Anda di halaman 1dari 24

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Truma yang menyebabkan fraktur pada gigi insisif permanen, merupakan

pengalaman yang menakutkan pada pasien anak. Keadaan ini membutuhkan

pengalaman, penilaian, dan pengalaman yang cukup memadai pada setiap dokter gigi.

Trauma pada gigi selalu harus dipertimbangkan sebagai suatu keadaan darurat dan

harus segera dilakukan perawatan untuk mengurangi rasa sakit, mengurangi resiko

bertambahnya kerusakan gigi sehingga menghasilkan prognosis yang lebih baik.

Pada gigi sulung maupun gigi permanen, trauma paling sering mengenai gigi

anterior, terutama gigi insisif sentral rahang atas. Hal ini disebabkan posisinya yang

paling menonjol dalam mulut dan yang paling sering menerima pukulan langsung.

Etiologi terjadinya trauma gigi pada anak dibagi menjadi trauma langsung dan trauma

tidak langsung. Trauma langsung terjadi bila gigi terbentur langsung oleh suatu objek

seperti bola yang keras, trauma tidak langsung terjadi akibat gerakan mandibula yang

menutup secara tiba tiba atau oklusi dengan cepat dank eras terhadap rahang atas

misalnya karena benturan yang keras di dagu ketika terjatuh atau berkelahi.

Klasifikasi trauma pada gigi didasarkan oleh beberapa factor seperti etiologi,

anatomi, patologi, atau perawatannya. Terdapat bberapa klasifikasi trauma yang

dikemukakan, diantaranya adalah klasifikasi WHO, klasifikasi Andeasen, dan

klasifikasi Ellis.
2

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan kasus yang diberikan, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah Diagnosis dari Kasus?

2. Apakah Rencana Perawatan dari Kasus?

3. Bagaimana Prosedur Kerjanya?

1.3. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah, dapat dirumuskan tujuan sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan diagnosis dari kasus

2. Mendeskripsikan rencana Perawatan dari Kasus

3. Mendeskripsikan prosedur kerja dari Kasus


3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Menurut American Dental Association (ADA), fraktur dental atau patah gigi

merupakan hilangnya atau lepasnya fragmen dari satu gigi lengkap yang biasanya

disebabkan oleh trauma atau benturan. Fraktur gigi dapat dimulai dari ringan

(melibatkan chipping dari lapisan gigi terluar yang disebut email dan dentin) sampai

berat (melibatkan fraktur vertikal, diagonal, atau horizontal akar). Email dan dentin

adalah dua lapisan pelindung terluar gigi. Email adalah permukaan terluar yang keras

dan berwarna putih. Dentin adalah lapisan kuning yang terletak tepat di bawah email.

Email dan dentin keduanya berfungsi melindungi jaringan gigi bagian dalam.

Mahkota terlihat sepertiga dari gigi, sedangkan sisanya dua pertiga yang ditutupi

dengan gusi disebut akar.

2.2. Klasifikasi Fraktur Gigi

Banyak klasifikasi telah diperkenalkan untuk gigi yang mengalami fraktur.

Klasifikasi yang sering digunakan adalah seperti klasifikasi Ellis, klasifikasi Ellis dan

Davey, klasifikasi World Health Organization (WHO) dan klasifikasi Andreasen.

Dengan mengunakan klasifikasi cedera traumatik akan mempermudah komunikasi

serta penyebaran informasinya.

2.2.1.Klasifikasi Fraktur Menurut Ellis.


4

1. Gigi anterior oleh karena trauma menurut ELLIS (FINN):

1 Fraktur simpel/Klas I fraktur hanya email atau hanya melibatkan sedikit dentin.

2 Fraktur klas II fraktur mengenai jaringan dentin tetapi pulpa belum

terkena.

3 Fraktur kias III fraktur gigi yang mengenai dentin dan pulpa sudah

terkena.

4 Fraktur kias IV fraktur karena trauma sehingga gigi menjadi non vital,

dapat atau tanpa disertai hilangnya struktur mahkota gigi.

5 Fraktur kias V fraktur karena trauma yang menyebabkan terlepasnya

gigi tersebut.

6 Fraktur kias VI fraktur akar gigi tanpa atau diserta hilangnya struktur

mahkota gigi.

7 Fraktur klas VII pindahnya tempat gigi tanpa disertai fraktur akar maupun

mahkota.

8 Fraktur KIas VIII fraktur mahkota disertai dengan perubahan tempat gigi

ybs.

9 Fraktur klas IX khusus untuk gigi decidui, di mana trauma akan

menyebabkan kerusakan gigi tsb.

2. Klasifikasi fraktur menurut ELLIS (GROSSMAN DKK 1988)


5

6 kelompok dasar :

1 Fraktur kias I fraktur email.

2 Fraktur kias II fraktur dentin, pulpa belum terbuka.

3 Fraktur klas III fraktur mahkota disertai pulpa terbuka.

4 Fraktur klas IV fraktur akar.

5 Fraktur kias V gigi Iuksasi.

6 Fraktur klas VI gigi intrusi.

2.3 Etiologi

Menurut penelitian Peng pada tahun 2007, kebanyakan penyebab fraktur dental

adalah benturan atau trauma terhadap gigi yang menimbulkan disrupsi atau kerusakan

email, dentin, atau keduanya. Disamping itu, faktor lain yang ditambahkan oleh

American Dental Association (ADA) yaitu kebiasaan buruk, kehilangan sebagian

besar struktur gigi, paparan email gigi terhadap suhu ekstrim, tambalan pada gigi,

gigi pasca rawatan endodontik dan kesalahan dokter gigi.

2.3.1 Trauma

Dalam satu penelitian yang dilaku oleh Schwartz, katakan selama masa remaja,

cedera olahraga merupakan kasus yang umum namun pada usia dewasa, kasus seperti

cedera olahraga, kecelakaan sepeda motor, kecelakaan industri, dan kekerasan dalam

rumah tangga merupakan penyebab potensial trauma. Olahraga yang melibatkan

kontak fisik merupakan penyebab umum fraktur dental, seperti sepakbola dan bola
6

basket. Olahraga tanpa kontak fisik seperti berkuda terdapat menyebabkan fraktur

dental. Benturan atau trauma, baik berupa pukulan langsung terhadap gigi atau

berupa pukulan tidak langsung terhadap mandibula, dapat menyebabkan pecahnya

tonjolan-tonjolan gigi, terutama gigi-gigi posterior. Selain itu, tekanan oklusal yang

berlebihan terutama terhadap tumpatan yang luas dan tonjol-tonjolnya tak terdukung

oleh dentin dapat pula menyebabkan fraktur.

Keparahan fraktur bisa hanya sekedar retak saja, pecahnya prosesus, atau sampai

lepasnya gigi yang tidak bisa diselamatkan lagi. Trauma secara langsung kebanyakan

mengenai gigi anterior, dan karena arah pukulan mengenai permukaan labial, garis

retakannya menyebar ke belakang dan biasanya menyebab fraktur horizontal atau

miring. Pada fraktur yang lain, tekanan hampir selalu mengenai permukaan oklusal,

sehingga fraktur pada umumnya vertikal.

2.3.2 Kebiasaan Buruk

Kebiasaan buruk yang sering menjejaskan kualitas gigi. Sebagai contoh, banyak

orang menggunakan gigi mereka sebagai alat pembuka botol dan kemasan plastik

atau mencabut label harga pada baju. Kebiasaan ini dapat menyebabkan efek

traumatis pada gigi, melemahkan tepi gigi bahkan bisa menyebabkan maloklusi.13

Menggigit pensil atau pulpen juga merupakan kebiasaan yang paling sering dilakukan

oleh banyak orang. Sama halnya dengan mengunyah es batu, menggigit benda keras

bisa menyebabkan email gigi mengalami penipisan dan fraktur. Apalagi, dilanjut

dengan kebiasaan mengunyah batu es terutama sehabis meminum minuman dingin.


7

Bentuknya yang keras dan temperatur dingin dari batu es, sebenarnya dapat mengikis

email dan menyebabkan fraktur gigi.

Gambar 1. Kebiasaan buruk seperti gigit pensil dan membuka botol.

2.3.3 Kehilangan Sebagian Besar Struktur Gigi

Kehilangan bagian email dan dentin gigi umumnya disebabkan oleh kondisi

karies yang meluas. Gigi yang mengalami karies yang meluas akan mengurang

kekuatan gigi untuk menahan daya untuk kegiatan harian terutama mengunyah yang

menyebabkan gigi lebih rentan fraktur. Karies pada gigi yang meluas pada garis

servikal menambah resiko fraktur berjadi.

2.3.4 Suhu Ekstrim

Orang yang mepaparkan email gigi kepada suhu ekstrim seperti makan makanan

panas kemudian minum air es. Perlakuan ini melemahkan email gigi dan

memudahkan terjadi fraktur gigi.


8

2.3.5 Tambalan

Salah satu kebiasaan yang terjadi fraktur adalah ketika gigi mempunyai

tambalan yang besar. Kekuatan gigi yang rendah disebabkan oleh bahan tambalan

gigi yang tidak sama kuat dibandingkan dengan email atau dentin, dapat

menimbulkan resiko gigi menjadi fraktur.

Gambar 2. Tambalan yang besar pada gigi.

2.3.6 Gigi Pasca Rawatan Endodontik

Pelemahan struktur mekanik gigi terjadi waktu akses persiapan rongga,

sedangkan pembersihan dan pembentukan saluran akar meningkatkan kemungkinan

gigi fraktur. Gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar dan diisikan dengan

gutta perca atau pasak akan mempunyai resiko fraktur yang sangat tinggi

dibandingkan dengan gigi yang asli. Waktu gigi dipreparasi untuk diisi akan

menyebabkan struktur gigi menjadi lemah dan lebih mudah fraktur. Penggunaan

sekrup dan post adalah aspek lain dari fraktur akar gigi karena efek tolak-menolak
9

(wedging). Post runcing dan berulir lazimnya menghasilkan kejadian fraktur akar

tertinggi, diikuti dengan post meruncing dan sejajar.

Gambar 3. Fraktur gigi pasca perawatan endodontik.

2.3.7 Kesalahan Dokter Gigi

Sebelum melakukan pencabutan gigi, mungkin dokter gagal melakukan

diagnosis yang tepat. Haruslah dokter gigi melakukan anamnesis terhadap pasien

supaya mengetahui riwayat medis pasien dan dapat memberikan rawatan yang betul.

Pemeriksaan radiografi dilakukan supaya diagnosis lebih tepat.

Sikap seseorang dokter juga sangat penting bila memberikan diagnosis dan

rawatan kepada pasien. Dokter harus sabar dan penuh semangat untuk memberikan

rawatan yang terbaik kepada pasien. Keadaan seperti pemilihan instrumen waktu

ekstraksi gigi, tang yang diguna harus sesuai dengan gigi yang diekstraksi supaya

mengurangi kecelakaan waktu aplikasi daya.


10

2.4 Gambaran Klinis

Menurut klasifikasi fraktur dari Ellis, fraktur terdiri dari empat kelompok dasar:

1. Fraktur Email

Fraktur mahkota sederhana tanpa mengenai dentin.

Gambar 4. Fraktur terbatas pada email dengan hilangnya struktur gigi.

2. Fraktur Dentin Tanpa Terbukanya Pulpa

Fraktur mahkota yang megenai cukup banyak dentin, tanpa megenai pulpa.

Gambar 5. Fraktur terbatas pada email dan dentin dengan hilangnya struktur gigi, tapi

tidak melibatkan pulpa.

3. Fraktur Mahkota dengan Terbukanya Pulpa

Fraktur mahkota yang mengenai dentin dan menyebabkan pulpa terbuka.


11

Gambar 6. Fraktur yang melibatkan email dan dentin dengan hilangnya struktur gigi

dan eksposur pulpa.

4. Fraktur Akar

Fraktur terbatas pada akar gigi yang melibatkan sementum, dentin, dan pulpa

Gambar 6. Fraktur akar

2.5. Gambaran Radiologi

Foto rontgen penting sebelum membuat diagnosis pada pasien, dan dari foto

tersebut kita dapat melihat batas fraktur sampai mana. Dari foto tersebut, lokasi yang

mengalami fraktur akan muncul gambaran garis yang radiolusen.


12

Gambar 8 a. Fraktur email ; b. Fraktur dentin tanpa terbukanya pulpa ; c. Fraktur

mahkota dengan terbukanya pulpa ; d. Fraktur akar.


13

BAB III

PEMBAHASAN

KASUS:

Seorang anak umur 6 tahun datang ke RSGM diantar ibunya dengan keluhan gigi

depan kanan patah dan kiri atas goyang karena jatuh bermain sepeda. Dari anamnesa

diketahui anak terjatuh lebih kurang 3 jam yang lalu. Pemeriksaan klinis terlihat gigi

11 fraktur 2/3 dengan pulpa terbuka, gigi 21 mobiliti 2. Gambaran radiografis terlihat

ujung akar masih terbuka.

3.1. Penegakan Diagnosa

A. Pemeriksaan subjektif
 Jenis kelamin :
 Umur : 6 tahun
 Keluhan : gigi depan kanan patah dan kiri atasnya goyang.

B. Pemeriksaan objektif
 Ekstra oral : pada kasus tidak disebutkan pemeriksaan ekstraoral.

 Intra oral : terlihat gigi 11 fraktur 2/3 dengan pulpa terbuka, gigi 21
mobility grade 2.

C. Pemeriksaan radiografi
 Terlihat ujung akar masih terbuka.

3.2. Diagnosa

Berdasarkan skenario didapat diagnosanya adalah fraktur kelas 3 Ellis. Karena

Fraktur kelas 3 Ellis adalah fraktur mahkota disertai pulpa terbuka.


14

3.3. Rencana Perawatan

1. Pada gigi 11 dilakukan apexogenesis

Apeksogenesis merupakan salah satu perawatan pada gigi permanen muda

dengan mempertahankan pulpa yang vital dan atau menyingkirkan pulpa yang

terinflamasi reversibel dengan bertujuan agar pembentukan akar dan pematangan

apeks dapat dilanjutkan. Perawatan apeksogenesis hampir sama dengan perawatan

pulpotomi vital pada gigi sulung, namun apeksogenesis di indikasikan untuk gigi

yang dalam masa pertumbuhan dengan foramen apical yang belum tertutup

sempurna, adanya kerusakan pada pulpa koronal sedangkan pulpa radicularnya dalam

keadaan sehat.

Namun juga terdapat kontraindikasi dalam perawatan apeksogenesis yaitu pada

gigi yang mengalami avulsi dan replantasi atau sangat goyang, pada gigi yang fraktur

mahkota dan akar yang berat sehingga dibutuhkannya pada intraradikuler, gigi

dengan fraktur akar yang horizontal yang berada dekat dengan gingival, serta gigi

karies yang tidak dapat ditumpat lagi.

BAHAN Ca(OH)2 DALAM PERAWATAN APEKSOGENESIS

Kalsium hidroksida adalah garam dasar putih, berkristal,mudah larut yang

terpisah menjadi ion kalsium dan ion hidroksil dalam larutan dan kandungan alkali

yang tinggi (pH 11). Bahan ini digunakan dalam bentuk Setting dan Nonsetting pada

kedokteran gigi. Codman ialah yang pertama menggunakan kalsium hidroksida

karena sifat antimikrobanya dan kemampuannya merangsang pembentukan jaringan

keras.
15

Terdapat beberapa teori bagaimana kalsium hidroksida merangsang

pembentukan jaringan keras. Termasuk kandungan alkali yang tinggi (pH 11), yang

menghasilkan lingkungan menguntungkan untuk pengaktifan alkalin fosfatase, suatu

enzim yang terlibat dalam mineralisasi. Ion kalsium mengurangi permeabilitas bentuk

kapiler baru dalam jaringan yang diperbaiki, menurunkan jumlah cairan intersel dan

meningkatkan konsentrasi ion kalsium yang diperoleh dari pasokan darah di awal

mineralisasi. Hal ini dapat memiliki dua efek pada mineralisasi, dapat memberikan

sumber ion kalsium untuk mineralisasi, dan dapat merangsang aktivitas kalsium

pyrophosphatase, yang mengurangi tingkat ion pyrophosphatase penghambat

mineralisasi dalam jaringan.

Penelitian telah menunjukkan bahwa kalsium hidroksida membentuk jembatan

dentin ketika ditempatkan berkontak dengan jaringan pulpa. Kalsium hidroksida

harus berkontak dengan jaringan untuk terjadinya mineralisasi. Permulaannya, zona

nekrotik dibentuk berbatasan dengan bahan, dan tergantung pada pH bahan kalsium

hidroksida, jembatan dentin langsung dibentuk berlawanan dengan zona nekrotik atau

zona nekrotik diresorbsi dan diganti dengan jembatan dentin. Pembatas ini tidak

selalu sempurna. Ion kalsium dalam kalsium hidroksida tidak menjadi tergabung

dalam bentuk jaringan keras.

Perawatan kalsium hidroksi juga telah menunjukkan penurunan efek bakteri

dihubungkan dengan lipopolisakarida (LPS). Hal ini dapat menghidrolisis lipid dari

bakteri LPS dan dapat mengeliminasi kemampuan LPS menstimulasi produksi

nekrosis tumor faktor alpha pada monosit darah perifer. Aksi ini menurunkan
16

kemampuan bakteri merusak jaringan. Kemampuan untuk mencegah penetrasi bakteri

ke dalam pulpa mempengaruhi pertahanan pulpa secara signifikan.

Untuk efek antimikroba dari kalsium hidroksida berhubungan dengan

kemampuan bahan membunuh bakteri yang ada dan mencegah bakteri masuk lagi

dari rongga mulut ke dalam pulpa. Sifat antimikroba dari kalsium hidroksida berasal

dari beberapa faktor. pH yang tinggi menghasilkan lingkungan yang tidak baik untuk

pertumbuhan bakteri. Ada tiga mekanisme kalsium hidroksida merangsang lisis

bakteri, ion hidroksil menghancurkan phospholipids sehingga membran sel

dihancurkan, adanya kadar alkali yang tinggi merusak ikatan ion sehingga protein

bakteri dirubah, dan ion hidroksil bereaksi dengan DNA bakteri, menghambat

replikasi.

Kalsium hidroksida diindikasikanuntuk gigi permanen anak-anak yang

melibatkan pulpa dengan apeks akar yang belum terbentuk sempurna. Jika perawatan

membutuhkan radiopaqsity, gigi permanen anterior pada anak dengan apeks terbuka

lebar yang mengalami fraktur saat olahraga atau kecelakaan, atau gigi posterior

dengan apeks terbuka yang juga memiliki pembukaan karies kecil yang asimtomatik,

dapat digunakan kalsium hidroksida.

TEKNIK PERAWATAN APEKSOGENESIS

Pulpotomi konvensional pada gigi anterior dengan fraktur mahkota mengenai

pulpa lebih dari 24 jam dan dalam keadaan apeks terbuka, dapat digolongkan ke

dalam indikasi apeksogenesis. Sebelum melakukan perawatan apeksogenesis, terlebih


17

dahulu harus dilakukan pemeriksaan radiografi untuk memastikan keadaan gigi baik

secara fisiologis dan patologis sehingga dapat dilakukan perawatan.

2. Pada gigi 21 dilakukan splinting

Splinting gigi untuk periodontal, ortodontik, atau pasca trauma merupakan prosedur

umum. Splinting gigi dengan reinforcement fiber yang dapat tertanam dalam komposit telah

populer. Ribbond adalah bahan yang biokompatibel, estetik bahan yang terbuat dari fiber

polyethylsene yang berkekuatan tinggi. Berbagai keuntungan dari bahan ini termasuk mudah

beradaptasi pada kontur gigi dan mudah dimanipulasi selama proses bonding. Karena

merupakan teknik yang relatif mudah dan cepat (tidak diperlukan pekerjaan laboratorium),

prosedur sering dapat diselesaikan hanya dalam satu kali kunjungan. Fiber ribbon ini juga

memiliki kekuatan yang dapat diterima karena integrasi yang baik dari fiber dengan resin

komposit; hal ini menyebabkan secara klinis gigi dapat bertahan lama dengan baik. Karena

resin komposit yang tipis digunakan, volume dari retensi dapat diminimalkan. Selain itu,

dalam kasus fraktur selama pemakaian fiber, fiber ini dapat dengan mudah diperbaiki. Tidak

perlu untuk menghilangkan struktur gigi yang signifikan, dan membuat teknik reversibel dan

konservatif. Hal ini juga memenuhi harapan pasien yaitu estetik.

Mobilitas gigi telah digambarkan sebagai parameter klinis yang penting dalam

memprediksi prognosis. Untuk alasan ini dan untuk kenyamanan pasien, splinting telah

menjadi terapi yang direkomendasikan untuk menstabilkan gigi. Pada masa lalu, stabilisasi

langsung dan splinting gigi menggunakan teknik bonding diperlukan penggunaan wires, pin,

atau mesh grids. Bahan-bahan ini hanya bisa secara mekanis mengunci sekitar restoratif

resin. Oleh karena itu, ada potensi untuk terjadi pergeseran dan konsentrasi tegangan yang

akan mengakibatkan fraktur pada komposit dan menyebabkan kegagalan splint. Ketika
18

splinting gagal, masalah klinis yang terjadi seperti traumatik oklusi, yang jika terus

berkembang menjadi penyakit periodontal, dan karies yang rekuren. Dengan

diperkenalkannya bahan bondable polietilen woven ribbon, beberapa masalah yang timbul

dari tipe splint yang lama dapat diselesaikan.

3.4. Prosedur Kerja

1. Prosedur kerja Apexogenesis pada gigi 11

Untuk gigi yang akan dilakukan perawatan apeksogenesis harus dilakukan

anestesi lokal terlebih dahulu karena keadaan pulpa yang masih vital, lalu lakukan

pemasangan isolator karet dan desinfektan pada area kerja dengan antiseptik. Buat

arah masuk ke kamar pulpa dengan bur steril dengan pendingin air secara terus

menerus, dimana semua atap pulpa dibuang tidak boleh ada dentin yang

menggantung ataupun tanduk pulpa yang tertinggal.

Bagian koronal pulpa di ambil dengan ekskavator yang besar, tajam, dan steril

atau bisa juga dengan menggunakan kuret periodontal. Pengangkatan jaringan

dilakukan pada jaringan pulpa yang lunak. Untuk gigi anterior dengan morfologi

kamar pulpa yang kecil dan saluran akar yang tidak jelas, diperlukan suatu bur untuk

mengangkat jaringan pulpa bagian mahkota. Dan sepertiga dari servikal harus

diambil, usahakan sebanyak mungkin jaringan yang tertinggal dalam saluran akar

untuk memungkinkan maturasi seluruh pulpa

Setelah selesai pengangkatan jaringan pulpa, lakukan irigasi secara perlahan

dengan air steril untuk membersihkan sisa dentin yang tertinggal, pendarahan yang
19

terjadi dapat dikendalikan dengan meletakan kapas basah steril diatas potongan pulpa.

Ketika pendarahan berhenti, kamar pulpa disterilkan.

Sediakan kalsium hidroksida dalam bentuk pasta yang dibuat dengan air atau

pasta komersial yang terdiri dari kalsium hidroksida dan methyl cellulose (pulpdent)

kemudian aplikasikan pada pulpa yang telah di amputasi. Padatkan dan tekan pada

pulpa dengan menggunakan gulungan kapas steril. Dapat juga menggunakan kalsium

hidroksida yang dalam bentuk pasta cepat mengeras (dycal).

Pengisian dengan kalsium hidroksida pada pulpa paling tidak 1 sampai 2 mm,

lalu aplikasikan suatu bahan dasar semen (seng-oksida-eugenol atau seng fosfat), lalu

tutup dengan restorasi sementara atau restorasi akhir bisa dengan bahan resin

komposit atau GIC.

Evaluasi dari hasil perawatan apeksogenesis dapat dilakukan melalui dua cara.

Pertama, setelah dilakukan perawatan dan akar tertutup sempurna, pulpa vital tetap

dapat terjaga dan pulpotomi dengan bahan Ca(OH)2 masih dapat dipertahankan

dengan syarat pasien rajin melakukan kontrol secara berkala setiap 3 atau 6 bulan

sekali. Kedua, jika setelah perawatan dan akar telah tertutup sempurna, maka

pulpotomi dengan bahan Ca(OH)2 dapat dibongkar dan digantikan dengan teknik

pulpektomi dengan bahan gutta perca.

2. Prosedur kerja splinting pada gigi 21

Mula-mula area yang akan dilakukan splinting diisolasi menggunakan rubber

dam, lalu seluruh permukaan gigi dibersihkan, dan meminimalkan ukuran gigi pada
20

permukaan fasial interproksimal dengan menggunakan bur chamfer diamond

(Gambar 10).

Gambar 9 Sebelum perawatan pada gigi anterior mandibula dengan mobilitas derajat 2; A
tampakan fasial, B tampakan lingual (Sumber: Strassler HE, Serio CL. Esthetic
considerations when splinting with fiber-reinforced composites. Dent Clin North Am 2007;
51: 507–24)

Gambar 10 Area fasial interproximal dipreparasi dengan intrumen bur diamond (Sumber:

Strassler, HE, Serio CL. Esthetic considerations when splinting with fiber-reinforced composites)

Gambar 11 Penutupan embrasur gingiva dengan bahan cetak polysiloxane tipe medium; A
tampakan fasial, B tampakan lingual (Sumber: Strassler HE, Serio CL. Esthetic considerations
when splinting with fiber-reinforced composites. Dent Clin North Am 2007; 51: 507–24)
21

Gambar 12 Penyelesaian splint ribbon resin komposit; A Tampakan fasial, B Tampakan


lingual (Sumber: Strassler HE, Serio CL. Esthetic considerations when splinting with fiber-
reinforced composites. Dent Clin North Am 2007; 51: 507–24

Penentuan panjang splint ribbon dilakukan dengan cara menempatkan dental

floss di permukaan fasial gigi insisivus dari distal gigi insisivus lateral kiri ke distal

gigi insisivus lateral kanan. Kemudian dental floss dipotong. dan digunakan sebagai

acuan ukuran dari splint Ribbond THM dengan lebar 3 mm, yang kemudian dibasahi

dengan resin bonding. Tahapan selanjutnya gigi dietsa dengan asam fosfat pada

bagian lingual selama 30 detik, kemudian dibilas dengan air lalu dikeringkan. Pada

masa lalu, wedges ditempatkan untuk meminimalkan kelebihan komposit di daerah

embrasur pada interproksimal gingiva. Untuk meminimalkan resin komposit yang

berlebihan di bagian ini, bahan cetak polysiloxane vikositas medium ditempatkan

menggunakan syringe di bagian embrasure gingiva.

Penting digunakan bahan cetak ditempatkan setelah etsa, membilas, dan

mengeringkan gigi-gigi untuk menghindari kelembaban yang dapat terjadi jika teknik

ini dilakukan sebelumnya (Gambar 11). Bahan cetak yang digunakan untuk menutupi

embrasur adalah elastomer. Aplikasi resin adesif (bonding) diletakkan ke permukaan

enamel yang telah dietsa, termasuk permukaan daerah interproksimal dan daerah

fasial interproksimal dan di-light cure selama 10 menit.1,8 Aplikasi selapis resin
22

komposit hibrida viskositas medium diletakkan pada permukaan fasial dari semua

bagian interproksimal gigi yang di-splint. Fiber ribbon yang telah terpotong dibasahi

dengan bonding lalu diletakkan di atas resin komposit, ditekan-tekan dengan plastic

filling sehingga tertanam di dalam komposit dan disesuaikan dengan gigi. Penyinaran

dilakukan bertahap masing-masing gigi dengan cara membatasi sinar dengan cement

spatel ditekan ke interdental gigi, lalu flowable composite diaplikasikan di atas fiber

dan dibentuk dengan plastic filling. Kelebihan resin dapat dibuang dan di-light cure

masing-masing 20 detik pada permukaan lingual. Jika splint telah selesai berfungsi

untuk menstabilkan gigi, meningkatkan fungsi, dan memenuhi estetik dari kebutuhan

pasien (gambar 10).

Disimpulkan bahwa Ribbond fiber polyethylene merupakan fiber yang tipis,

kuat, estetik, mudah dimanipulasi dan menunjukkan ikatan yang sangat baik dengan

resin komposit. Fiber ini telah berhasil digunakan di berbagai kasus dalam kedokteran

gigi dalam. Fiber ini dapat digunakan pada gigi tiruan, memperkuat restorasi

komposit yang relatif besar, splinting gigi trauma, sebagai retainer lingual dan

pascaperawatan endodontik.
23

BAB IV

PENUTUP

4.1. KESIMPULAN

Berdasarkan skenario didapat diagnosanya adalah fraktur kelas 3 Ellis. Karena

Fraktur kelas 3 Ellis adalah fraktur mahkota disertai pulpa terbuka.

Untuk gigi 11 dilakukan Afeksogenesis , digunakan untuk tetap mempertahan

kan apek gigi yang belu tertutup sempurna pada gigi vital.

Untuk gigi 21 dilakukan splinting, digunakan untuk tetap mempertahankan gigi

supaya tidak dicabut, dikarenakan usia anak – anak cepat masa pertumbuhan

tulangnya.

4.2. SARAN

Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini,

tetapi masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Hal ini dikarenakan

masih minimnya pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu kritik dan saran

penulis harapkan untuk perbaikan kedepannya


24

DAFTAR PUSTAKA

Mc Donald RE. Avery DR. Dentisby lu the Child and Adoleveht.St. Louis: Mosby,

1994: 485-503

And law RJ. Rock W. A Manual of Pedodontics. 3rd ed.Edinburgh: Churchil

Livingstonel. 1992.

Welbury RR Pediatrics Dentistry, 2nd ed. New York: Oxford University Press,

2001:241-69

Maden E, Altun C. Use of polyethylene fiber ribbond in pediatric dentistry. Arch Clin

Exp Surg 1 2012. doi:10.5455/aces.20120416115640

Belli S, Eskitascioglu GB. Iomechanical material properties and clinical use of a

polyethylene fibre post - core. Int Dent South Africa ; 8: 20–6

Kathuria A, Kavitha M, Ravishankar P. An innovative approach for management of

vertical coronal fracture in molar: case report. Case Rep Dent 2012: 1–4

Agrawal M. Review article applications of ultrahigh molecular weight

polyethylene fibres in dentistry : a review article 2014; 2: 95–9

Strassler HE, Serio CL. Esthetic considerations when splinting with fiberreinforced

composites. Dent Clin North Am 2007; 51: 507–24

Anda mungkin juga menyukai