PENDAHULUAN
Gambar 2.1 Cedera pada Jaringan Keras Gigi dan Jaringan Pulpa (Fonseca,
2005)
2. Cedera pada jaringan periodontal (gambar 2.2)
Concussion: tidak ada perpindahan gigi, tetapi ada reaksi ketika
diperkusi.
Subluksasi: kegoyangan abnormal tetapi tidak ada perpindahan
gigi.
Luksasi ekstrusif (partial avulsion): perpindahan gigi sebagian dari
soket.
Luksasi lateral: perpindahan ke arah aksial disertai fraktur soket
alveolar.
Luksasi intrusif: perpindahan ke arah tulang alveolar disertai
fraktur soket alveolar.
Avulsi: gigi lepas dari soketnya.
Tabel 2.1 Probabilitas Kejadian Fraktur Gigi Incisif Sentral Maksila dengan PerbedaanJarak
Overjet (Finn, 2003).
Overjet Laki-laki Perempuan Semua Anak
Prevalensi trauma gigi anak berkisar dari 10-30% di beberapa negara di dunia.
(Shun-Te Huang, et al., 2005). Data epidemiologi mengenai fraktur gigi anak di
Indonesia belum ditemukan secara pasti, namun ada beberapa laporan makalah
ilmiah yang memperkirakan 2%-5% (Sutadi, 2003). Penelitian yang dilakukan
Sasteria pada 1.348 anak usia 1-12 tahun di Klinik Ilmu Kedokteran Gigi Anak
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia selama periode 1 Januari 1995-31
Desember 1995 menunjukkan bahwa 98 anak (7,27%) mengalami fraktur pada
gigi anterior atas (Sasteria, 1997).
Kejadian terbanyak trauma dentoalveolar terjadi pada usia 2-4 tahun ketika
koordinasi motorik anak sedang berkembang. Trauma sering terjadi di rumah
ketika anak sudah mulai mencoba banyak hal baru dan bergerak aktif, sedangkan
pada usia 7-10 tahun anak biasanya mengalami trauma di sekolah ketika mereka
sedang bermain, berlari, bersepeda, dan atau berolahraga. Gigi yang mengalami
trauma pada usia ini biasanya gigi permanen. (Welbury, 2005).
Insidensi trauma dentoalveolar pada anak menurut usia adalah sebagai berikut:
pada usia 5 tahun, 31-40% anak laki-laki dan 16-30% anak perempuan mengalami
trauma. Pada usia 12 tahun 12-33% anak laki-laki dan 4-19 % anak perempuan
mengalami trauma gigi. Insidensi injuri pada laki-laki dua kali lebih banyak baik
pada usia anak maupun dewasa (Welbury, 2005). Literatur lain menyebutkan rasio
insidensi injuri pada anak hampir sama antara laki-laki dan perempuan (Berman,
et.al., 2007). Kasus trauma yang terjadi pada anak sebagian besar terjadi di
daerahanterior terutama incisif sentral (Welbury, 2005), sedangkan pada bagian
posterior biasanya terjadi karena trauma tidak langsung, seperti trauma pada
bagian dagu yang mengakibatkan tekanan berlebih pada bagian maksila (Finn,
2003).
Kejadian yang paling sering terjadi pada anak-anak adalah concussion,
subluksasi, dan luksasi, sedangkan pada gigi permanen adalah fraktur
mahkotatidak kompleks (uncomplicated crown fracture) (Welburry, 2005).
Gambar 2.4 menunjukkan persentasi kejadian fraktur menurut klasifikasi cedera
pada jaringan pendukung gigi.
Gambar 2.4 Persentasi Kejadian Fraktur (KochandPoulsen, 2001).
Fraktur dentoalveolar pada anak dapat menyebabkan kerusakan gigi permanen
yang berada di atas atau bawahnya. Hal ini dapat langsung terjadi dari luka atau
infeksi residual yang disebabkan oleh trauma pada gigi anak. Andreasen dan
Ravnmenemukan bahwa usia anak pada waktu terjadinya trauma merupakan
faktor yang paling memengaruhi perkembangan kerusakan gigi permanen. Mereka
menemukan bahwa 60% anak di bawah usia 4 tahun dengan trauma pada gigi
incisif menunjukkan anomali klinis pada radiografi gigi permanen pengganti
(Dummet, 2006).
3. Bimaxillary mouthguard
Penggunaan pelindung mulut ini terfiksasi di mandibula dan cukup nyaman untuk
bernafas secara maksimal. Efektif mencegah cedera karena concussion dan trauma
yang menyebabkan jejas pada kondilus mandibula. Gigi anterior mandibula juga
terproteksi dari trauma yang cukup frontal. Gambar 2.7 menunjukkan pelindung
mulut jenis bimaksila.
Gambar 2.7 Bimaxillary Mouthguard
LAPORAN KASUS
Nama : Tn. S
Umur : 30 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status perkawinan : Belum Menikah
Alamat : Kendal
Pekerjaan : Wiraswasta
MRS : 1 Juni 2015
No. CM : C537563
3.2 Anamnesis
Autoanamnesis pada 1 Juni 2015 pukul 09.00 di Poli Gigi dan Mulut
RSUP Dr. Kariadi Semarang.
Keluhan Utama : Rahang patah (rujukan dari RS Soewondo Kendal)
Riwayat Penyakit Sekarang
± 4 hari SMRS pasien mengalami kecelakaan motor, mekanisme
kecelakaan tidak diketahui. Pasien tidak menggunakan helm. Pingsan setelah
kecelakaan (+) Mual (-) Muntah (-). Pasien kemudian dibawa ke IGD RS
Soewondo, dilakukan penjaitan di bagian mulut dan dirawat inap selama 4 hari.
Selama rawat inap, pasien diberikan infus dan obat-obatan lewat infus. Selain itu,
pasien melakukan foto gigi. Pasien tidak dapat makan makanan padat, selama ini
hanya minum saja, tetapi tidak dipasang jalur makanan melalui hidung. Nyeri gigi
belakang rahang atas bawah (+) hilang timbul, gusi berdarah (-), nyeri gusi (-).
Pasien tidak dapat mengatupkan gigi maupun membuka mulutnya secara
maksimal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat diabetes melitus disangkal
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat operasi sebelumnya disangkal
Riwayat alergi obat disangkal
Riwayat asthma disangkal
Riwayat trauma daerah wajah sebelumnya disangkal
Riwayat sakit gigi disangkal
Dilakukan pada 1 Juni 2015 pukul 09.30 di Poli Gigi dan Mulut RSUP Dr.
Kariadi Semarang.
a. Status Generalis
o Keadaan umum
Kesadaran : compos mentis
Keadaan gizi : cukup
o Tanda-tanda vital
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 78x/ menit
RR : 20x/ menit
Suhu : 36,5oC
VAS :3
o Gambaran Umum lainnya :
Tinggi Badan : 164 cm
Berat Badan : 50 kg
Edema : -
Pucat : -
Clubbing finger : -
Jaundice : -
Pemeriksaan Ekstraoral
o Wajah
Inspeksi : asimetri
Palpasi : nyeri tekan (+)
Mata : perdarahan subconjungtiva (+/-) memar (+/-)
Hidung : deviasi (-), discharge (-)
Telinga : discharge (-)
o Leher
Inspeksi : pembesaran nnll (-), dextra (-)
Palpasi : nyeri (-)
Pemeriksaan Intraoral
Mukosa pipi : edema (-/-), hiperemis (-/-)
Mukosa palatum : edema (-/-), hiperemis (-/-)
Mukosa dasar mulut/ lidah : edema (-/-), hiperemis (-/-)
Mukosa pharynx : edema (-/-), hiperemis (-/-)
Ginggiva atas : edema (-/-), hiperemis (-/-)
Ginggiva bawah : edema (-/-), hiperemis (-/-)
Karang gigi : (-)
Pocket : (-)
Oklusi : maloklusi, open bite (+)
Palatum : Tidak ada kelainan
Supernumerary teeth : Tidak ada
Diastema : Tidak ada
Gigi anomali : Tidak ada
Keterangan
Gigi 11, 12, 21, 31, 32, 33, 31, 41, 42, 43 intrusi, avulsi
Gigi 2.2 missing tooth
b. Status Lokalis
Pemeriksaan Ekstraoral
Inspeksi : wajah asimetris, tampak jahitan di daerah mulut
Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjar betah bening (-), bengkak (-)
Pemeriksaan Intraoral
Gigi 1.1 gigi tampak masuk ke dalam,mahkota tampak lebih panjang
Gigi 1.2 gigi tampak masuk ke dalam, mahkota tampak lebih panjang
Gigi 2.1 gigi tampak masuk ke dalam,, mahkota tampak lebih panjang
Gigi 2.2 gigi tampak menghilang
Gigi 3.1 gigi tampak masuk ke dalam,mahkota tampak lebih panjang
Gigi 3.2 gigi tampak masuk ke dalam, mahkota tampak lebih panjang
Gigi 3.3 gigi tampak masuk ke dalam, mahkota tampak lebih panjang
Gigi 4.1 gigi tampak masuk ke dalam,mahkota tampak lebih panjang
Gigi 4.2 gigi tampak masuk ke dalam, mahkota tampak lebih panjang
Gigi 4.3 gigi tampak masuk ke dalam, mahkota tampak lebih panjang
c. Status Dental
Gigi 11, 12, 21, 31, 32,33, 31, 41, 42, 43
Inspeksi : tidak sejajar dengan lengkung gigi
Palpasi : (-)
Sondasi : (-)
Perkusi : (-)
Vitalitas : (-)
Mobilitas : (+), intrusi
Gigi 2.2
Inspeksi : sulit dinilai
Palpasi : sulit dinilai
Sondasi : sulit dinilai
Perkusi : sulit dinilai
Vitalitas : sulit dinilai
Mobilitas : sulit dinilai
Panoramic X-Ray
Dx : S : -
O : Panoramic x-ray
Rx : rujuk ke spesialis bedah mulut
Mx : tanda nyeri, tanda vital
Ex :Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai diagnosis dan
menerangkan bahwa keluhan rahang yang patah harus ditatalaksana lebih lanjut
dengan cara operasi dan rujuk ke spesialis bedah mulut.
BAB III
PEMBAHASAN
KESIMPULAN
1. USU 9
2. Banks P, Brown A Fractures of The Facial Skeleton. Wright; 2001. P. 40 –
2, 72 – 9
3. Killey HC. Fractures of The Middle Third of The Facial Skeleton, Third
Edition. Bristol : Johhn Wright and sons Ltd, 1977
4. Selvi, Zakiah, Intan. Fraktur Dentoalveolar. 2014. Jatinangor : FKG
Universitas Padjajaran.
5. Namirah, Nurul. Prevalensi Fraktur Maksilofasial pada Kasus Kecelakaan
Lalu Lintas di RSUD Andi Makasau Kota Pare – Pare tahun 2013. 2014.
Makassar : FKG Universitas Hassanudin.