau iritasi kronis dari infeksi saluran akar yang

diawali dengan pembentukan granuloma periapikal di mana

terdapat sisa-sisa epitel.

 Manifestasi klinis (Rajendran, 2012)

a) Sebagaian besar lesi kista radikuler tidak terdeteksi secara

klinis karena lesi kista umumnya kecil, tumbuh lambat,

tanpa gejala (asimptomatis), tidak terasa nyeri, dan tidak

menimbukan pembesaran tulang rahang yang bermakna,

sehingga keberadaannya tidak disadari oleh pasien dan

umumnya lesi lebih sering ditemukan secara tidak sengaja

pada survei radiografi dibandungkan secara klinis dalam

rongga mulut.

b) Bila lesi kista berkembang cukup besar, biasanya akan

terlihat secara nyata dalam rongga mulut berupa benjolan


pada gingiva ddengan permukaan yang licin, warna sama

dengan permukaan di sekitarnya atau kebiruan, dan apabila

dipalpasi benjolan tersebut akan ikut bergerak atau dikenal

dengan fenomena pingpong.

 Gambaran radiologi (Rajendran, 2012)

Radiolucent berbentuk bulat atau oval pada area periapikal gigi

dengan batas yang jelas dan berdinding tipis dengan ukuran

yang bervariasi serta dikelilingi oleh tepi radiopaque pada apex

gigi non vital. Pada tepi luar terlihat lapisan tipis berupa garis

putih dari tulang.

Gambar 2.33. Terdapat gambaran bulat luscent pada akar gigi yang ditunjuk
panah, disertai gambaran gigi-geligi yang patah
Gambar 2.34. Lesi radiolucent (arrowhead) pada bagian posterior ramus
mandibula disertai displacement kanal mandibula (arrow). Kombinasi temuan
tersebut dicurigai sebagai benign disease.

E. Kista dentigerous (folikular)

 Definisi (Mihailova, Nikolov, Slavkov, 2008)

Kista dentigerous adalah kista yang berasal dari sekitar

mahkota gigi yang tidak erupsi dan merupakan hasil akumulasi

cairan diantara gigi yang sedang bertumbuh dan folikel gigi.

 Manifestasi klinis (Smith, 2004)

a) Hampir selalu melibatkan gigi permanen (molar ke-3

rahang bawah, kaninus rahang atas, premolar rahang

bawah)

b) Biasanya tidak menimbulkan rasa sakit, tetapi dapat pula

menimbulkan rasa sakit yang disebabkan oleh pembesaran

dari kista atau kista tersebut terinfeksi

c) Secara ekstra oral, kista dapat diketahui bila kista sudah

membesar dan ditandai dengan adanya asimetri wajah

d) Secara intra oral terlihat tidak tumbuhnya gigi pada daerah

yang membengkak, adanya pergeseran letak gigi yang

ekstrim, dan resposi tulang alveolar dan akar gigi. Hal ini

biasanya terjadi bila kista sudah menjadi kronis

e) Jika kavitas kista mengandung darah, pembengkakan dapat

berwarna ungu atau biru tua yang disebut eruption

hematoma
f) Pembesaran kista terutama pada regio molar ke-3 rahang

bawah dapat meliputi seluruh ramus sampai prosesus

koronoid dan kondilus, diikuti pembesaran pada tulang

kortikal. Pada keadaan ini gigi molar ke-3 dapat terdesak

sampai batas inferior tulang mandibula, pembesaran kista

dapat mengakibatkan penipisan tulang kortikal karena

proses erosi yang disebabkan dari ekspansi kista sehingga

dapat mengakibatkan fraktur patologis walaupun jarang

terjadi.

g) Pada kasus kista dentigerous di regio kaninus rahang atas

dapat mengakibatkan sinusitis akut atau selulitis.

 Gambaran radiologi

Kista berbatas jelas, unilokuler, dan kadang-kadang tampak

multilokuler yang radiolucent berhubungan dengan mahkota

gigi yang tidak erupsi. Gigi yang tidak erupsi sering berpindah

tempat. Pada mandibula, gambaran radiolucent dapat meluas

ke superior daerah molar ketiga ke ramus atau ke anterior dan

inferior sepanjang korpus mandibula.

Gambar 2.35. Gambaran lucent di sekitar mandibula (molar ke-3 yang tidak
erupsi)
Gambar 2.36. Gambaran ellips, batas jelas, lesi lucent pada mandibula kanan. Gigi
molar ke-3 berhubungan dengan lesi tersebut.

Gambar 2.37. Kista dentigerous khas pada posisi pericoronal

F. Odontogenic Keratocyst

 Definisi (Danudiningrat, 2006)

Odontogenic keratocyst adalah kista yang berasal dari gigi

(primordial odontogenic epithelium) dan memiliki lapisan

keratin.

 Manifestasi klinis (Grasmuck & Nelson, 2010)

a) Paling sering ditemukan secara tidak sengaja

b) Jika simptomatis, terdapat pembengkakan rahang dan nyeri

c) Dapat terjadi trismus dan parastesia namun jarang terjadi


 Gambaran radiologi (Rensburg, Paquette, Nortje, 2003)

Odontogenik keratokista dapat muncul sebagai lesi unilokuler,

lesi lobulated dan lesi multilokuler. Pda gambaran radiografi,

paling sering muncul dalam bentuk lesi unilokuler dengan

gambaran radiolucent dikelilingi lapisan sklerotik berupa

radiopaque yang sangat tipis. Pada lesi lobulated dan lesi

multilokuler, adanya tulang kortikal yang berbentuk scalloping

tidak beraturan. Odontogenik keratokista pada maksila lebih

kecil ukurannya daripada pada mandibula. Ketika membesar,

kista ini cenderung untuk memperluas tulang sehingga pada

gambaran radiografi adanya ekspansi tulang rahang.

Gambar 2.38. Lesi lucent (panah) dengan tepi opaque yang tipis berdekatan
dengan akar gigi molar ke-2 dan 3 yang intak

Gambar 2.39. Odontogenic keratocyst yang besar. Terdapat kista yang


mendesak dan batas-batas bergigi pada mandibula kanan.
Gambar 2.40. Gambaran lucent berbatasan dengan akar gigi molar ke-2
mandibula dextra

Gambar 2.41. Gambaran lesi lucent pada maxilla dextra

G. Ameloblastoma

 Definisi (Rather et al, 2013)

Ameloblastoma merupakan suatu tumor jinak, tumbuh lambat

namun bersifat agresif lokal dengan manifestasi klinis berupa

pembengkakan pada area rahang dan tidak menimbulkan rasa

nyeri, dapat ekspansi ke tulang kortikal, menyebabkan

perforasi pada buccal plates dan menginfiltrasi jaringan lunak.

 Manifestasi klinis (Horisson & Leider, 1999)


a) Dapat terlihat lebih awal pada pemeriksaan gigi secara rutin

dan biasanya pasien merasakan adanya asimetri wajah

secara bertahap

b) Pasien tidak mengalami keluhan rasa sakit, parastesi,

fistula, formation ulcer, atau mobilitas gigi

c) Bila lesi membesar dengan pemeriksaan palpasi terasa

seperti tulang yang menipis

d) Jika telah meluas merusak tulang, maka abses terasa

flutuatif, terkadang erosi dapat terjadi melalui kortikal plate

yang berdekatan dengan daerah invasi dan berlanjut ke

jaringan lunak yang berdekatan

e) Bila lesi timbul di maksila dapat meluas hingga dasar

hidung dan sinus dan bila tidak diobati akan meluas ke

struktur vital seperti mencapai dasar kranial, sinus

paranasalis, orbital, nasofaring, hingga dasar tengkorak.

 Gambaran radiologi (White & Pharoah, 2000)

o Lokasi : pada 80% kasus, tumor ini berkembang di ramus

mandibula daerah molar tetapi dapat meluas ke area

simfisis. Sebagian besar lesi yang muncul di maksila

berkembang di area molar tiga yang kemudian bisa meluas

ke sinus maksila dan nasal floor.

o Batas : biasanya batas jelas dan terbentuk dari tulang

kortikal. Batas sering berbentuk kurva, pada lesi kecil batas


dan bentuk sering sulit dibedakan dengan kista. Batas lesi

yang terjadi di maksila lebih tidak jelas.

o Struktur internal : bervariasi dari lesi yang sepenuhnya

radiolucent hingga campuran karena adanya septa tulang

yang membentuk kompartemen internal. Septa ini biasanya

kasar dan melengkung, berasal dari tulang yang terjebak di

dalam tumor. Karena tumor ini biasanya memiliki

komponen kista di dalamnya maka septa dimodifikasi

menjadi kurva sehingga membentuk pola sarang lebah dan

busa sabun. Lokulasinya besar di daerah posterior

mandibula lalu mengecil di daerah anterior.

o Efek pada struktur sekitarnya : ada kecenderungan untuk

menyebabkan resorpsi akar yang luas. Migrasi gigi dapat

terjadi serta menipisnya tulang kortikal. Perforasi tulang

biasanya terjadi jika tumor sudah sangat parah.

Gambar 2.42. Lesi radiolucent dengan pola busa sabun pada ramus
mandibula dextra
Gambar 2.42. Lesi radiolucent dengan pola sarang lebah pada basis
mandibula dextra

Gambar 2.43. Lesi lucent multilokuler (panah) menunjukkan pola seperti


busa sabun (soap bubble-like pattern)

H. Odontoma

 Definisi (Patil et al, 2012)

Odontoma merupakan tumor odontogenik jinak yang

mengandung email, dentin, dan sementum. Pada beberapa

kasus ditemukan pula jaringan pulpa pada massa tumor.

 Manifestasi klinis (Spini et al, 2012)

a) Pada umumnya asimptomatis

b) Pertumbuhan yang lambat

c) Tidak agresif

d) Ukuran diameter tidak lebih dari 3 cm

 Gambaran radiologi

Pada pemeriksaan radiologi, odontoma bermanifestasi dengan

adanya gambaran lesi yang radiopaque dikelilingi oleh


gambaran radiolucent yang tipis. Tiga tahap perkembangan

dapat diidentifikasi berdasarkan gambaran radiologi dan

tingkat kalsifikasi dari lesi pada saat diagnosis. Dengan

demikian, tahap pertama ditandai dengan gambaran

radiolucent karena tidak adanya kalsifikasi jaringan gigi,

sedangkan tahap kedua adanya kalsifikasi parsial, dan yang

ketiga atau gambaran radiopaque yang klasik pada tahap

kalsifikasi jaringan yang menunjukkan adanya gambaran

radiolucent.

Gambar 2.44. Tampak struktur radiopaque tidak beraturan dan radiolucent


tidak beraturan pada gigi 21-23

Gambar 2.45. Tampak struktur seperti gigi dengan tepi radiolucent tipis pada
apikal ke kaninus, lateral dan insisivus tengah di mandibula dextra
Gambar 2.46. gambaran enamel radiopaque dikelilingi oleh folikel
radiolucent tipis (tanda panah). Terdapat impaksi gigi di bawah odontoma
(panah segitiga)

I. Static bone cavity (Stafne cyst)

 Definisi

Lesi tulang yang ditemukan pada mandibula dan merupakan

lesi tulang yang berasal dari kegagalan pembentukan

remodeling korteks mandibula sehingga menghasilkan kavitas

dan lesi ini dipenuhi dengan kelenjar saliva, jaringan adiposa,

kapiler darah, jaringan limfoid atau bisa juga terdiri dari

kavitas yang kosong.

 Manifestasi klinis

a) Asimptomatis

 Gambaran radiologi

Terlihat gambaran radiolucent yang berasosiasi dengan ketiga

kelenjar saliva yaitu kedua kelenjar submandibula dan kelenjar

sublingual.
Gambar 2.47. Gambaran radiolucent yang berasosiasi dengan kelenjar
sublingual

Gambar 2.48. Gambaran radiolucent yang berasosiasi dengan kelenjar


submandibular dextra

J. Fraktur Mandibula

 Definisi (Bank dan Rown A.,2001)

Fraktur mandibular adalah r u s a k n ya

k o n t i n u i t a s t u l a n g m a n d i b u l a ya n g d a p a t disebabkan

oleh trauma baik secara langsung atau tidak langsung. Fraktur

mandibula dapatterjadi pada bagian korpus, angulus, ramus

maupun kondilus.

 Manifestasi Klinis (Bank dan Rown a.,2001)


a) Dislokasi, berupa perubahan posisi rahang yg menyebabkan

maloklusi atau tidak berkontaknya rahang bawah dan

rahang atas

b) Pergerakan rahang yang abnormal, dapat terlihat bila

penderita menggerakkan rahangnya atau pada saat

dilakukan.

c) Rasa sakit pada saat rahang digerakkan

d) Pembengkakan pada sisi fraktur sehingga dapat menentukan

lokasi daerah fraktur.

e) Krepitasi berupa suara pada saat pemeriksaan akibat

pergeseran dari ujung tulang yang fraktur bila rahang

digerakkan.

f) Laserasi yg terjadi pada daerah gusi, mukosa mulut dan

daerah sekitar fraktur.

g) Diskolorisasi perubahan warna pada daerah fraktur akibat

pembengkakan

h) Disability, terjadi gangguan fungsional berupa penyempitan

pembukaan mulut.

i) Hipersalivasi dan Halitosis, akibat berkurangnya pergerakan

normal mandibula dapat terjadi stagnasi makanan dan

hilangnya efek “self cleansing” karena gangguan fungsi

pengunyahan.

j) Numbness, kelumpuhan dari bibir bawah, biasanya bila

fraktur terjadi di bawah nervus alveolaris.


 Klasifikasi (Naem et al.,2001)

Fraktur pada mandibula dibagi menjadi beberapa kategori,

yaitu:

− Menurut arah fraktur (horizontal/vertikal) dan apakah lebih

menguntungkan dalam perawatan atau tidak.

− Menurut derajat keparahan fraktur

(simpel/tertutup/mengarah ke rongga mulut atau kulit)

− Menurut tipe fraktur (Greenstick / kompleks / kominutiva /

impaksi / depresi)

− Menurut ada atau tidaknya gigi dalam rahang (dentulous,

partially dentulous, edentulous)

− Menurut lokasi (regio simfisis, regio kaninus, regio korpus,

angulus, ramus, prosesus

 Gambaran Radiologi (Naem et al., 2017)

Gambar 2.49. Fraktur parasimfisis sinistra


Gambar 2.50. Fraktur parasimfisi kanan dan corpus kanan, dapat terjadi
perpindahan segmen

K. Kasifikasi Limfe Nodi

 Manifestasi klinis (Kamala et al.,2017)

a) Biasanya asimptomatik, kecuali infeksi sekunder

b) Biasanya ditemukan sebagai temuan insidental pada

radiografi panoramik di sisi anatomi tempat kelenjar getah

bening ditemukan

 Gambaran Radiologi (Noffke et al., 2017)

Gambar 2.51. Foto panoramic (terpotong). Beberapa kalsifikasi limfenodi


dengan bentuk irregular pada bagian bawah mandibular

L. Arterial Calcification
 Definisi (Capote et al.,2015)

Merupakan plak atherosclerosis arteri karotis yang

berkembang di saat bahan lemak, kolesterol, platelet, produk

sisa selular, dan kalsium terdeposit pada dinding arteri.

 Gambaran radiologi (Noffke et al., 2017)

Gambar 2.52. Panoramic radiography dengan gambaran atheroma pada kedua


sisi

Gambar 2.53. Panoramic Radiograpgy (dipotong). Panah menunjukkan dua


garis radiopak sejajar yang merupakan kalsifikasi plak atheromatous karotis
(CAC) di bifurkasi antara arteri karotid eksternal dan internal.

M. Sialolithiasis

 Definisi (Capote, et al.,2015)


Sialolithiasis adalah penyakit yang paling sering ditemui dari

kelenjar ludah yang ditandai oleh obstruksi sekresi saliva oleh

kalkulus, berhubungan dengan pembengkakan, nyeri dan

infeksi pada kelenjar yang terkena. Lebih dari 80% dari batu

kelenjar ludah terjadi di kelenjar submandibular dan 5% -20%

di kelenjar parotid dan jarang di kelenjar sublingual dan

kelenjar ludah kecil (1% hingga 2%).

 Manifestasi klinis (White, et al.,2003)

Nyeri sedang hingga intens ketika mengenai saluran dari

kelenjar ludah utama, terutama pada waktu makan, ketika

aliran saliva dirangsang, terkait dengan pembesaran kelenjar.

 Gambaran radiologi (Noffke et al.,2017)

Gambar 2.54. Radiografi panoramik yang menunjukkan sialolith tunggal di


kelenjar submandibular kanan
Gambar 2.55. Radiografi panoramik digital menunjukkan gambar yang
menunjukkan kalsifikasi di kelenjar parotid kanan dan disalurannya.

Gambar 2.56. Radiografi panoramik digital dengan gambar yang


menunjukkan kalsifikasi di kelenjar submandibular dan parotid kanan

Gambar 2.57. Radiografi panoramik digital dengan gambar menunjukkan


beberapa microlith di kelenjar parotis di kedua sisi

N. Phlebolith

 Definisi (Noffke, et all.,2017)


Phlebolith adalah kalsifikasi idiopatik (atau calcinosis) yang

dihasilkan dari pengendapan kalsium dalam jaringan normal.

Kalsifikasi ini dihasilkan dari pengendapan kalsium dalam

jaringan normal, meskipun kadar kalsium dan fosfat serum

normal. Kalsifikasi Phlebolith dimulai di pusat trombus dan

terdiri dari kristal apatit kalsium fosfat dan karbonat. Awalnya,

kalsifikasi trombus terjadi, terbentuk inti dari phlebolith.

Komponen fibrinous kemudian mengalami kalsifikasi

sekunder dan menjadi terikat. Pengulangan proses ini

menyebabkan pembesaran phlebolith.

 Gambaran radiologi ( Noffke,et all.,2017)

Secara radiografi, phlebolith memiliki radiopak, gambar bulat

atau oval berukuran lebih dari 6mm dengan diameter dan tepi

beraturan. Pada bagian dalam dapat memberikan gambaran

radiopak, namun yang paling sering adalah laminated

appereance dengan target aspek.

Gambar 2.58. Radiografi panoramik dengan gambar yang menunjukkan


beberapa phlebolith di sisi kanan

O. Tonsillolithiasis
 Manifestasi klinis (White, et al.,2003)

a) Bau Mulut

b) Sakit tenggorokan

c) Adanya debris putih pada tenggorokan

d) Sulit menelan

e) Sakit telinga

f) Tonsil bengkak

 Gambaran radiologi (Kamala, et al.,2015)

Lokasinya berada pada Mid-portion of, seringkali di bawah

kanal alveolar inferior. Bentukan bulat ke oval, tidak teratur,

kecil dan banyak (cluster) atau tunggal dan lebih besar.

Gambar 2.59. Radiografi panoramik digital dengan gambar menunjukkan


beberapa tonsillolith di sepertiga bagian bawah ramus mandibula di kedua
sisi.

P. Periapikal Abses

 Definisi

Abses periapikal merupakan pus yang

terlokalisir yang menghancurkan jaringan periradikuler

akibat adanya infeksi dan supurasi jaringan sebagai


responinflamasi terhadap iritan mikroba dan iritan non mikroba

dari pulpa yang nekrosis.

 Manifestasi klinis

a) Nyeri

b) Oedem

c) Terdapat cairan purulent local

d) Dengan atau tanpa demam

e) Dengan atau tanpa limfadenopati

 Gambaran radiologi

o Gambaran radiolucent di distal akar apex dengan atau tanpa

sclerosis di sekitarnya

o Gigi disekitarnya sering menunjukkan adanya karies

Gambar 2.60. Periradikular apical abses pada gigi 35 dan 45

Q. Pulpitis

 Definisi (Kamala, et al., 2017)

Pulpitis adalah suatu kondisi di mana pulpa (saraf)

dari gigi menjadi meradang, menyebabkan rasa sakit dan

tekanan di gigi. Ada berbagai tingkatan pulpitis, dari ringan

hingga berat
 Reversible pulpitis

 Manifestasi klinis (Capote, et al.,2015)

a) nyeri tajam yang berlangsung sesaat, umumnya

disebabkan oleh rangsangan dingin

b) Nyeri tidak terjadi secara spontan dan tidak berlanjut

ketika iritan dihilangkan

c) Asimtomatis

 Gambaran radiologi

Gambaran radiologi normal, kedalaman caries mungkin

dapat dipertimbangkan sebagai faktor resiko.

Gambar 2.61. (a). Temuan radiografi menegaskan karies yang endalam


di atas ruang pulpa tanpa perubahan peri-apikal yang jelas. (b)
Radiografi pasca operasi akhir yang menunjukkan restorasi mendalam
menggunakan MTA sebagai agen capping pulpa tidak langsung

 Irreversible pulpitis

 Manifestasi klinis

a) Onset nyeri yang cepat, yang dapat disebabkan oleh

perubahan suhu mendadak, makanan manis atau asam.

Nyeri tetap bahkan setelah stimulus dihilangkan

b) Nyeri spontan yang tajam, menusuk, intermiten atau

berkelanjutan
c) Nyeri memburuk saat membungkuk atau berbaring

karena perubahan tekanan intrapulpal

d) Nyeri menjalar

e) Pada tingkat selanjutnya, nyeri terasa berat, berdenyut-

denyut yang mana meningkat dengan stimulus panas.

Nyeri sangat parah sehingga membuat pasien terjaga di

malam hari. menghilangkan rasa sakit dapat dilakukan

dengan menggunakan air dingin.

 Gambaran radiologi

o Caries yang dalam

o Periodontal ligament (PDL) space melebar

Gambar 2.62. Periodontal Ligamen (PDL) space Melebar


Gambar 2.63. Karies pada M1

R. Pulpa Nekrosis

 Definisi (Khoironi, et al.,2017)

Nekrosis pulpa adalah kematian sel-sel di dalam


saluran akar yang disebabkan oleh bakteri dan produknya
mengakibatkan hilangnya aliran darah dan kematian saraf di
saluran akar
 Manifestasi klinis (Khoironi, et al.,2017)

a) Diskolorisasi gigi, merupakan indikasi pertama terjadinya

kematian jaringan pulpa

b) Riwayat dari pasien, seperti oral hygiene, pulpitis yang

tidak diterapi, serta riwayat trauma. Pada gigi yang

mengalami trauma, tidak terdapat respon terhadap tes

pulpa. Hal ini menyerupai tanda pada nekrosis pulpa.

Riwayat pasien menunjukkan nyeri hebat yang bisa

berlangsung untuk beberapa saat diikuti oleh berakhirnya

nyeri secara total dan tiba-tiba

c) Gejala pada gigi biasanya asimtomatik. Tidak terdapat

nyeri pada nekrosis total. Pada nekrosis sebagian dapat

simptomatik atau ditemui nyeri


 Gambaran radiologi (Khoironi, et al.,2017)

Pemeriksaan radiografi menunjukkan kavitas yang besar atau

restorasi, atau juga bisa ditemui penampakan normal kecuali

jika ada periodontitis apikal atau osteitis.

Gambar 2.64. Gambaran radiografi tampak restorasi yang besar


pada gigi molar dengan infeksi saluran akar

Gambar 2.65. Dekomposisi gigi sebagai akibat nekrosis pulpa

BAB III

KESIMPULAN

Radiografi panoramik (ortopantomografi atau OPG) adalah teknik radiografi

untuk menghasilkan gambaran struktur fasial yang meliputi lengkung gigi-geligi

rahang atas dan rahang bawah serta struktur-struktur pendukungnya berupa


antrum maksilaris, fossa nasalis, temporomandibular joint, dan tulang hyoid

dalam satu citra film (White & Pharoah, 2000). Terdapat beberapa keadaan

patologis yang dapat dilihat melalui gambaran radiografi panoramik yaitu antara

lain adanya dental material, Karies Gigi, Gigi impaksi, Kista radikular

(periapikal), Kista dentigerous (folikular), Odontogenic Keratocyst,

Ameloblastoma, Odontoma, Static bone cavity (Stafne cyst), Fraktur Mandibula,

Kasifikasi Limfe Nodi, Arterial Calcification, Sialolithiasis, Phlebolith,

Tonsillolithiasis, Periapikal Abses, Pulpitis, Pulpa Nekrosis, dan lain-lain.

Patologis Gambaran khas panoramik


Bentuk bulat/oval radiolucent di
periapikal gigi, batas jelas, dinding tipis
Kista radikular (periapikal) putih, ukuran yang bervariasi serta
dikelilingi tepi radiopaque pada apex
gigi non vital.
Batas jelas, unilokuler kadang tampak
Kista dentigerous (folikular) multilokuler, radiolucent berhubungan
dengan mahkota gigi yang tidak erupsi
Bentuk unilokuler, radiolucent
dikelilingi lapisan sklerotik berupa
radiopaque yang sangat tipis. Pada lesi
Odontogenic Keratocyst
lobulated dan lesi multilokuler, adanya
tulang kortikal yang berbentuk
scalloping tidak beraturan.
Banyak di ramus mandibula area molar,
batas jelas sering berbentuk kurva dan
Ameloblastoma terbentuk dari tulang kortikal,
radiolucent hingga campuran,
pola sarang lebah / busa sabun
Lesi radiopaque dikelilingi gambaran
Odontoma
radiolucent tipis
Radiolucent berasosiasi dengan ketiga
Static bone cavity (Stafne cyst) kelenjar saliva yaitu kedua kelenjar
submandibula dan kelenjar sublingual
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, N., Khan, A.R., Narayan, K.A., Manan, A.A. 2008. A Six-year Review of

The Third Molar Cases Treated in the Dental Department of Penang

Hospital in Malaysia. Dental Research Journal, 5(2).

Banks P dan Rown A. 2001. Fractures of The Facial Skeleton.London: J Oral


Maxillofac Surg. pp: 85-94.

Capote, Triciana Sidorenko de Oliveira, Goncalves, Marcela de Almeida, -

Golcalves, Andrea, Goncalves, Marcelo. 2015. Panoramic Radiography –

Diagnosis of Relevant Structures that Might Compromise Oral and General

Health of the Patient. Emerging Trends in Oral Helath Science and Denistry

chapter 33

Chapman, MN.,Nadgir, RN., Arkman, AS. 2013. Periapical Lucenly Around the

Tooth: Radiologic Evaluation and Differential Diagnosis. Radiographics

33(1) pp:15-32

Danudiningrat, C.P. 2006. Kista odontogen dan non odontogen. Surabaya :

Airlangga University Press.

Espinoza, M., Ligeralde, R. & Thomas, D. 2008. Identifying and Charting

Restorations.

Grasmuck, E.A. & Nelson, B.L. 2010. Keratocystic Odontogenic Tumor. Head

Neck Pathol. Ed. 4 no. 1, 94-6. Doi: 10.1007/s12105-00909146-x

Horisson & Leider, A.S. 1999. Ameloblastic Fibrosarcoma of the Jaws.

Irawan, B. 2004. Material Restorasi Direk Kedokteran Gigi Saat Ini. J. Dentistry

Indonesia; 11 (1): 8-24.


Kamala, K.A., S. Sankethguddad, Ajay G. Nayak, Abhijeeth, R. Sanade. 2017.

Submandibular lymph node calcification – A Diagnostic dilemma. Br J Med

Health Res. 2017;4(7)

Khoironi, Emi,Firman,Ria Noerianingsih, Azhari,Oscandar, Fahmi. 2017.

Determination of pulp necrosis based on periapical digital radiography

histogram and pulp histopathology. Padjadjaran Journal of Dentistry;

29(3):183-189

Mihailova, Nikolov, Slavkov. 2008. Diagnostic Imaging of Dentigerous Cyst of

The Mandible. Journal of IMAP.

Naem, Adil, Hugo, Gemal, Reed, Duncan. 2017. Imaging in Traumatic

Mandibular Fracture. Quantitative Imaging in medicine and surgery vol 7 no

4 pp:469-479

Noffke, CEE.,Raubenheimer, EJ., Chabikuli, NJ. 2015. Radiopacities in Soft

Tissue on Dental Radiographs: Diagnostic Consideration. SADJ vol 70 no

2 p53-59

Patil, S., Rahman, F., Tipu, S.R., Kaswan, S. 2012. Odontoma: Review of

Literature and Report of Case. J. Oral & Maxillofacial Pathol, 3(1).

Pedersen, G. 1996. Buku Ajar Bedah Mulut. Jakarta: EGC.

Rajendran, S. 2012. Shafer’s Textbook of Oral Pathology 7th ed. New Delhi:

Elsevier.

Rather, G.R., Goeswami, K.C., Khajuria, R., Singh, K., Mahajan, D., Dev, G.

2013. Fine Needle Aspiration Cytology of Ameloblastoma. JK Science,

15(2).

Shear, M. 1983. Kista Rongga Mulut ed. 2. Jakarta: EGC.


Smith, R.A. 2004. Spesific Atypes of Jaw Cyst in Jaw Cysts. In: A lange medical

book: Current Diagnostic and Treatment in Otolaryngology-head and Neck

Surgery. Lalwani, AK, editor. Boston: Mc. Graw Hill Companies.

Spini, P.H.R., Spini, T.H., Servato, J.P.S., Cardoso, S.V., Loyola, A.M. 2012.

Giant Complex Odontoma of the Anterior Mandible: Repost of Case with

Long Follow Up. Braz Dent J, 23(5).

Sumawinata. 2013. Senarai Istilah Kedokteran Gigi. Jakarta: EGC.

Terial, B. 2009. Dental Radiografi Prinsip dan Teknik. Medan: Universitas

Sumatera Utara.

Whaites. 2003. Essentials of Dental Radiography and Radiology 3rd Ed. New

York : Churchill Livingstone.

White, Dean k., Chad C. Street, William, S. Jenkins, Clark, Antoni R., Ford, Jason

E. 2003. Panoramic Radiograph in Pathology.Atlas of the Oral and

Maxilofacial Surgery Clinics 1-53

White, S.C. & Pharoah, M.J. 2000. Oral Radiology Principles and Interpretations

4th Ed. Mosby Toronto.

Anda mungkin juga menyukai