Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
Gigi geligi dalam rongga mulut akan mengalami erupsi menurut urutan waktu erupsi
masing-masing jenis gigi, mulai dari fase gigi sulung sampai dengan pergantian fase gigi
permanen. Proses erupsi masing-masing gigi baik pada fase gigi sulung maupun gigi
permanen akan terjadi secara fisiologis dan jarang mengalami gangguan. Gangguan
sering terjadi pada fase gigi sulung menuju ke fase gigi permanen, sehingga gigi
permanen tertentu tidak dapat mengalami erupsi atau gagal erupsi yang secara utuh pada
posisi yang seharusnya.1
Gigi impaksi adalah gigi yang tidak erupsi atau erupsi sebagian yang proses erupsinya
dipengaruhi oleh gigi tetangga, tulang, atau jaringan sekitar yang patologis. Gigi impaksi
merupakan sebuah fenomena yang sering terjadi di masyarakat. Gigi impaksi merupakan
sumber potensial yang terus-menerus dapat menimbulkan keluhan sejak gigi mulai
erupsi. Keluhan utama yang paling sering dirasakan adalah rasa sakit dan pembengkakan
yang terjadi di sekeliling gusi gigi tersebut.2
Jenis perawatan pada kasus gigi impaksi dapat dikerjakan dengan pencabutan dan
tindakan bedah mulut. Odontektomi adalah tindakan operasi untuk mengangkat gigi yang
impaksi. Dalam melakukan tindakan bedah mulut diperlukan suatu pemeriksaan yang
cermat dan diteliti yang meliputi pemeriksaan fisik dan penunjang sehingga diagnosa
dapat ditegakkan dengan tepat. Dilanjutkan dengan membuat perencanaan operasi yang
meliputi dengan pemilihan anestesi lokal ataupun anestesi umum, obat-obatan, material
kesehatan, pembuatan flap, cara pengambilan tulang dan cara pengambilan gigi atau cara
rekontruksi yang akan dilakukan.3
Komplikasi paska pembedahan gigi molar ketiga dapat terjadi jika tidak dilakukan
pemeriksaan dan persiapan bedah secara tepat. Makalah ini akan membahas tentang
komplikasi paska pembedahan yang dapat terjadi setelah dilakukan pembedahan molar
ketiga.

BAB II
IMPAKSI

A. Definisi Impaksi
Gigi impaksi adalah gigi dimana jalan erupsi normalnya terhalang atau
terblokir, biasanya oleh gigi di dekatnya atau jaringan patologis. Impaksi
diperkirakan secara klinis apabila gigi antagonisnya sudah erupsi dan hampir
dipastikan apabila gigi yang terletak pada sisi yang lain sudah erupsi. Gigi impaksi
terjadi karena tidak tersedianya ruangan yang cukup pada rahang untuk tumbuhnya
gigi dan angulasi yang tidak benar pada gigi tersebut.1,4
Gigi molar tiga adalah gigi yang paling akhir erupsi dalam rongga mulut, yaitu
pada usia 18-24 tahun. Keadaan ini kemungkinan menyebabkan gigi molar tiga lebih
sering mengalami impaksi dibandingkan gigi yang lain karena seringkali tidak
tersedia ruangan yang cukup bagi gigi untuk erupsi. Menurut Chu dkk, 28,3% dari
7468 pasien mengalami impaksi, dan gigi molar tiga mandibular yang paling sering
mengalami impaksi (82,5%).5

Gambar 1 : Gambaran gigi impaksi.6

B. Etiologi Gigi Impaksi


1. Penyebab Lokal
a. Kedudukan gigi tetangga yang tidak teratur.
b. Tekanan gigi tetangga.
c. Kurangnya tempat, karena kurangnya pertumbuhan rahang.
d. Densitas tulang diatas dan disekeliling gigi yang bersangkutan.
e. Persistensi gigi sulung.

f. Premature lost gigi sulung.


g. Keradangan kronis yang

lama

dan

berkesinambungan

yang

menyebabkan terjadinya penebalan mukosa.


h. Penyakit nekrosis karena keradangan/abses.
i. Perubahan pada tulang karena proses keradangan.
2. Penyebab Sistemik
a. Penyebab prenatal
1) Keturunan
2) Miscegeneration (perkawinan campur antar suku/bangsa).
b. Penyebab postnatal
1) Ricketsia (gangguan penulangan normal karena defisiensi
2)
3)
4)
5)
6)

vitaminD)
Anemia
Kongenital syphilis
TBC
Gangguan kelenjar endokrin
Malnutrisi

c. Kelainan pertumbuhan
1) Cleidocranial dysostosis
2) Oxycephaly
3) Progeria
4) Achondroplasia (kerdil)
5) Cleft palate (celah langit-langit)
C. Indikasi dan Kontraindikasi Pengangkatan Gigi Impaksi
Indikasi :4,7,8
Adapun indikasi pengangkatan gigi impaksi, adalah :
1. Pencegahan dari terjadinya :
Infeksi karena erupsi yang terlambat dan abnormal (perikoronitis)
Berkembangnya folikel menjadi keadaan patologis (kista odontogenik
dan neoplasma)
2. Usia muda, sesudah akar gigi terbentuk sepertiga sampai dua pertiga bagian
dan sebelum pasien mencapai usia 18 tahun (periode emas)
3. Adanya infeksi (focus selulitis)
4. Adanya keadaan patologi (odontogenik)
5. Penyimpangan panjang lengkung rahang dan untuk

membantu

mempertahankan stabilitas hasil perawatan ortodonsi


6. Prostetik atau restoratif (diperlukan untuk mencapai jalan masuk ke tepi
gingiva distal dari molar kedua di dekatnya)

7. Apabila molar kedua di dekatnya dicabut dan kemungkinan erupsi normal


atau berfungsinya molar ketiga impaksi sangat kecil
8. Secara umum, sebelum tulang sangat termineralisasi dan padat yaitu
sebelum usia 26 tahun.
Beberapa indikasi lain dari penelitian, antara lain :
1. Pembuangan molar 3 paling baik dilakukan dalam umur 15 sampai 25
tahun, atau ketika akar gigi telah terbentuk dua per tiga-nya. Opini ini
dinyatakan berdasarkan banyak alasan yang berhubungan dengan
perkembangan anatomi gigi molar 3 pasien pada masa ini antara lain :
a. Akar giginya biasanya lurus dan tidak bengkok
b. Tulang disekitarnya lebih lunak
c. Nevus alveolaris inferior letaknya lebih jauh dari apeks akar gigi
d. Proses penyembuhan lebih cepat
2. Bukti klinis menunjukan bahwa pasien dengan gigi impaksi yang tidak
melakukan pembuangan gigi impaksi sampai timbul gejala memiliki
potensi

terjadinya

komplikasi

yang

lebih

besar

dalam

proses

pembedahannya. Jadi jelas, pembedahan M3 impaksi yang dilakukan lebih


awal akan menguntungkan pasien.
Kontraindikasi :7,8,9
Adapun kontraindikasi pengangkatan gigi impaksi, adalah :
1. Sebelum panjang akar mencapai sepertiga atau dua pertiga dan apabila
tulang yang menutupinya terlalu banyak (pencabutan prematur)
2. Jika kemungkinan besar akan terjadi kerusakan pada struktur penting di
sekitarnya atau kerusakan tulang pendukung yang luas misalnya rasio
risiko/manfaat tidak menguntungkan
3. Apabila tulang yang menutupinya sangat termineralisasi dan padat, yaitu
pasien yang berusia lebih dari 26 tahun
4. Apabila kemampuan pasien untuk menghadapi tindakan pembedahan
terganggu oleh kondisi fisik atau mental tertentu.
5. Infeksi akut
6. Jika diperkirakan erupsi gigi molar tiga normal
D. Dampak gigi impaksi10

1. Infeksi : perikoronitis, abses, selulitis, osteitis dan osteomyelitis


2. Rasa sakit biasa terlokalisir maupun menyebar hingga ke telinga, belakang
telinga, maupun bagian yang disarafi oleh n. trigeminus (revered pain)
3. Kista dentigerous yang bisa berlanjut menjadi ameloblastoma
4. Pergeseran gigi tetangga
5. Food impaction karies pada gigi tetangga dan gigi impaksi yang erupsi
sebagian
6. Gigi yang impaksi dapat menyebabkan relaps setelah perawatan
orthodontik, sehingga hasil dari perawatan orthodontik tidaklah sempurna.
E. Klasifikasi Impaksi Gigi Molar Ketiga Rahang Bawah7
Hubungan radiografis terhadap molar kedua. M3 atas dan bawah yang
impaksi dikelompokkan berdasarkan hubungannya dengan molar kedua.
Klasifikasi yang didasarkan sinar-X ini dilakukan dengan melihat inklinasi gigi
yang

mengalami impaksi

yaitu:

mesioangular,
distoangular,

vertikal,

dan

horizontal.

Posisi

mesioangular paling

sering

terjadi pada impaksi

gigi bawah

sedangkan

posisi

distoangular paling sering terjadi pada impaksi gigi atas. Untungnya kedua posisi
tersebut juga paling mudah pencabutannya. Didasarkan pada hubungan ruang,
impaksi

juga

dikelompokkan

bedasarkan

hubungan

bukal-lingualnya.

Kebanyakan impaksi M3 bawah mempunyai mahkota mengarah ke lingual. Pada


impaksi M3 yang melintang, orientasi mahkota selalu ke lingual. Hubungan
melintang juga terjadi pada impaksi gigi atas tetapi jarang.

Gambar 2
Posisi gigi molar tiga bawah impaksi berdasarkan sumbu gigi molar tiga:
mesioangular, distoangular, vertikal, horizontal, transversal. 7

Kedalaman. Baik gigi impaksi atas maupun bawah bisa dikelompokkan


berdasarkan kedalamannya, dalam hubungannya terhadap garis servikal M2 di
sebelahnya. Pada level A, mahkota M3 yang impaksi berada pada atau di atas garis
oklusal. Pada level B mahkota M3 dibawah garis oklusal tetapi di atas garis servikal
M2. Sedangkan pada level C, mahkota gigi yang impaksi terletak di bawah garis
servikal.7
Panjang lengkung/atau kedekatannya dengan ramus ascendens. Impaksi
M3 bawah juga diklasifikasikan berdasarkan hubungannya terhadap linea obliqua
externa atau tepi anterior ramus asendens. Pada kelas I ada celah di sebelah distal M2
yang potensial untuk tempat erupsi M3. Pada kelas II, celah di sebelah distal M2 lebih
sempit dari lebar mesio distal mahkota M3. Sedangkan pada kelas III mahkota gigi
impaksi seluruhnya terletak di dalam ramus.7
Analisa kesulitan. Kategori ini merupakan titik awal untuk suatu analisa atau
memperkirakan tingkat kesulitan pencabutan gigi impaksi. Secara umum, semakin
dalam letak gigi impaksi dan semakin banyak tulang yang menutupinya serta makin
besar penyimpangan angulasi gigi impaksi dari kesejajaran terhadap sumbu panjang
molar kedua, makin sulit pencabutannya. Pilihan yang diperoleh dari analisa ini
adalah (1) tidak diapa-apakan (2) pencabutan gigi impaksi (3) rujukan.7
Tabel 2.1 : Indeks kesulitan dari pembedahan molar ketiga bawah yang
impaksi.7
Klasifikasi
Hubungan ruang
Mesioangular
Horizontal/melintang
Vertikal
Distoangular

Nilai
1
2
3
4

Kedalaman
Level A
Level B
Level C
Ruangan yang tersedia/hubungan dengan ramus
Kelas I
Kleas II
Kelas III
Indeks kesulitan

1
2
3
1
2
3

Sangat sulit 7-10


Kesulitan sedang 5-7
Kesulitan minimal 3-4
Contoh: impaksi mesioangular

=1

Level B

=2

Klas II

=2

Skor tingkat kesulitan = 5


Jadi gigi impaksi tersebut mempunyai tingkat kesulitan sedang.
Klasifikasi Pell dan Gregory7,10,11
a. Berdasarkan kedalaman impaksi dan jaraknya ke molar kedua
1. Posisi A : permukaan oklusal gigi impaksi sama tinggi atau sedikit
lebih tinggi dari gigi molar kedua.
2. Posisi B : permukaan oklusal dari gigi impaksi berada pada
pertengahan mahkota gigi molar kedua atau sama tinggi dari garis
servikal
3. Posisi C : permukaan oklusal dari gigi impaksi berada di bawah garis
servikal molar kedua.

Gambar 3
Klasifikasi Pell dan Gregory Berdasarkan Letak M3 Dalam Rahang.13

b. Posisinya berdasarkan jarak antara molar kedua rahang bawah dan batas
anterior ramus mandibula dengan cara membandingkan lebar mesio-distal
molar ketiga dengan jarak antara bagian distal molar kedua ke ramus
mandibula :

1. Klas I : jarak antara distal molar dua bawah dengan ramus mandibula cukup
lebar mesiodistal molar tiga bawah

Gambar 4
Klasifikasi Pell dan Gregory Klas I. 1,12

2. Klas II : jarak antara distal molar dua bawah dengan ramus mandibula lebih
kecil dari lebar mesiodistal molar tiga bawah

Gambar 5
Klasifikasi Pell dan Gregory Klas II.1,12

7. Klas III : gigi molar tiga bawah terletak di dalam ramus mandibula

Gambar 6
Klasifikasi Pell dan Gregory Klas III.1,12

Klasifikasi Winter10
Winter mengajukan sebuah klasifikasi impaksi gigi molar ketiga
mandibula berdasarkan hubungan gigi impaksi terhadap panjang aksis gigi
molar kedua mandibula. Winter juga mengklasifikasikan posisi impaksi yang
berbeda

seperti

impaksi

vertikal,

horizontal,

inverted,

mesioangular,

distoangular, bukoangular dan linguoangular. Dalam penelitian mereka, angulasi


dideterminasikan menggunakan sudut yang dibentuk antara pertemuan panjang
aksis gigi molar kedua dan ketiga.
Teori didasarkan pada inklinasi impaksi gigi molar ketiga terhadap
panjang axis gigi molar kedua.

Gambar 7

Klasifikasi impaksi molar ketiga rahang bawah menurut Archer dan Kruger (1
mesioangular, 2 distoangular, 3 vertikal, 4 horizontal, 5 buccoangular, 6 linguoangular,
7 inverted)12

a. Mesioangular: Gigi impaksi mengarah ke mesial.


b. Distoangular: Axis panjang molar ketiga mengarah ke distal atau ke
posterior menjauhi molar kedua.
c. Horisontal : axis panjang gigi impaksi horizontal.
d. Vertikal: Axis panjang gigi impaksi berada pada arah yang sama
dengan axis panjang gigi molar kedua.
e. Bukal atau lingual: Sebagai kombinasi impaksi yang dideskripsikan di atas,
gigi juga dapat mengalami impaksi secara bukal atau secara lingual.
f. Transversal: Gigi secara utuh mengalami impaksi pada arah bukolingual.
g. Signifikansi : tiap inklinasi memiliki arah pencabutan gigi secara definitif.
Sebagai contoh, impaksi mesioangular sangat mudah untuk dicabut dan
impaksi distoangular merupakan posisi gigi yang paling sulit untuk dicabut.
F. Klasifikasi Impaksi molar tiga rahang atas
1. Kedalaman relatif M3 atas impaksi di dalam tulang:
Kelas A = bagian terendah dari mahkota gigi molar ketiga impaksi berada

pada garis dataran oklusal M2 atas.


Kelas B = bagian terendah mahkota gigi M3 atas yang impaksi terletak

antara dataran oklusal dan garis servical M2 atas.


Kelas C = bagian terandah M3 maksila impaksi terletyak pada atau diatas
garis servical M2 atas.

Gambar 8. Klasifikasi M3 atas yang impaksi


berdasarkan kedalamnya terhadap M2 atas,
menurut Archer (1975)

2. Klasifikasi yang didasarkan pada perbandingan sumbu aksis M3 atas dengan


sumbu aksis M2 atas yang mengalami impaksi:

Mesioangular, distoangular, vertical, horizontal, buccoangular, linguoangular,


inverted.
3.

Klasifikasi
didasarkan
rongten

pada

gigi yang dilakukan


dengan melihat
hubungan impaksi M3
atas dengan

sinus maksilaris:
Sinus Approximation = antara gigi yang impaksi dengan sinus maksilaris

tidak ada batasnya, bauk tulang atau bahan pemisah.


Non sinus approximation = antara gigi impaksi dengan sinus maksilaris

Gambar 11. Klasifikasi M3 atas yang impaksi


berdasarkan angulasinya terhadap M2 atas,

berjarak 2mm atau lebih.

Gambar 9. Klasifikasi M3 atas yang impaksi


berdasarkan hubungannya dengan sinus.

G. Gigi Kaninus (C) Rahang atas dan bawah


Klasifikasi Gigi Kaninus Rahang Atas Menurut acher

Klas I : Gigi berada di palatum dengan posisi horizontal, vertikal atau semi
vertical.

Klas II : Gigi berada dibukal, dengan posisi horizontal, vertikal atau semi
vertical.

Klas III : Gigi dengan posisi melintang, korona dipalatinal, akarnya melalui
atau berada diantara akar-akar gigi tetangga da apeks berada disebelah labial
atau bukal dirahang atas atau sebaliknya.

Klas IV : Gigi berada vertikal di prosessus alveolaris diantara gigi insisivus


dan premolar.

Klas V : Impaksi kaninus berada pada edentolous (rahang yang ompong).

Gigi Kaninus (C) Rahang Bawah

Level A: Mahkota gigi kaninus terpendam berada di servikal line gigi

sebelahnya.
Level B: Mahkota gigi kaninus terpendam berada di antara garis servikal

dan apikal akar gigi disebelahnya


Level C: Mahkota gigi kaninus terpendam berada dibawah apikal akar gigi
sebelahnya.

Gambar 10. Klasifikasi kaninus bawah yang impaksi


berdasarkan kedalamnya.

BAB III
ODONTEKTOMI
A.

Prosedur 9,12,14
Menurut Archer odontektomi adalah pengambilan gigi dengan prosedur bedah
dengan pengangkatan mukoperiosteal flap dan membuang tulang yang ada diatas gigi dan
juga tulang disekitar akar bukal dengan chisel, bur, atau rongeurs. Ada 2 metode / teknik :
1. odontotomi : Pencabutan gigi secara utuh. Teknik ini juga dipakai untuk
gigi dengan akar hiper sementosis
2. odontektomi disertai odontomi : Pencabutan gigi disertai dengan
pemotongan gigi {gigi dipotong menjadi beberapa bagian in separate}
Prinsip dan langkah-langkah untuk menghilangkan gigi impaksi sama dengan
surgical extraction lain. Ada lima teknik pembedahan odontektomi yaitu:
1. Umumnya operasi molar tiga mandibular dilakukan dengan anestesi lokal
dengan bahan anestesi yang bersifat vasokonstriktor untuk mendapatkan
efek anestesi yang cukup lama dan memberikan daerah operasi yang relatif
bebas darah, sehingga tidak menghalangi pandangan saat pembedahan
dilakukan. Untuk molar tiga madibula dilakukan injeksi blok pada nevus
alveolaris inferior dan nevus bukalis.
2. Pembuatan flap yang biasa di lakukan dalam odontektomi adalah flap
triangular yaitu dengan melakukan insisi. Tujuannya agar mendapatkan

lapang pandang yang baik, jalan masuk alat yang cukup, dan trauma
secukup mungkin.
3. Mendapatkan akses yang diperlukan untuk pembuangan tulang mandibula
dengan alat bur dan dibantu dengan irigasi larutan saline agar gigi terlihat
untuk dilakukan pemotongan atau pengangkatan.
4. Melakukan tehnik odontektomi yaitu membelah / membagi gigi dengan bur
agar ekstraksi gigi dapat dilakukan tanpa pembuangan tulang berlebihan.
Dibagi menjadi empat tipe yaitu:
a. Impaksi mesioangular
b. Impaksi horizontal
c. Impaksi Vertikal
d. Impaksi Distoangular
5. Pembersihan daerah kerja dengan menggunakan larutan Nacl dan betadine,
socket di spooling dengan penggunaan dua macam campuran ini, kemudian
lakukan penghalusan tulang dengan bone file supaya tidak ada tulang yang
tajam, sesudah itu lakukan spooling kembali untuk memastikan socket telah
bersih secara sempurna, berikan medikasi berupa spongostan pada lubang
socketnya dengan tujuan menghentikan perdarahan.
6. Kemudian evaluasi minggu depannya
Alat-alat dan bahan yang digunakan dalam melakukan prosedur odontektomi:
1. Alat standart : kaca mulut, sonde, eskavator, pinset anatomis.
2. Alat anestesi : disposable syring 2,5 ml
3. Alat pembuatan flap: handle scalpel, rasparatorium.
4. Alat untuk menghilangkan tulang : contra high speed, diamond bur gigi
bentuk long shank bur, diamond bur bentuk ulir.
5. Alat pengungkit : bein lurus, bein bengkok, cryer.
6. Alat pencabutan: tang mahkota dan tang sisa akar rahang atas dan bawah,
serta tang trismus.
7. Alat penjahitan: needle holder, needle cutting, gunting dan pinset cirrurgis
8. Alat lain : neirbeken, cheek retractor, knauble tang, water syringe, tempat
alkohol, kain penutup wajah, bone file, kuret, duck clamp, petridish, suction,
B.

cutton roll, deppen glass dan arteri clamp.


Pembuatan Flap 7,10,14,15
Dalam bidang kedokteran gigi sering dilakukan tindakan pembedahan, misalnya
bedah preprostetik, operasi periodontal, pencabutan gigi, odontektomi, dan perawatan

di bidang endodonsia yang memerlukan perawatan prosedur bedah. Pada dasarnya


setiap prosedur bedah selalu melibatkan proses insisi untuk pembuatan flap. Flap
merupakan suatu bagian mukosa yang secara bedah dipisahkan dari jaringan di
bawahnya. Tindakan ini dilakukan untuk mendapatkan jalan masuk ke struktur di
bawahnya (biasanya pada tulang atau gigi) atau untuk prosedur koreksi, untuk
mencapai daerah patologis, merawat luka, atau untuk memperbaiki kerusakan jaringan.
Berdasarkan klasifikasi flap ada tiga parameter penting untuk mempermudah
aplikasi klinisnya yaitu

lokasinya, komposisi jaringannya, dan desain/bentuknya.

Sebagian besar flap yang dibuat untuk tujuan bedah mulut adalah dibagian bukal,
karena rute ini yang langsung dan tidak rumit untuk mencapai gigi yang terpendam/
fragmen ujung akar. Rute ini memberikan visualisasi yang baik dan jalan masuknya
alat lebih mudah.
Berdasarkan komponen jaringan yang membentuknya atau ketebalannya, flap
dibagi menjadi 2 (dua) yaitu full thickness flap (berketebalan penuh) atau flap
mukoperiosteal yang mengikut sertakan mukosa dan periosteum dan partial thickness
flap (berketebalan sebagian) atau flap mukosa yang hanya menyertakan mukosa saja
sedangkan periosteum tetap ditempatnya.
Flap mukoperiosteal terbentuk atas gingiva, mukosa, submukosa, dan
periosteum. Flap ini dibentuk dengan cara memisahkan jaringan lunak dari tulang
dengan pemotongan tumpul. Flap mukosa terdiri atas gingiva, mukosa, atau
submukosa, tetapi tidak termasuk periosteum. Flap ini dibuat dengan insisi tajam
sampai ke dekat tulang alveolar, tetapi periosteum dan jaringan ikat tetap dibiarkan
melekat ke tulang dan menutupi tulang.
Ada beberapa prinsip yang mendasari desain flap mukoperiostal, yaitu: 10
1. Menyediakan ruang yang cukup bagi daerah yang akan di operasi
2. Dasar flap harus lebar sehingga jaringan lunak mendapatkan suplai darah
yang cukup setelah penutupan luka
3. Untuk menghindari pendarahan, full thickness mukoperiosteal flap harus
ditinggikan

4. Insisi harus didesain sedemikian rupa sehingga flap dapat menutupi tulang
padat
5. Dapat memperbaiki margin pada tulang yang sehat.
6. Insisi seharusnya tidak merusak struktur anatomi yang penting
Pada dasarnya desain flap untuk operasi gigi molar tiga dibagi menjadi dua
kategori :11
a. Flap envelope 4,6,7,11,16
Insisi yang bisa diandalkan untuk pembedahan impaksi molar tiga
bawah adalah flap envelope. Teknik ini biasanya dilakukan dengan
membuat insisi horizontal pada tepi gingiva. Flap dibuat memanjang dari
papilla mesial molar pertama rahang bawah dan mengelilingi sekitar leher
gigi ke sudut garis distobukal dari molar kedua. Kemudian garis insisi
memanjang ke posterior dan lateral sampai ke perbatasan anterior ramus
mandibular. Flap envelope seringkali digunakan untuk membuka jaringan
lunak mandibular dalam pencabutan gigi impaksi molar tiga, perluasan
insisi posterior harus divergen kearah lateral untuk menghindari cedera
pada saraf lingual. Insisi envelope dibuka kearah lateral sehingga tulang yg
menutupi gigi impaksi terbuka. Keuntungan flap ini adalah kerusakan
minimal dari suplai vaskular pada jaringan flap, penutupan dan proses
penyembuhan luka lebih cepat dan baik. Akses bedah yang terbatas
merupakan kelemahan utama desain flap ini.

Gambar 11. Desain flap envelope 11

Gambar 12. Desain flap envelope

11

b. Flap Triangular 10,11


Flap Triangular (1 vertikal + 1 horisontal). Pada tahun (1940),
Fischer mendeskripsikan suatu flap triangular submarginal dengan satu
insisi horisontal dan satu insisi vertikal. Insisi vertikal diletakkan ke arah
midline dan insisi horisontal berupa suatu insisi kurva sub marginal yang
diletakkan di sepanjang mahkota gigi pada gingiva cekat dengan
mempertahankan gingiva margin.
Flap triangular merupakan bagian dari desain envelope dengan
membebaskan insisi vertikal. Teknik ini biasanya dilakukan dengan
membuat insisi horizontal pada tepi gingiva, kemudian dimodifikasi
seperlunya dengan melakukan insisi serong kearah anterior. Saat flap
jaringan dibuka pada insisi pembebas, akan diperoleh lapang pandang yang
lebih luas, terutama pada aspek apikal daerah pembedahan dapat dilihat
pada gambar 12.
Flap triangular modern terdiri dari satu insisi intra sulkular
horisontal dan satu insisi bebas (vertical releasing incision). Flap triangular
menunjukkan kasus di mana gigi yang terkena dampak tertanam dalam
tulang dan membutuhkan pengangkatan tulang yang luas.
Flap ini memiliki dua keuntungan utama. Membuat insisi yang
longgar yaitu berupa suatu insisi pendek pada gingiva cekat dan margin

yang akan mempermudah operator untuk melebarkan flap dan untuk


mendapatkan akses yang diperlukan. Hal ini juga mengurangi tekanan pada
flap. Flap triangular juga memacu penyembuhan luka yang sangat cepat.
Flap ini terutama diindikasikan untuk gigi-gigi posterior mandibular dan
anterior maksila. Flap ini merupakan flap yang dapat digunakan untuk gigi
posterior mandibular.

Gambar 13. Desain flap triangular 11

Gambar 14..Desain flap triangular 11

Tabel II.2 : Klasifikasi flap rongga mulut

Didasarkan lokasinya
Bukal
Lingual
Palatal
Didasarkan ketebalannya
Full thickness (mukoperiosteal)
Partial thickness (hanya mukosa)
Didasarkan outlinenya

7,11

Envelope
Triangular

Untuk memperoleh jalan masuk ke dalam struktur yang lebih dalam


seperti :
1. Tulang; untuk mencapai jalan masuk ke gigi, mengurangi terjadinya fraktur,
perbaikan kontur
2. Gigi; pencabutan gigi dengan pembedahan, pengambilan ujung akar atau
frakmen akar, bedah periradikular
3. Patologi; dengan melakukan biopsi, kuret, eksisi, enukleasi
4. Prosedur praprostetik; dengan melakukan alveoplasti, pengambilan torus,
vestibuloplasti, implantologi.
5. Prosedur korektif atau rekonstruktif; koreksi/ perbaikan kelainan kongenital
atau dapatan
Persyaratan desain7
1. Suplai darah
a. Basis lebih besar dibanding tepi bebasnya (insisi tambahan harus
serong).
b. Mempertahankan suplai darah (insisi sejajar dengan pembuluh darah
untuk memberikan vaskularisasi).
c. Hindari retraksi flap yang terlalu lama. Hindari ketegangan, jahitan
berlebih atau keduanya.
2. Persarafan
Desain diusahakan menghindari saraf yang terletak didalam (terutama
nervus mentalis)

3. Pendukung
Tempatkan tepi sedemikian rupa sehingga terletak diatas tulang (paling
tidak 3-4 mm dari tepi tulang yang rusak)
4. Ukuran
Ukurannya sebaiknya lebih besar dari gigi impaksi dan jangan terlalu
kecil
Jangan diperluas berlebihan
5. Ketebalan
Untuk flap mukoperiosteal, periosteum diambil secara menyeluruh

jangan sampai terkoyak


Pada waktu mengangkat flap, jangan sampai sobek

C. Penjahitan
Simple interrupted suture
Simple interrupted suture merupakan teknik penjahitan yang paling sering
dipakai. Jahitan dilakukan satu persatu. Jarak dari setiap jahitan dengan garis insisi
dapat bervariasi berdasarkan kebutuhan. Jahitan ini memiliki kekuatan yang baik.
Keuntungan

Pemilihan ujung penjahitan dapat dilakukan.


Kegagalan satu jahitan tidak mempengaruhi jahitan lainnya.

Kerugian

Dapat menghasilkan bekas jahitan setelah edema pasca pembedahan.


Karena jumlah simpul bertambah, kekuatan benang jahit dapat berkurang

sebanyak 50%
D. Komplikasi Pra Bedah dan Pasca Bedah Gigi Impaksi
1. . Komplikasi intra operatif
Perdarahan

Perdarahan merupakan komplikasi selama pembedahan yang umumnya terjadi


hal ini di karenakan pemutusan jaringan yang di ikuti oleh putusnya pembuluh
darah.

Cedera jaringan lunak


Cedera jaringan lunak meliputi abrasi, luka terbakar, sobeknya mukosa. Luka
abrasi data disebabkan karena terkena bor selama tindakan operatif. Luka
terbakar terjadi akubat instrument yang baru dikeluarkan dari alat sterilitator
yang masih panas kemudian digunakan didalam mulut. Sobeknya mukosa
dapat disebabkan karena kecerobohan dalam menggunakan instrument, elevasi

flap yang tidak benar, dan tekanan yang berlebihan


Fraktur
Fraktur bias mengenai akar gigi, gigi tetangga atau gigi antagonis, restorasi,
prosesus alveolaris dan kadang-kadang mandibula. Etiologi fraktur adalah
adanya tekanan yang berlebih atau tidak terkontrol atau keduanya. Fraktur
pada gigi antagonis dapat disebabkan karena pada waktu mencabut gigi tang

berkontak gigi antagonis atau tetangganya.


Menelan atau aspirasi gigi, fragmen gigi, restorasi, dan mahkota
Disebabkan karena kecerobohan operator dalam memegang instrument dan

aplikasi teknik yang kurang tepat.


Dislokasi kondilus
Penyebab terjadinya dislokasi kondilus adalah tekanan kebawah yang berlebih

dan kurangnya fiksasi rahang.


Cedera saraf
Saraf yang memungkinkan terjadinya cedera selama pencabutan dan
pembedahan gigi molar ketiga rahang bawah adalah divisi ketiga nervus
trigeminus yaitu, alveolaris inferior, nervus lingualis, nervus bukalis. Cedera
saraf akan menyebabkan beberapa risiko antara lain:

Anestesi atau hipestesi: sensasi yang menurun


atau hilang secara perlahan

Distesi: sensasi abnormal yang tidak nyaman


terhadap stimulus normal. Misalnya sensasi terbakar pada

rangsangan sederhana
Parastesi: sensasi subjektif seperti kebakar,

kesemutan, tertusuk, mati rasa parsial dan lain-lain.


2. Komplikasi pasca operatif10

Oeteitis alveolar (dry socket)


Oeteitis alveolar atau dry socket adalah salah satu komplikasi bedah yang sering
terjadi. Hal ini disebabkan karena tidak terbentuknya bekuan darah atau
terlepasnya bekuan darah pada soket sehingga terjadi infeksi. Aplikasi
chlorexidine gel setelah dilakukannya pencabutan atau pembedahan gigi molar
ketiga mengurangi terjadinya dry socket.

Infeksi
Infeksi setelah pencabutan gigi biasanya disebabkan karena jarum dan larutan
anestesi yang terkontaminasi, dan asespsis yang tidak memadai.
Perdarahan
Pedarahan sering terjadi setelah pencabutan atau pembedahan gigi. Perdarahan
dapat disebabkan karena pasien memiliki kelainan sistemik, infeksi lokal,
terputusnya pembuluh darah besar, dan lain-lain

BAB IV
KESIMPULAN
Gigi impaksi adalah gigi yang tidak erupsi atau erupsi hanya sebagian oleh karena
proses erupsi normalnya terhalang, biasanya oleh gigi di dekatnya, tulang atau jaringan
sekitar yang patologis. Etiologi Gigi Impaksi disebabkan oleh karena faktor lokal dan
sistemik. Molar 3 rahang bawah yang impaksi di klasifikasikan berdasarkan:

Hubungan radiografis terhadap molar kedua.


Kedalamannya dalam rahang.
Panjang lengkung/atau kedekatannya dengan ramus ascendens.

Klasifikasi Impaksi molar tiga rahang atas, dikelompokkan berdasarkan: Kedalaman


relatif M3 atas impaksi di dalam tulang. Klasifikasi yang didasarkan pada perbandingan
sumbu aksis M3 atas dengan sumbu aksis M2 atas yang mengalami impaksi, dan Klasifikasi
didasarkan pada rongten gigi yang dilakukan dengan melihat hubungan impaksi M3 atas
dengan sinus maksilaris. Gigi Kaninus (C) Rahang atas, diklasifikasikan menurut: Acher, dan
gigi kaninus (C) rahang bawah diklasifikasikan berdasarkan gigi yang ada di sebelahnya.
Odontektomi adalah pengambilan gigi dengan prosedur bedah dengan pengangkatan
mukoperiosteal flap dan membuang tulang yang ada diatas gigi dan juga tulang disekitar akar
bukal dengan bur, atau rongeurs. Tindakan odontektomi ini dapat menimbulkan komplikasi
baik pra bedah dan pasca bedah. Maka perlu dilakukan tindakan odontektomi dengan hatihati.

Anda mungkin juga menyukai