Gigi Depan
Patah
KELOMPOK 3
01
Trauma
Pada Gigi
Definisi dan
Etiologi
Definisi
Atau Juga disebut dengan Traumatic dental injury (TDI) adalah kerusakan yang mengenai
jaringan keras gigi dan atau periodontal secara mekanis
Trauma gigi juga bisa diartikan sebagai kerusakan pada gigi dan struktur periadukilar
● Kerusakan ini dapat merusak pulpa, dengan atau tanpa menyebabkan kerusakan pada
mahkota dan atau akar, atau pada kasus yang parah dapat menyebabkan perpindahan gigi
● Akibat trauma gigi: cedera pulpa dengan/tanpa kerusakan mahkota/akar, atau bergesernya
gigi dari soketnya
● Cedera traumatis biasanya cepat, tiba-tiba, dan tidak terduga maka dokter harus siap untuk
memberikan perawatan darurat yang sesuai setiap saat
Etiologi
● Intentional Trauma
Trauma yang terjadi pada gigi dengan proses yang disengaja seperti kekerasan
● Un-Intentional Trauma
Trauma yang terjadi pada gigi dengan proses yang tidak disengaja, contohnya seperti kecelakaan
Contoh-Contoh Etiologi
● Sports Accident
● Kekerasan
● Menggigit benda yang keras
● Domestic violence
● Kecelakaan
● Penggunaan gigi yang tidak tepat
Imunopatogene
sis
● Sel-sel pulpa bertanggung jawab untuk perbaikan jaringan dan self-
renewal bersama dengan proses inflamasi yang bergantung pada
intensitas dan kedalaman infiltrasi dari invasi bakteri.
● Ketika jaringan pulpa-dentin terkena trauma atau infeksi bakteri,
terlepas dari stadium akut atau kronis, odontoblas mengenali sinyal
patogen dan memulai respons penyembuhan bawaan terlokalisasi
(localized innate healing response)
● Odontoblas diposisikan untuk memungkinkan cell body mencapai
pulpa-dentin interface dan ke tubulus dentin sebagai garis pertahanan
jaringan pulpa-dentin (Gambar 1A).
● Namun, setelah terpapar penetrasi bakteri yang parah, terjadi
penipisan yang signifikan pada odontoblas yang menetap pada pulpa-
dentin interface → pelepasan penanda inflamasi dan sitokin.
● Selain itu, revitalisasi jaringan pulpa-dentin mempertimbangkan
aspek penyembuhan luka yang melibatkan interaksi antara sel
pulpa-dentin (odontoblas, mesenchymal stem cells (MSC), sel
imun, dan sel neurovaskular) dan pensinyalan kimianya dengan
pelepasan sitokin, kemokin, dan faktor larut lainnya
Biologic Defense Mechanism on Pulp–Dentin
Tissue
● Odontoblas melepaskan sitokin proinflamasi dan agen antibakteri seperti Nitric oxide (NO). NO diproduksi
sebagai bagian dari pertahanan host dalam reaksi imun nonspesifik. Ketika patogen melewati pulp–dentin
interface, odontoblas melepaskan kemokin untuk merekrut sel-sel kekebalan (misalnya, sel dendritik dan
makrofag) ke tempat yang terinfeksi.
● Natural killer cells and natural killer T cells untuk mendukung perkembangan respon imun T cells dan effector
CD4+ T helper cells untuk menghancurkan patogen yang menyusup
● Jumlah limfosit B meningkat dan berhubungan dengan modulasi fungsi dendritic cell
Biologic Defense Mechanism on Pulp–Dentin
Tissue
● Ketika pulpa terkena karies, bakteri, atau bahan pengisi gigi, pulp-dentin interface mengalami proses inflamasi
ringan hingga parah.
○ Sitokin proinflamasi, tumor necrosis factor alpha (TNF-α), interferon gamma (IFN-γ), interleukin 1beta
(IL-1β), IL-6, dll → dimulai untuk meningkatkan respon imun host
○ Anti-inflamasi, sitokin, steroid, transformasi faktor pertumbuhan beta (TGF-β), IL-10, NO, dll. →
dilepaskan untuk membatasi kerusakan jaringan.
Biologic Defense Mechanism on Pulp–Dentin
Tissue
● Dengan keseimbangan interaktif antara pensinyalan pro- dan anti-inflamasi, jaringan pulpa-dentin dapat merespons
dengan nekrosis sel, resorpsi tulang, kalsifikasi pulpa, atau revaskularisasi.
○ Tingkat rendah dari sinyal sitokin inflamasi mengarahkan respon sel untuk mendorong diferensiasi dan
mineralisasi untuk mendukung penyembuhan
○ Tingkat tinggi dari sinyal sitokin inflamasi dapat mengakibatkan perekrutan lebih banyak sel imun yang
selanjutnya mempercepat respon inflamasi secara in vitro.
● Proses vaskularisasi sangat penting untuk penyediaan nutrisi dan oksigen serta penghapusan limbah metabolik.
02
Klasifikasi
Trauma
I. Ellis and Davey Classification (1960)
Sistem yang diterima saat ini: berdasarkan World Health Organization’s Application of International Classification of
Diseases to Dentistry and Stomatology, modified by Andreasen.
1. Enamel infraction: Incomplete fracture (crack) enamel tanpa kehilangan struktur gigi
2. Enamel fracture (uncomplicated crown fracture): Fraktur dengan kehilangan enamel saja
3. Enamel–dentin fracture (uncomplicated crown fracture): Fraktur dengan kehilangan enamel & dentin; tidak
libatkan pulpa
4. Complicated crown fracture: Fraktur libatkan enamel & dentin; mengekspos pulpa
5. Uncomplicated crown–root fracture: Fraktur libatkan enamel, dentin koronal & radikular, sementum; tidak ekspos
pulpa
6. Complicated crown–root fracture: Fraktur melibatkan enamel, dentin koronal & radikular, sementum; eksposur
pulpa
7. Root fracture: Fracture melibatkan dentin radikular, sementum, pulpa
8. Luxation injuries: … (cont)
III. Andreasen’s Modified Classification of Traumatic Injuries to Teeth
8. Luxation injuries:
○ Concussion: Cedera tooth-supporting structures tanpa abnormal loosening atau displacement gigi, tapi dengan
peningkatan reaksi thd perkusi
○ Subluxation (loosening): Cedera tooth-supporting structures dengan abnormal loosening, tanpa displacement
gigi
○ Extrusive luxation (peripheral dislocation, partial avulsion): Partial displacement gigi keluar socket
○ Lateral luxation: Displacement gigi ke arah selain axial. Disertai comminution atau fraktur alveolar socket
○ Intrusive luxation (central dislocation): Displacement gigi ke dalam tulang alveolar. Disertai comminution atau
fraktur alveolar socket
○ Avulsion (exarticulation): Complete displacement gigi keluar dari socket
III. Andreasen’s Modified Classification of Traumatic Injuries to Teeth
Radiografis
● Tidak ada abnormalitas.
● Rekomendasi: periapikal
● Jika ada sign/simtom lain → indikasi additional
radiographs
Catatan Klinis
● Crack line atau chip enamel → kunci fitur klinis fraktur.
● Tidak ancam vitalitas pulpa dan prognosis baik.
III. Andreasen’s Modified Classification of Traumatic Injuries to Teeth
Radiografis
● Kehilangan enamel
● Perlu 3 angulasi: periapical, occlusal, eccentric exposures
utk lihat luxation / root fracture.
● Radiograf bibir / pipi perlu utk cari fragmen gigi/benda
asing
III. Andreasen’s Modified Classification of Traumatic Injuries to Teeth
Radiografis
● Enamel-dentin loss
● Rekomendasi: periapical, occlusal, eccentric exposure utk lihat
displacement / root fracture
● Radiograf bibir / cheek lacerations disarankan untuk cari
fragmen gigi / benda asing
III. Andreasen’s Modified Classification of Traumatic Injuries to Teeth
Radiografis
● Kehilangan struktur
Catatan Klinis:
● Eksposur mekanis pulpa krn trauma prognosisnya lebih baik dari
carious exposure.
● Extent fraktur & stage pembentukan akar: 2 faktor kritis tentukan
treatment plan
III. Andreasen’s Modified Classification of Traumatic Injuries to Teeth
Radiografis
● Apical extension fracture biasanya tidak terlihat
● Rekomendasi: periapical, occlusal, eccentric exposures utk deteksi
fracture lines di akar
Radiografis
● Apical extension fraktur biasanya tidak terlihat
● Rekomendasi: periapical & occlusal
7. Root Fracture
A. Coronal Third Root Fracture
● Sulit imobilisasi gigi → prognosis kurang baik
● Pergerakan konstan & eksposur pulpa → repair tidak terjadi.
● Seiring waktu, gigi loose & harus dicabut /mungkin eksfoliasi saat
resorpsi terjadi.
● Kadang fragmen apikal cukup panjang dan didukung oleh
periodonsium sekitarnya → bisa di-retain.
Catatan Klinis
Beneficial to have splints untuk stabilisasi hingga 4 bulan.
7. Root Fracture
C. Apical Third Root Fracture
Pulpa di fragmen apikal biasanya vital, gigi dapat tetap kokoh pada
soketnya → Prognosis sangat baik.
Semakin apikal fraktur, semakin baik prognosis.
Klinis
● Segmen koronal mungkin mobile & displaced.
● Mungkin nyeri pada perkusi.
● Mungkin perdarahan dari sulkus gingiva.
● Sensibility test mungkin (-) initially → indikasikan
transient/permanent neural damage.
● Direkomendasikan monitoring status pulpa.
● Transient crown discoloration (merah atau abu-abu) dapat terjadi.
Catatan Klinis
● Segmen koronal dapat displaced; segmen apikal biasanya tidak.
● Sirkulasi pulpa apikal tidak terganggu → nekrosis pulpa segmen
apikal sangat jarang terjadi.
III. Andreasen’s Modified Classification of Traumatic Injuries to Teeth
● Laceration of gingiva or oral mucosa: Luka (wound) dangkal / dalam pada mukosa akibat
robekan; biasanya dihasilkan benda tajam
● Contusion of gingiva or oral mucosa: Memar (bruise) biasanya karena benturan benda tumpul
dan tidak disertai robekan mukosa, biasanya sebabkan perdarahan submukosa
● Abrasion of gingiva or oral mucosa: Luka superfisial karena rubbing / scraping mukosa,
meninggalkan permukaan raw dan berdarah.
● Fracture of the mandibular or maxillary alveolar socket wall: Fraktur prosesus alveolaris yang
libatkan soket alveolar
● Fracture of the mandibular or maxillary alveolar process: Fraktur prosesus alveolar yang
mungkin libatkan soket alveolar atau tidak.
● Fracture of the mandible or maxilla: Fraktur yang libatkan basis maxilla / mandibula dan
seringkali prosesus alveolaris. Mungkin atau mungkin tidak libatkan soket alveolar
Klasifikasi ICD-10
03
Crack Tooth Syndrome,
Resorpsi Akar, Fraktur
Mahkota
Definisi, Etiologi, Patogenesis, Jenis, Gambaran Klinis,
Gambaran Radiografis, Tata Laksana
Definisi
Cracked Tooth Syndrome
Grossman
● Fraktur inkomplit pada gigi dengan pulpa yang vital. Fraktur
melibatkan enamel dan dentin, seringkali juga melibatkan pulpa
Torabinejad
● Fraktur inkomplit yang diawali dari mahkota dan memanjang ke
subgingival atau ke arah mesiodistal
● Fraktur dapat memanjang hingga ke marginal ridge atau permukaan
proksimal akar
Resorpsi Akar
● The AAE Glossary of Terms → resorpsi adalah kehilangan
dentin, sementum, dan/atau tulang baik secara fisiologis maupun
patologis akibat karies atau trauma dan tidak terjadi secara
langsung/dengan cepat
● Resorpsi dapat terjadi baik secara fisiologis maupun patologis
○ Resorpsi akar pada gigi sulung merupakan proses
fisiologis normal kecuali apabila resorpsi terjadi secara
prematur
○ Resorpsi akar pada gigi permanen merupakan patologis
dan merupakan hasil dari inflamasi
Fraktur Mahkota
Fraktur mahkota adalah jenis cedera traumatis di mana sebagian enamel gigi hilang akibat impact force yang diarahkan
secara perpendicular atau oblique ke tepi insisal gigi
● Sebagian besar fraktur mahkota terjadi pada gigi anterior muda yang bebas karies
Etiologi
Crack Tooth Syndrome
● Pasien yang menggigit zat keras dan brittle → unpopped popcorn cernel, permen keras
● Pasien mungkin memiliki otot mastikasi yang prominen dan menyebabkan occlusal wear yang
besar karena tekanan oklusal yang besar
● Ada Kebiasaan buruk → Bruxism
● Penyebab iatrogenik
○ Penggunaan instrumen
○ Preparasi
Mahmoud Torabinejad, Ashraf Fouad, Richard E. Walton. Endodontics: Principles and Practice 5th ed. Saunders. 2014
Resopsi Akar (Eksternal)
● Bisa karena inflamasi periradikular, excessive forces, granuloma, kista, tumor rahang,
replantasi gigi, impaksi, cedera luxation, TFO, orthodonthic treatment
● Jika penyebab tidak diketahui → kelainan disebut idiopatic resorption
● Bisa karena intracoronal bleaching → karena hydrogen peroxide berdifusi melalui
tubuli dentin yang tidak terproteksi
Mahmoud Torabinejad, Ashraf Fouad, Richard E. Walton. Endodontics: Principles and Practice 5th ed. Saunders. 2014
Patogenesis
Crack Tooth Syndrome
● Cracked tooth bergantung pada waktu dan kebiasaan pasien
● Terjadi karena terdapat tekanan yang melebihi kekuatan dentin
● Tekanan ini lebih besar di daerah posterior (contoh : Dekat dengan fulcrum
mandibula) dapat menimbulkan efek “nutcracker”
● Anatomi oklusal (fisura yang dalam atau cusp menonjol) dan disfungsi oklusal dapat
membuat gigi lebih rentan terhadap keretakan → masih bersifat spekulatif (tidak ada
riset yang membuktikan)
Mahmoud Torabinejad, Ashraf Fouad, Richard E. Walton. Endodontics: Principles and Practice 5th ed. Saunders. 2014
Resopsi Akar
● Predentin dari dinding saluran akar rusak → dapat terjadi akibat fraktur, crack, atau
karies
● Dentin terekspos → bakteri, sel odontoclast & nutriennya dapat masuk
● Jika tidak ditangani, jaringan pulpa di apical dari lesi dapat mengalami nekrosis dan
terjadi infeksi seluruh saluran akar dan dapat terjadi apical periodontitis
INTERNAL
Inflamasi pulpa → resorpsi akar (patogenesis belum sepenuhnya diketahui)
Mahmoud Torabinejad, Ashraf Fouad, Richard E. Walton. Endodontics: Principles and Practice 5th ed. Saunders. 2014
Jenis,
Gambaran
Klinis
Crack Tooth Syndrome
Garis retak memanjang ke arah oklusoservikal dan harus
dibedakan dari gigi dengan fraktur akar vertikal dimana
retakan memanjang dari ujung akar menuju margin serviks.
Resorpsi Akar
Terbagi menjadi resorpsi akar internal dan resorpsi akar eksternal. Resorpsi akar eksternal terbagi menjadi resorpsi
permukaan eksternal akar, resorpsi akar inflamasi eksternal, dan resorpsi akar pengganti eksternal.
Fraktur Mahkota
Cedera terbagi menjadi 2 yaitu :
1. Hard tissue injuries
2. Soft tissue injuries
Gambaran Radiografi
● Biasanya tidak terlihat perpanjangan fraktur apikal
● Radiograf direkomendasikan : Eksposur periapikal,
oklusal, dan eksentrik → Mendeteksi garis fraktur
pada akar.
CROWN-ROOT FRACTURES WITH PULPAL
INVOLVEMENT
Fraktur yang melibatkan enamel, dentin, sementum dan dengan paparan
pulpa
Gambaran Radiografi :
Past history
Family history
Observasi (visual)
Facial asymmetry
Diskolorisasi: kemerahan
Mahmoud Torabinejad, Ashraf Fouad, Richard E. Walton. Endodontics: Principles and Practice 5th ed. Saunders. 2015 Chapter 4,5.
Kenneth M Hargraves, Louis H. Berman. Cohen’s Pathways of the Pulp; Mosby, 2016.
Pemeriksaan intraoral
Tes ● Respons sakit: inflamasi periapikal
palpasi ● Jaringan mengalami pembesaran & fluktuasi?
● Ada bone crepitus?
Tes
● Eval kualitas periodontal attachment gigi
mobilitas
● Mobilitas level 3: kontraindikasi endodontic therapy
Periodontal ● Mengukur kedalaman poket periodontal: jika poket
examination dalam tanpa penyakit periodontal diindikasikan
fraktur gigi
● Menentukan perlekatan jar.periodontal
● Menunjukan indikasi kedalaman sulkus gingiva
● Pada kasus: fraktur horizontal oblique gigi 11 dan
21 mencapai pulpa
● Tes dingin
● Tes panas
Tes thermal ● EPT
Bite test
Mahmoud Torabinejad, Ashraf Fouad, Richard E. Walton. Endodontics: Principles and Practice 5th ed. Saunders. 2015 Chapter 4,5.
Kenneth M Hargraves, Louis H. Berman. Cohen’s Pathways of the Pulp; Mosby, 2016.
Staining and Transillumination
● menentukan adanya retakan pada permukaan gigi.
● Permukaan gigi dioleskan Methylene blue dye
● Transiluminasi menggunakan fiberoptic light probe ke
permukaan gigi
● Mengarahkan cahaya intensitas tinggi secara langsung pada
permukaan luar gigi pada cementum-enamel junction (CEJ) :
luasnya fraktur.
● Gigi dengan fraktur menghalangi cahaya transiluminasi.
● Kekurangan : kedalaman patahan tidak selalu dapat
ditentukan.
Test Cavity
● menilai vitalitas pulpa tidak digunakan secara rutin karena uji
ireversibel invasif.
● Dilakukan apabila metode tes vitalitas lain gagal menghasilkan
diagnosis definitif.
● melakukan preparasi hingga ke DEJ (dentinoenamel junction) pada
gigi yang tidak dianestesi.
● Apabila pasien merespon adanya sensitivitas / rasa sakit →
indikasi gigi / pulpa masih vital dan tidak perlu perawatan
endodontik.
● Jika tidak ada respon → preparasi dilanjutkan hingga ke kamar
pulpa. Jika ditemukan pulpa mengalami nekrosis, maka
dilakukan perawatan endodontik.
Kenneth M Hargraves, Louis H. Berman. Cohen’s Pathways of the Pulp; Mosby, 2016.
Sesuai kasus skenario 9
● Fraktur horizontal oblique pada gigi 11 dan 21 mencapai pulpa
● Perkusi (+)
● OHIS baik
Penunjang
Pemeriksaan Radiografis
Sangat penting untuk mengambil lebih dari satu
angle radiograf untuk memastikan perluasan
dari injury. Radiograf jaringan lunak (pipi dan
bibir ulserasi) juga diindikasikan untuk mencari
fragmen gigi yang tertinggal.
International Association of Dental
Traumatology (IADT) merekomendasikan
untuk mengambil paling tidak 4 radiograf
berbeda dari setiap injury :
● 90-degree horizontal angle, with central
beam through the tooth
● Occlusal view
● Lateral view from the mesial or distal
aspect of the tooth
Louis H Berman, Lucia Blanco, Stephen Cohen. A Clinical Guide to Dental Traumatology. Mosby. 2006
Teknik Intraoral (Konvensional)
Kekurangan:
● Teknik yang digunakan adalah ● Kurang akurat dan sensitif dalam
radiografi periapikal dan/atau oklusal. mendeteksi kasus dental trauma
● Tujuan: karena adanya:
○ Melihat perkembangan ○ Keterbatasan proyeksi
pembentukan akar geometri
○ Melihat kerusakan gigi terutama ○ Perbedaan sudut antara sinar
pada bagian akar x-ray dan film terhadap garis
○ Melihat kerusakan jaringan fraktur
periodontal. ○ Adanya superimposisi pada
● Untuk mendeteksi fraktur, sinar x-ray struktur anatomis
harus diarahkan ke arah garis fraktur. ○ Kesalahan dalam proses
radiografis.
Andreasen J. Text book and color Atlas of traumatic injury to the teeth. 5th ed. 2018
Louis H Berman, Lucia Blanco, Stephen Cohen. A Clinical Guide to Dental Traumatology. Mosby. 2006
Whaites E. Essentials of Dental Radiography and Radiology. Churchill Livingstone London. 2008
Teknik Ekstraoral
PANORAMIK
Prosedur ini selalu diindikasikan dalam kasus di mana diduga fraktur tulang rahang atau masalah
sendi temporomandibular (TMJ). Jarang digunakan pada kasus trauma gigi.
Andreasen J. Text book and color Atlas of traumatic injury to the teeth. 5th ed. 2018
Teknik Ekstraoral
Micro CT Scanning
Kelebihan:
■ Dimensinya lebih kecil daripada
CT scan konvensional
■ Tingkat sensitivitas dan resolusi
tinggi sehingga hasil lebih
akurat daripada CT scan
konvensional
■ Radiasi yang dipancarkan lebih
sedikit (12-30 μSv ) daripada
CT scan konvensional
Andreasen J. Text book and color Atlas of traumatic injury to the teeth. 5th ed. 2018
Louis H Berman, Lucia Blanco, Stephen Cohen. A Clinical Guide to Dental Traumatology. Mosby. 2006
ROOT RESORPTION
● Radiodensitas akar membutuhkan kehilangan
substansi akar dengan jumlah yang besar untuk
menyebabkan kontras yang cukup pada radiograf
untuk memungkinkannya dideteksi.
● Dengan demikian, hanya defek resorptif pada aspek
mesial atau distal akar yang dapat dideteksi setelah
beberapa waktu; aspek facial dan palatal atau lingual
jauh lebih sulit untuk dilihat.
● Untuk mengatasi kesulitan ini, penting untuk
mengambil foto sudut horizontal sebanyak mungkin.
● CBCT dapat digunakan untuk meningkatkan
diagnosis dan membantu manajemen yang pada
akhirnya meningkatkan prognosis gigi dengan
resorpsi akar yang memerlukan penanganan
endodontik
Kenneth M Hargreaves, Louis H. Cohen’s Pathway of The Pulp 11th ed. Mosby. 2016. Chapter 20
EXTERNAL ROOT RESORPTION
(Andreasen J. Text book and color Atlas of traumatic injury to the teeth. 5th ed. 2018)
(Louis H Berman, Lucia Blanco, Stephen Cohen. A Clinical Guide to Dental Traumatology. Mosby. 2006)
(Whaites E. Essentials of Dental Radiography and Radiology. Churchill Livingstone London. 2008)
ROOT FRACTURE
ROOT FRACTURE
● Extrusive Luxation
Melebarnya ruang ligamen periodontal apikal.
● Lateral Luxation
Ruang ligamen periodontal yang melebar paling baik terlihat pada
eccentric or occlusal exposures.
● Intrusive Luxation
○ Persimpangan sementoenamel terletak lebih ke apikal
○ Jika gigi mengalami intrusi total, sefalogram lateral harus
dipertimbangkan untuk mengevaluasi penetrasi ke dalam
rongga hidung.
○ Ruang ligamentum periodontal (PDL) mungkin tidak ada.
Andreasen J. Text book and color Atlas of traumatic injury to the teeth. 5th ed. 2018
05
Tatalaksana Trauma pada
Gigi Permanen dan Gigi
Sulung
Prosedur, tatalaksana keadaan darurat
Gigi
Permanen
Treatment Guidelines for Fractures
of Teeth and Alveolar Bone
International Association of Dental Traumatology
Trauma Treatment
Trauma Treatment
Trauma Treatment
Trauma Treatment
Trauma Treatment
Trauma Treatment
Trauma Treatment
Trauma Treatment
Trauma Treatment
Trauma Treatment
Tatalaksana:
Menutup semua dentin yang terexpose dengan GIC atau Resin Komposit, di
restorasi dengan RK
Follow Up:
- Pemeriksaan Klinis setelah 6-8 minggu setelah perawatan
- Diindikasikan untuk pemeriksaan radiografis jika ada tanda-
tanda inflamasi maupun nekrosis pulpa
- Orangtua harus memperhatikan keadaan gigi anak yang
dirawat, jika ada unfavorable outcomes bisa langsung dibawa
kembali ke dokter gigi
http://www.iadt-dentaltrauma-org/for-professionals.html
Complicated Crown Fractures
Follow up:
- Pemeriksaan klinis 1 minggu, 6-8 minggu dan
1 tahun setelah perawatan
- Pemeriksaan radiograf 1 tahun setelah
perawatan pulpotomy maupun perawatans aluran
akar
Option A:
- Jika dapat direstorasi & tidak ada pulpa yang
terlibat, tutup dentin yang terexpose dengan GIC
- Jika dapat direstorasi & melibatkan pulpa,
Goran Koch. Pediatric Dentistry A Clinical Approach. 2009 pertimbangkan pulpotomy atau perawatan saluran akar
http://www.iadt-dentaltrauma-org/for-professionals.html
123
Crown-Root Fractures
Option B
- Jika tidak dapat direstorasi kembali, ektraksi
semua fragmen mahkota gigi yang fraktur dan
tinggalkan fragmen akar, atau ektraksi semua
gigi
Follow up:
- Pemeriksaan klinis 1 minggu, 6-8 minggu dan 1 tahun
setelah perawatan
- Pemeriksaan radiograf 1 tahun setelah perawatan
pulpotomy maupun perawatans aluran akar
http://www.iadt-dentaltrauma-org/for-professionals.html
124
Root Fractures
(Torabinejad)
125
Concussion dan subluksasi
● Tidak memerlukan perawatan selain
promosi kebersihan mulut yang
baik untuk mencegah komplikasi
penyembuhan.
● Namun, Perubahan warna mahkota
biasanya menjadi keluhan utama
dalam treatment
126
Luksasi lateral dan ekstrusif
● Dapat tidak diberikan perawatan
● Dilakukan reposisi jika terdapat
gangguan oklusal atau dapat
diekstraksi → tergantung pada
tingkat keparahan cedera.
127
Luksasi intrusif
● Harus dievaluasi dengan cermat untuk menentukan arah intrusi.
● Radiografi untuk memastikan posisi gigi yang mengalami
intrusi dan kedekatannya dengan benih gigi permanen.
○ Jika gigi intrusi tampak memendek, apeksnya
berorientasi ke arah kerucut sinar-X → gigi tsb tidak
berbahaya bagi benih permanennya dan dapat dibiarkan
tumbuh kembali.
○ Jika gigi tampak memanjang, apeks berorientasi pada
permanent succesor → dapat menimbulkan risiko pada
benih gigi permanen → Gigi harus dicabut dengan hati-
hati jika mengenai permanen succesor. Benih gigi
permanen juga harus dievaluasi kesimetrisannya.
128
Treatment of Luxation Injuries in Primary Dentition
129
Avulsion
● Replantasi gigi sulung tidak di rekomendasikan karena
beresiko tinggi terhadap kerusakan gigi permanen yang
akan menggantikan
● Orang tua diminta membawa gigi yang avulsi untuk
memastikan bahwa gigi tidak intrusi
● Pemeriksaan radiograf dilakukan untuk memastikan gigi
avulsi dan melihat perkembangan tunas gigi permanen
130
Instruksi untuk pasien
● Menginformasikan kepada orang tua
bagaimana cara menyikat gigi
anaknya setelah trauma tersebut
● Direkomendasikan memberikan
topikal CHX 2 kali sehari selama 1
minggu untuk mencegah
pembentukan plak berlebih
● Membatasi penggunaan
pacifiers/empeng
131
06
Dampak pada Jaringan
Pendukung dan Respon
Pulpa
Pulp Healing, Pulp Necrosis, Pulp Obliteration
Respon Pulpa Terhadap Trauma
● Jika gigi masih berkembang/imatur (diameter foramen apikal > 0,5mm) kemungkinan penyembuhan pulpa
melalui revaskularisasi masih ada
● Jika gigi yang bergeser atau reposisi dari lokasi normal akibat luxated tooth, revaskularisasi pulpa dapat
dimulai dari pembukaan apikal ke arah koronal. Dengan demikian, gigi dengan akar pendek dan bukaan
apikal berdiameter besar lebih mungkin mendapatkan hasil yang baik
● Obliterasi saluran akar mungkin sudah sebagian / bahkan full (setelah beberapa tahun) dan tidak
menunjukkan perlunya perawatan saluran akar kecuali bila menunjukkan gejala nekrosis pulpa
Kemungkinan untuk pulpa dari salah satu gigi terstimulasi Pulpa pada gigi sebelahnya akan kalah dan menjadi
untuk membuat dentin → kalsifikasi dan obliterasi nekrosis → menghasilkan open apical foramen yang lebar
parsial/total kanal akar
● Intensitas trauma.
● Tahap perkembangan
akar.
● Ada atau tidaknya
bakteri.
Jens. O. Andreasen
08
Evaluasi Hasil Perawatan
Evaluasi Perawatan
● Enamel infraction → Fraktur yang incomplete enamel tanpa kehilangan struktur gigi.
○ Follow-up → Tidak perlu evaluasi untuk enamel infraction kecuali hal ini berhubungan dengan cedera
luksasi atau tipe fraktur lainnya
● Fraktur enamel
○ Follow-up → Dianjurkan penilaian berkala terhadap status vitalitas gigi tersebut. Evaluasi klinis dan
radiograf disarankan 6-8 minggu dan 1 tahun.
● Enamel-dentin fraktur tanpa pulpal exposure
○ Follow-up
■ Kontrol klinis dan radiograf 6-8 minggu dan 1 tahun
■ Gigi secara periodic dites dengan electric pulp test atau endo ice
■ Jika respon pulpa normal selama waktu tersebut, pulpa dapat disimpulkan sudah membaik.
■ Jika secara progresif pulpa merespon vitalitas, prognosis pulpa unfavorable, dan pulpa mungkin
menjadi nekrosis sehingga membutuhkan perawatan endodontik.
● Enamel-dentin fraktur dengan pulpa exposure
○ Follow-up → Kontrol klinis dan radiograf 6-8 minggu dan 1 tahun
Torabinejad M, Walton RE, Fouad AF. Endodontics: Principles and Practice. 5th ed. Missouri; Elsevier: 2015.p. 397-401.
● Pemeriksaan Klinis, sukses jika:
○ Tidak ada pembengkakan dan tidak ada tanda infeksi atau inflamasi lainnya;
○ Hilangnya sinus tract atau defek probing yang sempit;
○ Tidak adanya bukti destruksi jaringan lunak, termasuk defek probing;
○ Telah direstorasi dan fungsional.
● Pemeriksaan Radiografik
○ Sukses: Tidak ada radiolusensi lesi (telah sembuh dan tidak berkembang), selama minimal
1 tahun setelah perawatan.
○ Gagal: Radiolusensi yang persisten atau berkembang. Gigi simptomatik dan tidak
fungsional dengan/tanpa radiolusensi.
○ Tidak diketahui: Asimptomatik dan fungsional. Radiolusensi tidak mengecil atau
berkembang. Tidak ada radiograf awal untuk perbandingan.
Torabinejad M, Walton RE, Fouad AF. Endodontics: Principles and Practice. 5th ed. Missouri; Elsevier: 2015.p. 397-401.
Torabinejad M, Walton RE, Fouad AF. Endodontics: Principles and Practice. 5th ed. Missouri; Elsevier: 2015.p. 397-401.
● Pemeriksaan Histologis
○ Sukses diindikasikan dengan
rekonstruksi struktur jaringan
periradikular dan tidak adanya
inflamasi.
Torabinejad M, Walton RE, Fouad AF. Endodontics: Principles and Practice. 5th ed. Missouri; Elsevier: 2015.p. 397-401.
TERIMA
KASIH
Jawaban Skenario
Pemeriksaan Subjektif:
● Gigi ngilu dan nyeri
Pemeriksaan Objektif:
● Fraktur horizontal oblique pada gigi 11 dan 21 mencapai pulpa
● Perkusi (+)
● OHIS baik
Pemeriksaan Radiografis:
● Pelebaran ruang periodontal di apikal
● Apeks tertutup
Diagnosis: crown-root fracture with pulp exposure
Treatment:
● partial pulpotomy (immature tooth)
● pulpektomi (mature tooth)
Diskusi
● Verina : Cracked tooth syndrome banyak terjadi di gigi molar tua dan paling banyak terjadi di molar mandible,
apakah ada alasannya?
○ Ghea : apakah ada keterkaitannya dengan beban oklusal yang besar?
● Adisha :
○ (jawab pertanyaan Verina) Terjadi pada molar lebih tua karena lebih rentan terutama jika ada restorasi.
○ (Jawab dari pertanyaan ghea) = Kenapa di mandibula ? karena beban oklusi yang lebih besar jadi lebih rentan
terkena crack tooth syndrome
● Widharani : Pendapat fg pertama: kasus -> complicated crown-root fracture dgn multiple fracture line karena perkusi
(+) dan ada garis oblique halus di 1/3 tengah akar
● Nida : setuju dengan pendapat Wida tentang diagnosis (crown root fracture with pulp exposure)
○ Treatment → partial pulpotomy (immature tooth) dan pulpektomi (mature tooth)
● Sanggita : dari banyaknya klasifikasi trauma gigi, apakah pemeriksaan objektifnya yg sudah dijelaskan hrs dilakukan
semua? dan bagaimana cara mengetahui apakah tes vitalitas itu berhasil atau gagal?
● Kamila : (menjawab Sanggita) Dimulai dari tes pertama, jika tidak berhasil baru dilanjutkan ke tes selanjutnya
● Kalya : revaskularisasi → prosedur untuk mengembalikan aliran darah. Masih berkembang karena apeks masih
terbuka. Jika apeks tertutup pakai prosedur RCT
Diskusi
● Beatrice : Pemeriksaan radiografis tetap harus dilakukan untuk mendeteksi kerusakan bagian dalam, dapat
mengevaluasi proses healing dan post trauma
● Kamila :
○ Mengapa gigi yg masih berkembang, revaskularisasi masih memungkinkan?
○ Apa yang menyebabkan pulpa nekrosis setelah perawatan enamel dentin fracture with pulp exposure?
● Sanggita (menjawab Kamila) : follow up jika prognosis unfavorable, ada kemungkinan pulpa menjadi nekrosis jadi
perlu PSA