Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN INDIVIDU MODUL 1

BLOK PENYAKIT JARINGAN KERAS 2


“Gigi Depan Berlubang”

Disusun Oleh:
Dayani Fitriah Kasim
J011221118
Kelompok 2

Tutor Pendamping: Prof. Dr. H. Ardo Sabir, DDS. M. Kes.

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2024
A. SKENARIO

Pasien perempuan usia 32 tahun datang ke RSGMP Universitas Hasanuddin dengan keluhan
gigi depan atas berlubang dan berwarna kehitaman. Gigi terasa ngilu terutama jika minum
minuman dingin dan pasien merasa kurang percaya diri untuk tersenyum. Pemeriksaan intra
oral tampak gigi 11 karies ICDAS Code 05, Site 2, Size 2 nampak kerusakan mencapai insisal
dan gigi 21 Code 04, Site 2, Size 2. Tes vitalitas gigi 11 dan 21 (+). Pasien ingin giginya
diperbaiki.

B. KATA KUNCI
1. Pasien perempuan usia 32 tahun
2. gigi depan atas berlubang
3. Gigi terasa ngilu terutama jika minum minuman dingin
4. Gigi berwarna kehitaman
5. gigi 11 karies ICDAS Code 05, Site 2, Size 2 dan kerusakan mencapai insisal
6. Pasien ingin giginya diperbaiki.
7. Tes vitalitas gigi 11 dan 21 (+)
8. pasien merasa kurang percaya diri
9. gigi 21 Code 04, Site 2, Size 2
C. PERTANYAAN PENTING

1. Apa definisi dan klasifikasi dari lesi karies dan lesi non-karies? (Inas dan Siti)
2. Bagaimana cara mencegah terjadinya karies? (Nindya)
3. Bagaimana patomekanisme terjadinya karies? (Nadya)
4. Apa yang dimaksud dengan lesi karies code 05, site 2, size 2 pada gigi 11 dan code
04, site 2, size 2 pada gigi 21? (Bethsy)
5. Adakah hubungan antara usia dan jenis kelamin dengan kasus pada scenario?
(Aidzar)
6. Mengapa pasien merasa ngilu pada saat meminum minuman dingin? (Azzahra)
7. Apa yang menyebabkan gigi anterior berwarna kehitaman? (Early)
8. Bagaimana cara menginterpretasi hasil tes vitalitas pada gigi pasien? (Atikah
danAziza)
9. Hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam memilih jenis dan bahan
restorasiberdasarkan kasus pada skenario? (Mifta)
10. Bagaimana prosedur perawatan kasus pada skenario? (Victoria)
11. Apa akibat yang terjadi apabila kasus pada skenario tidak dilakukan perawatan?
(Dayani)

D. PEMBAHASAN PERTANYAAN PENTING


1) Apa definisi dan klasifikasi dari lesi karies dan lesi non-karies?
Jawaban:
Menurut Brauer,karies gigi adalah penyakit jaringan gigi yang ditandai dengan
kerusakan jaringan,dimulai dari permukaan gigi lalu meluas ke arah pulpa.1Karies gigi juga
diartikan sebagai penyakit progresif dan multifactorial yang ditandai dengan terjadinya
ketidaksimbangan antara proses dmeineralisasi dan remineralisasi dalam rongga mulut yang
diakibatkan aktivitas bakteri yang menurunkan pH menjadi lebih asam.2
Klasifikasi lesi karies:
1.1. Klasifikasi Berdasarkan G.V Black1
 Kelas I, karies pada pit dan fissure permukaan oklusal gigi premolar dan
molar.
 Kelas II, karies di permukaan proksimal (distal atau mesial) gigi premolar dan
molar. Jenis karies ini tidak dapat dideteksi secara visual, maka digunakan
radiografi untuk mendeteksi karies. Restorasi karies ini biasanya mencakup
permukaan oklusal dan terkadang dapat mencakup lebih dari dua permukaan.
 Kelas III, karies di permukaan proksimal (distal atau mesial) gigi anterior
tetapi belum mencapai sudut insisal.
 Kelas IV, karies di permukaan proksimal (distal atau mesial) gigi anterior dan
sudah mengenai sudut insisal.
 Kelas V, karies pada ⅓ permukaan lingual atau permukaan fasial gigi, biasa
disebut sebagai karies permukaan halus. Bahan gigi yang digunakan untuk
merestorasi permukaan gigi tergantung pada gigi mana yang terkena.
 Kelas VI, karies pada ujung cusp gigi posterior atau pada sudut insisal gigi
anterior.

Gambar 1.1.Klasifikasi karies berdasarkan G.V Black

1.2.Klasifikasi berdasarkan G.J Mount dan WR.Hume2


 Berdasarkan site (lokasi):
- Site 1: Karies terletak pada pit, fissure, dan enamel defect pada permukaan oklusal
gigi posterior, pit pada cingulum, atau permukaan halus lainnya.
- Site 2: Karies terletak pada permukaan proksimal dalam artian berkontak dengan
gigi yang berdekatan, baik gigi anterior maupun posterior.
- Site 3: Karies terletak pada sepertiga servikal mahkota atau, setelah resesi gingiva,
dan permukaan akar terbuka.

 Berdasarkan size (ukuran):


- Size 0: Lesi dini atau lesi yang teridentifikasi paling awal pada tahap pertama
demineralisasi, dapat dicatat lebih lanjut dengan menggunakan surat kode:
progressing [P], non-progressing [N], atau reversed [R].
- Size 1: Kavitasi permukaan minimal dengan belum melibatkan dentin dan
pengobatan dapat dengan remineralisasi saja. Beberapa bentuk restorasi diperlukan
untuk mengembalikan permukaan halus dan mencegah akumulasi plak lebih lanjut.
- Size 2: Kemajuan kavitas dengan melibatkan dentin. Struktur gigi yang tersisa
cukup kuat untuk mendukung restorasi.
- Size 3: Kavitas pada dentin lebih besar. Tersisa struktur gigi melemah sampai ke
cusp atau tepi insisal dapat terbelah. Desain kavitas perlu dimodifikasi agar restorasi
dapat memberikan dukungan pada struktur gigi yang tersisa.
- Size 4: Karies yang luas atau kehilangan sebagian besar struktur gigi, misalnya,
terjadi kehilangan secara keseluruhan pada cusp atau incisal edge.

1.3.Klasifikasi berdasarkan International Caries Detection and Assessment System


(ICDAS)3
 0: Struktur gigi sehat,
 1: Perubahan awal pada enamel (dapat dilihat saat permukaan enamel kering),
 2: Perubahan visual yang jelas pada enamel,
 3: Kerusakan hanya pada enamel, tidak ada dentin yang terlihat/terlibat,
 4: Tampak bayangan pada dentin (tidak ada kavitas ke dalam dentin),
 5: Tampak kavitas pada dentin,
 6: Tampak kavitas yang lebih luas pada dentin.

Gambar 1.3.Klasifikasi berdasarkan ICDAS

1.4. Berdasarkan arah penyebaran

1. Forward Caries
Forward karies ialah karies yang paling umum yang dimulai dari enamel dan semakin
meluas proceeds from enamel to dentin.lesi berbentuk segitiga dengan dasar segitiga
pada permukaan email + apeks ke arah dentin

Gambar 1.4.1. Forward Caries

2. Backward caries
Karies yang dimulai dari dej ke sepanjang email juga berbentuk segitiga dengan
dasar pada DEJ + apeks ke arah permukaan enamel

Gambar 1.4.2.Backward karies

1.5. Berdasarkan Jumlah Permukaan Gigi yang Kena

1. Simple Caries
Merupakan karies yang terjadi hanya pada satu permukaan gigi
Gambar 1.5.1.Simple Caries

2. Compound caries
Merupakan karies yang terjadi pada dua permukaan gigi

Gambar 1.5.2.Compound Caries

3. Complex caries
Merupakan karies yang terjadi di lebih dari dua permukaan gigi

Gambar 1.5.3.Complex caries

Klasifikasi lesi non karies adalah Kerusakan yang tidak disebabkan oleh mikroorganisme
atau plak.
Klasfikasi lesi non karies
 Atrisi adalah keausan gigi yang disebabkan oleh kontak langsung dari gigi ke gigi4

Gambar 1.Gigi mengalami atrisi


 Abrasi adalah kondisi dimana permukaan gigi rusak karena adanya tindakan mekanis
atau gesekan benda yang abrasif terhadap permukaan gigi5

Gambar 2.Gigi mengalami abrasi


 Abfraksi adalah hilangnya struktur gigi karena adanya gaya biomekanik yang
menyebabkan tekanan flexural (kemampuan untuk menahan beban gaya kunyah) 6

Gambar 3.Gigi mengalami abfraksi


 Erosi adalah hilangnya struktur gigi yang disebabkan oleh efek asam langsung pada
permukaan gigi.7,8

Gambar 4.Gigi mengalami erosi

2) Bagaimana cara mencegah terjadinya karies?


Jawaban:
 General health9
Efektivitas sistem kekebalan pasien tergantung pada status kesehatan secara
keseluruhan. Pasien yang menjalani pengobatan radiasi atau kemoterapi mengalami
penurunan imunokompetensi secara signifikan dan berada pada risiko peningkatan karies.
Pasien dengan gangguan medis harus diperiksa untuk perubahan berikut: indeks plak,
analisis saliva, mukosa mulut, gingiva dan gigi. Tanda-tanda awal peningkatan risiko
termasuk peningkatan film plak; gusi bengkak dan berdarah; mulut kering dengan warna
merah, glossy mukosa dan demineralisasi gigi. Penyakit sistemik akut dan kronis
memerlukan pengobatan, yang menyebabkan hiposalivasi dan bertanggung jawab atas
peningkatan dramatis dalam biofilm plak.
 Diet9
Untuk pasien berisiko tinggi, analisis diet formal harus dilakukan secara rutin untuk
mengidentifikasi makanan kariogenik dan minuman yang sering dikonsumsi. Analisis ini
mungkin dilakukan dengan meminta pasien untuk mengingat semua yang tertelan dalam 24
jam terakhir ('wawancara diet 24 jam') atau analisis diet yang lebih rinci dapat difasilitasi
dengan meminta pasien untuk mencatat buku harian diet, yang biasanya terdiri dari periode
5 hingga 7 hari berturut-turut dengan 2 hari yang disurvei adalah hari akhir pekan karena
pola makan pasien sering berubah secara signifikan pada akhir pekan.

 Penggunaan fluoride9
Penggunaan fluorida untuk pencegahan dan pengurangan karies sangatlah tinggi.
Fluorida dalam jumlah kecil meningkatkan ketahanan struktur gigi terhadap demineralisasi
dan sangat penting untuk pencegahan karies. Pada saat fluoride tersedia selama siklus
demineralisasi gigi itu merupakan faktor utama dalam mengurangi aktivitas karies. Fluorida
tampaknya menjadi nutrisi penting bagi manusia dan dibutuhkan hanya dalam jumlah yang
sangat kecil kuantitas.

 Penggunaan silver diamine fluoride9


Silver diamine fluoride (SDF) adalah larutan topikal yang digunakan sebagai
penahan karies dan agen anti hipersensitivitas. SDF baru-baru ini diperjelas oleh Food and
Drug Administration (FDA) sebagai agen anti hipersensitivitas dan digunakan untuk
menahan lesi karies. Baik silver maupun fluoride memainkan peran aktif dalam mekanisme
menghentikan perkembangan karies serta pengobatan karies dari hipersensitivitas gigi.

 Saliva3
Saliva memberikan efek pertama sebagai garis pertahanan terhadap karies gigi.
Saliva bekerja dengan cara mengencerkan asam yang diproduksi di dalam biofilm,
kemudian mencuci asam (menelan), buffering asam yang dihasilkan (bikarbonat + fosfat),
dan membantu dalam remineralisasi (kalsium + fosfat). Saliva juga bekerja dengan
membentuk sebuah pelikel. Ketika tingkat rendah saliva normal terganggu, pasien biasanya
berisiko tinggi untuk mengembangkan karies

 Probiotik3
Salah satu pendekatan baru untuk mengurangi karies gigi yang telah muncul dalam
beberapa tahun terakhir adalah probiotik. Konsep dasarnya adalah untuk menginokulasi
rongga mulut dengan bakteri yang akan bersaing dengan bakteri kariogenik dan akhirnya
menggantikannya. Bakteri probiotik tidak boleh menghasilkan efek samping yang
signifikan. Sejumlah produk komersial telah diperkenalkan dan telah terbukti aman dalam
studi jangka pendek. Namun, tingkat efektivitas mereka masih belum diketahui. Telah
berspekulasi bahwa untuk mikroorganisme probiotik untuk mendapatkan dominasi, patogen
yang ada harus dieliminasi terlebih dahulu.

 Restorasi3
Status restorasi pasien yang ada mungkin memiliki pengaruh yang penting
mempengaruhi hasil dari tindakan pencegahan dan pengobatan karies. Restorasi lama yang
kasar dan retensi plak harus dihaluskan dan dipoles. Jika integritas marginal tidak memadai,
maka restorasi tersebut harus diperbaiki atau diganti. Restorasi cacat seperti overhang,
kontak proksimal terbuka, dan cacat kontur berkontribusi pada pembentukan dan retensi
plak. Ini cacat harus diperbaiki, biasanya dengan penggantian restorasi yang rusak
(Prasetiowati LE, Purnomowati RRD. Peningkatan pengetahuan, keterampilan oral
propylaksis upaya pencegahan karies gigi dan perilaku hidup bersih sehat lingkungan
pondok pesantren tahfiz daarul hidayah. Jompa Abdi: Jurnal Pengabdian Masyarakat.
2022: 1(2), pp. 147-8.
Ritter AV. Sturdevant's art & science of operative dentistry-ebook. 7th Ed. Elsevier
Health Sciences: 2017, pp. 75, 99, 127, 219, 248.)

3) Bagaimana patomekanisme terjadinya karies?


Jawaban:
Awal terjadinya proses karies gigi ditandai dengan adanya peningkatan aktivitas
mikroorganisme didalam rongga mulut.Streptococcus mutans adalah mikroorganisme
penyebab karies gigi.Faktor penyebab karies gigi yaitu host,substrat,mikroorganisme,waktu.
Plak yang mengandung bakteri S. mutans dan Lactobacillus segera memetabolisme sukrosa,
dan menghasilkan asam organik, terutama asam laktat. Akibatnya, pH plak akan turun di
bawah 5,5 dan menyebabkan demineralisasi permukaan gigi. Apabila plak selalu bersama
dengan sukrosa, pH plak akan tetap rendah dan proses demineralisasi akan terus
berlangsung.Untuk mengembalikan pH normal dibutuhkan waktu sekitar 20 menit sampai
satu jam setelah terkena sukrosa.
Pada tahap awal demineralisasi, kavitas belum terbentuk di permukaan email,
namun mineral email sudah mulai larut, sehingga secara klinis terlihat perubahan warna
menjadi lebih putih atau disebut dengan white spot. Lesi awal karies dapat kembali normal
melalui proses remineralisasi. Proses remineralisasi oleh ion fluor, tidak hanya memperbaiki
permukaan email, tetapi membuat email tahan terhadap serangan karies berikutnya dan
melindungi larutnya kristal hidroksiapatit pada email. Bila kondisi lokal mengalami
perubahan, yaitu bila pH cukup tinggi >5,5, maka lebih banyak lagi hidroksiapatit, kalsium
dan fosfat dari saliva dapat diendapkan ke permukaan gigi.Kavitas pada permukaan gigi
terjadi bila demineralisasi bagian dalam email sudah sedemikian luas, sehingga permukaan
email tidak mendapat dukungan cukup dari jaringan dibawahnya.
Bila sudah terjadi kavitas, maka gigi tidak dapat kembali normal, dan proses karies
akan berjalan terus. Hal itu terjadi bila proses demineralisasi dan remineralisasi di dominasi
oleh proses demineralisasi.Bila proses demineralisasi tersebut tidak dapat diatasi, maka
kerusakan akan berlanjut lebih dalam lagi, bahkan dapat mempengaruhi vitalitas gigi.
(Rasni NDP,Khoman JA.Pelaksanaan Hipersensitivitas Dentin.e-GiGi.2021;9(2):134-135)
fgasd

4) Apa yang dimaksud dengan lesi karies code 05,site 2,size 2 pada gigi 11 dan
code 04,site 2,size 2 pada gigi 21?
Jawaban:
Lesi karies pada gigi 11
 Code 05:Tampak kavitas pada dentin
 Site 2:Karies terletak di area proksimal gigi,baik gigi anterior maupun
posterior gigi.
 Size 2:Ukuran kavitas sedang,dimana masih terdapat struktur gigi yang
cukup untuk menyangga restorasi yang akan ditempatkan.
Lesi karies pada gigi 21
 Code 04:Tampak bayangan gelap pada dentin
 Site 2:Karies gigi terletak diarea proksimal gigi,naik gigi anterior maupun
gigi posterior
 Size 2:Ukuran kavitas sedang,dimana masih terdapat struktur gigi yang
cukup untuk menyangga restorasi yang akan ditempatkan.

5) Adakah hubungan antara usia dan jenis kelamin dengan kasus pada
skenario?
Jawaban:
Setiap orang berisiko terkena karies gigi, tetapi anak-anak adalah yang paling
berisiko. Strategi pencegahan karies gigi yaitu untuk mengurangi konsumsi gula yang
merupakan pendekatan kesehatan masyarakat utama yang harus menjadi prioritas. Karena
karies gigi adalah hasil dari paparan faktor risiko makanan yang banyak menggandung gula
(WHO, 2017).
Penelitian yang dilakukan oleh (Kurniawan et al., 2017), berjudul hubungan
pengetahuan, umur dan jenis kelamin dengan kejadian karies gigi pada siswa-siswi kelas ii-
iii mi muhammadiyah jatikulon kudus, hasil penelitian tidak ada hubungan jenis kelamin
dengan kejadian karies. Penelitian yang dilakukan oleh (Kusuma dan Taiyeb, 2020),
berjudul gambaran kejadian karies gigi pada anak kelas 2 sekolah dasar negeri 20
sungaiselan, hasil penelitian tidak ada hubungan jenis kelamin dengan kejadian karies
dengan nilai (p value 0,446). Berdasarkan asumsi peneliti sebagian besar jenis kelamin
perempuan. Kejadian karies di akibatkan oleh mikroorganisme yang ada di mulut, kejadian
karies tidak didasarkan oleh faktor jenis kelamin, karena faktor yang berhubungan dengan
faktor resiko kejadian karies seperti perilaku, megosok gigi serta konsumsi glukosa yang
tinggi.10

6) Mengapa pasien merasa ngilu pada saat meminum minuman dingin?


Jawaban:
Karies gigi merupakan penyakit infeksi mulut multifaktorial yang dapat ditransmisi
karena adanya interaksi antara flora mulut/bakteri kariogenik (biofilm) dengan diet
karbohidrat yang terfermentasi di permukaan gigi dalam jangka waktu yang lama. Aktivitas
tersebut menyebabkan demineralisasi lokal dan mengakibatkan adanya struktur gigi yang
hilang. Demineralisasi fase inorganik dan denaturasi serta degradasi fase organik
menyebabkan terbentuknya kavitas di dentin.Pulpa yang mengalami iritasi menimbulkan rasa
tidak nyaman/ngilu tetapi cepat pulih setelah iritannya dihilangkan dan didiagnosis sebagai
pulpitis reversibel. Penyebabnya antara lain karies, dentin yang terbuka, serta perawatan
dental dan restorasi yang cacat,Selain itu juga,disebabkan oleh enamel yang telah terkikis
sehingga terekposnya dentin pada gigi.setelah dentin gigi terkspos mudah bagi pulpa untuk
merespon segala hal yang masuk di mulut sehingga akan menyebabkan gigi terasa ngilu,dan
bentuk hal terburuknya juga pulpa ikut terekpos sehingga mudah untuk bakteri ikut masuk
dan menyebabkan gigi lebih terasa ngilu.11

7) Apa yang menyebabkan gigi anterior berwarna kehitaman?


Jawaban:
Pada kasus ini,gigi mengalami diskolorisasi karena nekrosis pulpa akibat cedera
traumatik.ekstirpasi pulpa atau trauma pada gigi bisa menyebabkanpendarahan di ruang pulpa
yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah.komponen darah selanjutnya akan mengalir
ke tubulus dentinalis,membuat perubahan warna pada daerah sekitar dentin.

Awalnya,perubahan warna sementara dari mahkota menjadi warna merah muda dan dapat
diamati.hal ini diikuti oleh hemolisis sel darah merah.heme yang dilepas kemudian bergabung
dengan jaringan pulpa yang sudah rusak untuk membentuk besi.besi lalu dikonversi oleh
hidrogen sulfat berwarna gelap,yang akan menghitamkan gigi.hal ini dapat menembus jauh
kedalam dentinalis dan menyebabkan perubahan warna pada seluruh permukaan gigi. 12

8) Bagaimana cara menginterpretasi hasil tes vitalitas pada gigi pasien?


Jawaban:
Penggunaan uji sensibilitas pada gigi sulung dan gigi permanen imatur untuk mengevaluasi
status pulpa seringkali merupakan tugas yang menantang, karena kekhasan fisiologi pulpa
gigi-gigi tersebut dan fakta bahwa hasil tes tersebut sangat subjektif, tergantung pada kondisi
pulpa. Di sisi lain, tes vitalitas terbukti lebih dapat diandalkan, ramah pasien (bebas rasa
sakit), dan obyektif, namun tes ini masih memiliki beberapa kelemahan sehingga tidak dapat
digunakan secara rutin dalam praktik pediatrik.Namun,vitalitas saraf gigi merupakan gold
standar dalam menentukan status vitalitas pulpa.terdapat 2 metode yang digunakan untuk
menetukan status vitalitas pulpa yaitu dengan cara langsung (menggunakan pemeriksaan
histologi) dan tidak langsung (mengakses keadaan saraf didalam pulpa gigi),termasuk tes
sensitibilitas pulpa.

Gambar 8.Tes Vitalitas

Tes vitalitas pulpa digunakan untuk menilai berbagai parameter yang mencirikan suplai
vaskular pulpa gigi, yang merupakan penentu sebenarnya vitalitas pulpa. Flowmetri Laser
Doppler (LDF), sinar laser yang ditransmisikan (TLL), pencitraan spekel laser (LSI),
oksimetri pulsa (PO), plethysmografi cahaya yang ditransmisikan (TLP), dan
spektrofotometri panjang gelombang ganda (DWS) adalah metode pengujian pulp
berdasarkan teknologi optik.Tindakan ini sepenuhnya non-invasif, tidak menimbulkan rasa
sakit, dan objektif (tidak memerlukan respons subjektif dari pasien).Salah satu kelemahan
yang dimiliki oleh semua perangkat transmisi cahaya yang digunakan untuk pengujian pulpa
adalah bahwa perangkat tersebut terbatas pada gigi yang mengandung jaringan pulpa di
bagian mahkota gigi.13

PO dan LDF adalah tes vitalitas pulpa yang paling banyak dipelajari, dengan hasil klinis
terbaik di antara metode pengujian pulpa.TLP dan TLL dikembangkan untuk pengujian pulp
dalam upaya untuk memperbaiki beberapa keterbatasan PO dan LDF, namun relatif berhasil,
karena keduanya memiliki keterbatasannya sendiri.DWS telah dipelajari secara in-vitro
dengan hasil yang baik dan menjadi dasar untuk pengembangan oksimetri nadi. Evaluasi
hasil ukur alat-alat tes vitalitas pulpa gigi tersebut yaitu: positif asli, positif palsu, negative
asli, negative palsu, dan penghitungan data hasil tes sensitivitas-spesifisitas pulpa. Evaluasi
menggunakan alat PO memiliki tingkat spesifisitas yang paling tinggi yaitu 628.5 yang
diikuti dengan EPT dengan nilai sebesar 10.75, CT dengan nilai 17.24, dan HT dengan nilai
3.47.13

Vitalitas pulpa dipengaruhi oleh seberapa dalam jaringan pulpa terpapar oleh karies, bakteri
penyebab karies, atau sistem imunitas tubuh yang selanjutnya dari vitalitas pulpa tersebut
dapat mengindikasikan keadaan pulpa dan memprediksi rencana perawatan apakah dengan
menggunakan amputasi pulpa atau menggunakan bahan tambal yang merangsang
terbentuknya dentin sekunder-tersier pada gigi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PO
memiliki tingkat akurasi yang paling akurat menentukan status vitalitas pulpa. Namun,
terdapat beberapa faktor tambahan yang harus diperhatikan oleh dokter gigi ketika melakukan
tes vitalitas pulpa, yaitu: keadaan umur dan jenis kelamin pasien yang datang. Keakurasian
dalam menentukan keadaan vitalitas pulpa merupakan hal yang dapat mempengaruhi
penegakan diagnosis, maintenance, dan rencana perawatan terhadap pasien yang datang ke
dokter gigi.13

9) Hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam memilih jenis dan bahan
restorasi berdasarkan kasus pada skenario?
Jawaban:
2.5.1 Pertimbangan dalam memilih bahan
Gigi anterior sangat mementingkan estetik, sehingga pemilihan bahan yang digunakan dan
warnanya menjadi faktor penting untuk dipertimbangkan. Pilihan bahan restorasi yang
dipakai yaitu komposit, glass-ionomer dan komposit mikrofil, yang masing-masing memiliki
keuntungan dan kerugian. Dokter gigi dianjurkan untuk bisa memilih bahan yang digunakan
untuk memenuhi kebutuhan estetik pasien. Dokter gigi juga harus memahami bentuk,
proporsi, warna, bahan dan efek samping dalam bekerja serta menentukan diagnosis dan
tahapan perawatan. Pemakaian masing-masing material restorasi tersebut harus dipilih
dengan mempertimbangkan kesesuaian antara sifat bahan yang akan digunakan dengan
kondisi gigi yang akan direstorasi, untuk memperoleh hasil restorasi yang baik. 14
Saat memilih bahan restorasi, perlu dipertimbangkan apakan pasien menderita beban oklusal
dan paragungsi yang berlebihan atau tidak. Perlu juga mempertimbangkan apakah pasien
dengan kebiasaan bruxism, panduan disoklusi yang kurang, facet/aus, atau atrisi yang parah
karena tekanan oklusal yang berat. Pemilihan bahan restorasi harus sesuai dengan rencana
perawatan. Contohnya, restorasi gigi yang nantinya berfungsi sebagai penyangga prostetik
mungkin berbeda dari restorasi permanen tanpa perawatan lebih lanjut. 15
2.5.2 Survival, performance, dan hal yang berkaitan dengan pemilihan bahan restorasi
estetik direct
Survival rate komposit jauh lebih rendah daripada amalgam. Secara keseluruhan, survival
rate untuk komposit pada gigi permanen setelah 7 tahun adalah 67.4%, dibandingkan dengan
restorasi amalgam 94.5%. Lebih dari 90% restorasi amalgam pada gigi permanen bertahan
lebih dari 9 tahun. Sebagai perbandingan, hanya 64% restorasi glass ionomer bertahan setelah
5 tahun. Hanya 41% komposit kelas V yang dipasang dengan bonding bertahan lebih dari 5
tahun. Haisl penelitian menyimpulkan bahwa restorsasi glass ionomer kelas II/komposit
harus dihindari karena tingginya persentase kegagalan pada margin gingiva di proksimal box.
Untuk perbandingannya dapat dilihat pada gambar dibawah ini 16

Adapun untuk survival rate pada tipe-tipe dari komposit, yaitu

2.5.3 Pertimbangan dalam memilih desain preparasi


Dalam merencanakan proses restorasi, terdapat beberapa pertimbangan yang harus
diperhatikan, yaitu :
1. Jumlah dan bentuk dari struktur gigi yang tersisa
2. Kebutuhan fungsional gigi
3. Tujuan utama dari perawatan
4. Keinginan pasien terkait jenis restorasi yang lebih disukai

Jumlah struktur gigi yang tersisa harus dipertimbangkan karena hal tersebut menentukan
resistensi dan kemungkinan retensi dari bahan restorative yang pada akhirnya mempengaruhi
hasil akhir dari restorasi. Ketahanan suatu restorasi merupakan goals dari perawatan yang
diinginkan oleh pasien, maka dari itu, desain suatu restorasi haruslah mampu mencegah
fraktur dan displacement. Kavitas kelas II kecil dan medium bisa dengan mudah direstorasi
menggunakan amalgam atau resin komposit. Namun, jika jumlah struktur gigi yang hilang
lebih besar dari sepertiga jarak intercuspal, maka gigi tersebut sangat rentan dengan
terjadinya fraktur. Restorasi indirect bisa menjadi solusi, namun konsep modern dari adhesive
kedokteran gigi menganjurkan menggunaan restorasi direct komposit bahkan pada gigi yang
dilakukan perawatan endodontik. Pada gigi anterior, jumlah truktur gigi yang tersisa juga
akan menentukan keberhasilan restorasi. 16

10) Bagaimana prosedur perawatan kasus pada skenario?


Jawaban:
3.4.2 Jenis dan bahan restorasi yang digunakan pada kasus di skenario
Restorasi resin komposit direct dapat digunakan untuk mereplikasi penampilan gigi
asli; namun, teknik ini membutuhkan latihan dan keterampilan. Untuk mencapai estetik
optimal dari gigi anterior fraktur yang direstorasi, warna, anatomi, translusen, oklusi, dan
kelengkungan garis senyum harus dipertimbangkan. Pada restorasi kelas IV yang telah
mengenai sudut insisal dan terjadi pada area proksimal gigi 11 dan 21 dapat digunakan
komposit nanofil.
Komposit nanofil memiliki ukuran partikel yang kecil dan halus dan mengandung
filler sebesar 79,5% sehingga memiliki karakteristik pemolesan yang baik, permukaan yang
lembut, dan mengkilap serta daya tahan yang tinggi terhadap abrasi. Komposit nanofil
memiliki karakteristik mekanik dan estetika yang sangat baik.17

3.4.3 Prosedur perawatan


● Kasus pada skenario diperlukannya anestesi karena fraktur sudah meluas dimana akan
dipreparasi hingga dentin. Pada fraktur yang lebih besar dimana dentin sudah terpapar yang
menyebabkan gigi sensitif saat terkena angin, air dingin dan getaran bur maka dilakukan
anastesi. Kemudian gigi diisolasi dengan rubber dam dan bersihkan gigi dengan pumice dan
air, ● Preparasi sesuai dengan bentuk karies diseluruh tepi luar kavitas +- 2 mm (bevel),

● Pembersihan jaringan keras,


● Cuci kavitas dan keringkan,
● Aplikasikan etsa keseluruh kavitas selama 15 detik untuk membentuk mikroporus pada
email, ● Cuci kavitas sampai seluruh etsa hilang,
● Aplikasikan bahan bonding ke seluruh kavitas, lakukan polimerisasi light cure,
● Pasang dental matriks strip/strip mylar atau matriks seluloid + wedge (Wedge: menjauhkan
gigi tetangga dan Matriks seluloid: bentuk titik kontak balik, ada celah dengan gigi
sebelahnya), ● Pilih warna resin komposit yang sesuai, tumpat dengan teknik inkremental,
light cure 20 detik (kedalaman tidak boleh lebih dari 2mm karena polimerisasi tidak akan
sampai ke lapisan terbawah > bocor > karies sekunder),
● Perbaiki bentuk anatomi dan polishing. 17

11) Apa akibat yang terjadi apabila kasus pada skenario tidak dilakukan
perawatan?
Jawaban:
Penyakit karies gigi merupakan suatu proseskronis regresif yang dimulai dengan larutnya
mineral email sebagai akibat terganggunya keseimbangan antara emaildan sekelilingnya yang
disebabkan oleh pembentukan asam microbial dari substrat sehingga timbul komponen-
komponen organik yang akhirnya terjadi kavitas. Dimana prosesnya terjadi terus berjalan
kebagian yang lebih dalam dari gigi sehingga membentuk lubang yang tidak dapat diperbaiki
kembali oleh tubuh melalui proses penyembuhan, pada proses ini terjadi demineralisasi yang
disebabkan oleh adanya interaksi kuman, karbohidrati pada permukaan gigi dan waktu.
Karies yang tidak dirawat terjadi karena demineralisasi lapisan email, menyebabkan email
menjadi rapuh. Jika karies gigi dibiarkan tidak dirawat, proses karies akan terus berlanjut
sampai ke lapisan dentin dan pulpa gigi, apabila sudah mencapai pulpa gigi biasanya
penderita mengeluh giginya terasa sakit. Jika tidak dilakukan perawatan, akan menyebabkan
kematian pulpa, serta proses radang berlanjut sampai ke tulang alveolar. Beberapa masalah
yang timbul pada karies yang tidak dirawat seperti pulpitis, ulserasi, fistula, dan abses. 17
DAFTAR PUSTAKA
1. Mount GJ, Hume WR, Ngo HC, Wolff MS, editors. Preservation and restoration of tooth
structure. 3rd Ed. John Wiley & Sons: 2016. pp. 83-4.
2. Ritter AV. Sturdevant's art & science of operative dentistry-ebook. 7th Ed. Elsevier Health
Sciences: 2017, pp. 75, 99, 127, 219, 248.
3. Pratiwi A,Ardy O. The level of knowledge on tooth erosion among dental students in
dental hospital, Jakarta. Majalah Sainteks.2020;7(9):25
4. Lestari NA,Suryamotjo I,Sembiring LS. Pengaruh mengonsumsi minuman
berkarbonasi terhadap erosi gigi insisivus permanen rahang atas. Sound of
Dentistry.2019;3(2):59-60
5. Rees J,Somi S. A guide to the clinical management of attrition. British Dental
Journal.2018;224(5):319-23
6. Ngatemi,Sariana E,Hilwa K. The relationship between characteristics and habits of
brushing teeth with the incidence of dental abrasion in employees of the al-ikhlas
masjid cilandak foundation in Jakarta.Arkesmas.2019;4(2):186-7
7. Badavannavar AN, Ajari S, Nayak K, Khijmatgar S. Abfraction: Etiopathogenesis,
clinical aspect, and diagnostic-treatment modalities: A review. Indian journal of
dental research : official publication of Indian Society for Dental Research. 2020;
31(2): 305-11
8. Prasetiowati LE,Purnomo RRD.Peningkatan Pengetahuan,Keterampilan oral
Propylaksis Upaya Pencegahan Karies Gigi dan Perilaku Hidup Bersuh Sehat
Lingkungan Pondok Pesantren Tahfiz Daarul Hidayah.Jompa Abdi:Jurnal Pengabdian
Masyarakat.2022;1(2):147-148
9. Jamilah,dkk. Analisis Kejadian Karies Gigi Pada Anak SD Al-Azhar di Kelurahan
Bangun Jaya Kota Pagar Alam. Jurnal Kesehatan Saelmakers
PERDANA.2022;5(1):168-169
10. Rasni NDP,Khoman JA.Pelaksanaan Hipersensitivitas Dentin.e-GiGi.2021;9(2):134-
135
11. Syamsiah Syam,dkk.Internal Bleaching of a Traumatized Discolored Teeth in The
Aesthetic Zone.Makassar Dent J.2019;8(1):7
12. Igna A,dkk.A Diagnostic Insight of Dental Pulp Testing Methods in Pediatric
Dentistry.Mediciana.2022;58(5):665
13. Torres CRG. Modern operative dentistry: principles for clinical practice. Switzerland:
Springer International Publishing 2020. Pp 31,185
14. Dewiyani S. Restorasi gigi anterior menggunakan Teknik direct komposit. Jurnal
Ilmiah dan Teknologi Kedokteran gigi. 2017; 13(2): 7-8
15. Shen C, Rawls HR, Upshaw JFE. Phillips’ science of dental materials. 13thed.
St.Louis, Missouri: Elsevier. 2022. Pp.287-9)
16. Mardianti FT,, Sukaton S, Sampoerno G. Benefit of glycerine on surface hardness of
hybrid & nanofill resin composite. Conservative Dentistry Journal. 2021; 11, pp. 28-9.
17. Simaremare A,Siregar R. Gambaran karies yang tidak dirawat dengan kualitas hidup
pada siswa/i kelas vii smp negeri 31 medan.Jurnal Ilmiah Panmed.2017;12(2):107-8

Anda mungkin juga menyukai