Anda di halaman 1dari 7

lOMoARcPSD|20041964

LAPORAN PENDAHULUAN
IMPAKSI DIRUANGAN OK
RSUD LABUANG BAJI MAKASSAR

SHOFIYA EKA FEBRIANTI


14220200012

CI Lahan CI Institusi

(___________________) (____________________)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2022
lOMoARcPSD|20041964

LAPORAN PENDAHULUAN IMPAKSI

A. Definisi Gigi Impaksi


Gigi impaksi adalah gigi yang erupsinya terhalang oleh gigi tetangga, tulang sekitar,
jaringan patologis dan gigi yang posisinya tidak sesuai dengan lengkung rahang. Gigi
permanen manusia yang paling sering mengalami impaksi adalah gigi molar ketiga bawah,
lalu gigi molar ketiga atas selanjutnya gigi caninus atas.Archer menulis bahwa frekwensi
impaksi gigi molar ketiga atas yang terbanyak dibandingkan dengan molar ketiga
bawah (Kresnanda, 2018).Frekwensinya berturut-turut gigi molar ketiga bawah, gigi
molar ketiga atas, gigi caninus atas, gigi premolar bawah, gigi caninus bawah, gigi
premolar atas, gigi incisivus atas atau bawah (Rusli, 2017)
Pengertian gigi impaksi bermacam-macam tetapi artinya hampir sama. Pada
prinsipnya gigi impaksi adalah gigi yang tidak dapat erupsi seluruhnya atau
sebagiankarena tertutup oleh tulang atau jaringan lunak atau keduanya. Semua jenis gigi
dapat memiliki kemungkinan untuk tidak dapat tumbuh. Tersering adalah gigi molar
ketiga rahang bawah dan rahang atas, gigi kaninus dan gigi premolar. Pada umumnya
gigi molar ketiga akan tumbuh menembus gusi pada awal usia 18-20 tahun karena 28
gigi permanen lainnya sudah tumbuh keseluruhannya, sehingga gigi molar ketiga sering
sekali tidak memperoleh cukup tempat untuk tumbuh karena tertahan oleh gigi
molar kedua didepannya. Sehingga gigi molar ketiga akan tumbuh sebagian atau
salah arah. Keadaan semacam ini dikenal dengan sebutan gigi tertanam atau gigi
impaksi (Coen 2018)

B. Etiologi
1. Penyebab lokal:
a. Posisi yang tidak teratur dari gigi-geligi dalam lengkung rahang.
b. Densitas (kepadatan) tulang di atas dan sekitarnya.
c. Keradangan yang menahun dan terus menerus sehingga dapat menyebabkan
bertambahnya jaringan mukosa di sekitarnya.
d. Tanggalnya gigi sulung yang terlalu cepat, ini mengakibatkan hilang atau
berkurangnya tempat untuk gigi permanen penggantinya.

2. Penyebab sistemik:
lOMoARcPSD|20041964

a. Herediter : Dimana rahangnya sempit sedangkan gigi geliginya besar.


b. Miscegenation (percampuran ras) : Misalnya, perkawinan campuran dari
satu ras yang mempunyai gen dominan
c. gigi besar dan ras lainnya dominan pada rahang yang kecil atau sempit.
3. Penyebab postnatal:
Semua keadaan-keadaan yang dapat mengganggu pertumbuhan anak, misalnya
penyakit: ricketsia, anemia, syphilis, TBC, gangguan kelenjar endokrin, malnutrisi.
Keadaan yang jarang ditemukan:
a. Cleidoncranial disostosis Keadaan kongenital yang jarang ditemukan, dimana
terlihat cacat ossifikasi dari tulang tengkorak, hilangnya sebagian atau
seluruhnya tulang clavicula, terlambatnya exfoliasi gigi sulung, gigi permanen
tidak erupsi dan terdapat rudimenter supernumerary teeth.
b. Oxycephali Suatu keadaan dimana terlihat kepala yang meruncing seperti
kerucut. Pada keadaan ini terdapat gangguan pada tulang-tulang kepala
c. Progeria Bentuk tubuh yang kekanak-kanakan ditandai dengan perawakan
kecil, tidak adanya rambut pubis, kulit berkerut, rambut berwarna keabu-
abuan tetapi wajah, sikap serta tingkah lakunya seperti orang tua

C. Klasifikasi
Klassifikasi menurut PELL & GREGORY Berdasarkan hubungan letak gigi molar
ketiga bawah terhadap ramus mandibula dan distal molar kedua bawah :
Kelas I :
Dimana terdapat ruangan yang cukup untuk ukuran mesiodistal mahkota gigi
molar ketiga bawah antara ramus mandibula dan permukaan distal gigi molar kedua
bawah.
Kelas II :
Ruangan antara permukaan distal gigi molar kedua bawah dan ramus mandibula lebih kecil
dari ukuran mesiodistal mahkota gigi molar ketiga bawah.
Kelas III:
Semua gigi molar ketiga bawah terletak dalam ramus mandibula.Berdasarkan hubungan
dengan dalamnya posisi gigi molar ketiga dalam tulang rahang.
lOMoARcPSD|20041964

osisi A :
Bagian tertinggi dari gigi molar ketiga terletak di atas atau pada batas garis oklusal gigi
rahang bawah.
Posisi B :
Bagian tertinggi dari gigi molar ketiga terletak di bawah garis oklusal, tetapi masih di
atas garis servikal dari gigi molar kedua.
Posisi C :
Bagian tertinggi dari gigi molar ketiga terletak di bawah garis servikal dari molar kedua.

D. Pemeriksaan Diagnosa
Impaksi dapat diperkirakan secara klinis apabila gigi antagonisnya sudah erupsi dan
hampir bisa dipastikan apabila gigi yang terletak pada sisi yang lainnya erupsi. Pada
kasus tertentu, gigi impaksi tidak dapat terlihat secara klinis tetapi dapat menyebabkan
gangguan pada daerah rongga mulut seperti rasa sakit, resorbsi gigi yang berdekatan
dan abses (Bianto, 2019).
Dental radiogram ini mernegang peranan yang pentjng dalam menegakkan
diagnosis yang secara klinis tidak terlihat, merencanakan perawatan dan
mengevaluasi hasil perawatan. Untuk menunjang ini, diperlukan radiogram yang dibuat
dengan teknik yang tepat (Kresnanda, 2018)

E. Penatalaksanaan
Pertumbuhan rahang yang kurang sempurna atau ketidak seimbangan antara besarnya
gigi dan besarnya rahang. Keadaan ini dapat menyebabkan maloklusi, sebab
gigi molar ketiga adalah gigi terakhir bererupsi dan tidakmendapatkan ruangan yang
cukup pada lengkung rahang, pengeluaran gigi molar ketiga hampir selalu
diindikasikan sebelum perawatan orthodonti untuk merawat maloklusi oleh karena letak gigi
yang berdesakan.Erupsi sebagian atau impaksi, Erupsi yang tertahan juga merupakan
prophylactic gigi molar ketiga, utamanya bila operkulum di atas mahkota gigi selalu terkena
trauma dan adanya hypertrophy gingival. ( Bianto, 2019)
Menurut Pederson (1996) ada 6 tahap untuk pencabutan gigi molar ketiga rahang bawah
impaksi, yaitu (Paramaputri, 2018) :
lOMoARcPSD|20041964

1. Sedasi,persyaratan pertama untuk keberhasilan pembedahan gigi impaksi adalah


pasien yang rileks dan anastesi lokal yang efektif atau pasien yang teranastesi dengan
baik. Pemberian sedatif oral tertentu pada sore hari sebelum dan satu jam
sebelum pembedahan merupakan teknik yang bisa diterima. Sering kali anastesi
umum merupakan pilihan yang cocok untuk pembedahan impaksi.
2. Desain flap,ada pendapat bahwa persyaratan kedua untuk pembedahan
impaksi adalah flap yang didisain dengan baik dan ukurannya cukup. Flap
mandibula yang sering digunakan adalah envelope tanpa insisi tambahan,
direfleksikan dari leher molar pertama dan molar kedua tetapi dengan perluasan distal
kearah lateral atau bukal kedalam region molar ketiga. Aspek lingual mandibula
dihindari untuk mencegahcedera pada nervous lingualis. Flap serupa digunakan pada
lengkung rahang atas, tetapi diletakkan diatas tuberositas sedangkan perluasan
distalnya tetap ke lateral atau bukal. Jalan masuk menuju molar ketiga impaksi yang
dalam pada kedua lengkung rahang sering diperoleh dengan insisi serong tambahan
ke anterior.
3. Pengambilan tulang,pengambilan tulang mandibula terutama dilakukan dengan bur
dan dibantu dengan irigasi saluran saline. Teknik yang bisa digunakan adalah
membuat parit sepanjang bukal dan distal mahkota dengan maksud melindungi crista
oblique externa namun tetap bisa mendapatkan jalan masuk yang cukup kepermukaan
akar yang akan dipotong.
4. Pemotongan yang terencana, gigi yang impaksi biasanya dipotong-potong. Kepadatan
dan sifat tulang mandibula menjadikan pemotongan terencana pada kebanyakan
gigi impaksi menjadi sangat penting apabila ingin diperoleh arah pengeluaran
yang tidak terhalang. Tindakan ini harus dilakukan secara hati-hati untuk
menghindari fraktur dinding alveolar lingual atau tertembusnya bagian tersebut
dengan bur karena ada kemungkinan terjadi cedera nervous lingualis. Dasar
pemikiran dari pemotongan adalah menciptakan ruang yang bisa digunakan
untuk mengungkit dan mengeluarkan segmen mahkota atau sisa akar.
5. Tindakan sesudah pencabutan gigi,sesudah gigi impaksi berhasil dikeluarkan dengan
baik, sisa-sisa folikel dibersihkan seluruhnya. Kegagalan melakukan hal ini bisa
mengakibatkan penyembuhan yang lama atau perkembangan patologis dari sisa
lOMoARcPSD|20041964

epitel odontogenik. Setelah folikel dibersihkan, alveolus diirigasi dengan saline dan
diperiksa dengan teliti. Yang penting bekenaan dengan impaksi gigi bawah adalah
kondisi bundel neurovascular alveolaris inferior yang sering terjadi pada kedalaman
alveolus. Semua potongan gigi dan serpihan tulang juga serpihan periosteu
dan mukosa harus dihilangkan. Tepi-tepi tulang harus dihaluskan dengan bur dan
kikir tulang. Penjahitan dilakukan terutama untuk menstabilkan jaringan terhadap
processus alveolaris dan terhadap aspek distobukal molar kedua didekatnya. Foto sinar-
X dibuat sesudah operasi selesai untuk kasus-kasus yang sulit dimana ada kemungkinan
terjadi fraktur mandibula atau cedera struktur sekitarnya.
6. Intruksi pasca bedah,tekankan perlunya meminum obat analgesik sebelum rasa
sakit timbul, seperti juga aplikasi dingin untuk mengontrol pembengkakan. Obat-
obat pengontrol rasa sakit sesudah pembedahan biasanya lebih potent daripada yang
diresepkan sesudah pencabutan dengan tang. Puncak rasa sakit sesudah pembedahan
impaksi adalah selama kembalinya sensasi daerah operasi sedangkan pembengkakan
maksimal biasanya terjadi 24 jam pasca pencabutan.
7. Tindak lanjut,kontrol dilakukan pada saat melepas jahitan, biasanya hari keempat atau
kelima sesudah operasi pada kunjungan ini daerah operasi diperiksa dengan teliti yaitu
mengenai penutupan mukosa dan keberadaan beku darah.

F. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d. agen cedera biologi
2. Kebutuhan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh b.d.kesulitan mengunyah
makanan
3. Gangguan harga diri b.d. stigma berkenaan dengan kondisi
4. Kurang pengetahuan b.d kurang terpaparinformasi mengenai penyakit Resiko
infeksi b.d trauma pada kulit
lOMoARcPSD|20041964

DAFTAR PUSTAKA

Ruslin, M. 2018. Ondontektomi : Penatalaksanaan Gigi Impaksi Departemen Bedah Mulut dan
Maksilofasial, Fakultas Kedokteran Gigi,Universitas Hasanuddin : PT GAKKEN

Mansjoer, Arif dkk. 2017. Kapita Selekta Kedokteran. (fk). Media Aesculapius.

Nurarif, Huda. 2017. Asuhan Keperawatan Praktis berdasarkan penerapan diagnosa Nanda,
NIC, NOC dalam berbagai kasus. Yogyakarta : Mediaction

Prawirohardjo Sarwono. 2019. Ilmu Kandungan Yayasan Bina Pustaka. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.

Wilkinson Judith M. 2017. Diagnosis Keperawatan NIC dan NOC. Jakarta. EGC.

Yonika, Austin. 2019. Asuhan Keperawatan Pada Ny. R Dengan Gangguan


Sistem Reproduksi: Mioma Uteri Di Bangsal Dahlia Rsud Pandan Arang
Boyolali. Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta

Anda mungkin juga menyukai