Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN

IMPAKSI

OLEH:
NENENG RETNO SARI, S.Kep
N202101109

CI LAHAN CI INSTITUSI

------------------------- ---------------------------

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MANDALA WALUYA
2022
LAPORAN PENDAHULUAN IMPAKSI

A. Definisi Gigi Impaksi


Gigi impaksi adalah gigi yang erupsinya terhalang oleh gigi tetangga, tulang
sekitar, jaringan patologis dan gigi yang posisinya tidak sesuai dengan lengkung
rahang. Gigi permanen manusia yang paling sering mengalami impaksi adalah gigi
molar ketiga bawah, lalu gigi molar ketiga atas selanjutnya gigi caninus atas.Archer
menulis bahwa frekwensi impaksi gigi molar ketiga atas yang terbanyak
dibandingkan dengan molar ketiga bawah (Kresnanda, 2008).Frekwensinya
berturut-turut gigi molar ketiga bawah, gigi molar ketiga atas, gigi caninus atas,
gigi premolar bawah, gigi caninus bawah, gigi premolar atas, gigi incisivus atas
atau bawah (Rusli, 2013)
Pengertian gigi impaksi bermacam-macam tetapi artinya hampir sama.
Pada prinsipnya gigi impaksi adalah gigi yang tidak dapat erupsi seluruhnya
atau sebagiankarena tertutup oleh tulang atau jaringan lunak atau keduanya. Semua
jenis gigi dapat memiliki kemungkinan untuk tidak dapat tumbuh. Tersering
adalah gigi molar ketiga rahang bawah dan rahang atas, gigi kaninus dan gigi
premolar. Pada umumnya gigi molar ketiga akan tumbuh menembus gusi pada
awal usia 18-20 tahun karena 28 gigi permanen lainnya sudah tumbuh
keseluruhannya, sehingga gigi molar ketiga sering sekali tidak memperoleh
cukup tempat untuk tumbuh karena tertahan oleh gigi molar kedua
didepannya. Sehingga gigi molar ketiga akan tumbuh sebagian atau salah
arah. Keadaan semacam ini dikenal dengan sebutan gigi tertanam atau gigi
impaksi (Coen 2012)
B. Etiologi
1. Penyebab lokal:
a. Posisi yang tidak teratur dari gigi-geligi dalam lengkung rahang.
b. Densitas (kepadatan) tulang di atas dan sekitarnya.
c. Keradangan yang menahun dan terus menerus sehingga dapat
menyebabkan bertambahnya jaringan mukosa di sekitarnya.
d. Tanggalnya gigi sulung yang terlalu cepat, ini mengakibatkan hilang
atau berkurangnya tempat untuk gigi permanen penggantinya.
2. Penyebab sistemik:
a. Herediter : Dimana rahangnya sempit sedangkan gigi geliginya besar.
b. Miscegenation (percampuran ras) : Misalnya, perkawinan campuran
dari satu ras yang mempunyai gen dominan
c. gigi besar dan ras lainnya dominan pada rahang yang kecil atau sempit.
3. Penyebab postnatal:
Semua keadaan-keadaan yang dapat mengganggu pertumbuhan anak,
misalnya penyakit: ricketsia, anemia, syphilis, TBC, gangguan kelenjar
endokrin, malnutrisi. Keadaan yang jarang ditemukan:
a. Cleidoncranial disostosis Keadaan kongenital yang jarang ditemukan,
dimana terlihat cacat ossifikasi dari tulang tengkorak, hilangnya
sebagian atau seluruhnya tulang clavicula, terlambatnya exfoliasi gigi
sulung, gigi permanen tidak erupsi dan terdapat rudimenter supernumerary
teeth.
b. Oxycephali Suatu keadaan dimana terlihat kepala yang meruncing seperti
kerucut. Pada keadaan ini terdapat gangguan pada tulang-tulang kepala
c. Progeria Bentuk tubuh yang kekanak-kanakan ditandai dengan perawakan
kecil, tidak adanya rambut pubis, kulit berkerut, rambut berwarna keabu-
abuan tetapi wajah, sikap serta tingkah lakunya seperti orang tua

C. Klasifikasi
Klasifikasi menurut PELL & GREGORY berdasarkan hubungan letak gigi
molar ketiga bawah terhadap ramus mandibula dan distal molar kedua bawah :
Kelas I :
Dimana terdapat ruangan yang cukup untuk ukuran mesiodistal mahkota
gigi molar ketiga bawah antara ramus mandibula dan permukaan distal gigi
molar kedua bawah.
Kelas II :
Ruangan antara permukaan distal gigi molar kedua bawah dan ramus mandibula
lebih kecil dari ukuran mesiodistal mahkota gigi molar ketiga bawah.
Kelas III:
Semua gigi molar ketiga bawah terletak dalam ramus mandibula.Berdasarkan
hubungan dengan dalamnya posisi gigi molar ketiga dalam tulang rahang.
Posisi A :
Bagian tertinggi dari gigi molar ketiga terletak di atas atau pada batas garis oklusal
gigi rahang bawah.
Posisi B :
Bagian tertinggi dari gigi molar ketiga terletak di bawah garis oklusal, tetapi
masih di atas garis servikal dari gigi molar kedua.
Posisi C :
Bagian tertinggi dari gigi molar ketiga terletak di bawah garis servikal dari
molar kedua.
D. Pemeriksaan Diagnosa
Impaksi dapat diperkirakan secara klinis apabila gigi antagonisnya sudah
erupsi dan hampir bisa dipastikan apabila gigi yang terletak pada sisi yang
lainnya erupsi. Pada kasus tertentu, gigi impaksi tidak dapat terlihat secara
klinis tetapi dapat menyebabkan gangguan pada daerah rongga mulut seperti
rasa sakit, resorbsi gigi yang berdekatan dan abses (Bianto, 2011).
Dental radiogram ini mernegang peranan yang pentjng dalam menegakkan
diagnosis yang secara klinis tidak terlihat, merencanakan perawatan dan
mengevaluasi hasil perawatan. Untuk menunjang ini, diperlukan radiogram yang
dibuat dengan teknik yang tepat (Kresnanda, 2014)
E. Penatalaksanaan
Pertumbuhan rahang yang kurang sempurna atau ketidak seimbangan antara
besarnya gigi dan besarnya rahang. Keadaan ini dapat menyebabkan
maloklusi, sebab gigi molar ketiga adalah gigi terakhir bererupsi dan
tidakmendapatkan ruangan yang cukup pada lengkung rahang, pengeluaran gigi
molar ketiga hampir selalu diindikasikan sebelum perawatan orthodonti untuk
merawat maloklusi oleh karena letak gigi yang berdesakan.Erupsi sebagian atau
impaksi, Erupsi yang tertahan juga merupakan prophylactic gigi molar ketiga,
utamanya bila operkulum di atas mahkota gigi selalu terkena trauma dan adanya
hypertrophy gingival. ( Bianto, 2011)
Menurut Pederson (1996) ada 6 tahap untuk pencabutan gigi molar ketiga rahang
bawah impaksi, yaitu (Paramaputri, 2014) :
1. Sedasi, persyaratan pertama untuk keberhasilan pembedahan gigi impaksi
adalah pasien yang rileks dan anastesi lokal yang efektif atau pasien yang
teranastesi dengan baik. Pemberian sedatif oral tertentu pada sore hari
sebelum dan satu jam sebelum pembedahan merupakan teknik yang bisa
diterima. Sering kali anastesi umum merupakan pilihan yang cocok untuk
pembedahan impaksi.
2. Desain flap, ada pendapat bahwa persyaratan kedua untuk
pembedahan impaksi adalah flap yang didisain dengan baik dan ukurannya
cukup. Flap mandibula yang sering digunakan adalah envelope tanpa insisi
tambahan, direfleksikan dari leher molar pertama dan molar kedua tetapi
dengan perluasan distal kearah lateral atau bukal kedalam region molar ketiga.
Aspek lingual mandibula dihindari untuk mencegahcedera pada nervous
lingualis. Flap serupa digunakan pada lengkung rahang atas, tetapi
diletakkan diatas tuberositas sedangkan perluasan distalnya tetap ke lateral atau
bukal. Jalan masuk menuju molar ketiga impaksi yang dalam pada kedua
lengkung rahang sering diperoleh dengan insisi serong tambahan ke anterior.
3. Pengambilan tulang, pengambilan tulang mandibula terutama dilakukan
dengan bur dan dibantu dengan irigasi saluran saline. Teknik yang bisa
digunakan adalah membuat parit sepanjang bukal dan distal mahkota dengan
maksud melindungi crista oblique externa namun tetap bisa mendapatkan jalan
masuk yang cukup kepermukaan akar yang akan dipotong.
4. Pemotongan yang terencana, gigi yang impaksi biasanya dipotong-potong.
Kepadatan dan sifat tulang mandibula menjadikan pemotongan
terencana pada kebanyakan gigi impaksi menjadi sangat penting apabila ingin
diperoleh arah pengeluaran yang tidak terhalang. Tindakan ini harus
dilakukan secara hati-hati untuk menghindari fraktur dinding alveolar
lingual atau tertembusnya bagian tersebut dengan bur karena ada
kemungkinan terjadi cedera nervous lingualis. Dasar pemikiran dari
pemotongan adalah menciptakan ruang yang bisa digunakan untuk
mengungkit dan mengeluarkan segmen mahkota atau sisa akar.
5. Tindakan sesudah pencabutan gigi,sesudah gigi impaksi berhasil dikeluarkan
dengan baik, sisa-sisa folikel dibersihkan seluruhnya. Kegagalan melakukan
hal ini bisa mengakibatkan penyembuhan yang lama atau perkembangan
patologis dari sisa epitel odontogenik. Setelah folikel dibersihkan, alveolus
diirigasi dengan saline dan diperiksa dengan teliti. Yang penting bekenaan
dengan impaksi gigi bawah adalah kondisi bundel neurovascular alveolaris
inferior yang sering terjadi pada kedalaman alveolus. Semua potongan gigi
dan serpihan tulang juga serpihan periosteu dan mukosa harus
dihilangkan. Tepi-tepi tulang harus dihaluskan dengan bur dan kikir tulang.
Penjahitan dilakukan terutama untuk menstabilkan jaringan terhadap
processus alveolaris dan terhadap aspek distobukal molar kedua didekatnya.
Foto sinar-X dibuat sesudah operasi selesai untuk kasus-kasus yang sulit
dimana ada kemungkinan terjadi fraktur mandibula atau cedera struktur
sekitarnya.
6. Intruksi pasca bedah, tekankan perlunya meminum obat analgesik sebelum
rasa sakit timbul, seperti juga aplikasi dingin untuk mengontrol
pembengkakan. Obat-obat pengontrol rasa sakit sesudah pembedahan biasanya
lebih potent daripada yang diresepkan sesudah pencabutan dengan tang. Puncak
rasa sakit sesudah pembedahan impaksi adalah selama kembalinya sensasi
daerah operasi sedangkan pembengkakan maksimal biasanya terjadi 24 jam pasca
pencabutan.
7. Tindak lanjut, kontrol dilakukan pada saat melepas jahitan, biasanya hari keempat
atau kelima sesudah operasi pada kunjungan ini daerah operasi diperiksa dengan
teliti yaitu mengenai penutupan mukosa dan keberadaan beku darah.
F. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d. agen cedera biologi
2. Kebutuhan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh b.d.kesulitan mengunyah
makanan
3. Gangguan harga diri b.d. stigma berkenaan dengan kondisi
4. Kurang pengetahuan b.d kurang terpaparinformasi mengenai penyakit
Resiko infeksi b.d trauma pada kulit
DAFTAR PUSTAKA

Ruslin, M. 2013. Ondontektomi : Penatalaksanaan Gigi Impaksi Departemen Bedah Mulut


dan Maksilofasial, Fakultas Kedokteran Gigi,Universitas Hasanuddin : PT
GAKKEN.
Mansjoer, Arif dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. (fk). Media Aesculapius.
Nurarif, Huda. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis berdasarkan penerapan diagnosa Nanda,
NIC, NOC dalam berbagai kasus. Yogyakarta : Mediaction.
Prawirohardjo Sarwono. 2010. Ilmu Kandungan Yayasan Bina Pustaka. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Wilkinson Judith M. 2007. Diagnosis Keperawatan NIC dan NOC. Jakarta. EGC.
Yonika, Austin. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Ny. R Dengan Gangguan Sistem
Reproduksi: Mioma Uteri Di Bangsal Dahlia Rsud Pandan Arang Boyolali. Karya
Tulis Ilmiah. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta

Anda mungkin juga menyukai