Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN INDIVIDU

BBDM MODUL 4.1


SKENARIO 2

Disusun oleh:

Hatta Rizky Zainal


22010220140015

Dosen Pengampu
drg. Brigitta Natania Renata Purnomo, Sp.KG

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2022
Deskripsi Kasus
Seorang anak perempuan berusia 9 tahun datang ke Poli gigi RSND bersama ibunya ingin
menambalkan giginya yang patah. Gigi tersebut patah akibat terjatuh membentur tiang saat
berolahraga di sekolah setahun yang lalu. Sekarang pasien merasa malu karena saat tersenyum
giginya terlihat jelek.
Pemeriksaan klinis intra oral menunjukkan mahkota gigi 11 berwarna abu-abu, disertai
Fraktur Ellis klas 3 yang menyisakan sepertiga mahkota bagian servikal, dengan sondasi (-),
perkusi (+), palpasi (-), tes vitalitas (-). Gigi 12 berbentuk konus, dan tampak diastema antara gigi
21 dan 23, gigi 22 agenese. Pemeriksaan rontgen periapikal gigi 11 menunjukkan ujung apikal
akar terbuka. Keadaan umum pasien baik, tidak dicurigai adanya cedera kepala dan trauma di
tempat lain. Pemeriksaan ekstra oral wajah, pipi, bibir simetris, TMJ normal, profil cembung.
Pasien belum mendapatkan vaksin tetanus.

Sasaran Belajar
1. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan mengenai klasifikasi Fraktur berdasarkan
Ellis, Ellis modif Craig, dan WHO.
2. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan mengenai etiologi dan pencegahan
fraktur.
3. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan mengenai tatalaksana pemeriksaan pada
kasus dental (rencana PSA gigi permanen muda; indikasi, kontraindikasi, teknik perawatan
dan material)
4. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan anomali (pertumbuhan) gigi pada anak
(ukuran, bentuk, jumlah, dan struktur)
Belajar Mandiri
1. Klasifikasi Fraktur
A. Klasifikasi Ellis and Davey(1)
- Kelas 1 merupakan fraktur sederhana pada mahkota gigi dengan melibatkan
sedikit atau tidak ada dentin. Fraktur ini akan terlihat berwarna putih dengan
tekstur kapur.
- Kelas 2 merupakan fraktur mahkota yang luas dengan melibatkan cukup banyak
dentin, tanpa melibatkan pulpa. Sering terjadi pada anak-anak dari pada orang
dewasa. Hal ini disebabkan karena gigi anak-anak mempunyai pulpa lebih besar
dari pada dentin.
- Kelas 3 merupakan fraktur mahkota yang luas dengan melibatkan cukup banyak
dentin dan melibatkan pulpa. Fraktur yang terpapar pada pulpa gigi dianggap
fraktur gigi yang paling serius. Dalam kasus ini dapat menyebabkan hilangnya
gigi permanen.
- Kelas 4 merupakan gigi yang mengalami trauma menjadi non vital dengan atau
tanpa kehilangan struktur mahkota.
- Kelas 5 merupakan kehilangan gigi. Avulsi gigi yaitu trauma yang mengenai
gigi sehingga membuat gigi benar-benar terlepas dari soketnya.
- Kelas 6 merupakan fraktur akar gigi dengan atau tidak melibatkan struktur
mahkota.
- Kelas 7 merupakan perpindahan gigi tanpa fraktur mahkota atau akar
- Kelas 8 merupakan fraktur kompleks mahkota gigi
- Kelas 9 merupakan trauma pada gigi decidui

B. Klasifikasi Ellis (Grossman) (1)


- Fraktur kias I : fraktur email.
- Fraktur kias II : fraktur dentin, pulpa belum terbuka.
- Fraktur klas III : fraktur mahkota disertai pulpa terbuka.
- Fraktur klas IV : fraktur akar.
- Fraktur kias V : gigi Iuksasi.
- Fraktur klas VI : gigi intrusi.
C. Klasifikasi WHO (1)
• Fraktur Mahkota
- N 502.50 : Infraksi email merupakan fraktur email tanpa kehilangan bagian
dari gigi (retak).
- N 502.50 : Fraktur email merupakan fraktur dengan kehilangan sebagian dari
email (uncomplicated crown fracture).
- N 502.51 : Fraktur email-dentin merupakan fraktur dengan kehilangan
sebagian dari email dan dentin tetapi tidak melibatkan pulpa.
- N 502.52 : Fraktur email-dentin melibatkan pulpa (complicated
crownfracture).
• Fraktur Mahkota-Akar
Fraktur mahkota-akar adalah fraktur yang meliputi email, dentin dan
sementum. Fraktur berdasarkan keterlibatan pulpa terdapat fraktur
uncomplicated dan complicated.
• Fraktur Akar
Terjadinya fraktur akar meliputi daerah dentin, cementum, dan pulpa, biasanya
disebabkan karena perkelahian dan benturan benda asing.

2. Etiologi dan Pencegahan Fraktur


ETIOLOGI
Fraktur gigi dapat terjadi secara tidak sengaja, disengaja, dan iatrogenik. Fraktur gigi yang
tidak disengaja meliputi jatuh, benturan, aktifitas fisik, kecelakaan, menggigit benda yang
keras dan penggunaan gigi yang tidak sesuai, seperti kebiasaan menggigit pena dan
membuka tutup botol. Frakturyang disengaja contohnya adalah kekerasan fisik. Etiologi
yang umum terjadi pada fraktur mahkota dan mahkota-akar di cedera gigi permanen
disebabkan oleh jatuh, berhubungan dengan olahraga, kecelakaan lalu lintas atau benda
asing yang mengenai gigi.(2)
Faktor penentu dari fraktur gigi yaitu :
a. Latar belakang sosioekonomi mempunyai dampak terhadap fraktur gigi, pada anak-anak
subpopulasi sosioekonomi rendah sering terjadi cedera. Keadaan sosioekonomi rendah
berhubungan dengan pengawasan yang tidak memadai dan kurangnya edukasi untuk
pencegahan terjadinya trauma.
b. Alat orthodonsi dapat menimbulkan luka pada jaringan lunak saat
terjadinya trauma, biasanya terjadi pada daerah bibir dan gingiva.
c. Masalah medis yang bersifat akut seperti kejang, stroke, dan serangan
jantung dapat menimbulkan trauma gigi saat pasien terjatuh.

PENCEGAHAN
Pencegahan trauma gigi yang tidak disengaja dilakukan dengan edukasi,perubahan
lingkungan, dan pelaksanaan. Edukasi dapat dilakukan dengan memberi informasi dan
pelatihan. Perubahan lingkungan dilakukan dengan memodifikasi lingkungan yang aman.
Sedangkan pelaksanaan dilakukan dengan membuat peraturan. Adapun tahapan
pencegahan terjadinya trauma gigi yaitu : (1)(2)
• Pencegahan primer adalah pencegahan keadaan yang dapat menimbulkan luka.
Pencegahan primer dilakukan dengan penyediaan pelindung mulut
(mouthguard) saat berolahraga dan taman bermain yang nyaman.
• Pencegahan sekunder adalah pencegahan atau meminimalisir keparahan insiden
cedera yang terjadi. Mengintervensi, mendiagnosa, dan mengobati pada gigi
yang mengalami fraktur sebagai pencegahan sekunder terhadap komplikasi
trauma.
• Pencegahan tersier adalah perawatan yang optimal dan rehabilitasi dengan
meminimalkan dampak dari cedera. Trauma gigi pada anak – anak dapat
dilakukan perawatan saat masa dewasa dengan memanfaatkan teknologi
khususnya dibidang implantologi dan teknologi porselen
3. Tatalaksana Pemeriksaan Traumatic Dental Injury pada Anak
Tatalaksana
Dilakukan pemeriksaan subektif, objektif, dan radiografis, kemudian dilakukan
Apeksifikasi, perawatan saluran akar. (3)

A. Apeksifikasi
Merupakan perawatan endodontik dengan tujuan untuk menutup foramen periapikal
dengan jaringan keras sebagai barrier pada gigi permanen muda non vital dengan
akar belum terbentuk sempurna. (3)
Tahap-tahap Apeksifikasi :
1) VISIT-1 :
- Persiapan → pemeriksaan subyjektif, objektif, informed consent
- Pembukaan cavity entrance (endo access bur)
- Eksplorasi menggunakan hand file (# 30) → awal & panjang kerja
definitif (Ro-foto)
- Preparasi biomekanik (secara minimal)
(Pertimbangkan urutan file → dinding sal.akar tipisgerakan
circumferential filling) → rotary (brushing movement)
- Irigasi dgn NaOCl → 2.5 % untuk 2/3 bagian koronal
→ 0.5 – 1% untuk 1/3 apikal
→ Selanjutnya akuades steril (bisa dengan jarum
30G)
- Irigasi dengan EDTA 17% → membuang smear layer → dikeringkan
- Aplikasi Ca(OH)2 → sampai apikal → Ro-foto
- Kontrol (1 minggu)

2) VISIT KE-2 :
- Kontrol dan pemeriksaan penderita (perubahan klinis)
- Dilakukan penggantian Ca(OH)2  pertimbangan kelarutan dan higroskopis -
- Evaluasi dengan Ro
- Tumpat dengan GIC
3) VISIT KE-3
→ Dilakukan tahapan seperti pada Visit ke-2
Catatan : - Pada kontrol terakhir → Ro (Teridentifikasi jaringan keras pada
ujung akar) - Pembuktian → dapat digunakan K-file
- Sebagai dasar Tx. RCT (3)

B. Indikasi Perawatan Saluran Akar


1) Enamel yang yang tidak didukung oleh dentine
2) Gigi sulung dengan infeksi yang melewati kamar pulpa
3) Kelainan jaringan periapeks
4) Mahkota gigi yang bisa direstorasi
5) Gigi tidak goyang dan peridonsium normal
6) Foto rontgen menunjukkan resorpsi akar tidak lebih dari sepertiga apical
dan tidak ada granuloma
7) Kondisi pasien baik
8) Pasien ingin giginya dipertahankan
9) Keadaan ekonomi pasien memungkinkan (4)

C. Kontraindikasi Perawatan Saluran Akar


1) Fraktur gigi yang vertical
2) Tidak dapat lagi dilakukan restorasi
3) Kerusakan jaringan periapical melibatkan dari 1/3 panjang akar gigi
4) Resorbsi tulang aveolar melibatkan setengah dari permukaan akar gigi
5) Kondisi sistemik pasien (4)(5)

D. Perawatan Saluran Akar


Preparasi saluran akar yang ideal meliputi 4 tahap, yaitu : menentukan arah
saluran akar, membersihkan saluran akar, membentuk saluran akar, preparasi daerah
apical. Selama proses preparasi saluran akar dilakukan irigasi untuk membersihkan
sisa jaringan pulpa, jaringan nekrotik dan serbuk dentin. Tujuan irigasi saluran akar
yaitu : 1) mengeluarkan debris, 2) melarutkan jaringan smear layer, 3) antibakteri,
4) sebagai pelumas. (6)
Terdapat beberapa Teknik preparasi saluran akar, diantaranya Teknik
standar, Teknik crowndown, dan Teknik stepback. Teknik preparasi standar
awalnya digambarkan sebagai metode yang paling baik untuk membersihkan dan
membentuk saluran akar. Tujuan Teknik ini adalah terciptanya preparasi yang
memiliki ukuran, bentuk, kekonusan yang sama dengan instrument standar. Namun
pada saluran akar yang bengkok sulit dicapai pembentukan saluran akat seperti itu.
Teknik standar diindikasikan untuk obturasi dengan bahan pengisi kon perak.(7)

4. Anomali Gigi Pada Anak


Anomali gigi adalah suatu penyimpangan dari bentuk normal akibat gangguan pada stadium
pertumbuhan dan perkembangan gigi atau juga dapat disebut abnormalitas pada gigi.
Anomali gigi terdiri atas anomali jumlah, ukuran, waktu erupsi, struktur, bentuk dan warna
gigi. Perkembangan anomali gigi penting untuk dicatat. Insiden dan keparahan berbeda
pada setiap populasi. Berikut Anomali-anomali gigi : (8)

A. Anomali Jumlah Gigi


Adalah kelainan mengenai jumlah elemen gigi, jumlah normal gigi desidui sebanyak
20 dan 32 gigi permanen. Pada anomali ini kemungkinan bisa terjadi kelebihan atau
kekurangan gigi. Banyak teori yang telah dikemukakan tentang etiologi kelainan
jumlah gigi, tetapi tidak ada yang dikatakan sebagai etiologi pasti, namun faktor
herediter memiliki peranan penting. Anomali jumlah gigi ini terdiri dari
supernumerary teeth, anodonsia dan hipodonsia.
1) Supernumerary Teeth → Supernumerary teeth atau gigi tambahan/berlebih
adalah suatu kelainan jumlah gigi lebih dari normal.(9) Insidens
supernumerary teeth ditemukan 3% lebih tinggi, lebih sering terjadi pada
laki-laki dibandingkan perempuan. Sembilan puluh sampai 98%
supernumerary teeth terjadi di maksila, dengan frekuensi gigi permanen
lebih sering terjadi dibandingkan dengan gigi desidui.(10) Etiologi gigi
supernumerary teeth tidak diketahui, sejumlah teori sudah diusulkan, yaitu
atavisme, dikotomi gigi, hiperaktivitas lamina gigi dan faktorgenetik. Gigi
supernumerary teethmempunyai morfologi dan bentuk yang tidak normal,
dapat tunggal, multipel, erupsi unilateral atau bilateral dan kemungkinan
terdapat pada satu atau kedua rahang. Gigi supernumerary teeth yang mirip
dengan gigi normal disebut gigi supplemental. (11)

2) Anodonsia dan Hipodonsia


Hipodonsia didefinisikan sebagai kehilangan satu atau lebih pada gigi
desidui atau gigi permanen, kecuali gigi molar ketiga. Tidak adanya gigi
dikenal dengan anodontia, sedangkan complete anodontia ketika semua gigi
hilang. Prevalensi hipodonsia pada gigi permanen adalah 0,4% sedangkan
pada gigi desidui adalah 0,05%.(12)

B. Anomali Ukuran Gigi


Kelainan ukuran gigi merupakan gangguan tumbuh kembang gigi yang
menunjukkan ukuran gigi lebih besar atau lebih kecil dari normal. Kelainan tersebut
terdiri atas : mikrodontia dan makrodonsia.

1) Mikrodontia → Mikrodonsia merupakan kelainan ukuran gigi yang lebih


kecil dari normal, dapat disertai kelainan bentuk yaitu berbentuk kerucut
atau konus yang disebut conical teeth. Insidensnya adalah 0,2%, umumnya
terjadi pada gigi permanen, pada gigi desidui jarang terjadi. Terdapat dua
tipe mikrodonsia yaitu tipe true microdontia dan pseudo microdontia. True
microdontia adalah ukuran gigi yang lebih kecil dari normal pada rahang
yang berukuran normal sedangkan pseudo microdontia adalah seluruh gigi
yang terlihat kecil pada rahang yang berukuran besar.(13)
2) Makrodontia → Makrodonsia adalah kelainan gigi langka yang ditandai
dengan ukuran gigi yang lebih besar dari rata-rata. Gigi yang seluruhnya
berukuran besar, secara umum disebut makrodonsia murni, bila elemen gigi
kelihatan besar karena kecilnya rahang disebut makrodonsia relatif.
Etiologinya tidak banyak diketahui tetapi faktor keturunan sangat
berperan.Makrodonsia gigi anterior menyebabkan masalah gigi berjejal,
estetis dan akumulasi plak karena permukaan yang berlekuk, dan
berkurangnya overjet. Perawatan tidak begitu penting kecuali untuk alasan
estetis dengan restorasi khusus dan ortodontik.(14)

C. Anomali Waktu Erupsi


Anomali waktu erupsi adalah penyimpangan waktu erupsi gigi dari waktu normal.
Keadaan ini dapatterjadi pada fase formatifakibat trauma / kecelakaan yang terjadi.
Anomali waktu erupsi adalah gigi natal, kista erupsi, erupsi gigi permanen yang
terlambat dan erupsi ektopik.
1) Gigi Natal → Gigi natal merupakan gigi yang sudah tumbuh pada masa
kelahiran. Gigi natal lebih sering pada rahang bawah depan sebesar 85%,
diikuti rahang atas depan sebesar 11%, gigi kaninus sebesar 3% dan molar
sebesar 1%. Bentuk dan ukuran gigi natal biasanya berbentuk mikrodonsia
dan konus dengan warna kuning opak. Gigi natal lebih sering ditemukan
pada anak perempuan.(15)
D. Anomali Struktur Gigi
1) Hipoplasia Enamel → Hipoplasia enamel adalah kelainan yang terjadi
karena ada gangguan waktu pembentukan matriks email, sehingga
permukaan email tidak sempurna. Hipoplasia enamel merupakan gangguan
struktur gigi paling sering terjadi. Gangguan tersebut disebabkan faktor
sistemik dan faktor lokal. Faktor sistemik meliputi trauma waktu lahir,
infeksi, gangguan nutrisi, penyakit metabolik dan bahan kimia, sedangkan
faktor lokal meliputi adanya trauma atau infeksi yang mengenai gigi.
Gambaran klinis enamel tipis, pit atau groove pada permukaan enamel.(16)

E. Anomali Bentuk Gigi


1) Geminasi → Geminasi merupakan anomali perkembangan bentuk gigi
sehingga menghasilkan dua mahkota.(17) Geminasi merupakan
keabnormalan gigi yang terjadi pada tahap cap stage (tahap inisiasi dan
proliferasi). Geminasi sebagai malformasi dari tunas gigi tunggal,
mengakibatkan gigi anomali dalam bentuk normal gigi. Hal ini ditandai
sebagai upaya oleh benih gigi tunggal untuk membagi diri, dengan gigi yang
dihasilkan adalah gigi besar dengan mahkota bifida dan biasanya akar dan
saluran akar umum. Anomali ini mungkin unilateral atau bilateral dan dapat
memengaruhi baik gigi, meskipun gigi desidui lebih sering terkena.(18)
2) Fusi → Gigi fusi adalah perkembangan anomali langka yang berasal dari
penyatuan embriogenik dari dua gigi yang berasal dari dua atau lebih benih
gigi. fusi memiliki insidensi yang lebih tinggi pada gigi desidui 0,5%-2,5%
daripada gigi permanen 0,1%-1,0%. Gigi fusi ditemukan lebih didominasi
pada regio anterior, dengan insisivus dan kaninus sering terlibat, dapat
bilateral dan unilateral. Gigi fusi dapat terjadi baik di rahang atas dan rahang
bawah, tetapi lebih sering terjadi pada rahang bawah.Insidensi dari fusi tidak
berbeda berdasarkan jenis kelamin.(19)

F. Anomali Warna Gigi


1) Perubahan Warna Gigi Intrinsik → Akibat noda yang terdapat di dalam
enamel atau terjadi semasa pembentukan struktur gigi pada dentin yang
disebabkan oleh penumpukan tetrasiklin di dalam struktur gigi. Penyebab
perubahan warna gigi secara intrinsik antara lain, yaitu sistemik,
metobolisme, genetik, serta lokal. anak yang mengalami perubahan warna
intrinsik, jika superfisial dapat dihilangkan dengan teknik mikroabrasi.(20)
2) Perubahan Warna Gigi Ekstrinsik → Adalah perubahan warna pada
permukaan luar gigi dan biasanya berasal dari faktor lokal.36 Gigi yang
mengalami perubahan warna secara ekstrinsik sulit dihilangkan dengan cara
menyikat gigi. Penyebab perubahan warna gigi secara ekstrinsik yaitu
chromogens yang berasal dari asupan diet seperti kopi, teh, wortel, coklat,
tembakau, larutan kumur atau plak pada permukaan gigi. Anak yang
mengalami perubahan warna ekstrinsik. Noda ekstrinsik dapat dihilangkan
dengan bahan abrasif.(20)
Daftar Pustaka
1. Farani, Wustha. "Distribusi Frekuensi Fraktur Gigi Permanen di Rumah Sakit Gigi dan
Mulut Universitas Muhammadiyah Yogyakarta." Insisiva Dental Journal: Majalah
Kedokteran Gigi Insisiva 7.1 (2018): 28-36.
2. Andersson, L. (2013). Etiology of traumatic dental injuries. JOE, 39 (38). S2-S5
3. Waluyo, Soegeng. 2021. Tehnik Perawatan Gigi Permanen Muda Imatur Anak Dalam
Praktek Rutin. Surabaya: Universitas Airlangga
4. Hardianti. Perbandingan tingkat keakuratan radiografi konvensional dengan digital dalam
pengukuran Panjang kerja pada perawatan endodontik. Universitas Hasanuddin Fakultas
Kedokteran Gigi Makassar 2014.
5. Pandula V. Contradictions of root canal treatment.
6. Perbedaan daya antibakteri siler saluran akar berbahan dasar resin dan berbahan dasar
kalsium hidroksida terhadap Enterococcus faecalis.
7. Walton RE, Torabinajed M. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia. Alih Bahasa:
Sumawinata N. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2009.
8. Patil S, Doni B, Kaswan S, Rahman F. Prevalence of dental anomalies in Indian
population. J Clin Exp Dent 2013; 5(4): e184
9. Iswari H. Gigi supernumerary dan perawatan ortodonsi. E-J Widya Kesehatan dan
Lingkungan 2013
10. Saha A, Das AS, Biswas S, Nair V, Das KP, Roy U. Prevalence of supernumerary teeth
in Bengali population of India. International Journal of Contemporary Medical Research
2016
11. Iswari H. Gigi supernumerary dan perawatan ortodonsi. E-J Widya Kesehatan dan
Lingkungan 2013
12. Temilola DO, Folayan MO, Fatusi O, Chukwumah NM, Onyejaka N, Oziegbe E et al.
The prevalence, pattern and clinical presentation of developmental dental hard tissue
anomalies in children with primary and mix dentition from Ile-Ile, Nigeria. BMC Oral
Health 2014
13. Robles MJ, Ruiz M, Perez MB, Gonzales E, Penalver MA. Prevalence of enamel defects
in primary and permanent teeth in a group of schoolchildren from Granada (Spain).Med
Oral Patol Oral Cir Bucal 2013
14. Pereira L, Assuncao PA, Salazar S, Guedes S, Abrahao AC, Cabral MG, et al.Uncommon
true isolated macrodontia of a maxillary tooth. J Contemp Dent Pract 2014
15. Nirmala SVSG, Prabhu RV, Veluru S, Tharay N, Kolli NK, Iyothi HK. Natal teeth- a
case report with decision support system. J Pediatr Neonatal Care 2015
16. Indriati IS. Penatalaksanaan gigi hipoplasia email. JKGUI 2007
17. Sekerci AE, Sisman Y, Yasa Y, Sahman H, Ekizer A. Prevalence of fusion and
gemination in permanent teeth in Coppadocia region in Turkey. Pakistan Oral & Dent J
2011; 31(1): 18
18. Mazumdar P, Das UK, Rahaman SM. Endodontic management of geminated tooth: a
case report. Int J Scientific and Research Publication 2013; (3)
19. Guler DD, Tunc ES, Arici N, Ozkan N. Multidisciplinary management of a fused tooth.
Hindawi Publishing Corporation 2013
20. Ariana TR, Wibisono G, Praptiningsih RS. Pengaruh perasan buah lemon terhadap
peningkatan warna gigi. Medali Jurnal 2015

Anda mungkin juga menyukai