Anda di halaman 1dari 27

DENTAL SIDE TEACHING

RESTORASI RESIN KOMPOSIT KAVITAS KELAS IV DENGAN


DIAGNOSIS PULPITIS REVERSIBLE GIGI 11

Oleh :
Anisa Raudhatul Husna
2141412060

Pembimbing :
drg. Nova Elvira, Sp. KG

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS ANDALAS
2022
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Traumatic Dental Injuries dan Fraktur Gigi

Traumatic Dental Injuries (TDI) merupakan cedera serius dan kompleks dari

sistem dento-alveolar. Cedera ini dapat terjadi pada jaringan keras maupun

jaringan lunak pada rongga dan sekitaran mulut. TDI sebagian besar terjadi pada

usia muda serta melibatkan gigi anterior. TDI dapat menyebabkan masalah

estetika, psikologis dan sosial dengan mempengaruhi penampilan dan bicara

pasien. Trauma yang melibatkan regio dento-alveolar ini juga dapat

mengakibatkan fraktur dan perpindahan gigi, remuk, dan/atau patah tulang, dan

cedera jaringan lunak termasuk memar, abrasi, dan laserasi. World Health

Organization (WHO) mengklasifikasikan TDI terdiri dari cedera jaringan keras

gigi dan pulpa, cedera jaringan periodontal, cedera tulang pendukung, serta cedera

gingiva atau mukosa oral.

Fraktur gigi terdiri dari fraktur mahkota dan fraktur akargigi. Fraktur Mahkota

terkadang tanpa rasa sakit dan tidak berdarah, namun terkadang dapat

menyebabkan nekrosis pulpa dan/atau infeksi, yang mengancam integritas gigi

serta perdarahan. Fraktur yang terjadi pada akar akibat trauma diklasifikasikan

berdasarkan lokalisasinya terdiri dari sepertiga mahkota, medium dan apikal.

Menurut garis fraktur, fraktur akar diklasifikasikan sebagai horizontal, oblique,

vertikal dan horizontal/oblique. Penyembuhan fraktur akar dipengaruhi oleh

lokasi fraktur, jenis, perkembangan akar dan jarak antar fragmen fraktur.
1.1.1 Etiologi Fraktur Gigi

Fraktur gigi disebabkan oleh benturan yang cukup untuk menghasilkan

cedera. WHO menyatakan dalam dokumen Dictionary for Minimum Data

Sets on Injuries fraktur gigi disebabkan oleh jatuh, tabrakan, aktivitas fisik

rekreasi, kecelakaan lalu lintas, bermain kasar dengan orang lain, kekerasan,

penggunaan gigi yang tidak tepat dan menggigit benda keras. Keterlibatan

manusia dalam terjadinya peristiwa fraktur gigi disebut intent yang terdiri

dari; tidak disengaja, disengaja (peristiwa melukai diri sendiri dan peristiwa

kekerasan) dan iatrogenik (malpraktek dokter).

Setengah kasus fraktur gigi di dunia disebabkan oleh jatuh, baik

dikalangan anak-anak hingga dewasa. Kegiatan rekreasi fisik terutama

bersepeda dan skateboard adalah penyebab fraktur gigi kedua yang paling

sering di kalangan remaja dan dewasa muda mewakili 20% dari semua

peristiwa traumatis. Tabrakan terhadap benda dan orang menempati urutan

kedua di antara anak-anak, mewakili 15% dari semua peristiwa traumatis.

Olahraga dan bermain juga menyabakan fraktur pada gigi permanen, terhitung

13% dari semua cedera. Serkitar 5% hingga 10% dari semua fraktur gigi di

kalangan remaja dan dewasa muda disebabkan oleh kekerasan, seperti

penyerangan, perkelahian, dan bahkan kekerasan fisik.

1.1.2 Klasifikasi fraktur gigi

WHO mengklasifikasikan cedera jaringan keras gigi dan pulpa terdiri dari

fraktur email, fraktur email (fraktur mahkota tanpa komplikasi), fraktur email-

dentin (fraktur mahkota tanpa komplikasi), fraktur mahkota dengan komplikasi,


fraktur akar mahkota tanpa komplikasi, fraktur akar mahkota dengan komplikasi,

dan fraktur akar.

Gambar 1.1 Cedera Jaringan Keras Gigi dan Pulpa (a. Faktur Email, b.
Fraktur email-dentin, c. Fraktur Mahkota dengan komplikasi, d. Fraktur akar-
mahkota tanpa komplikasi, e. Fraktur akar-mahkota dengan komplikasi, f. Fraktur
akar)

Ellis dan Davey mengklasifikasikan fraktur gigi yang terdiri dari

- Kelas 1: Fraktur mahkota yang melibatkan sedikit atau tanpa dentin

- Kelas 2: Fraktur mahkota melibatkan banyak dentin tanpa menyebabkan

pulpa terbuka

- Kelas 3: Fraktur mahkota yang luas menyebabkan pulpa terbuka

- Kelas 4: Trauma pada gigi menyebabkan gigi nonvital dengan atau tanpa

kehilangan struktur mahkota gigi

- Kelas 5: Trauma pada gigi menyebabkan gigi avulsi

- Kelas 6: Fraktur akar gigi dengan atau tanpa fraktur mahkota gigi

- Kelas 7: Gigi bergeser


- Kelas 8: Mahkota gigi hancur.

- Kelas 9: Trauma pada gigi desidui

Gambar 1.2 Fraktur Ellis dan Davey

1.2 Klasifikasi gv black

G. V. Black mengklasifikasikan lesi karies gigi berdasarkan lokasi pada gigi

permanen. Lesi kelas I terjadi di pit dan fisur pada permukaan fasial, lingual, dan

oklusal gigi molar dan premolar dan jarang terjadi pada gigi anterior maksila.

Gigi anterior maksila yang paling sering terdapat lesi kelas I adalah insisivus

lateral. Lesi kelas II terjadi di permukaan proksimal gigi posterior. Lesi kelas III

terjadi di permukaan proksimal gigi anterior dan tidak melibatkan insisal edge.

Lesi kelas IV terjadi di permukaan proksimal gigi anterior dan melibatkan insisal

edge. Lesi kelas IV juga dapat terjadi pada permukaan proksimal gigi anterior

dengan insisal edge yang masih ada, namun insisal edge harus dihilangkan karena
rapuh, telah terjadi fraktur akibat trauma, atau agar bahan restorasi dapat ditumpat

dengan baik. Lesi kelas V terjadi pada permukaan halus di sisi fasial dan lingual

di sepertiga gigi dari arah gingiva. Lesi kelas V dekat dengan gingiva dan

mungkin melibatkan permukaan sementum atau dentin. Lesi kelas VI berada di

insisal edge gigi anterior atau puncak cusp gigi posterior

Gambar 1.3 Klasifikasi Karies menurut G.V.Black

1.3 Preparasi dan Restorasi Kavitas kelas IV

1.3.1 Preparasi

Preparasi gigi untuk restorasi komposit terdiri dari tiga disain yaitu kovensional,

bevel, dan konservatif (modified).

A. Konvensional

Preparasi kavitas kelas IV terutama diindikasikan pada area yang memiliki

margin pada permukaan akar dan di mana restorasi akan ditempatkan pada high
stress bearing area. Preparasi berbentuk kotak dengan dinding fasial dan lingual

sejajar dengan sumbu panjang gigi. Retensi diperoleh dengan cara dovetail atau alur

yang ditempatkan secara gingival dan insisal pada dinding aksial menggunakan bur

bulat nomor 1/4.

B. Bevel

Pada preparasi kavitas kelas IV Bevel diindikasikan untuk memperkuat retensi.

Kedalaman dinding aksial awal harus dijaga 0,5 mm ke dalam dentin. Bevel

disiapkan pada sudut 45 derajat ke permukaan gigi dengan lebar 0,25 hingga 2 mm,

tergantung pada jumlah retensi yang diperlukan. Semua sudut internal harus

dibulatkan untuk menghindari titik tegangan keberhasilan restorasi kelas IV

tergantung pada pencapaian retensi dari preparasi itu sendiri.

Gambar 1.4 Preparasi Bevel Kavitas Kelas IV


C. Konservatif

Preparasi kelas IV yang konservatif dilakukan pada lesi kelas IV kecil atau

untuk pengobatan defek traumatis kecil. Preparasi untuk preparasi kelas IV harus

dilakukan secara konservatif dengan meminimalkan pengurangan struktur gigi yang

normal.
1.3.2 Resin komposit dan bonding agent

A. Komposit

Komposit merupakan senyawa yang terdiri dari dua bahan yang berbeda dengan

sifat yang baik. Komposit pada dasarnya adalah metakrilat atau akrilat yang

dimodifikasi dengan bahan lain untuk menghasilkan struktur dan sifat yang berbeda

resin komposit terdiri dari komponen-komponen berupa, matriks organik, filler,

coupling agent, initiator, inhibitor, coloring agents, dan ultraviolet absorber. Resin

komposit diklasifikasikan berdasarkan :

Ukuran partikel

 Resin komposit macrofilled/konvensional/tradisional

Jenis resin ini dikembangkan pada awal tahun 1970-an. Raya-rata ukuran partikel

komposit macrofilled berkisar antara 8-12 m. mengandung 60-65% filler dari

beratnya, hal ini menunjukkan bahwa komposit ini memiliki tekstur permukaan yang

kasar sehingga mempercepat perubahan warna, keausan kontak oklusal, dan tingkat

akumulasi plak yang tinggi rentan pada penggunaan komposit ini. Keuntungan dari

menggunakan komposit ini adalah kinerja fisik dan mekaniknya lebih baik dari pada

unfilled acrylic resin.

 Resin komposit partikel kecil

Jenis komposit ini memiliki tekstur permukaan yang lebih halus dari pada

komposit macrofilled. Ukuran partikelnya berkisar antara 1-5 m. ukuran partikel ini

menghasilkan teksture permukaan yanglebih halus sehingga resisten terhadap plak,

debris, dan stain. Resin ini mengandung filler sebanyak 80% dari berat dan 65% dari
volume. Filler yang digunakan berbahan logam berat seperti litium, barium, dan

zirconium, resinnya ini biasanya digunakan untuk restorsi pada stress bearing area

seperti kelas I dan kelas II. Kekurangan dari komposit ini yaitu ketahanan jangka

panjang yang masih diragukan karena resin komposit jenis ini rentan terhadap

hidrolisis.

 Resin komposit microfilled

Resin komposit ini diperkenalkan pada awal 1980 an, ukuran partikelnya berkisar

antara 0,04-0,4 m. mengandung 30-40% filler dari berat. Ukuran partikel yang kecil

menghasilkan tekstur permukaan yang halus dan tahan terhadap plak, namun karena

kandungan filler yang lebih sedikit resin komposit ini memiliki sifat fisik yang rendah

sehingga cendrung patah dan dapat meningkatkan kerusakan marginal. Penggunaan

resin komposit ini diindikasikan untuk restorasi anterior.

Gambar 1.5 Resin Komposit Microfilled

 Resin komposit hybrid

Resin komposit hybrid terdiri dari dua generasi yaitu komposit nanofill

nanohybrid dan komposit microhybrid. Komposit nanofill nanohybrid memiliki

ukuran partikel lebih kecil dari komposit microfill. Penggunaan filler yang kecil dan

pemakaiannya terhadap matriks yang tepat menghasilkan sifat fisik yang setara

dengan resin komposit hybrid asli.


Komposit microhybrid merupakan revolusi dari komposit hybrid tradisional.

Resin komposit ini mengandung 56-66% filler dari jumlah volumenya. Resin ini

memiliki ukuran partikel sebesar 0,4-0,8 m. karena kandungan fillernya lebih besar

maka komposit ini memiliki sifat fisik dan ketahanan aus yang lebih baik dari pada

komposit microfilled.

Gambar 1.6 Resin Komposit Nanofilled dan Microhybrid

Polimerisasinya

 Self cure

Resin komposit yang memiliki two-paste system dengan bantuan benzol peroxide

sebagai initiator dan tertiary amine sebagai activator.

 Light cure

Resin komposit dengan single-paste system dengan camphorquinone sebagai

photoinitiator. Resin komposit jenis ini membutuhkan cahaya dengan panjang

gelombang 468 nm untuk berpolimerisasi.

Viskositasnya

 Resin komposit flowable

Resin komposit ini diperkenalkan pada akhir tahun 1996. Mengandung 60% filler

dari berat dan ukuran partikel sebesar 0,02-0,05 m. jumlah filler yang rendah

menyebabkan penurunan viskositas komposit sehingga komposit ini dapat


disuntikkan ke dalam preparasi yang kecil. Komposit ini memiliki sifat mekanik yang

buruk dari pada komposit konvensional.

Gambar 1.7 Resin Komposit Flowable

 Resin komposit packable

Resin komposit ini adalah jenis komposit yang sudah dipadatkan/dikemas hingga

meningkatkan sifat mekanis dan mempermudah penggunaan. Dasar utama dari

komposit ini adalah Polymer Rigid Inorganic Matrix Material (PRIMM) dimana

komponenya adalah resin dan filler anorganik ceramic yang tergabung dengan

ceramic fibers. Fibers ini terdiri dari aluminium dan silicon dioksida yang menyatu

untuk membentuk jaringan kompartemen kecil yang berkesinambungan. Kandungan

filler nya berkisar 48-65% dari volume dengan ukuran partikel 0,7-20 m.
Gambar 1.8 Resin Komposit Packable

B. Bonding agent

Bonding agent disebut juga sebagai adhesive merupakan bahan yang digunakan

untuk menggabungkan dua zat yang berbeda. Adhesi atau bonding adalah gaya atau

energi antara atom/molekul yang menahan dua zat untuk bergabung. Mekanisme dari

adhesi terdiri dari

 Micromechanical : ikatan yang terjadi karena penetresi satu bahan ke bahan lain

pada tingkat mikroskopis, misalnya penetresi resin dan pembentukan resin tag

dengan struktur gigi.

 Adsorbsi : Ikatan kimia pada komponen organik atau anorganik dari struktur gigi

 Difusi : Pengendapan zat pada permukaan gigi yang dapat mengikat monomer

resin secara mekanis atau kimiawi

 Kombinasi : Suatu zat dapat berikatan dengan kombinasi salah satu cara diatas.
Faktor- Faktor yang mempengaruhi adhesi

 Wetting : Gaya Tarik menarik antara molekul perekat dan perekat yang

tergantung pada dua faktor yaitu kebersihan permukaan dan energi permukaan

yang baik.

 Contact angle : Sudut yang terbentuk antara permukaan tetesan cairan dengan

permukaan yang menempel. Semakin kuat daya tarik menarik antar adhesive dan

adherent maka semakin kecil contact anglenya.

 Surface Energy : Semakin keras permukaanya maka semakin tinggi energi

permukaanya dan semakin baik adhesivenya.

 Surface Contamination : Semakin bersih permukaan semakin baik daya rekatnya.

Klasifikasi adhesive

 Adhesive generasi 1

- Dikembangkan pada tahun 1960 an

- Bonding agent ini mengandalkan daya rekat pada smear layer

- Terdapat dua tahap pengerjaan yaitu etsa enamel dan aplikasi adhesive

- Bonding agent ini tidak direkomendasikan untuk etsa dentin.

- Memiliki kekuatan ikatan yang rendah (2-3 MPa)

 Adhesive generasi 2

- Dikembangkan pada tahun 1970-an

- Tidak direkomendasikan untuk etsa dentin

- Kekuatan Ikatan Rendah (4–6MPa)


- Mengandalkan adhesive pada smear layer tetapi beberapa di antaranya

bekerja dengan agen pembersih ringan

- Terdapat dua tahap pengerjaan ; etsa enamel + aplikasi dari adhesive

 Adhesive generasi 3

- Menerapkan konsep conditioning dan priming sebelum aplikasi bonding

agent

- melibatan penghapusan atau modifikasi lapisan smear layer

- Tiga langkah aplikasi, yaitu Etching enamel + Aplikasi primer + Agen

adhesive

- Kekuatan ikatan tinggi dan kebocoran mikro berkurang.

 Adhesive generasi 4

- Dikembangkan pada awal 1990-an

- Berdasarkan teknik etsa total dan konsep ikatan lembab

- Berdasarkan konsep untuk fibrilasi dan pembentukan lapisan hibrida

- Aplikasi tiga langkah, yaitu Totalching + Aplikasi primer + Aplikasi agen

pengikat

- Kekuatan ikatan tinggi.

 Adhesive generasi 5

- Dikembangkan pada pertengahan 1990-an.

- Menggunakan teknik dua langkah, yaitu Total etsa + Aplikasi primer dan

agen pengikat.

- Primer + Bonding agent tersedia dalam satu botol.


- Kekuatan ikatan yang tinggi.

- Mudah digunakan.

- Berkurangnya sensitivitas pasca operasi.

 Adhesive generasi 6

- Dikembangkan pada awal 2000-an.

- Etchant + Primer + Bonding agent tersedia dalam satu botol.

- Menggunakan self eatch primer

- Kekuatan ikatan lebih rendah dari ikatan generasi keempat dan kelima

- Berkurangnya sensitivitas pasca operasi.

 Adhesive generasi 7

- Dikembangkan pada akhir 2000-an

- Semua dalam satu konsep, yaitu komponen tersedia sebagai komponen

tunggal

- Menggunakan self etch primer

- Kekuatan ikatan yang baik

- Tidak ada sensitivitas pasca operasi.

Gambar 1.9 klasifikasi adhesive Generasi 4,5,6, dan 7


BAB II
TELAAH KASUS

SKENARIO
Seorang pasien laki-laki berusia 30 tahun datang ke RSGMP UNAND
mengeluhkan gigi depan atas patah dan mengenai hampir 1/3 mahkota karena terjatuh
saat bermain basket 3 minggu yang lalu. Gigi tidak terasa sakit dan tidak terdapat
pembengkakan di sekitar gusi. Gigi terasa ngilu saat makan makanan manis dan
dingin. Pasien terakhir kali ke dokter gigi 3 tahun yang lalu untuk penambalan gigi
geraham bawah karena berlubang. Pasien menyikat gigi satu kali sehari saat mandi di
pagi hari. Pasien tidak menggunakan benang gigi dan obat kumur. Pasien tidak
memiliki alergi obat dan tidak pernah dirawat di rumah sakit. Pasien tidak sedang
mengonsumsi obat-obatan. Pasien mengaku tidak memiliki riwayat penyakit sistemik.
Pasien mengakui keluarganya tidak ada yang memiliki riwayat penyakit sistemik.
pasien merupakan seorang atlet basket, perokok aktif satu bungkus sehari, suka
begadang, meminum kopi setiap pagi, meminum air 8 gelas sehari, pada malam hari
mengonsumsi buah, pasien tidak suka makan sayur, dan pasien tidak meminum
alkohol.
Pemeriksaan ekstra oral menunjukan wajah pasien simetris, tidak ada
pembengkakan pada leher. Pemeriksaan intra oral menunjukan gigi 11 fraktur elis
kelas 2, vitalitas +, perkusi -, palpasi -, mobilitas normal, OHI sedang. Pada
pemeriksaan penunjang radiografi ditemukan fraktur mengenai email hingga dentin.

2.1 Data Pasien

Nama Pasien : Ade


Tempat/tgl lahir : Padang / 15 Mei 1992
Jenis Kelamin : Laki - laki
Alamat : Jl Moh Hatta No 23
Golongan darah :A
Agama : Islam
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Atlet Basket
2.2 Pemeriksaan Subjebtif
Chief Complain

Tidak percaya diri saat senyum karena gigi depan atas patah

Present Illnes

Gigi depan atas patah mengenai hampir 1/3 mahkota karena terjatuh saat

bermain basket 3 minggu yang lalu. Gigi tidak terasa sakit dan tidak terdapat

pembengkakan di sekitar gusi. Gigi terasa ngilu saat makan-makanan manis dan

dingin.

Past Dental History

Terakhir kali ke dokter gigi 3 tahun yang lalu untuk penambalan gigi geraham

bawah karena berlubang. Menyikat gigi satu kali sehari saat mandi di pagi hari. Tidak

menggunakan benang gigi dan obat kumur.

Past Medical History

Tidak memiliki alergi obat dan tidak pernah dirawat di rumah sakit. Tidak

sedang mengonsumsi obat-obatan. Tidak memiliki riwayat penyakit sistemik.

Family History

Keluarga tidak ada yang memiliki riwayat penyakit sistemik

Social History

Pasien merupakan seorang atlet basket, perokok aktif satu bungkus sehari,

suka begadang, meminum kopi setiap pagi, meminum air 8 gelas sehari, pada malam

hari mengonsumsi buah, tidak suka makan sayur, dan tidak meminum alkohol.
2.3 Pemeriksaan Objektif

2.3.1 Pemeriksaan Ekstraoral

a. Mata : Pupil isokhor, conjungtiva non-anemis, sklera non-ikterik

b. Leher : TAK (tidak teraba, tidak sakit)

c. Bibir : TAK (simetris, tidak pucat, tidak ada lesi)

d. TMJ : TAK

2.3.2 Pemeriksaan Intraoral


a. Pemeriksaan Klinis : Fraktur gigi 11

b. Tes Vitalitas (Thermal) : Positif

c. Tes Palpasi : Negatif

d. Tes Perkusi : Negatif

e. Mobilitas : Negatif

f. Jaringan Sekitar : Tidak ada kelainan disekitar gigi 11

g. Oral Hygiene. : Sedang

2.3.3 Evaluasi pra perawatan

a. Diagnosis : Pulpitis Reversible

b. Etiologi : Fraktur Ellis Klas II

c. Sikap pasien : Kooperatif


2.4 Odontogram

Gambar 2.1 Odontogram


BAB III

TAHAPAN PEKERJAAN

3.1 Alat dan Bahan

ALAT BAHAN
Diagnostic Set Etsa
High speed handpiece Bonding
Low speed handpiece Resin Komposit Packable
Diamond bur (Bur bulat, silindris, Cotton roll
fisur)
Bur metal bulat Cotton pellet
Diamond bur polish Celulloid strip
Plastic filling Instrument Finishing strip
Light cure Kertas Artikulator
White stone bur Wooden Wedge
Rubber silicone bur Aquades
Enhance bur Air
Matrix sectional anterior chlorhexidine glukonat 2%
Microbrush
3.2 Prosedur Kerja

3.2.1 Kunjungan Pertama

A. Tahap Intial

1) Operator menggunakan APD lengkap dan memulai pemeriksaan dan penilaian

pada pasien.

2) Menyampaikan rencana perawatan terhadap pasien.

3) Lakukan profilaksis oral, membersihkan gigi pasien dengan pumice untuk

menghilangkan plak, kalkulus dan noda superfisial sebelum prosedur. Hal ini

dilakukan sebelum restorasi komposit untuk meningkatkan ikatan.

B. Preparasi Gigi

1) Pada Gigi Karies:

i. Membuka kavitas menggunakan bur diamond bulat

ii. Buang jaringan karies dengan bur metal bulat.

iii. Membuang email yang tidak didukung dentin menggunakan bur intan fisur.

iv. Membuat bevel pada enamel untuk perluasan etsa dan bonding dengan bur

diamond fisur dengan kemiringan 45°. Pada kavitas yang besar, dapat

menggunakan hollow round bevel menggunakan bur intan fisur ujung bulat pada

permukaan labialnya, untuk meningkatkan kekuatan tepi restorasi resin komposit

dan untuk keperluan estetik.

v. Haluskan dinding kavitas dengan bur diamond pita kuning.

vi. Cek Kavitas menggunakan sonde.


vii. Bersihkan kavitas dari sisa-sisa preparasi dan keringkan kavitas dengan three

way syringe/ aquades

viii. Mengoleskan chlorhexidine glukonat 2% sebagai bahan desinfektan.

2) Pada Gigi Fraktur:

i. Outline form pada kavitas ini hanya meratakan garis fraktur atau meliputi seluruh

perluasan karies

ii. Sesuai dengan tahapan kerja preparasi pada gigi karies urutan iii-viii.

C. Restorasi Gigi
1) Pemilihan jenis komposit dan warna komposit, jenis komposit yang dapat

dipilih untuk estetika gigi anterior adalah komposit nanofiller. Sedangkan untuk

warna dapat disesuaikan dengan shade guide sesuai atau sedekat mungkin

dengan warna gigi pasien.

Gambar 3.1 Shade Guide

2) Isolasi daerah kerja menggunakan cotton roll yang ditempatkan pada

vestibulum.
3) Pasang seluloid strip

4) Pasang wooden wedge pada embrassure interproksimal gigi bagian distal dari

arah lingual

5) Aplikasikan bahan etsa dengan menggunakan micro brush pada dinding

kavitas, tunggu selama 15 detik.

6) Bilas menggunakan water syringe dan keringkan kavitas dengan cotton pellet

lembab.

7) Aplikasikan bonding agent dengan micro brush pada dinding kavitas, tunggu

selama 15 detik kemudian light cure selama 20 detik.

8) Rewalling dinding palatal dan bagian proximal menggunakan komposit layer-

by-layer kemudian light cure selama 20 detik.

9) lepaskan seluloid strip/ matrix sectional

10) Aplikasikan resin komposit layer- by layer dengan plastic filling instrument,

kemudian light cure selama 20 detik. Lakukan hingga kavitas terisi sempurna.

Bentuk sesuai anatomi gigi. Penyinaran ditempatkan dekat dengan lapisan

tetapi tidak menyentuh permukaannya.

11) Cek permukaan tambalan dengan menggunakan sonde dan cek oklusi pasien

dengan articulating paper, jika ada bagian yang berlebih kurangi dengan

finishing strip pada bagian interproksimal serta menggunakan white stone bur

pada bagian labial dan palatal gigi.

12) Lakukan pemolesan dengan rubber silicone bur dan enhance bur.

13) Lakukan Dental Health Education (DHE):


a. Pasien diinstruksikan untuk tidak menggunakan gigi yang baru ditambal

untuk mengunyah makanan keras dan lengket.

b. Pasien diinstruksikan untuk mengurangi makanan dan minuman yang

manis.

c. Pasien diinstruksikan untuk menjaga oral hygiene.

d. Pasien diinstruksikan untuk kontrol seminggu pasca penambalan

3.2.2 Kunjugan Kedua

Kunjungan kedua dilakukan seminggu pasca penambalan. Beberapa hal yang

perlu diperhatikan yaitu :

a. Keluhan pasien.
b. Pemeriksaan objektif (tes palpasi, tes tekan, dan tes perkusi)
c. Adaptasi tepi tambalan.
d. Oklusi (dengan articulating paper).
e. Keadaan jaringan lunak di sekitar gigi.
f. Dental Health Education (DHE).
DAFTAR PUSTAKA

Andreasen JO, Andreasen FM, Andersson L, eds. Textbook and Color Atlas of
Traumatic Injuries to the Teeth. 4, illustr. Wiley; 2007:217-254.

American Association of Endodontists. (2013). The Recommended Guidelines of the


American Association of Endodonticts for the treathment of Traumatic Dental
Injuries : www.aae.org

Black GV. Extracts from the last century. Susceptibility and immunity by dental
caries by G.V. Black. Br Dent J.1981;151:10.

Braly BV, dkk. Potential for tooth fracture in restorative dentistry. University of
California, School of Dentistry, San Francisco, Calif : THE JOURNAL OF
PROSTHETIC DENTISTRY

Garg, Nisha and Garg, Amit. (2015). “Textbook Operative Dentistry 3 rd Edition”:
Jaypee Brothers Medical Publishers

Mount, G. J. et al. (2006) “A proposal for a new classification of lesions of exposed


tooth surfaces,” International Dental Journal, 56(2), hal. 82–91.

Patnana, A. K., & Kanchan, T. (2020). Tooth Fracture. StatPearls

Pitts, N. B. dan Ekstrand, K. (2013) “International caries detection and assessment


system (ICDAS) and its international caries classification and management
gsystem (ICCMS) - Methods for staging of the caries process and enabling
dentists to manage caries,” Community Dentistry and Oral Epidemiology,
41(1), hal. 41–52.

Schuurs AH. Patologi Gigi Geligi: Kelainan-Kelainan Jaringan Keras Gigi. (S S, ed.).
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 1992: 21-24.

Zaleckiene V. dkk. Traumatic dental injuries: etiology, prevalence and possible


outcomes: Stomatologija, Baltic Dental and Maxillofacial Journal, 16: 7-14,
2014.

Anda mungkin juga menyukai