PENDAHULUAN
Pada anak anak dan remaja biasanya disebabkan oleh olahraga dan
playground activities. Kenyataannya sepertiga dari trauma dental disebabkan
oleh kecelakaan pada saat berolahraga. Penggunaan mouthguard dan helm
yang memadai dapat mengurangi injuri karena olahraga.1
Kelompok yang memiliki resiko besar terhadap trauma ini adalah orang
orang pecandu alcohol sebagai suatu faktor kebiasaan. Kelompok lainnya
adalah orang dengan penyakit kejang, gangguan mental, dan orang yang
memiliki maxiofacial abnormal sejak lahir.1
1
1.2 Rumusan Masalah
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Definisi fraktur secara umum adalah pemecahan atau kerusakan suatu
bagian terutama tulang.2 Fraktur dentoalveolar merupakan suatu injuri yang
melibatkan patahnya struktur dentoalveolar. Fraktur dentoalveolar berarti
mencakup fraktur gigi dan juga fraktur alveolar biasanya disebabkan oleh
kecelakaan atau trauma.
Fraktur gigi dapat dimulai dari ringan (melibatkan chipping dari lapisan
gigi terluar yang disebut email dan dentin) sampai berat (melibatkan fraktur
vertikal, diagonal, atau horizontal akar). Email dan dentin adalah dua lapisan
pelindung terluar gigi. Email adalah permukaan terluar yang keras dan berwarna
putih. Dentin adalah lapisan kuning yang terletak tepat di bawah email. Email
dan dentin keduanya berfungsi melindungi jaringan gigi bagian dalam. Mahkota
terlihat sepertiga dari gigi, sedangkan sisanya dua pertiga yang ditutupi dengan
gusi disebut akar.
2.2 Etiologi
Etiologi dari fraktur itu sendiri dibagi menjadi dua yaitu ekstrinsik dan
intinsik. Fraktur paling sering disebabkan oleh kecelakaan ketika sedang
berkendara dan juga kekerasan di seluruh dunia. Tetapi bisa juga disebabkan
karena kecelakaan kerja, aktivitas olahraga, jatuh dan sebagainya.1
Penyebab ekstrinsik antara lain direct violence (fraktur pada bagian yang
terkena), indirect violence (fraktur karena trasmisi dari yang terkena), bending
forces, torsional forces, compression forces, dan shearing forces.1
3
sistemik atau dari tulang itu sendiri memiliki sistem yang abnormal sehingga
dapat menyebakan fraktur.1
2.2.1 Trauma
Dalam satu penelitian yang dilaku oleh Schwartz, katakan selama masa
remaja, cedera olahraga merupakan kasus yang umum namun pada usia
dewasa, kasus seperti cedera olahraga, kecelakaan sepeda motor, kecelakaan
industri, dan kekerasan dalam rumah tangga merupakan penyebab potensial
trauma. Olahraga yang melibatkan kontak fisik merupakan penyebab umum
fraktur dental, seperti sepakbola dan bola basket. Olahraga tanpa kontak fisik
seperti berkuda terdapat menyebabkan fraktur dental. Benturan atau trauma,
baik berupa pukulan langsung terhadap gigi atau berupa pukulan tidak
langsung terhadap mandibula, dapat menyebabkan pecahnya tonjolan-tonjolan
gigi, terutama gigi-gigi posterior. Selain itu, tekanan oklusal yang berlebihan
terutama terhadap tumpatan yang luas dan tonjol-tonjolnya tak terdukung oleh
dentin dapat pula menyebabkan fraktur. Keparahan fraktur bisa hanya sekedar
retak saja, pecahnya prosesus, atau sampai lepasnya gigi yang tidak bisa
diselamatkan lagi. Trauma secara langsung kebanyakan mengenai gigi anterior,
dan karena arah pukulan mengenai permukaan labial, garis retakannya
menyebar ke belakang dan biasanya menyebab fraktur horizontal atau miring.
Pada fraktur yang lain, tekanan hampir selalu mengenai permukaan oklusal,
sehingga fraktur pada umumnya vertical.2
Orang yang mepaparkan email gigi kepada suhu ekstrim seperti makan
makanan panas kemudian minum air es. Perlakuan ini melemahkan email gigi
dan memudahkan terjadi fraktur gigi
2.2.5 Tambalan
5
Salah satu kebiasaan yang terjadi fraktur adalah ketika gigi mempunyai
tambalan yang besar. Kekuatan gigi yang rendah disebabkan oleh bahan
tambalan gigi yang tidak sama kuat dibandingkan dengan email atau dentin,
dapat menimbulkan resiko gigi menjadi fraktur.5
6
Gambar 3. Fraktur gigi pasca perawatan Otrhodontik
7
1. Enamel infraction: jenis fraktur tidak sempurna dan hanya berupa
retakan tanpa hilangnya substansi gigi.
2. Fraktur email: hilangnya substansi gigi berupa email saja.
3. Fraktur email-dentin: hilangnya substansi gigi terbatas pada email
dan dentin tanpa melibatkan pulpa gigi.
4. Fraktur mahkota kompleks (complicated crown fracture): fraktur
email dan dentin dengan pulpa yang terpapar.
5. Fraktur mahkota-akar tidak kompleks (uncomplicated crown-root
fracture): fraktur email, dentin, sementum, tetapi tidak melibatkan
pulpa.
6. Fraktur mahkota-akar kompleks (complicated crown-root fracture):
fraktur email, dentin, dan sementum dengan pulpa yang terpapar.
7. Fraktur akar: fraktur yang melibatkan dentin, sementum, dan pulpa,
dapat disubklasifikasikan lagi menjadi apikal, tengah, dan sepertiga
koronal (gingiva).
1. Concussion: tidak ada perpindahan gigi, tetapi ada reaksi ketika diperkusi.
2. Subluksasi: kegoyangan abnormal tetapi tidak ada perpindahan gigi.
8
3. Luksasi ekstrusif (partial avulsion): perpindahan gigi sebagian dari soket.
4. Luksasi lateral: perpindahan ke arah aksial disertai fraktur soket alveolar.
5. Luksasi intrusif: perpindahan ke arah tulang alveolar disertai fraktur soket
alveolar.
6. Avulsi: gigi lepas dari soketnya.
9
Gambar 6. Cedera pada tulang Pendukung
2.3.4 Klasifikasi Ellis :
1. Klas I : Tidak ada fraktur atau fraktur mengenai email dengan atau tanpa
memakai perubahab tempat
2. Klas II : Fraktur mengenai dentin dan belum mengenai pulpa dengan atau
tanpa memakai perubahan tempat.
3. Klas III : Fraktur mahkota dengan pulpa terbuka dengan atau tanpa
perubahan tempat
4. Klas IV : Gigi mengalami trauma sehingga gigi menjadi non vital dengan
atau tanpa hilangnya struktur mahkota
5. Klas V : Hilangnya gigi sebagai akibat trauma
6. Klas VI : Fraktur akar dengan atau tanpa hilangnya struktur mahkota
7. Klas VII : Perpindahan gigi atau tanpa fraktur mahkota atau akar gigi
8. Klas VIII : Fraktur mahkota sampai akar
9. Klas IX : Fraktur pada gigi desidui
10
fraktur. Pada kasus ini fraktur alveolar mungkin terjadi karena adanya trauma
tidak langsung pada gigi atau tulang pendukung yang dihasilkan dari pukulan
atau tekanan pada dagu. Hal ini biasa terlihat dengan adanya pembengkakan dan
hematom pada dagu serta luka pada bibir.10,11
2.5 Gambaran Radiologi Fraktur Dentoalveolar
Foto rontgen penting sebelum membuat diagnosis pada pasien, dan dari foto
tersebut kita dapat melihat batas fraktur sampai mana. Dari foto tersebut, lokasi
yang mengalami fraktur akan muncul gambaran garis yang radiolusen.
11
posterior (ke faring). Pergeseran maksilla kea rah inferoposterior bias
mengakibatkan penyumbatan mekanis langsung pada orofaring. Lidah bias
dikontrol dengan melakukan penjahitan menggunakan benang sutera tebal
pada ujung lidah dan menahan lidah untuk tetap pada posisi anterior.
Keterlibatan maksila tidak mudah diatasi dan mungkin tergantung pada
reduksi dari fraktur, atau paling tidak pada imobilisasi sementara yang
dilakukan dengan jalan mengfiksasinya terhadap mandibula yang masih
utuh.2,3,4
12
menyebabkan terjadinya edema lidah yang besar dan juga menyebabkan
lidah tergeser kea rah posterior. Cedera pada saraf sering mempersulit
masalah yang sudah ada, yakni berupa gangguan dalam melakukan control
gerakan lidah. Apabila diperkirakan akan terjadi edema lingual atau
faringeal, maka penggunaan fiksasi maksilomandibular ditunda. Fiksasi
interdental yang kaku menyebabkan lidah tidak dapat diprotrusikan,
sehingga membuat lidah cenderung bergerak kea rah posterior dan
berakibat fatal. Apabila kondisi saluran pernapasan diragukan, bias
dilakukan pemasangan alat bantu pernapasan oro- atau nasofaringeal,
intubasi endotracheal dan tracheostomi pada kasus tertentu.12
3. Perdarahan
4. Antibiotik
13
5. Kontrol Rasa Sakit
6. Perawatan Pendukung
7. Perawatan Segera
14
oklusi. Juga cedera pada jaringan lunak diatasnya misalnya luka-luka atau
hematom.9
Penatalaksanaan :
15
diterangkan sebelumnya. Disini akan dibahas mengenai langkah-langkah
perawatan yang harus dilakukan untuk memperbaiki fraktur tersebut sehingga
gigi bisa berfungsi kembali dengan normal.1,11,12
a. Fraktur Email
Fraktur jenis ini adalah tipe fraktur yang bisa dikatakan complicated,
karena fraktur melibatkan daerah email, dentin dan juga pulpa.
Perawatannya pun agak sedikit berbeda dan tidak sesederhana dua kasus di
atas. Hal lain yang harus diperhatikan saat menangani kasus ini adalah
maturasi gigi, ini penting untuk menentukan apakah apeks gigi sudah
menutup sempurna atau belum karena akan membedakan langkah
perawatan yang akan diberikan.
Fraktur jenis ini adalah tipe fraktur yang bisa dikatakan complicated,
karena fraktur melibatkan daerah email, dentin dan juga pulpa.
Perawatannya pun agak sedikit berbeda dan tidak sesederhana dua kasus di
atas. Hal lain yang harus diperhatikan saat menangani kasus ini adalah
maturasi gigi, ini penting untuk menentukan apakah apeks gigi sudah
16
menutup sempurna atau belum karena akan membedakan langkah
perawatan yang akan diberikan.6
17
lapisan kalsium hidroksida dan menggantinya dengan material adhesif. Hal
ini dikarenakan CaOH adalah bahan yang semakin lama akan makin
terdisintegrasi. Pembongkaran kembali ini diharapkan dapat
meminimalisir kebocoran mikro yang nantinya akan menyebabkan adanya
rongga antarajembatan dentin yang baru dengan restorasi yang
menutupinya.
18
minggu. Kemudian pasien diminta datang untuk melakukan oemeriksaan
apakah fraktur sudah membaik serta mengetahui kevitalan pulpa.
Fraktur Sepertiga Serviks dengan Pulpa Nekrotik
Perawatan yang bisa dilakukan antara lain:
Melakukan anestesi local
Melepaskan segmen korona
Lakukan ginggivektomi dan alveoplasti agar akar terlihat sehingga
bisa dilakukan perawatan saluran akar dan preparasi untuk pasak
dan mahkota.
19
Periksa kedudukan pin, jika sudah pas bisa dilakukan restorasi
tetap.
20
f. Fraktur Mahkota-Akar
Tindakan untuk mengembalikan gigi yang lepas dari soket, baik karena
disengaja atau karena kecelakaan disebut replantasi. Sebagai tindakan darurat
untuk mengembalikan gigi avulsi karena trauma, replantasi merupakan teknik
yang penting.7
21
2. Cuci gigi dengan air yang mengalir tanpa menyikat atau
membersihkannya, dan periksa giginya untuk meyakinkan bahwa gigi
masih utuh.
3. Minta kepada pasien untuk berkumur. Tempatkan gigi kembali dalam
soketnya dengan tekanan jari yang lembut dan mantap. Bila pasien
kooperatif dan mampu, minta kepada pasien untuk mengatupkan gigi-
giginya secara hati-hati, untuk mengatupkan gigi kembali pada posisinya
semula.
4. Bawa pasien segera ke dokter gigi. Bila pasien atau orang tua tidak dapat
menempatkan kembali gigi pada soketnya, maka cepat membawa gigi
tersebut ke dokter gigi merupakan suatu keadaan yang penting. Gigi
harus dibawa di dalam sarana yang basah untuk menjaga kelangsungan
hidup ligamen periodontal yang tersobek.
5. Selama gigi terlepas, gigi harus selalu berada dalam keadaan yang
lembab. Gigi disimpan didalam kassa steril yang sudah dibasahi NaOCl
fisiologis 0,9%, dalam susu murni, atau dengan menggunakan saliva
sendiri. Namun, bukanlah dengan cara direndam.
6. Menghindari memegang bagian akar gigi.
7. Setelah pasien tiba di tempat dokter gigi, bila gigi di dalam soketnya,
lakukan ligasi, stabilisasi, dan buka oklusi gigi yang di-replantasi. Bila
gigi keluar dari soketnya atau posisinya tidak baik, gigi direplantasi
secara baik sebelum dilakukan ligasi.
8. Buat suatu radiograf untuk memeriksa posisi gigi di dalam soket dan
untuk mengetahui apakah terdapat fraktur akar atau tulang alveolar.
Periksa gigi-gigi di dekatnya untuk kemungkinan adanya fraktur akar.
9. Diberikan anastesi lokal untuk meyakinkan bahwa replantasi tidak akan
menimbulkan rasa sakit.
10. Akar diperiksa lalu dibersihkan, tidak perlu menghilangkan ligament
periodontium, namun jaringan yang hancur sebaiknya dibuang
11. Soket dikuret dengan hati-hati dan diirigasi untuk menghilangkan darah
dan kotoran yang ada. Dengan palpasi ditentukan apakah ada tulang
alveolar yang fraktur.
12. Setelah gigi direplantasi, fiksasi gigi tersebut selama 3-8 minggu.
22
13. Jangan mencoba melakukan perawatan endodontik pada waktu ini
kecuali bila gigi memerlukan drainase. Dalam kasus seperti itu, kamar
pulpa dibuka, kamar pulpa dan saluran akar dibersihkan, masukkan
medikamen intrakanal dan tutup kavitas. Perawatan endodontic
diselesaikan pada lain waktu.
14. Periksa vitalitas gigi secara berkala (tiap satu minggu), apabila gigi
menjadi non vital maka harus segera dilakukan perawatan endodontik.
Prognosis dalam waktu panjang tidak baik. Gigi avulsi dapat menjadi benda
asing jika dikembalikan pada tempatnya dan dapat ditolak oleh mekanisme
pertahanan tubuh. Penolakan ini dapat berupa resorpsi akar yang berakhir
dengan eksfoliasi mahkotanya.
23
Restorasi semi tetap atau dilakukan sementara dilakukan jika perawatan
dan pembuatan restorasi tetap memerlukan waktu yang lama. Dalam keadaan
kegawat daruratan, restorasi semi tetap ini berguna untuk menghindari kerusakan
gigi yang lebih berat. Restorasi semi tetap haruslah bertahan lama hingga
restorasi tetap telah selesai dilakukan, terdapat 3 prinsip agar restorasi dapat
berfungsi dengan baik dan bertahan lama, yaitu mampu mempertahankan
struktur gigi, memiliki retensi yang baik, dan mampu melindungi sisa struktur
gigi.
2. Mahkota ¾.
Restorasi ini diindikasikan untuk mahkota yang kehilangan lebih dari
sepertiga bagian sebagai restorasi semitetap sampai mahkota jaket
porselen dapat dibuat. Keuntungan restorasi ini adalah pengambilan
struktur gigi yang minimal. Kerugiannya yaitu kurang estetik dari
porcelain veneer full gold crown karena emas akan terlihat pada bagian
incisal dan interproksimal dan bagian labial akan berubah warna.
3. Pinlay.
Restorasi ini tidak tahan lama seperti restorasi logam cor.
Keuntungannya adalah lebih ekonomis dan pembuangan jaringan gigi
minimal. Restorasi ini dapat digunakan pada kasus fraktur kelas 2 dan 3
yang telah dilakukan pulp capping
24
4. Mahkota berlapis.
Setelah fraktur kelas III dilakukan pulpotomi, fraktur menyebabkan
hilangnya mahkota yang luas, maka restorasi yang diindikasikan adalah
mahkota jaket
5. Mahkota berlapis porselen.
Restorasi ini tahan lama dan baik dari segi estetik. Ini disarankan pada
anak-anak dengan resesi pulpa yang terjadi pada gigi vital dan resesi
gingival.
Berkumur dengan air dingin dan letakkan batu es di bawah bibir dan
mulut untuk mengurangi bengkak. Memberikan Tylenol untuk
mengurangi rasa sakit. Selama tidak terdapat abses atau mobilitas gigi
yang tinggi, fraktur akar tersebut dapat sembuh dengan sendirinya. Jika
terdapat abses dan mobilitas yang tinggi, gigi dapat diesktraksi dan sisa
akar yang tertinggal dapat teresorpsi dengan sendirinya. Dengan sedikit
perpindahan fragmen mahkota dapat dibiarkan tanpa perawatan dan akan
diresorbsi. Jika fragmen mahkota sangat longgar maka fragmen mahkota
25
harus diekstraksi. Fragmen apical dapat dibiarkan untuk diresorpsi secara
fisiologis.
Berkumur dengan air dingin dan letakkan batu es di bawah bibir dan
mulut untuk mengurangi bengkak. Memberikan Tylenol untuk
mengurangi rasa sakit. Menggunakan clorhexidin selama 7 hari untuk
menghindari kontaminasi bakteri pada ligament periodontal. Sebaiknya
diambil gambaran radiografi untuk dilihat lebih lanjut fraktur akar yang
terjadi. Anak diinstruksikan untuk memakan makanan yang lembut selama
beberapa minggu sampai diputuskan perawatan yang tepat untuk
dilakukan.
e. Ekstrusi
Gigi sulung dapat mengalami reposisi dan stabil untuk waktu yang
singkat jika anak segera diobati jika ada cedera. Tempatkan kain yang
basah dan dingin pada mulut, dan bawa segera ke dokter gigi. Untuk
mengurangi rasa sakit dapat diberikan Tylenol. Jika bekuan darah sudah
masuk ke dalam soket alveolar dan tidak terjadi reposisi, gigi dapat
kembali normal secara spontan atau diekstraksi tergantung pada tingkat
ekstrusi dan mobilitas. Gigi sulung dengan luksasi di posisi labial
dilakukan ekstraksi, untuk mencegah kerusakan saat pertumbuhan gigi
permanen. Dapat dilakukan splint untuk mengembalikan gigi pada posisi
normal menggunakan semen glass ionomer modifikasi resin.
f. Lateral Luxation
26
g. Intrusion
Berkumur dengan air dingin dan letakkan batu es di bawah bibir dan
mulut untuk mengurangi bengkak. Berikan Tylenol untuk mengurangi rasa
sakit. Perawatan untuk gigi sulung yang mengalami intrusi masih
diperdebatkan. Jika dilakukan pembedahan dapat terjadi kerusakan ringan
karena berkurangnya epithelium enamel, sehingga sebaiknya dibiarkan
sehingga terjadi re-erupsi dalam kurun 3 bulan. Jika selama proses re-
erupsi terjadi reaksi inflamasi seperti pembengkakan dan hyperemia
gingival juga pembentukan abses disertai pus, sebaiknya segera diberikan
antibiotic dan dilakukan ekstraksi untuk mencegah penyebaran infeksi.
h. Avultion
Perawatan untuk avulsi biasanya dilakukan dengan replantasi segera.
Namun pada gigi sulung proses replantasi dapat menggantikan koagulum
ke dalam folikel gigi incisor permanen. Sehingga dapat mengakibatkan
inflamasi periapikal yang kemudian menjadi nekrosis pulpa dan dapat
mengganggu perkembangan gigi permanen. Space yang dihasilkan dari
hilangnya gigi dapat digantikan dengan protesa sementara.
Splinting adalah prosedur di mana gigi ditopang dalam posisi tertentu untuk
jangka waktu tertentu. Hal ini dilakukan pada gigi yang terkena trauma atau gigi
yang jaringan pendukungnya terinfeksi penyakit, sehingga gigi tidak terdukung
dengan baik.
27
Rigiditas dari splint dapat digambarkan sebagai berikut :
28
2) Wire-composite Splint
3) Orthodontic Splint
Pendekatan yang serupa meliputi penempatan bracket dengan teknik
adhesif. Sebuah kawat orthodontik kemudian membengkokkan dan diligasikan
pada bracket, atau kawat yang dilewatkan pada figure-eight-loops dari bracket
ke bracket. Namun, metode splinting ini lebih mengakibatkan iritasi bibir dan
gangguan berbicara bila dibandingkan dengan teknik splinting lainnya. Kawat
bracket dan komposit dapat menyebabkan iritasi pada mukosa, menurunkan
kebersihan mulut dan tidak nyaman.
29
Gambar 11. Orthodontic Splint
30
yang lebih dan mudah untuk dilakukan, tetapi telah ditemukan adanya fraktur
interdental. Bersifat rigid, meskipun memiliki warna yang mendekati warna gigi
tetapi splint jenis ini sulit untuk dilepas tanpa merusak permukaan gigi. Splint
jenis resin komposit sebaiknya digunakan untuk gigi yang mengalami luksasi
lateral.
6) Kevlar/Fiberglass Splint
Metode yang menggunakan teknik adhesif melibatkan serat nilon, band
Kevlar atau fiberglass untuk menstabilkan suatu trauma gigi terluka. Serat atau
band direndam dalam resin dan ditempatkan pada permukaan gigi dengan
polimerisasi. Splint ini adalah terlihat estetik dan walaupun konstruksinya
ringan, memiliki frekuensi fraktur yang rendah.
31
splint lebih mudah dan lebih cepat menghilangkan tahap etsa dan pembilasan
yang terpisah.
8) Suture Splint
Suture splint berguna sebagai fiksasi sementara, dan dalam kasus di mana
ada masalah retensi karena kurangnya gigi yang berdekatan, seperti pada geligi
sulung atau campuran. Namun, penggunaan maksimum suture splint hanya
beberapa hari. Jahitan dilewatkan dari jaringan labial ke jaringan lingual dengan
benang melintasi tepi insisal, sehingga mencegah gigi bergerak dari soketnya.
Selain itu, sejumlah kecil resin dapat ditempatkan untuk menjamin retensi dari
jahitan.
32
Rekomendasi untuk tipe splinting dan durasi
Ekstrusive luxation : 2 minggu; tipe fiksasi : fleksibel
Lateral luxation : 4 minggu; tipe fiksasi : fleksibel
Intrusive luxation : 6-8 minggu; tipe fiksasi : fleksibel
Avulsion : 1-2 minggu; tipe fiksasi : fleksibel
Root fracture; setengah atau sepertiga apical : 4 minggu; tipe fiksasi : rigid
Root fracture; sepertiga servikal : 3 bulan; tipe fiksasi : fleksibel
Alveolar fracture : 4 minggu; tipe fiksasi : fleksibel
Tabel 1. perbandingan jenis splint yang berbeda. (+) : secara kuat berhubungan, (+) :
sedikit bethubungan, dan (-) : tidak ada hubungan terhadap splint yang bersangkutan .
2.12 Pencegahan
33
Aspek utama fraktur gigi adalah disebabkan oleh trauma. Mouth
guard dapat melindungi mulut dan meminimalkan risiko gigi fraktur. Ini
biasanya meliputi gigi atas, dan akan membantu melindungi dari cedera.
Hal ini penting terutama jika berpartisipasi dalam kegiatan olahraga.
Keuntungan memakai mouth guard adalah signifikan. Dengan
memakainya, dapat membatasi risiko terkait cedera mulut, termasuk
cedera pada bibir, lidah, jaringan lunak, dan gigi. Memakai mouth guard
dapat melindungi terhadap pecah atau fraktur gigi, akar atau kerusakan
tulang, dan bahkan mencegah gigi lepas atau tercabut. Selain itu kalau
seseorang mempunyai kebiasaan buruk grinding gigi pada waktu malam,
mouth guard dapat membantu. Ini akan melindungi gigi dari aus atau rusak
malam demi malam, jadi resiko fraktur juga menurun.
2. Pemeriksaan Gigi
Pasien harus melakukan kunjungan ke dokter gigi sekali atau dua
kali setiap tahun untuk pemeriksaan gigi. Ini karena kadang kadang ada
struktur gigi yang sudah rapuh karena disebabkan oleh perawatan
saluran akar ataupun bahan restorasi yang lama mulai terpisah dari
struktur gigi. Dengan pemeriksaan dan dapat dideteksi lebih awal,
kondisi fraktur gigi dapat dielakkan dan segera dilakukan perawatan.13
34
Dari peran seorang dokter gigi harus melakukan diagnosis yang
tepat baru dapat memberikan perawatan yang sesuai dan hasil yang baik.
Diagnosis dimulai dengan merekam demografi pasien dan mengambil
sejarah singkat peristiwa traumatik, kemudian diikuti pemeriksaan intra
oral dan ekstra oral. Gigi mungkin terasa tidak nyaman waktu perkusi
atau palpasi dan menunjukkan perubahan warna mahkota sementara.
Sebuah visualisasi menyeluruh daerah subgingiva juga penting untuk
mendeteksi adanya garis fraktur.
Awalnya, sensibilitas dan tes vitalitas dapat memberikan hasil
negatif yang sementara atau permanen karena kerusakan pulpa yang
ditimbulkan oleh trauma. Secara rutin tindakan lanjut diperlukan untuk
memantau status pulpa terus menerus. Penggunaan pulsa-oksimeter
direkomendasikan untuk mengevaluasi status pulpa dari gigi baru
mengalami trauma. Alat ini memiliki sensitivitas yang lebih baik dan
spesifisitas dari tes listrik dan termal dan memberikan pembacaan
vitalitas positif yang konstan pada waktu dalam kasus gigi baru
mengalami trauma.30 Setelah itu, dilakukan rongten foto pada gigi yang
dicurigai atau tidak dapat langsung dilihat secara visual dari tes lain.
Pemeriksaan radiografi sangat diperlukan untuk konfirmasi fraktur akar.
Kemudian harus mempunyai rencana perawatan sebelum
melakukan pencabutan. Untuk eksodonsia, dipilih tang yang sesuai
dengan gigi yang akan diekstraksi, manipulasi dengan luksasi atau rotasi
sesuai jenis gigi. Kadang kadang, bein digunakan untuk mengoyangkan
gigi dan megeluarkan sisa akar gigi. Jika gigi tersebut sukar dicabut,
maka teknik bedah trans alveolar diindikasikan untuk mengeluarkan gigi
tersebut.32
35
Gambar 18. Pulsa Oksimeter
4. Diet
Makan makanan segar seperti apel, wortel mentah dan seledri.
Makanan ini membantu untuk membersihkan gigi atau self-cleansing
pada waktu dimakan dan mengunyah. Makanan ini adalah sikat gigi
alami. Dengan ini, karies akan dikurangi dan kesehatan gigi masih dapat
dipertahankan dan dengan demikian resiko fraktur gigi menurun.13
Pilihan makanan terbaik untuk kesehatan gigi termasuk keju, daging,
kacang-kacangan, dan susu. Makanan ini penting untuk melindungi
email gigi dengan menyediakan kalsium dan fosfor yang dibutuhkan
untuk remineralisasi gigi.
36
Perawatan untuk fraktur gigi tergantung kepada kondisi sisa akar gigi
yang tinggal atau bagian yang mengalami fraktur. Tindakan pertama harus
dimulai dengan melihat kondisi gigi, soket gigi harus diirigasi supaya
dapat dilihat jelas. Jika masih ragu, pasien dianjurkan untuk dilakukan
rontgen foto guna melihat kondisi soket bekas pencabutan. Sisa akar gigi
dikeluarkan dengan menggunakan elevator dengan daya yang ringan.
Dilakukan dengan hati-hati sampai sisa tersebut makin longgar pada soket
lalu dikeluarkan. Jika sisa gigi tidak dapat dikeluarkan dengan instrumen
elevator, teknik transalveolar harus digunakan untuk megeluarkan sisa
fraktur tersebut
37
BAB III
LAPORAN KASUS
Tatalaksana bedah terdiri dari reposisi gigi dan fragmen tulang dengan
tekanan jari, dengan pasien di bawah anestesi lokal. Sebuah radiograf periapikal
diambil untuk memastikan bahwa gigi telah diposisikan dengan benar di dalam
soket. Dilakukan pemsangan splint pada gigi dari kanin ke kanin dengan resin
komposit dan 0,7 orthodontic wire, dan jaringan lunak yang mengalami laserasi
38
dijahit (Gambar 2). Pengobatan klinis meliputi agen antibiotik (Amoxil 500 mg;
GlaxoSmithKline, Rio de Janeiro, RJ, Brasil) dan agen antiinflamasi (Cataflam
500 mg; Novartis, São Paulo, SP, Brasil). Orang tua diberi tahu tentang
pentingnya menjaga kebersihan mulut, secara teratur kembali untuk follow up
klinis dan radiografi.
Gambar 1. Tampilan Klinis awal traumatic. A.Jaringan lunak ekstraoral yang menonjol
dari bibir atas ke hidung. B.Gigi insisivus sentral rahang atas dan tulang alveolar
bergeser, dan gigi insisivus sentral kanan memiliki celah pada enamel
Gambar 2. Tampilan klinis nebunjukan gigi direposisi dengan pencahayaan resin dan
kawat orthodontic serta jaringan gingiva dijahit.
Setelah 15 hari, kedua gigi insisivus sentral dirawat secara endodontik dan
dilapisi dengan calcium hydroxide berbahan dasar pasta [Calen; S.S. Putih, Rio de
Janeiro, RJ, Brasil; komposisi: 2,5 g CH, 0,5 g zink oksida, 0,05 g colophony dan
1,75 mL polietilen glikol 400 (vehikulum)]. Fraktur mahkota gigi insisivus sentral
kanan dipulihkan dengan resin komposit. Setelah 30 hari, kalsium hidroksida
39
diperbaharui, dan pasien diminta untuk kembali follow up. Namun, anak tersebut
gagal kembali ke Klinik Gigi Anak untuk follow up, sehingga splint tidak dilepas
dan saluran akar tidak teratasi.
Gambar 3. Tampilan klinis 6 bulan setelah cedera. Splint masih ada. Kehilangan tulang
alveolar bukal dan resesi gingiva pada gigi insisivus rahang atas
40
Gambar 4. Radiograf periapical diambil setelah perawatan saluran akar
Gambar 5. Gambaran klinis 2 tahun setelah cedera. Gigi seri kanan dipulihkan dengan
resin komposit. Penampilan, kontur gingiva dan fungsinya normal.
Diskusi
Anak laki-laki berusia 12 tahun dari laporan kasus ini memiliki trauma
kompleks yang melibatkan struktur dentoalveolar dan jaringan lunak, yang
disebabkan oleh kecelakaan sepeda. Faktanya, luka traumatis laki-laki terhadap
41
gigi permanen tampak lebih parah dan termasuk di antara berbagai kondisi yang
dapat menyebabkan trauma. Memang, kecelakaan yang melibatkan sepeda atau
aktivitas olah raga lainnya menyebabkan 30% luka di daerah wajah .
Interval waktu yang telah dilewati sejak cedera sangat penting karena
mempengaruhi pilihan pengobatan . Menurut Andreasen dkk. , reposisi gigi yang
mengalami dislokasi lebih sulit setelah 48 jam cedera. Dalam kasus ini, reposisi
dilakukan sekitar 10 jam setelah cedera, jadi perawatan dimungkinkan dan
menghasilkan hasil yang memuaskan.
Setelah luksasi lateral, reposisi dan stabilisasi gigi pada posisi anatomi
mereka benar-benar penting untuk mengoptimalkan penyembuhan ligamentum
periodontal dan suplai neurovaskular, sambil mempertahankan integritas estetika
dan fungsional. Periode splint yang diindikasikan untuk terapi ligamen
periodontal adalah 2-4 minggu, namun dalam kasus kurangnya dukungan
periodontal atau kerusakan tulang marjinal, seperti pada situasi sekarang, waktu
splint yang ideal harus diperpanjang sampai 8 minggu. Dalam kasus ini, pelepasan
splint terjadi hanya setelah 9 bulan karena pasien gagal untuk mengatasi rencana
perawatan. Melakukan splint dengan orthodontic wire dan resin komposit untuk
stabilisasi gigi yang bergeser secara traumatis, seperti yang dilakukan pada kasus
ini, telah dilaporkan menyebabkan hasil yang memuaskan , karena memungkinkan
mobilitas fisiologis dan pembersihan yang mudah. Gambaran ini mungkin telah
42
mencegah komplikasi seperti ankilosis gigi dan akumulasi biofilm gigi, meskipun
terjadi periode splint yang berkepanjangan. Kebersihan mulut yang cermat yang
dipelihara oleh pasien juga penting untuk mencegah inflamasi periodontal yang
mungkin berbahaya bagi pengobatan.
43
rumah sakit umum. Luka, meliputi laserasi bibir bawah, dijahit, dan pasien
dipulangkan pada hari yang sama.
Gambar 2.Pemeriksaan awal menunjukan nodul tegas dengan warna pink normal
berukuran sekitar 1 cm dengan diameter pada bagian mukosa bibir bawah.
44
Gambar 3. Radiograf mengungkapkan fragmen gigi yang tertanam di bibir bagian
bawah
45
Gambar 5.Radiograf periapical mengkonfirmasi pemindahan fragmen gigi
46
Gambar 7.Integritas estetika dan fungsional gigi
dipertahankan pada follow up 6 bulan.
Diskusi
Kerusakan yang terjadi pada gigi dan struktur pendukung merupakan salah
satu konsekuensi trauma maksilofasial yang paling sering terjadi. Kerusakan
tersebut dapat terjadi baik dalam isolasi atau bersamaan dengan fraktur lainnya
dan laserasi jaringan lunak. Dalam situasi darurat, kerusakan yang terjadi pada
gigi mungkin tidak diperhatikan selama pemeriksaan klinis, tergantung pada sifat
dan kompleksitas trauma dan kesadaran tim layanan primer tentang cedera
orofacial.
47
reaksi ini kronis, ia menyebabkan fibrosis, yang mengenkapsulasi benda asing
melalui konsentrasi makrofag. Dalam kasus ini, walaupun tidak adanya proses
infeksi yang aktif, jaringan parut fibrosa yang mengelilingi fragmen diamati
selama prosedur operasi pembuangan.
Ikatan fragmen gigi setelah fraktur pertama kali dijelaskan oleh Chosack
& Eidelman pada tahun 1964; penyemenan dilakukan setelah perawatan
endodontik yang adekuat. Metode saat ini berkisar dari ikatan sederhana,
tergantung hanya pada jenis perekat yang digunakan, hingga metode preparasi
yang berbeda untuk gigi dan fragmen. Keuntungan ikatan adalah restorasi yang
lebih konservatif dari cedera gigi tanpa menghalangi penggunaan bahan restoratif
berikutnya dalam kasus penanganan yang tidak berhasil.
Eksisi bedah adalah pengobatan pilihan untuk fragmen gigi yang tertanam
di bibir. Bergantung pada ukuran fragmen dan panjangnya waktu tertanam dalam
jaringan, mungkin bisa menggunakan fragmen untuk mengembalikan sisa gigi
yang fraktur. Dalam kasus saat ini, bahkan satu tahun setelah kecelakaan
bersepeda, adalah mungkin untuk mengembalikan gigi yang retak dengan
menggunakan fragmen yang dikeluarkan dari bibir bawah.
48
3.3 Laporan Kasus 3 (Fraktur tulang alveolar: Tanda patognomonik untuk
diagnosis klinis
Sebuah radiografi periapikal diambil pada hari trauma (Gambar 2). Laserasi
bibir atas dijahit dan gigi direposisi secara manual. Setelah penyesuaian oklusal,
gigi dilapisi dengan semi-flexible splint yang dibuat dengan ortodontik
wire#0,012 (ORMCO, Glendora, Meksiko) dan resin komposit, yang pertahankan
selama 10 hari. Sepuluh hari kemudian, selama perjanjian kedua, rongga akses
49
endodontik dibuat di gigi insisivus maksilaris kiri dan kanan. Dilakukan
intrumentasi secaka kemo mekanik pada kanal dan dilapisi dengan kalsium-
hidroksida. Di akhir sesi, splint dilepas dan oklusi ditinjau kembali. Sebulan
kemudian, kanal disiapkan untuk ukuran #60 dan disegel dengan poin gutta-
percha dan sealer AH26.
Pada 16 bulan masa follow up, tidak ada gejala yang diamati. Pemeriksaan
klinis menunjukkan resorpsi tulang vertikal pada daerah fraktur. Radiografi
menunjukkan resorpsi tulang yang luar biasa di sekitar gigi insisivus maksilaris
kiri pertama. (3 dan 4). Pasien dirujuk ke Departemen Periodontal untuk evaluasi
dan perawatan lebih lanjut
50
Gambar 4. Evaluasi radiografi menunjukan resorpsi tulang yang luar biasa pada gigi
insisivus rahang atas kiri pertama
Diskusi
51
yang mendapatan splint selama 30 hari mengalami kejadian penggantian resorpsi
yang lebih tinggi daripada gigi yang menjalani splint hanya dalam satu minggu.
52
menunjukkan bahwa laki-laki dua kali lebih mungkin mengalami trauma dento-
alveolar dan wajah
Fraktur alveolar terjadi terutama di arkus dentate, tapi juga bisa terjadi
pada arkus edentulous. Anterior maxilla dan mandibula adalah lokasi yang umum
karena lokasi dan kerentanan daerah ini . Faktor lain yang mempengaruhi maksila
anterior terhadap cedera dento-alveolar meliputi peningkatan over-jet gigi
insisivus maksilaris dan prolinasi dan bibir yang tidak kompeten. Bentuk anatomis
dan kepadatan tinggi tulang kortikal bukal dan lingual membuat mandibula
posterior kurang rentan terhadap fraktur alveolar.
Fraktur alveolar dapat melibatkan gigi yang terisolasi, atau dua atau lebih
gigi dengan pergeseran labial atau lingual dari segmen dento-alveolar, yang
mengakibatkan hilangnya kontinuitas lengkung dan gangguan oklusal yang
menyakitkan. Pada fraktur tulang alveolar yang terisolasi, pendeteksian trauma
semacam itu sangat sulit. Dalam kasus yang disajikan, manajemen yang tidak
memadai menyebabkan protokol pengobatan yang salah dan hasil resorpsi tulang
alveolar yang tidak memuaskan.
54
Gambar 1a. Perpindahan palatal segmen dentoalveolar dengan laserasi bukal yang
terinfeksi.
55
Gambar 2. Orthopantomograph menggambarkan fraktur yang melibatkan segmen
posterior maksilaris kanan.
56
Gambar 3a. Pembuatan Splint akrilik terbuka
57
Gambar 5. Orthopantomograph menggambarkan konsolidasi fraktur pada 3 minggu.
Gambar 6. Oklusi dengan gigi insisivus lateral yang biasanya erupsi pada 8 minggu.
Diskusi
58
mungkin dilakukan karena ukuran gigi dan campuran. Ketinggian kontur mahkota
gigi sulung berada di bawah tingkat gingiva, dan kabel sirkular dapat
menyebabkan ekstrusi gigi sulung. Penggunaan gigi permanen yang baru meletus
juga dikontraindikasikan karena adanya formasi akar tidak lengkap Resorpsi akar,
gesekan gigi sulung, dan pembentukan akar gigi permanen yang tidak lengkap
pada fase gigi campuran membuat gigi ini kurang membantu dalam menahan
batang lengkung di tempat.
Di antara pilihan pengobatan yang umum digunakan, pembentuk topi
akrilik sangat ideal. Mereka tidak hanya memanfaatkan dukungan dari gigi yang
berdekatan, tapi juga dari tulang. Mereka mudah dibuat dan ekonomis. Secara
rutin, ini digunakan untuk menstabilkan fraktur mandibula, karena dapat
distabilkan dengan penggunaan kabel circum-mandibular. Begitu pula, gunning
splints digunakan pada rahang edentulous orang tua di mana kabel peralveolar
dapat digunakan untuk menstabilkan belat di maxilla. Ekstrapolasi teknik yang
sama, bagaimanapun, tidak mungkin dilakukan pada pasien anak-anak, karena
adanya gigi permanen yang terus bertambah. Metode pemasangan kabel yang
dimodifikasi untuk mengamankan belat maksila di tempat digunakan dalam kasus
khusus ini, sehingga memudahkan stabilisasi segmen retak. Penundaan dalam
perawatan dapat membuat fraktur kurang dapat diperbaiki untuk pengurangan
yang memadai. Selain itu, permulaan awal anatomi kerangka pra-cedera sangat
penting untuk memfasilitasi pertumbuhan kompleks kraniofasial normal. Ini akan
meminimalkan atau menghindari efek buruk dari penundaan atau tidak ada
pengobatan seperti malunion, gangguan oklusi, dan gangguan. deformitas
dentofacial yang akan datang. Fiksasi maxillomandibular jarang dilakukan pada
pasien diatrik, karena anak-anak tidak mentolerirnya dan, bagaimanapun juga,
mempertahankan belat pada posisi sampai konsolidasi fraktur menjadi penting.
Teknik pengkabelan interdental yang digunakan adalah inovatif dan memegang
belat pada tempatnya secara aman. Apalagi kabel juga tidak mengganggu oklusi
atau mengunyah. Setelah penempatan belat dan selama keseluruhan periode belat
in situ, protokol ketat untuk diet dan pemeliharaan kebersihan mulut diikuti. Diet
cair atau semipadat harus disarankan pada awalnya, dan makanan keras harus
59
benar-benar dihindari. Pemeliharaan kebersihan mulut menimbulkan masalah,
terutama pada anak-anak dan lebih lagi dengan belat di tempat. Anak itu
disarankan untuk menggunakan obat kumur biasa yang mengandung klorheksidin
0,2%. Sebagai alternatif, orang tua dilatih dan disarankan untuk mengairi rongga
mulut dengan larutan garam hangat dalam jarum suntik sekali pakai. Setelah
pengangkatan belat, pemeriksaan gigi yang cermat dan fragmen retak dilakukan
untuk memastikan penyembuhan fraktur yang memuaskan. Hal ini juga penting
untuk memantau kasus-kasus semacam itu dalam waktu lama sehingga letusan
gigi permanen di masa depan dapat diamati secara ketat.
60
yang menunjukkan adanya cedera kepala, anak tersebut mendapat perawatan
medis pertolongan pertama untuk luka ringan oleh petugas medis sekolah yang
telah menggunakan suntikan toksoid tetanus.
Manajemen darurat cedera traumatis gigi direncanakan setelah
penyelidikan sejarah, radiografi (ortopantomograf) dan hematologi (pendarahan
waktu dan waktu pembekuan) secara menyeluruh. Di bawah anestesi lokal,
goutiva palatal dijahit dan pendarahan ditangkap. Gigi avulsed (21 dan 24)
diimplantasikan dengan sukses, setelah dibilas dengan garam. Soket gigi yang
melebar dan fraktur dentoalveolar di wilayah 25 dan 26 dikurangi dengan
instrumen tumpul dan tekanan digital. Premolar direposisi dan distabilkan dengan
jahitan interdental. Karena itu fraktur dentoalveolar, karena imobilisasi pelepasan
tutup segmen maxillary segmen telah direncanakan. Kutu daun Alginat dibuat dan
dilemparkan dituangkan. Segmen maxillary pengurungan dipotong, disusun ulang
pada pemeran dan diperiksa dengan oklusi rahang bawah dan belat pemotong
termodifikasi (meliputi permukaan oklusal) dibuat.
Di bawah anestesi lokal segmen palatal terlantar dikurangi dan
dimodifikasi cap splint disemen dengan menggunakan semen seng fosfat (Gambar
2). Gigi anterior mandibula yang diekstrusi distabilkan dengan belat kawat
fleksibel. Amoksisilin 250 mg 8 jam dan analgesik diresepkan dan pasien
disarankan untuk mengkonsumsi soft diet selama 10 hari. Anak itu ditindaklanjuti
keesokan harinya untuk memeriksa kestabilan belatnya. Meski anak merasa
nyaman, menunjukkan sedikit pembengkakan pada sisi kiri wajah. Setelah
memastikan kestabilan belat, anak tersebut disarankan untuk melanjutkan
pengobatan dan diet lunak. Pasien ditindaklanjuti setelah satu minggu dan
menemukan bahwa pembengkakan wajah telah mereda dan anak-anak mengatasi
prosedur pengobatan.
Dua minggu kemudian, pecahan topi yang telah dimodifikasi
dipindahkan dengan hati-hati dan oklusi dipastikan. Oklusi ternyata cukup
memuaskan. Evaluasi radiografi dilakukan untuk mengevaluasi status sekarang
dari gigi avulsed. Flint kawat fleksibel ditempatkan untuk stabilisasi
dentoalveolar. Pengobatan saluran akar dimulai untuk semua gigi yang terkena.
61
Campuran kalsium hidroksida menengah (ApexCal) diberikan untuk gigi
premolar karena ada mulai resorpsi akar inflamasi eksternal (Gambar 3). Dua
bulan kemudian, radiograf mengungkapkan resorpsi inflamasi eksternal dengan
24 dan 25 sehingga keputusan dibuat untuk mendapatkan agregat trioksida
mineral (Gambar 4). Tiga tahun tindak lanjut mengungkapkan bahwa anak itu
asimtomatik dengan fungsi normal. Pada pemeriksaan secara klinis, anak tersebut
menunjukkan gejala asimtomatik infraoklusi dengan 21 oklusi normal posterior.
Secara radiografi, 21 dan 24 menunjukkan resorpsi penggantian akar lengkap
meskipun secara klinis tidak bergejala. Namun, 22, 26, 31, 32 dan 42 asimtomatik
secara klinis dan radiografi menunjukkan lamina dura utuh (Gambar 4 dan 5).
62
Infraoklusi dengan 21 oklusi normal posterior. Secara radiografi, 21 dan
24 menunjukkan resorpsi penggantian akar lengkap meskipun secara klinis tidak
bergejala. Namun, 22, 26, 31, 32 dan 42 asimtomatik secara klinis dan radiografi
menunjukkan lamina dura utuh (Gambar 4 dan 5).
Gambar 4. Setelah tiga tahun follow-up menunjukkan lamina dura utuh dengan
22,26, 31,32 dan 42 dan resorpsi penggantian dengan 21,24 dan 25
Diskusi
63
sesuai pada anak-anak karena ukuran gigi pada gigi campuran dan gigi permanen
yang baru meletus memiliki akar yang belum menghasilkan. Karena dalam kasus
kami semua posterior dan gigi insisivus sentral terisi, belat akrilik yang
dimodifikasi dipertimbangkan untuk menstabilkan fragmen dentoalveolar dan gigi
avulsed. Meskipun gigi avulsed tidak boleh dibubuhkan selama lebih dari 7-10
hari, karena ada fraktur dentoalveolar yang terkait, cap splint diperpanjang selama
dua minggu .
Kasus ini menunjukkan keberhasilan replantasi karena resorpsi inflamasi
ditangkap, walaupun gigi avulsi dibawa dalam susu beberapa menit setelah
trauma, resorpsi penggantian berlanjut. Tapi gigi seri bawah dan gigi molar atas
diganti dengan sukses. Proses peradangan dan aktivitas resorpsi sel harus
dieliminasi untuk pengobatan resorpsi akar. kalsium hidroksida (CaOH) diketahui
berpotensi bakterisida dan osteogenik yang banyak digunakan pada endodontik.
Penghambatan aktivitas osteoklastik menghasilkan pembentukan jaringan keras
karena menciptakan lingkungan alkalin di dalam dan sekitar jaringan. Alasannya
CaOH digunakan dalam kasus ini. Difusi ion kalsium dan hidroksida melalui
tubulus dentinal ke permukaan akar. Perubahan konsentrasi ion hidroksida
mengganggu gradien pH pada membran sel bakteri sehingga mengganggu
pasokan energi organisme. Juga pH tinggi menyebabkan dematurasi protein
membran sel dan racun intraselular .
Agregat mineral trioksida yang terdiri dari kalsium dan fosfor, kalsium hidroksida
terbentuk saat bereaksi dengan cairan jaringan. Tavolet dkk. Telah menyarankan
bahwa setelah bahan pelepasan kalsium, mineralisasi terstimulasi, yang
membentuk kalsium karbonat dengan mereaksikan dengan gas karbonat jaringan
Tapi Ozdemis dkk. menunjukkan agregat trioksida mineral tidak menghasilkan
pergeseran basa dalam media perendaman dan berdasarkan agregat trioksida
mineral pH tingginya tidak boleh diharapkan untuk menyembuhkan lesi . Ginger
Koshy George telah menunjukkan bahwa, pelepasan kalsium oleh apexcal lebih
besar daripada agregat trioksida Mineral, dengan peningkatan yang signifikan
seiring waktu dan dianjurkan CaOH dapat berpotensi digunakan pada kasus
resorpsi akar [10]. Oleh karena itu, dalam kasus ini, kami menggunakan CaOH
64
pada awalnya untuk menghentikan proses resorptif dan kemudian diperoleh
obtuksi agregat trioksida Mineral untuk gigi premolar. Meskipun ada resorpsi
pengganti, kita bisa mencapai retensi gigi selama tiga tahun dan tetap berfungsi
secara klinis juga menjaga tinggi dan lebar tulang untuk prosedur implan di masa
depan. Periode tiga tahun retensi gigi traumatis permanen menunjukkan teknik
klinis yang berhasil digunakan untuk merawat anak ini baik dari segi estetika
maupun fungsinya. Meskipun ada resorpsi, keputusan untuk mempertahankan
premolar dengan obturifikasi agregat mineral trioksida terbukti memuaskan. Oleh
karena itu, dalam kasus ini, kami menggunakan CaOH pada awalnya untuk
menghentikan proses resorptif dan kemudian terjadi penambahan agregat agregat
mineral trioksida. Namun, molar pertama dan gigi seri tidak menunjukkan
resorpsi dengan ruang ligamen periodontal utuh.
3.6 Laporan Kasus (Fraktur Parah Proses Alveolar Maxillary Terkait dengan
Luxasi Ekstrimasi dan Avulsion Gigi: Laporan Kasus )
Diagnosa
Pemeriksaan ekstraoral menunjukkan adanya luka, abrasi, dan edema
yang dilepaskan, di bibir atas. Temuan intraoral meliputi hal berikut (Gambar 1):
Laserasi gingival yang keluar dari mesial kanin kanan rahang atas ke
mesial kaninus kiri rahang atas
Tidak adanya gigi seri lateral maksilaris pada kedua sisinya
65
Fraktur proses alveolar maksila dengan dislodgement tulang yang besar
yang terkait dengan kemewahan ekstrusi gigi insisivus sentralis maksila.
Hilangnya tulang alveolar bukal
Paparan tulang dan perdarahan
66
Analgesik (Parasetamol 750 mg, setiap 6 jam bila terjadi nyeri; Aventis
Pharma Ltda, Suzano, SP Brazil
67
Gambar 4. Tampilan radiografi setelah pengisian saluran akar.
Diskusi
68
perpindahan gigi ini di dalam kerusakan tulang dan akibatnya pada ligamen pulpa
dan periodontal. Kejadian traumatis semacam itu tidak jarang terjadi, seperti
dilaporkan di tempat lain. Tulang dan penyembuhan ligamen periodontal adalah
secara langsung dipengaruhi oleh reposisi struktur yang copot ke situs aslinya
yang dicapai secara memuaskan dalam kasus ini. Waktu splinting empat minggu
biasanya disarankan untuk jenis trauma ini, tapi bisa dipersingkat untuk tiga
minggu pada anak-anak karena mereka kapasitas penyembuhan lebih cepat. Jika
terjadi cedera Pulp, kemungkinan revaskularisasi berbanding terbalik dengan
tingkat apexifikasi dan penyempitan foramen apikal gigi traumatik. Andreasen21
menyelidiki prevalensi komplikasi setelah kemunduran traumatis dan menemukan
64% nekrosis pulpa, 24% dari penghilangan bubur kertas, 6% resorpsi akar
progresif, dan 7% kehilangan tulang marjinal pada kasus kemunduran ekstrusi.
Dalam kasus asosiasi fraktur proses alveolar dan kemunduran ekstrusi,
kejadian nekrosis pulpa berhubungan langsung dengan waktu yang telah berlalu
antara cedera traumatis dan reposisi gigi dan tahap perkembangan akar. Dalam
penelitian lain Andreasen dan Pedersen22 melaporkan frekuensi yang lebih rendah
(26 %) nekrosis pulpa dengan jenis kemaluan gigi ini, yang mengindikasikan
bahwa terapi saluran akar tidak diperlukan dalam kebanyakan kasus. Dalam kasus
ini beberapa faktor berkontribusi terhadap terjadinya nekrosis pulpa. Gigi yang
mengalami trauma memiliki formasi akar yang lengkap, terjadi perpindahan yang
cukup besar, dan hubungannya fraktur proses alveolar maksila dengan
keterpaparan tulang. Perawatan endodontik dimulai 15 hari setelah trauma dengan
penempatan dressing berbasis kalsium hidroksida yang sifat biologisnya, terutama
aktivitas antimikroba23 dan efek penyinaran toksin, memfasilitasi proses
perbaikan. Resortpsi akar progresif tidak umum terjadi pada kasus kemunduran
ekstrusi. Jadi perawatan obat intrakanal untuk waktu yang lama tidak diperlukan
dalam kasus ini. Rehabilitasi pasien yang mengalami luka traumatis dengan
kehilangan gigi sering menjadi tantangan karena kelompok usia yang paling parah
adalah anak muda (anak-anak dan remaja). Bagi remaja, perawatan ortodontik
tampaknya merupakan pilihan yang paling banyak ditunjukkan, namun
pemeriksaan terperinci harus dilakukan oleh ahli ortodontik sebelum rencana
69
perawatan akhir dirumuskan. Jika orthodonsi dipilih untuk gigi yang terlibat
dalam luka traumatis yang luas, waktu tunggu paling sedikit satu tahun disarankan
sebelum pengobatan dilakukan. Penggunaannya gigi tiruan parsial sementara
kadang-kadang merupakan satu-satunya pilihan yang mungkin terjadi sampai
jaringan yang terluka benar-benar sembuh dan pasien cukup tua untuk
mendapatkan perawatan rehabilitasi yang pasti.
BAB IV
KESIMPULAN
70
Foto rontgen penting sebelum membuat diagnosis pada pasien, dan dari
foto tersebut kita dapat melihat batas fraktur sampai mana. Perawatan atau
penanggulangan trauma secara umum ialah perhatikan kondisi saluran
pernafasan pasien, Sumbatan Jalan Nafas yang Tertunda, perdarahan, antibiotik,
kontrol rasa sakit, peraawatan pendukung, perawatan segera.
DAFTAR PUSTAKA
71
9. Zvi Gutmacher, Eli Peled,dkk. 2017. Alveolar Bone Fracture:
Phatognomonic Sign For Clinical Diagnosis. The Open Dentistry Journal,
2017,11,8-14
10. Antonio Azoubel Antunes. 2011. Tooth Embedded in Lower Lip Following
Dentoalveolar Trauma : Case Report and Literatur Review.
11. Hawkesford JE. and Banks JG.; Maxillofacial and Dental Emergencies;
Oxford University Press; Oxford; 1994.
12. Loomba K, Loomba A, Bains R and BainsVK: A proposal for
classification of tooth fractures based on treatment need: Journal of Oral
Science, Vol. 52, No. 4, 517-529, 2010.
13. Quadera SS, Shamsuzzamanb M, Gofurc A, Fatemad S, Rahmane MA.
(2013). Lateral compression splint, a guide for stabilization of mandibular
arch in case of dentoalveolar fracture of children. Updat Dent. Coll J, 3(2),
55-60.
72