Anda di halaman 1dari 6

7

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jaringan lunak rongga mulut dilindungi oleh mukosa yang merupakan lapisan

terluar rongga mulut. Mukosa melindungi jaringan dibawahnya dari kerusakan dan

masuknya mikroorganisme serta agen berbahaya. Lapisan terluar mukosa dilindungi

oleh epitel skuamosa berlapis yang mempunyai mekanisme adaptasi pertahanan yang

berbeda-beda tergantung letaknya. Mukosa yang menerima tekanan mekanik

dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras.

Mukosa tersebut terdiri atas epitel skuamosa berkeratin yang melekat pada

permukaan di bawahnya, yaitu jaringan ikat kolagen atau lamina propia. Mukosa di

dasar mulut dan area bukal yang memudahkan aktivitas pengunyahan, berbicara dan

menelan bolus makanan disebut mukosa lining yang dilapisi oleh epitel tidak

berkeratin, sedangkan dorsum lidah dilapisi epitel berkeratin dan tidak berkeratin

yang melekat pada otot lidah (Squier dan Kremer, 2001).

Jaringan epitel rongga mulut mempunyai struktur tidak stabil yang secara

teratur selalu beregenerasi melalui aktivitas pembelahan sel. Pembelahan sel tercepat

terjadi pada area nonkeratin yang tipis seperti pada dasar mulut dan bawah lidah.

Pembelahan sel jaringan epitel berlapis terjadi pada lapisan germinal, yaitu sel-sel

yang paling dekat dengan lamina basalis, selanjutnya sel akan meninggalkan lapisan

basalis dan masuk ke tahap diferensiasi (Junqueira dkk., 1997). Aktivitas pembelahan

sel dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya infiltrasi ringan sel inflamasi
8

subepitel yang akan menstimulasi pembelahan sel, sedangkan inflamasi berat

menyebabkan penurunan aktifitas proliferasi. Proliferasi sel epitel distimulasi oleh

peptide growth factor yang disebut sitokin, yaitu epidermal growth factor (EGF),

transforming growth factor-α (TGF-α), platelet derived growth factor (PDGF) dan

interleukin 1 (IL-1). Obat-obatan dan radiasi juga dapat membatasi aktivitas

proliferasi epitel terutama pada mukosa lining yang tidak berkeratin sehingga

menyebabkan lebih tipis dan memudahkan terbentuknya ulkus (Junqueira dkk., 1997;

Squier dan Kremer, 2001).

Kerusakan mukosa rongga mulut yang terjadi akibat penggunaan obat topikal

maupun obat sistemik salah satunya Aspirin yang digunakan untuk mengatasi nyeri

gigi telah banyak dilaporkan. Konsumsi Aspirin dilaporkan dapat menyebabkan

iritasi pada rongga mulut. Gejala yang timbul antara lain rasa terbakar, nekrosis

koagulasi yang ditandai dengan terbentuknya mukosa berwarna putih yang berangsur-

angsur mengelupas membentuk lesi ulseratif berwarna merah. Lesi tersebut terasa

nyeri dan membutuhkan waktu 3-7 hari untuk penyembuhan, tergantung dari tingkat

keparahan (Shah dkk., 2012).

Aspirin merupakan golongan obat NSAID yang sering digunakan untuk

pereda atau penghilang nyeri. Efek samping penggunaan obat Aspirin banyak

dilaporkan pada kasus saluran gastrointestinal. Kerusakan mukosa akut yang

diinduksi oleh Aspirin terjadi dalam 60 menit dan terlihat adanya petekia hemoragi

intramukosa dan erosi saluran gastrointestinal. Mekanisme kerja Aspirin, yaitu

dengan menghambat jalur cyclooxigenase (COX) dan sistesis prostaglandin.


9

Penghambatan COX dapat menurunkan sekresi cairan mukus dan sekresi bikarbonat,

menyebabkan kerusakan vaskular, akumulasi leukosit dan menghambat diferensiasi

sel (Halter dkk., 2001).

Dilaporkan oleh Shah dan Patel (2012) bahwa penggunaan dosis Aspirin 500

mg/kg pada tikus satu kali sehari secara peroral dapat menimbulkan ulkus di lambung

dengan ulcer index sebesar 3,2. Aspirin mempunyai mekanisme menghambat COX

secara irreversible, sehingga mempunyai efek antiplatelet selama 8-10 hari (Wagner

dkk., 2004). Konsumsi jangka panjang Aspirin dengan dosis rendah dapat

meningkatkan kerusakan sistem gastrointestinal sebanyak 0,1% - 0,2% pasien/tahun.

Dilaporkan pula bahwa dosis rendah Aspirin (30-50 mg/hari) secara selektif dapat

menghambat produksi tromboksan A2 pada platelet oleh COX-1 sehingga

menyebabkan penekanan agregasi platelet, vasokonstriksi dan gangguan hemostasis

epitel (Patrignani dkk., 1982 dan FitzGerald dkk., 1983 cit Thun dkk., 2002).

Aspirin dapat menginduksi ulkus lambung dan menghambat penyembuhannya

karena mempunyai mekanisme kerja dalam penghambatan cairan mukus dan

prostaglandin. Penggunaan Aspirin secara sistemik pada hewan menginduksi

kerusakan epitel permukaan lambung. Hasil penelitian tersebut berbanding lurus

dengan penghambatan sistesis PGE2 (Wallace, 1990).

Penelitian yang dilakukan Wang dkk., (1995) menunjukkan bahwa PGE 2

saliva berkurang selama tahap ulseratif dari stomatitis. Peranan PGE 2 pada epitel

mukosa lambung dan epitel mukosa rongga mulut diduga karena adanya persamaan

histologi. Penelitian yang dilaporkan oleh Ship (1996) menyatakan bahwa histologi
10

stomatitis aphtosa di rongga mulut sama dengan histologi pada ulkus intestinal (Ship,

1996).

Indikasi lama pemberian Aspirin disarankan tidak lebih dari 10 hari untuk

mengatasi nyeri (Yagiela dkk., 2010). Lama pemberian Aspirin pada epitel mukosa

menyebabkan respon yang berbeda. Penelitian yang dilakukan oleh Cryer dan

Feldman (1999) melaporkan bahwa periode pemberian Aspirin dalam jangka waktu

lama, yaitu selama 3 bulan dengan dosis 10 mg per hari per oral menyebabkan

penurunan prostaglandin (PGE2) pada mukosa lambung. Lama pemberian Aspirin

selama 14 hari dilaporkan merusak lapisan epitel mukosa lambung. Kerusakan

terdeteksi mulai hari ke-3 setelah paparan Aspirin (Metzger dkk., 1976 dan Svendsen

dkk., 1987 cit Fenn, 2007).

Selema dkk., (2010) melaporkan bahwa Aspirin dapat menyebabkan

penghambatan regenerasi mukosa. Dalam keadaan normal, sel basalis dapat

berproliferasi secara berkelanjutan, kemudian sel tersebut menggantikan sel di lapisan

permukaan yang hilang, sehingga integritas mukosa tetap terjaga. Penghambatan

aktifitas proliferasi sel menyebabkan epitel menjadi tipis dan terbentuk ulkus. Konsep

homeostasis epitel menunjukkan bahwa proliferasi pada lapisan basalis seimbang

dengan hilangnya sel pada lapisan permukaan mukosa (Junqueira dkk., 1997; Squier

dan Kremer, 2001). Proliferasi sel pada lapisan suprabasalis dapat diketahui

menggunakan marker KI-67 (Gonzales dkk., 1999). Protein KI-67 terdeteksi di semua

siklus sel kecuali fase G0 dan mencapai puncak tertinggi saat terjadi pembelahan sel.
11

Pengujian ekspresi KI-67 dinilai melalui presentasi sel yang positif terwarnai coklat

pada inti sel (Jonat dan Arnold, 2011).

B. Permasalahan Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: apakah

lama pemberian Aspirin berpengaruh terhadap ekspresi KI-67 dan ketebalan epitel

mukosa rongga mulut tikus galur Wistar?

C. Keaslian Penelitian

Laporan kasus mengenai kerusakan mukosa akibat konsumsi Aspirin antara

lain timbulnya rasa terbakar, terbentuknya nekrosis koagulasi serta lesi yang terjadi

pada daerah yang tidak umum pada mukosa mulut (Kawashima dkk., 1975; Saphir

dan Bimstein, 2000; Shah dkk., 2012). Selain itu, penelitian eksperimental mengenai

efek Aspirin yang pernah dilakukan diantaranya pengaruh pemakaian Aspirin

terhadap perdarahan gastrointestinal, ulkus gastrointestinal, turunnya pertahanan dan

perbaikan mukosa gastrointestinal, penghambatan penyembuhan luka, penurunan

level proliferasi epitel pada tepi luka, penghambatan derajat angiogenesis dan

maturasi dari jaringan granulasi pada dasar luka (Ukawa dkk., 1998; Wallace, 2000;

Halter dkk., 2001; Wang dkk., 2007). Penelitian mengenai efek lama pemberian

Aspirin terhadap ekspresi KI-67 dan ketebalan epitel mukosa rongga mulut sejauh

pengetahuan penulis belum pernah dilaporkan.


12

D. Tujuan Penelitian

Tujuan Umum:

Menguji pengaruh lama pemberian Aspirin terhadap ekspresi KI-67 dan ketebalan

epitel mukosa rongga mulut tikus galur Wistar.

Tujuan Khusus:

1. Menganalisis ekspresi KI-67 pada epitel mukosa rongga mulut tikus galur Wistar

yang diperlakukan dengan perbedaan lama pemberian Aspirin.

2. Mengevaluasi ketebalan epitel mukosa rongga mulut tikus galur Wistar dengan

perbedaan lama pemberian Aspirin.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritik:

a. Mengkaji ekspresi protein KI-67 dan ketebalan epitel rongga mulut tikus galur

Wistar terhadap paparan Aspirin.

b. Sebagai acuan atau referensi penelitian lebih lanjut

2. Manfaat Aplikatif

a. Sebagai bahan informasi bagi pasien mengenai resiko menggunakan Aspirin

pada mukosa rongga mulut dalam jangka waktu 10 hari.

b. Sebagai bahan pertimbangan pemilihan Aspirin bagi dokter dalam jangka

waktu panjang dalam pengobatan.

Anda mungkin juga menyukai