Intrusi Gigi Insisivus 1 Kiri Atas dan Avulsi Gini Insisivus 2 Kiri Atas
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna mengikuti ujian di SMF
Gigi dan Mulut Rumah Sakit Umum Jayapura
Oleh:
Ratna C. S Dewi
Grace I.J Samosir
PEMBIMBING:
drg. Meiske, Sp.BM
Secara umum trauma adalah sebuah luka atau jejas baik fisik maupun
psikis dengan kata lain di sebut injury atau wound yang berarti kerusakan atau
luka yang biasanya disebabkan oleh tindakan-tindakan fisik dengan terputusnya
kontinuitas normal suatu struktur. Trauma gigi adalah kerusakan jaringan keras
gigi dan atau periodontal karena sebab mekanis. Trauma gigi anterior merupakan
kerusakan jaringan keras gigi dan atau periodontal karena kontak yang keras
dengan benda yang tidak terduga pada gigi anterior baik pada rahang atas maupun
rahan bawah atau keduanya. Gigi geligi yang tersusun rapi akan mempermudah
rahang bawah beroklusi dengan rahang atas, namun adakalannya posisi gigi dalam
keadaan tersusun kurang baik. Beberapa penelitian menunjukkan adanya pengaruh
stabilitas dan kegoyangan gigi terhadap penyembuhan jaringan periodontal setelah
pembedahan flap. Penelitian klinis menunjukkan bahwa penyembuhan setelah
perawatan penyakit periodontal berupa pembentukan dan maturasi jaringan lebih
baik pada gigi yang tidak mengalami kegoyangan dibandingkan dengan gigi yang
goyang. Gigi goyang cenderung memiliki prognosis yang lebih buruk dan respon
yang kurang baik terhadap terapi periodontal. Splinting diharapkan dapat
membantu peningkatan perlekatan jaringan periodontal pada kasus-kasus
periodontitis dan kasus truma. Selama pembedahan, splin membantu
mengimobilisasi dan melindungi gigi goyang agar memudahkan perawatan
selama dilakukan tindakan skeling, kuretase, bedah, gingivektomi, dan lain-lain,
sehingga membantu penyembuhan. Penyembuhan jaringan dapat terjadi dan
progresivitas serta prognosis perawatan dapat dievaluasi dengan lebih baik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2.2 PENATALAKSAAN
Pertolongan pertama dilakukan untuk semua luka pada wajah dan
mulut.Jaringan lunak harus dirawat dengan baik. Pembersihan luka dengan
baik merupakan tolak ukur pertolongan pertama. Pembersihan dan irigasi
yang perlahan dengan saline akan membantu mengurangi jumlah jaringan
yang mati dan resiko adanya keadaan anerobik. Antiseptik permukaan juga
digunakan untuk mengurangi jumlah bakteri, khususnya stafilokokus dan
streptokokus patogen pada kulit atau mukosa daerah luka.
Pertolongan pertama untuk gigi avulsi adalah
1) Gigi dicuci dengan air dingin yang mengalir (10 detik)
Tindakan yang dilakukan saat pasien datang dengan gigi yang telah keluar
dari soket alveolar dalam waktu 2 jam yaitu :4
Gigi di letakkan di dalam tempat berisi salin fisiologis
Daerah cedera di foto, untuk mencari tanda-tanda adanya fraktur alveolaris.
Daerah avulsi di periksa secara teliti untuk melihat apakah ada fragmen
tulang yang dapat di angkat jika alveolusnya menutup,bukalah secara hati-hati
dengan instrument.
Soket secara hati-hati di irigasi dengan salin untuk mengangkat bekuan darah
yang terkontaminasi.
Gigi dari mangkuk yang berisi salin tadi di pegang dengan tang cabut agar
tidak terkontaminasi dengan tangan.
Gigi di periksa dan bila ada debris di bersihkan dengan kasa yang di basahi
dengan salin.
Gigi di masukkan kembali dalam soket dengan menggunakan tang,setelah
masuk sebagian pakailah tekanan ringan dengan jari atau suruhlah pasien
menggigit kasa sampai gigi kembali pada kedudukannya.
Ketepatan letak gigi di periksa dan hindari hiperoklusi.Laserasi jaringan
lunak di jahit rapat-rapat terutama pada bagian servikal.
Gigi di pasang splint selama 1 sampai 2 minggu untuk stabilisasi.
Resep obat antibotik di ajurkan untuk di berikan dengan dosis yang sama
seperti yang di pakai pada infeksi mulut ringan atau sedang.Suntikan tetanus
booster juga di anjurkan untuk di berikan,jika suntikan tetanus terakhir di
lakukan lebih dari 5 tahun yang lalu.
Pasien di beri perawatan pendukung,makanan lunak dan analgesik ringan di
anjurkan sesuai kebutuhan
Apabila gigi telah keluar dari soket alveolar untuk lebih dari 2 jam (dan tidak
di upayakan tetap basah dengan media yang sesuai),sel-sel dan serabut
ligamentum tidak akan bertahan hidup sampai di mana pun stadium pertumbuhan
akarnya.Resorbsi replacement(ankilosis)kemungkinan besar akan terjadi setelah
replentasi. Oleh karena itu, upaya yang harus di lakukan sebelum replantasi
adalah perawatan akar untuk mengurangi/memperlambat proses resorbsi.4
Tindakan replantasi ketika pasien datang lebih dari 2 jam yaitu :4
- Daerah avulsi gigi dan radiograf di periksa barang kali terjadi fraktur alveolar.
- Debris dan serpihan jaringan lunak yang menempel pada permukaan akar di
bersihkan.
- Gigi di rendam dalam larutan natrium fluoride 2,4 %(di asamkan sampai pH
5,5) selama 5-20 menit.perendaman dalam senyawa fluor ini tidak perlu bila
gigi telah di simpan dalam medium fisiologis
- Pulpa di ekstirpasi, dan saluran akar di bersihkan, di bentuk,dan di isi,
sedangkan gigi di pegang dengan kain yang di basahi cairan fluor.
- Soket alveolar dengan hati-hati di hisap untuk mengambil bekuan darah.Soket
di irigasi dengan salin.pertama kali perlu di lakukan anastesi untuk
menghilangkan rasa sakit pada pasien.
- Gigi dengan hati-hati di masukkan kembali (replantasi) ke dalam soket,periksa
ketepatan letak dan oklusinya.
- Gigi di pasangi splin selama 3-6 minggu
Splinting Gigi
Splinting merupakan suatu usaha untuk mempertahankan, mengikat atau
mengfiksasi gigi agar tetap pada posisi yang di inginkan saat replantasi,untuk
memberikan kesempatan agar gigi dapat melekat pada asalnya.20
Tujuan splinting20
- Memberi dukungan pada jaringan penyangga yang dapat menguntungkan
perbaikan jaringan
- Mengurangi derajat kegoyangan gigi.
- Mendistribusikan tekanan.
- Mengstabilkan kontak permukaan.
- Mencegah migrasi dan ekstrusi gigi.
- Memperbaiki fungsi penguyahan
- Retensi pack periodontal.
Splin periodontal adalah alat yang digunakan untuk mengimobilisasi atau
menstabilkan gigi-gigi yang mengalami kegoyangan dan memberi hubungan
yang baik antara tekanan oklusal dengan jaringan periodontal, dengan cara
membagi tekanan oklusal ke seluruh gigi secara merata sehingga dapat
mencegah kerusakan lebih lanjut akibat kegoyangan tersebut. Splin
periodontal digunakan jika kapasitas adaptasi periodonsium telah terlampaui
dan derajat kegoyangan gigi tidak kompatibel dengan fungsi pengunyahan.
Pemakaian splin periodontal dapat dilakukan saat sebelum, selama, atau
setelah dilakukan perawatan jaringan periodontal pada gigi goyang. Splin
sementara atau splin provisional merupakan bagian dari terapi awal atau fase I
saat sebelum pembedahan periodontal. Splin dapat mencegah kerusakan lebih
lanjut akibat kegoyangan gigi-geligi.2
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam prosedur splinting
sementara, yaitu penyesuaian oklusi gigi-geligi meliputi stabilisasi gigi
goyang pada posisi yang benar, kecukupan jumlah gigi sehat yang
dilibatkan untuk menyebarkan gaya yang merata, termasuk pertimbangan
spin cross-arch, kemungkinan adanya iritasi splin terhadap jaringan
gingiva, pipi, bibir, atau lidah, estetika splin, kebersihan gigi yang
dilakukan splin.2
Splinting gigi melibatkan penggabungan dua gigi atau lebih dengan
cara yang lebih atau kurang kaku. Sehingga gerakan relatif mereka dibatasi
dan gaya yang diterapkan pada salah satu splinted teeth ditransmisikan ke
sistem akar dari semua gigi yang terhubung.1
Splinting masih digunakan dalam berbagai situasi klinis:
- Luka traumatis pada gigi
- Disfungsi TMJ
- Pencegahan keausan gigi
- Permanen post-orthodonticretention
- Perawatan pra-restoratif
- Gerakan berlebihan atau migrasi gigi
Beberapa jenis splint yang sering di gunakan untuk kasus avulsi antara lain adalah
1. Band orthodonsi
Tipe splint ini biasanya diindikasikan untuk gigi geligi dalam fase
gigi campuran, cara pembuatan dari alat splint ini dengan terlebih dahulu
menyatukan secara bersamaan band ortodonsi yang belum terbentuk,atau
dapat juga dengan memasang secara langsung bond ortodonsi yang belum
terbentuk dengan beberapa bracket atau hanya satu bracket pada
permukaan labial,lalu di satukan dengan cold curing resin. Splint ini juga
kadang di rentangkan dengan jarak yang panjang untuk menjangkau gigi
tetangganya yang kuat, sehingga gigi premolar dan kaninus biasanya
menempati kedua sisi dari gigi yang mengalami trauma.
Pasien ini mengalami kesulitan makan dan kebutuhan nutrisi mereka yang
tinggi, perencanaan jadwal makan adalah wajib. Selama proses penyembuhan
jaringan baru diproduksi oleh tubuh sehingga terjadi peningkatan kebutuhan untuk
kolagen dan pergantian sel.
Untuk meningkatkan penyembuhan dan perawatan pemulihan pasca
operasi harus diberikan suplemen nutrisi seperti berikut:
Protein: Membantu mempercepat perbaikan fraktur
Vitamin A: Untuk epitelisasi permukaan, diferensiasi fibroblast, sintesis
kolagen dan lintas menghubungkan mereka.
Vitamin C & Vitamin E: Membantu persediaan Anti-oksidan dalam
penyembuhan luka.
Vitamin D & Kalsium: penyembuhan jaringan keras.
BAB III
LAPORAN KASUS
d. Pemeriksaan intraoral
Inspeksi :
Mukosa pipi : edema (-/-), hiperemis (-/-)
Mukosa palatum : edema (-), masaa (-), hiperemis (-)
Mukosa dasar mulut : edema (-), hiperemis (-), kotor (-)
Gingiva atas : edema -/-, hiperemis -/-, massa (-)
Gingiva bawah : edema -/-, hiperemis (+)
Karang gigi : (+)
Gigi
Inspeksi :
- Gigi rahang atas :
Gigi insisivus |1 : intrusi ke ginggiva
Gigi insisivus [2: Missing teeth
- Gigi rahang bawah :
Insisivus 3|1 : terjadi malposisi
Insisivus 2|2 : terjadi luksasi dan tampak kalkulus
Insisivus 1|2 : terjadi luksasi dan tampak kalkulus
Palpasi :
Gig insisivus 11| kanan atas : terjadi luksasi
Insisivus 14|31 terjadi malposisi
Insisivus 42 41|3132 : terjadi luksasi dan tampak kalkulus
Insisivus 41|42 : terjadi luksasi dan tampak kalkulus
Molar 47 48|37 : terjadi karies profunda
GAMBARAN KLINIS
3.5 Diagnosis Kerja
Diagnosis utama : intrusi gigi insisivus |1 + avulsi |2
3.6 Rencana Terapi
Pro splinting rekonstruksi
Relokasi gigi |1
Terapi konservatif :
- Clindamicin 300 mg/8 jam No. XV
- Asam mefenamat 500 mg/8 jam No. XV
Pro:
1. Foto panoramic
Laporan Operasi
(13 juli 2017)
1. SIO DI ISI
2. ANTISEPTIK INTRA DAN EKSTRA ORBITAL
3. LAPANG OPERASI DIPERSEMIT DENGAN DUK STERIL
4. ANASTESI LOKAL / MA3 CC PEHACAIN : LIDOCAIN = 1:1 = 2CC DI
LABIAL DAN PALATINAL GINGIVA GIGI |1
5. SPLINTING GIGI 2 1|1 3 DENGAN ARCH BAR DAN KAWAT
6. REPLANTASI GIGI [1 FIKSASI KE ARCHBAR DENGAN 3 KAWAT
7. REKONTRUKSI FLAP LABIAL UNTUK MENUTUP DEFEK GINGIVA
SERVICAL
8. FLAP DIKEMBALIKAN DAN DIJAHIT DENGAN BENANG
MONOFILAMEN ABSROBABLE 4,0
9. OPERASI SELESAI
Instruksi post op :
- Menghindari makanan panas/hangat 1 x 24 jam
- Menghindari mengunyah dengan gigi seri
- Klindamisin 3x 300 mg No. XV
- Asama mefenamat 3 x 500 mg No. XV
- Control poli gigi 2 hari kemudian
DAFTAR PUSTAKA
1. Pedersen, GW. Buku Ajar Praktis (Bedah Mulut). Alih bahasa, Purwanto,
Basoesono.Edisi 1. Jakarta.1996: hal.221-33
2. Riyanti E. Penatalaksanaan Trauma Gigi Pada Anak. Jurnal Kedokteran Gigi
Anak Universitas Padjajaran;2010.
3. Grossman I.L, Oliet S, Rio E.C. Ilmu endodontik dalam praktek. Alih bahasa
Abyono R.edisi 11.Jakarta.1995:hal.358-378)
4. Richard E.W, Mahmoud T. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsi. Alih bahasa,
Narlan, Winiati, Bambang.Edisi 2.Jakarta.1999: hal.573-77.
5. Aan M.A, Amatul F.R. Coconut Water (cocos nucifera) as Storage Media For
The Avulsed Tooth. Jurnal of dentistry Indonesia;2010:17(3) : 74-79.
6. Sri Kuswandari. Efekvitas Media Dalam Melindungi Sel-Sel Ligament
Periodontal Sebelum Replantasi Gigi Avulsi. Jurnal Kedokteran Gigi Anak Edisi
Khusus Pertemuan Ilmiah PDGI Jateng September 2004.
7. Saeed A, Laleh AM, Alireza K. Indications And Case Series Of International
Replantation Of Teeth. Iranion Endodontic Journal. Tehran,Iran. 2014 : 9(1)
:71-78
8. Andersen L. Internasional Association of Dental Traumatology Guidelines for
the management of traumatic Dental Injuries: 2. Avulsion of Permanent Teeth.
Dental Traumatology Journal.2012
9. Simanjuntak,R.M.Gigi avulsi traumatik dan permasalahannya.PABMI,Surabaya.
2000;hal 81-83
10. Sophie J. et all. Periodontal Splinting in General Dental Practice. Dental Update-
July/August 2000
11. Mora O,et all. Adjunctive Intracoronal Splint in Periodontal Treatment:
Report of Two Cases. Journal of Dentistry Indonesia 2014, Vol. 21, No. 3,
94-99