Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR DENTOALVEOLAR

DISUSUN OLEH :

RIESKY AYU MAULIDA

18.111024.12.076

RUANG : ANGSOKA

RSUD. ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA


PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR

2018/2019
LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR DENTOALVEOLAR

A. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian
.Menurut Reksoprodjo (2005), fraktur adalah suatu keadaan dimana
tulang retak, pecahatau patah, baik tulang maupun tulang rawan. Bentuk dari
patah tulangbisa hanya retakan saja atau bisa juga sampai hancur berkeping-
keping.
Traumatic injury adalah injury yang dapat bersifat fisik (badan) atau
emosional yang dihasilkan oleh luka luka fisik atau mental, atau shock.
Traumatic dental injury atau dental trauma merupakan injury yang terjadi
pada mulut, termasuk gigi, bibir, gusi, lidah, dan tulang rahang. Traumatic
dental injury umumnya merupakan kombinasi trauma jaringan lunak peri-
oral, gigi, dan jaringan pendukungnya.
Fraktur dentoalveolar didefinisikan sebagai fraktur yang meliputi avulsi,
subluksasi, atau fraktur gigi yang berkaitan dengan fraktur tulang alveolar.
Fraktur dentoalveolar dapat terjadi tanpa disertai dengan fraktur bagian tubuh
lainnya, biaasanya terjadi akibat kecelakaan ringan, seperti jatuh, benturan,
berolahraga, atau iatrogenik.

2. Etiologi
a. Jatuh dan Benturan
Sering terjadi pada anak dan orang tua. Seperti jatuh dari tangga, di
garasi, teras, dan anak2 pada area bermain.
b. Aktivitas Fisik (Olahraga)
Olahraga beresiko tinggi terhadap Tdi contohnya American football,
hockey, ice hockey, lacrosse, martial sport, rugby, dan skating. Olahraga
yang beresiko medium misalnya basket, selam, squash, gymnastic,
parachuting, dan waterpolo.
c. Kecelakaan Lalu Lintas
Termasuk kedalamnya pejalan kaki, sepeda, dan mobil/motor.
Trauma disini didominasi oleh multiple dental injuri, meliputi tulang
pendukung, jaringan lunak, bibir, dan dagu.
d. Penggunaan Gigi yang tidak Sesuai
Contohnya adalah menggigit pulpen, membuka bungkus makanan,
memotong atau memegang barang dengan gigi, dan lainnya.
e. Menggigit Benda Keras
TDI dapat terjadi pada pasien pemakai tindikan pada lidah dan oral.
Tindikan telah dilaporkan dapat mengakibatkan potong dan frakturnya
suatu gigi dan restorasi, kerusakan pulpa, gigi yang retak, dan abrasi
gigi.
f. Keadaan Sakit (Keterbatasan Fisik)
Penderita epilepsi, cerebral palsy, anemia, dan kepusingan beresiko
mengalami TDI.
g. Penyiksaan Fisik
Penyiksaan dan pemukulan terhadap anak atau orang sering
mengakibatkan terjadinya TDI. Pasien-pasien tersebut dibawa ke rumah
sakit karena trauma fasial. Penyembuhan fraktur multipel pada gigi atau
rahang, terutama dengan tahapan penyembuhan yang berbeda dapat
menjadi tanda terjadinya suatu penyiksaan. Pukulan saat berkelahi pun
termasuk pada kategori ini. Penyiksaan ini sering mengakibatkan
kegoyangan, avulsi, atau fraktur gigi dan laserasi jaringan lunak.

3. Tanda dan Gejala


Tanda-tanda klinis fraktur alveolar diantaranya adalah adanya
kegoyangan dan pergeseran beberapa gigi dalam satu segmen, laserasi pada
gingiva dan vermilion bibir, serta adanya pembengkakan atau luka pada
dagu. Untuk menegakkan diagnosa diperlukan pemeriksaan klinis yang teliti
dan pemeriksaan Radiografi. Tanda-tanda klinis lainnya dari fraktur alveolar
yaitu adanya luka pada gingiva dan hematom di atasnya, serta adanya nyeri
tekan pada daerah garis fraktur. Pada kasus ini fraktur alveolar mungkin
terjadi karena adanya trauma tidak langsung pada gigi atau tulang pendukung
yang dihasilkan dari pukulan atau tekanan pada dagu. Hal ini biasa terlihat
dengan adanya pembengkakan dan hematom pada dagu serta luka pada bibir
Tanda dan gejala lainnya yaitu :

a. Nyeri hebat di tempat fraktur.


b. Fungsi berubah.
c. Pergerakan yang abnormal pada sisi fraktur
d. Perdarahan pada daerah fraktur yang dapat menyumbat saluran napas.
e. Pembengkakan dan memar pada sisi fraktur sehingga dapat menentukan
lokasi daerah fraktur.
f. Krepitasi berupa suara pada saat pemeriksaan akibat pergeseran.
g. Sepsis pada fraktur terbuka.

4. Pathway

5. Patofisiologis
Kehadiran energi kinetik dalam benda bergerak adalah fungsi dari massa
dikalikan dengan kuadrat kecepatannya. Penyebaran energi kinetik saat
deselerasi menghasilkan kekuatan yang mengakibatkan cedera. Berdampak
tinggi dan rendah-dampak kekuatan didefinisikan sebagai besar atau lebih
kecil dari 50 kali gaya gravitasi. Ini berdampak parameter pada cedera yang
dihasilkan karena jumlah gaya yang dibutuhkan untuk menyebabkan
kerusakan pada tulang wajah berbeda regional. Tepi supraorbital, mandibula
(simfisis dan sudut), dan tulang frontal memerlukan kekuatan tinggi-dampak
yang akan rusak. Sebuah dampak rendah-force adalah semua yang diperlukan
untuk merusak zygoma dan tulang hidung.

6. Komplikasi
a. Komplikasi terbagi dua pada saat kecelakaan atau luka dan setelah
penatalaksanaan atau operasi. Pada saat kecelakaan komplikasi yang
terjadi syok dan tekanan pada saraf, ligament, tendon, otot, pembuluh
darah atau jaringan sekitarnya.
b. Komplikasi post operatif berhubungan dengan penatalaksanaan fraktur
rahang termasuk maloklusi, osteomyelitis, sequester tulang, penundaan
union, non union, deformitas wajah, fistula oronasal dan berbagai macam
abnormalitas bentuk gigi.

7. Klasifikasi
a. Fraktur Klas I : Fraktur hanya email atau hanya melibatkan sedikit
dentin.
b. Fraktur Klas II : Fraktur mengenai jaringan dentin tetapi pulpa belum
terkena.
c. Fraktur Klas III : Fraktur gigi yang mengenai dentin dan pulpa sudah
terkena.
d. Fraktur Klas IV : Fraktur karena trauma sehingga gigi menjadi non vital,
dapat atau tanpa disertai hilangnya struktur mahkota
gigi.
e. Fraktur Klas V : Fraktur karena trauma yang menyebabkan terlepasnya
gigi tersebut.
f. Fraktur Klas VI : Fraktur akar gigi tanpa atau disertai hilangnya struktur
mahkota gigi.
g. Fraktur Klas VII : Pindahnya tempat gigi tanpa disertai fraktur akar
maupun mahkota.
h. Fraktur Klas VIII : Fraktur mahkota disertai dengan perubahan tempat
gigi.
i. Fraktur Klas IX : Khusus untuk gigi decidui, di mana trauma akan
menyebabkan kerusakan gigi

8. Penatalaksanaan
a. Konservatif : Imobilisasi, mengistirahatkan daerah fraktur.
b. Operatif : Dengan pemasangan Traksi, Pen, Plate, Screw, Wire.
c. Bedrest total.
d. Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran).
e. Pemberian obat-obatan: Dexmethason / kalmethason sebagai pengobatan
anti-edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
f. Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurangi
vasodilatasi.
g. Pengobatan anti-edema dengan larutan hipertonis, yaitu manitol 20%,
atau glukosa 40%, atau gliserol 10%.
h. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (pensilin) atau untuk
infeksi anaerob diberikan metronidasol.
i. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat
diberikan apa-apa,hanya cairan infuse dextrose 5%, aminofusin, aminofel
(18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikan
makanan lunak.

B. PENGKAJIAN
1. Anamnesa
a. Identitas Pasien.
b. Keluhan utama saat MRS.
c. Riwayat kesehatan sekarang.
d. Riwayat kesehatan dahulu.
e. Riwayat kesehatan keluarga.

2. Pengkajian Fisik
a. Aktifitas/Istirahat : Keterbatasan atau kehilangan fungsi pada bagian
tulang yang mengalami fraktur, pembekaan dan nyeri.
b. Sirkulasi : Hypertensi, ansietas karena nyeri.Tachikardi, Nadi teraba
lemah bahkan tidak ada pada bagian distal yang cedera dan pucat pada
bagian yang terkena. Pembengkakan jaringan atau hematoma pada bagian
yang terkena cedera.
c. Neurosensori : Hilang gerakan, spasme otot, kesemutan (parastesia).
Deformitas lokal, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi,
spasme otot, terlihat kelemahan/hilang fungsi. Agitasi mungkin
berhubungan dengan nyeri dll.
d. Nyeri/Kenyamanan : Nyeri berat secara tiba-tiba pada saat cedera.
Spasme/kram otot setelah imobilisasi.
e. Laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan dan perubahan warna.
Pembengkakan lokal dapat meningkat atau bertahap.

3. Laboratorium
a. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
trauma multiple). Peningkatan jumlah SDP adalah respons stress normal
setelah trauma.
b. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal.
c. Profil koagulasi : Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfuse multiple atau cedera hati.

4. Diagnostik
a. Pemeriksaan Rontgen : Menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma
b. Scan tulang, tomogram, CT Scan/MRI : Memperlihatkan fraktur juga
dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram : Dilakukan bila kerusakan vascular dicurigai

C. DIAGNOSA PRIORITAS
1. Nyeri Akut b.d Agens Cidera Fisik.
2. Gangguan Kerusakan Integritas Kulit b.d Cedera Kimiawi Kulit,
3. Resiko Infeksi b.d Prosedur Invasif.

D. NANDA, NOC, NIC


No. NANDA NOC NIC
(DX)
1. Nyeri Kontrol Nyeri : Manajemen Nyeri
Akut b.d  Mengenali nyeri kapan 1.1 Lakukan pengkajian nyeri
Agens terjadi komprehensif (lokasi, karakteristik,
Cidera 1 2 3 4 5 durasi, frekuensi, faktor pencetus).
Fisik  Menggunakan tindakan 1.2 Gunakan tindakan pengontrol nyeri
pencegahan sebelum nyeri bertambah berat.
1 2 3 4 5 1.3 Dukung istirahat/tidur yang adekuat
 Menggambarakan faktor untuk membantu penurunan nyeri.
penyebab 1.4 Dorong pasien untuk memonitor
1 2 3 4 5 nyeri dan menangani nyeri.
Keterangan :
1 = Tidak pernah menunjukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang-kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5 = Secara konsisten menunjukan

2. Gangguan Integritas Jaringan Kulit Perawatan Luka


Kerusakan  Integritas Kulit 2.1 Angkat balutan dan plester pelekat.
Integritas 1 2 3 4 5 2.2 Ukur luas luka yang sesuai.
Kulit b.d  Tekstur 2.3 Oleskan salep yang sesuai dengan
Cedera 1 2 3 4 5 kulit.
Kimiawi Keterangan : 2.4 Periksa luka setiap kai perubahan
Kulit 1 = Berat. balutan.
2 = Besar. 2.5 Bandingkan dan catat perubahan
3 = Sedang. luka.
4 = Ringan.
5 = Tidak ada.

3. Resiko Keparahan Infeksi Perlindungan Infeksi


Infeksi b.d  Kemerahan 3.1 Bersihkan lingkungan dengan baik
Prosedur 1 2 3 4 5 setelah digunakan untuk setiap
Invasif  Jaringan Lunak pasien.
1 2 3 4 5 3.2 Gunakan peralatan perawatan per
Keterangan : pasien sesuai protokol intruksi.
1 = Berat. 3.3 Pakai sarung tangan steril.
2 = Cukup berat. 3.4 Cuci tangan sebelum dan sesudah
3 = Sedang. kegiatan perawatan pasien.
4 = Ringan.
5 = Tidak ada.
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, M.G dkk. (2016). Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi ke-6.
Indonesian edition. Indonesia: Mocomedia.

Herdman, Heather, T & Shigemi Kamitsuru. (2015). Nanda Internation Inc.


Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Ahli bahasa
Budi Anna Keliat. Jakarta : EGC.

Moorhead Sue, dkk. (2016). Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi ke-5.
Indonesian edition. Indonesia: Mocomedia.

Anda mungkin juga menyukai