Anda di halaman 1dari 12

Anatomi Paru – Paru

Anatomi paru-paru Paru-paru manusia terletak pada rongga dada, bentuk


dari paruparu adalah berbentuk kerucut yang ujungnya berada di atas tulang iga
pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru terbagi menjadi dua yaitu
bagian yaitu, paru kanan dan paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus
sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus. Setiap paruparu terbagi lagi
menjadi beberapa sub-bagian, terdapat sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut
bronchopulmonary segments. Paru-paru bagian kanan dan bagian kiri dipisahkan
oleh sebuah ruang yang disebut mediastinum (Evelyn, 2009).

Paru-paru manusia dibungkus oleh selaput tipis yang bernama pleura.


Pleura terbagi menjadi pleura viseralis dan pleura pariental. Pleura viseralis yaitu
selaput tipis yang langsung membungkus paru, sedangkan pleura parietal yaitu
selaput yang menempel pada rongga dada. Diantara kedua pleura terdapat rongga
yang disebut cavum pleura (Guyton, 2007).
Menurut Juarfianti (2015) sistem pernafasan manusia dapat dibagi ke
dalam sistem pernafasan bagian atas dan pernafasan bagian bawah :

a. Pernafasan bagian atas meliputi hidung, rongga hidung, sinus paranasal,


dan faring.
b. Pernafasan bagian bawah meliputi laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan
alveolus paru.
Menurut Alsagaff (2015) sistem pernapasan terbagi menjadi dari dua proses,
yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi adalah pergerakan dari atmosfer ke dalam
paru, sedangkan ekspirasi adalah pergerakan dari 10 dalam paru ke atmosfer. Agar
proses ventilasi dapat berjalan lancar dibutuhkan fungsi yang baik pada otot
pernafasan dan elastisitas jaringan paru. Otot-otot pernafasan dibagi menjadi dua
yaitu :
a. Otot inspirasi yang terdiri atas, otot interkostalis eksterna,
sternokleidomastoideus, skalenus dan diafragma.
b. Otot-otot ekspirasi adalah rektus abdominis dan interkostalis internus.
Fisiologi Paru – Paru

Paru – paru dan dinding dada mempunyai struktur yang elastis. Dalam
keadaan normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada
sehingga paru-paru dengan mudah bergeser pada dinding dada karena memiliki
struktur yang elastis. Tekanan yang masuk pada ruangan antara paru-paru dan
dinding dada berada di bawah tekanan atmosfer (Guyton, 2007).
Fungsi utama dari paru-paru adalah untuk pertukaran gas antara darah dan
atmosfer. Pertukaran gas tersebut bertujuan untuk menyediakan oksigen bagi
jaringan dan mengeluarkan karbon dioksida. Kebutuhan oksigen dan karbon
dioksida terus berubah sesuai dengan tingkat aktivitas dan metabolisme seseorang,
akan tetapi pernafasan harus tetap dapat berjalan agar pasokan kandungan oksigen
dan karbon dioksida bisa normal (Jayanti, 2013).
Udara yang dihirup dan masuk ke paru-paru melalui sistem berupa pipa
yang menyempit (bronchi dan bronkiolus) yang bercabang di kedua belah paru-
paru utama (trachea). Pipa tersebut berakhir di gelembunggelembung paru-paru
(alveoli) yang merupakan kantong udara terakhir dimana oksigen dan
karbondioksida dipindahkan dari tempat dimana 11 darah mengalir. Ada lebih dari
300 juta alveoli di dalam paru-paru manusia dan bersifat elastis. Ruang udara
tersebut dipelihara dalam keadaan terbuka oleh bahan kimia surfaktan yang dapat
menetralkan kecenderungan alveoli untuk mengempis (Yunus, 2007).
Menurut Guyton (2007) untuk melaksanakan fungsi tersebut, pernafasan
dapat dibagi menjadi empat mekanisme dasar, yaitu :
a. Ventilasi paru yang berfungsi untuk proses masuk dan keluarnya udara
antara alveoli dan atmosfer.
b. Difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah.
c. Transport dari pasokan oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan
cairan tubuh ke dan dari sel.
d. Pengaturan ventilais pada sistem pernapasan.
Pada waktu menarik nafas atau inspirasi maka otot-otot pernapasan
berkontraksi, tetapi pengeluaran udara pernafasan dalam proses yang pasif. Ketika
diafragma menutup, penarikan nafas melalui isi rongga dada kembali
memperbesar paru-paru dan dinding badan bergerak hingga diafragma dan tulang
dada menutup dan berada pada posisi semula (Evelyn, 2009).
Inspirasi merupakan proses aktif kontraksi otot-otot. Selama bernafas
tenang, tekanan intrapleura kira-kira 2,5 mmHg relatif lebih tinggi terhadap
atmosfer. Pada permulaan, inspirasi menurun sampai - 6mmHg dan paru-paru
ditarik ke posisi yang lebih mengembang dan tertanam dalam jalan udara sehingga
menjadi sedikit negatif dan udara mengalir ke dalam paru-paru. Pada akhir
inspirasi, recoil menarik dada kembali ke posisi ekspirasi dimana tekanan recoil
paru-paru dan dinding 12 dada seimbang. Tekanan dalam jalan pernafasan
seimbang menjadi sedikit positif sehingga udara mengalir ke luar dari paru-paru
(Algasaff, 2015).
Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat
elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus
relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam
rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang. Pengurangan volume
toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal.
Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara
mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama
kembali pada akhir ekspirasi (Miller et al, 2011).
Proses setelah ventilasi adalah difusi yaitu, perpindahan oksigen dari
alveoli ke dalam pembuluh darah dan berlaku sebaliknya untuk karbondioksida.
Difusi dapat terjadi dari daerah yang bertekanan tinggi ke tekanan rendah. Ada
beberapa faktor yang berpengaruh pada difusi gas dalam paru yaitu, faktor
membran, faktor darah dan faktor sirkulasi. Selanjutnya adalah proses
transportasi, yaitu perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari jaringan ke paru
dengan bantuan aliran darah (Guyton, 2007).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi paru-paru manusia adalah
sebagai berikut :
a. Usia
Kekuatan otot maksimal paru-paru pada usia 20-40 tahun dan dapat
berkurang sebanyak 20% setelah usia 40 tahun. Selama proses penuan
terjadi penurunan elastisitas alveoli, penebalan kelenjar bronkial,
penurunan kapasitas paru.
b. Jenis kelamin
Fungsi ventilasi pada laki-laki lebih tinggi sebesar 20-25% dari pada
funsgi ventilasi wanita, karena ukuran anatomi paru pada laki-laki lebih
besar dibandingkan wanita. Selain itu, aktivitas lakilaki lebih tinggi
sehingga recoil dan compliance paru sudah terlatih.
c. Tinggi badan
Seorang yang memiliki tubuh tinggi memiliki fungsi ventilasi lebih tinggi
daripada orang yang bertubuh kecil pendek (Juarfianti, 2015).

Volume dan Kapasitas Paru

Volume dan kapasitas paru Menurut Evelyn (2009) volume paru terbagi
menjadi 4 bagian, yaitu:

a. Volume Tidal adalah volume udara yang diinspirasi atau diekspirasi pada
setiap kali pernafasan normal. Nilai dari volume tidal sebesar ± 500 ml
pada rata-rata orang dewasa.
b. Volume Cadangan Inspirasi adalah volume udara ekstra yang diinspirasi
setelah volume tidal, dan biasanya mencapai maksimal ± 3000 ml.
c. Volume Cadangan Ekspirasi adalah jumlah udara yang masih dapat
dikeluarkan dengan ekspirasi maksimum pada akhir ekspirasi normal, pada
keadaan normal besarnya adalah ± 1100 ml.
d. Volume Residu, yaitu volume udara yang masih tetap berada dalam paru-
paru setelah ekspirasi kuat. Nilainya sebesar ± 1200 ml.
Menurut Yunus (2007) kapasitas paru merupakan gabungan dari beberapa
volume paru-paru dan dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
a. Kapasitas Inspirasi, sama dengan volume tidal + volume cadangan
inspirasi. Besarnya ± 3500 ml, dan merupakan jumlah udara yang dapat
dihirup seseorang mulai pada tingkat ekspirasi normal dan
mengembangkan paru sampai jumlah maksimum.
b. Kapasitas Residu Fungsional, sama dengan volume cadangan inspirasi +
volume residu. Besarnya ± 2300 ml, dan merupakan besarnya udara yang
tersisa dalam paru pada akhir ekspirasi normal.
c. Kapasitas Vital, sama dengan volume cadangan inspirasi + volume tidal +
volume cadangan ekspirasi. Besarnya ± 4600 ml, dan merupakan jumlah
udara maksimal yang dapat dikeluarkan dari paru, setelah terlebih dahulu
mengisi paru secara maksimal dan kemudian mengeluarkannya sebanyak –
banyaknya.
d. Kapasitas Vital paksa (KVP) atau Forced Vital Capacity (FVC) adalah
volume total dari udara yg dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi
maksimum yang diikuti oleh ekspirasi paksa minimum. Hasil ini didapat
setelah seseorang menginspirasi dengan usaha maksimal dan
mengekspirasi secara kuat dan cepat.
e. Volume ekspirasi paksa satu detik (VEP1) atau Forced Expiratory Volume
in One Second (FEV1) adalah volume udara yang dapat dikeluarkan
dengan ekspirasi maksimum per satuan detik. Hasil ini didapat setelah
seseorang terlebih dahulu melakukakan pernafasan dalam dan inspirasi
maksimal yang kemudian diekspirasikan secara paksa sekuat – kuatnya
dan semaksimal mungkin, dengan cara ini kapasitas vital seseorang
tersebut dapat dihembuskan dalam satu detik.
f. Kapasitas Paru Total, sama dengan kapasitas vital + volume residu.
Besarnya ± 5800ml, adalah volume maksimal dimana paru dikembangkan
sebesar mungkin dengan inspirasi paksa.Volume dan kapasitas seluruh
paru pada wanita ± 20 – 25% lebih kecil daripada pria, dan lebih besar
pada atlet dan orang yang bertubuh besar daripada orang yang bertubuh
kecil.

TBC

Patofisiologi

Menuru Individu terinfeksi melalui droplet nuclei dari pasien TB paru


ketika pasien batuk, bersin, tertawa. droplet nuclei ini mengandung basil TB dan
ukurannya kurang dari 5 mikron dan akan melayanglayang di udara. Droplet
nuclei ini mengandung basil TB.

Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka


dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular. Biasanya
melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TB paru ini akan berusaha
dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru.
Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi
jaringan parut dan bakteri TB paru akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-
bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan
foto rontgen.

Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit


(neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri; limpospesifik – tubercolosis
melisis (menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini
mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan
bronkopneumonia dan infeksi awal terjadi dalam 2 – 10 minggu setelah
pemajanan. Massa jaringan paru yang disebut granulomas merupakan gumpalan
basil yang masih hidup. Granulomas diubah menjadi massa jaringan jaringan
fibrosa, bagian sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberkel ghon dan menjadi
nekrotik membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat mengalami klasifikasi,
membentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan
penyakit aktif.

Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit


aktif karena gangguan atau respon yang inadekuat dari respon system imun.
Penyakit dapat juga aktif dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman.
Dalam kasus ini, tuberkel ghon memecah melepaskan bahan seperti keju dalam
bronki. Bakteri kemudian menjadi tersebar di udara, mengakibatkan penyebaran
penyakit lebih jauh. Tuberkel yang menyerah menyembuh membentuk jaringan
parut. Paru yang terinfeksi menjadi lebih membengkak, menyebabkan terjadinya
bronkopneumonia lebih lanjut.

Patogenesis

Tuberkulosis Primer

Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan dengan
kuman TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat
melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus, dan terus berjalan sehingga
sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil
berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan
peradangan di dalam paru. Saluran limfe akan membawa kuman TB ke kelenjar
limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara
terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah sekitar 4-6
minggu.

Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi


tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer
tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan
tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun
demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau
dorman (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan
perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan
menjadi penderita TB. Masa inkubasi yaitu waktu yang diperlukan mulai
terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.

Menyebar dengan cara :

1. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya. Salah satu contoh adalah


epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya
bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga
menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan
akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang
bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan
menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang
dikenal sebagai epituberkulosis.
2. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun
ke paru sebelahnya atau tertelan.
3. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini
berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman.
Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan
tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini
akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier,
meningitis tuberkulosis, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini
juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya,
misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya.

Tuberkulosis Post Primer

Tuberkulosis post primer akan muncul bertahun – tahun kemudian setelah


tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15 – 40 tahun. Tuberkulosis post
primer mempunyai nama yang bermacam – macam yaitu tuberkulosis bentuk
dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk
tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena
dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis post primer dimulai dengan
serangan dini, yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun
lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil.
Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :

1. Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.


2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan
dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi
pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang
tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan
keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan
kaseosa). Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju
keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan
menjadi tebal (kaviti sklerotik) (Werdhani, 2010).

Pneumonia

Patofisiologi

Pneumonia disebabkan oleh masuknya partikel kecil pada saluran napas


bagian bawah. Masuknya partikel tersebut dapat menyebabkan kerusakan paru –
paru karena mengandung agen penyebab infeksi. Infeksi dapat disebarkan melalui
udara ketika agen masih aktif dan kemudian masuk ke jaringan tempat partikel
tersebut dapat menyebabkan infeksi. Jika partikel mempunyai ukuran yang sangat
kecil saat terhirup, maka partikel akan mudah masuk ke jalan napas dan alveolus.
Rehidrasi dapat menyebabkan bertambahnya ukuran partikel, sehingga dapat
menghambat pernapasan.

Infeksi saluran pernapasan juga bisa disebabkan oleh bakteri yang berada di
dalam darah dari daerah lain di tubuh menyebar ke paru – paru. Patogen umumya
dikeluarkan melalui batuk yang kemudian ditangkap oleh sistem kekebalan tubuh.
Jika terlalu banyak mikroorganisme yang lolos dari sistem kekebalan tubuh maka
terjadi aktivasi imun dan infiltrasi sel dalam sistem kekebalan tubuh. Sel tersebut
menyebabkan rusaknya selaput lendir di dalam bronki dan selaput alveolokapiler
sehingga terjadi infeksi (Syamsudin and Keban, 2013).
Patogenesis

Proses patogenesis pneumonia terkait dengan tiga faktor yaitu keaadan


(imunitas) pasien, mikroorganisme yang menyerang pasien dan lingkungan yang
berinteraksi satu sama lain. Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi
pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme
pertahanan paru. Adanyanya bakteri di paru merupakan akibat ketidakseimbangan
antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, sehingga
mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya sakit. Ada
beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan:

1) Inokulasi langsung
2) Penyebaran melalui darah
3) Inhalasi bahan aerosol,
4) Kolonosiasi di permukaan mukosa.

Dari keempat cara tersebut, cara yang terbanyak adalah dengan kolonisasi.
Secara inhalasi terjadi pada virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau
jamur. Kebanyakan bakteria dengan ikuran 0,5 - 2,0 mikron melalui udara dapat
mencapai brokonsul terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi.
Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian
terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal
ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari
sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50%) juga
pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug
abuse). Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang sangat tinggi 108-
10/ml, sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat
memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia.

Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan


reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN
dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuk
antibodi. Sel – sel PNM mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan dengan
bantuan leukosit yang lain melalui psedopodosis sistoplasmik mengelilingi bakteri
tersebut kemudian terjadi proses fagositosis. pada waktu terjadi perlawanan antara
host dan bakteri maka akan nampak empat zona pada daerah pasitik parasitik
terset yaitu :

1. Zona luar (edama): alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan edema
2. Zona permulaan konsolidasi (red hepatization): terdiri dari PMN dan
beberapa eksudasi sel darah merah
3. Zona konsolidasi yang luas (grey hepatization): daerah tempat terjadi
fagositosis yang aktif dengan jumlah PMN yang banyak
4. Zona resolusi E: daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang
mati, leukosit dan alveolar makrofag.

Abses Paru

Patofisiologi

Bronkiektasis

Anda mungkin juga menyukai