Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN HASILTUTORIAL

BLOK 11 MODUL 1

“PENYAKIT JARINGAN KERAS GIGI”

TUTOR : Drg. Aria Fransiska, MDSc

KETUA : Farras Putri Friandeka (1911412003)

SEKRETARIS MEJA : Adeanisa Fiqri (1911411023)

SEKRETARIS PAPAN : Anisa Nadhitya Marliani (1911411013)

ANGGOTA : Salsabilla Ariesa (191141010)

: Sylvia Rahmadani (1911411014)

: Anindya Wulandari Partadisha (1911411008)

: Muthia Halimah Nugraha (1911412011)

: Muharra Nilam Cahaya (1911412014)

: Salsabilla (1911413015)

: Dinda Amanda (1911413017)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS ANDALAS

TAHUN AJARAN 2020/2021


MODUL 1

KARIOLOGI

Skenario 1:

Lubang gigi ga bisa nutup sendiri ya?

Ibu Meri datang ke praktek dokter gigi untuk memeriksakan giginya dan gigi anaknya
Bimo usia 15 tahun. Ibu Meri mengeluhkan beberapa giginya terasa ngilu saat minum dingin,
padahal tidak ada lubang. Ibu Meri juga mengeluhkan gigi depannya patah setelah membuka
botol minuman. Setelah dilakukan pemeriksaan oleh dokter gigi Dewi, ternyata terdapat
abrasi pada gigi 15,14,13, 23, 24, 25 dan terdapat fraktur ellis kelas 1 pada gigi 11. Ibu Meri
mengaku menyikat gigi terlalu keras agar sisa makanan yang menempel di permukaan gigi
bersih.

Ibu Meri juga mengkonsulkan gigi Bimo yang terdapat beberapa lubang pada gigi
gerahamnya. Letak lubangnya berbeda-beda, ada yang di permukaan atas dan di permukaan
samping mahkota giginya. Waktu kecil beberapa gigi Bimo juga berlubang. Ibu Meri
menyatakan bahwa Bimo paling suka memakan coklat dan permen sejak kecil. Sikat gigi
sebelum tidur jarang dilakukan. Pada pemeriksaan klinis, terlihat gigi 36, 35, dan 46
mengalami karies. Lokasi danBlok 11 (Penyakit Jaringan Keras Gigi) 18 perluasan karies
pada gigi 36 site 2 size 2, gigi 35 site 2 size 1, dan gigi 46 site 1 size 2. Ibu Meri bertanya ke
dokter gigi kenapa lubang pada gigi tidak bisa menutup lagi seperti luka yang ada di kulit.
Dokter gigi menjawab pertanyaan Ibu Meri dengan menjelaskan mengenai mengapa bisa
terjadi lubang pada gigi Bimo dan dokter gigi juga menjelaskan cara pencegahan yang dapat
dilakukan agar gigi berlubang tidak terjadi.

Bagaimana Saudara menjelaskan kasus yang dialami oleh Ibu Meri dan Bimo?
METODE TUJUH LANGKAH (SEVEN JUMPS)

LANGKAH 1: MENGKLARIFIKASI TERMINOLOGI

TERMINOLOGI

o Kariologi : sebuah ilmu yang mempelajar karies dan pembentukannya.

o Abrasi : kehilangan jaringan keras gigi akiba tekanan yang keras. hilangnya struktur gigi
akibat abnormal dan berbentuk V, keausan gigi yang tidak normal yang disebabkan benda
asing seperti tekanan biasanya terjadi pada bukal serviks.

o Fraktur ellis : fraktur mahkota yang hanya melibatkan email gigi atau suatu kondisi yang
disebabkan trauma atau benturan.

o Perluasan karies pada gigi 36 size 2 site 2 : salah satu klasifikasi yang mana site 2 itu terletak
pada oklusal dan size 2 sudah terlibat dentin.

LANGKAH 2: IDENTIFIKASI MASALAH

1. Apa yang menyebabkan gigi ibu merry terasa ngilu?

2. Apa saja factor yang menyebabkan gigi karies?

3. Apa penyebab terjadinya abrasi pada gigi?

4. Apa saja klasifikasi fraktur ellis?

5. Apa saja klasifikasi karies secara umum?

6. Apa saja cara mencegah karies ?

7. Apa penyebab fraktur pada gigi?

8. Apa saja tahap dari proses terjadinya karies ?

9. Apa saja macam macam kerusakan gigi?

10. Apa saja pencegahan abrasi gigi?

11. Bagaimna perawatan karies yg tepat pada anak?

LANGKAH 3: MENGANALISA MASALAH


1. Lapisan enamel yang aus dan saraf terbuka, gigi berlubang, diet yang tidak terkontrol dan
kebiasaan buruk, abrasi yang mana gigi terasa sensitive saat meminum minuman yang
dingin), menyikat gigi terlalu keras.

2. Mikroorganisme, host dimana dilihat dari dua hal yaitu dari laju aliran saliva, substrat yaitu
karbohidrat seperti sukrosa, waktu Ph normal akan normal pada waktu 30-60 menit, usia,
pengalaman orang tersebut, laju saliva , karakter gigi yang dimiliki seseorang, factor resiko
sperti social ekonomi dan prilaku, kebiasaan serta pengetahuan , pemberian fluor, OH,
makanan yang mengandung karbohidrat.

3. Penyikatan gigi dengan tekanan yang keras, menggigit pensil, bruxism, pemilihan bulu sikat
yang kaku . penggunaan gigi tiruan lepasan yang menggunakan cengkeraman, merokok
dengan pipa ,memakai pasta gigi yang bersifat abrasi, makan makanan yg berstruktur keras,
kebiasaan buruk membuka tutp botol dengan gigi, penggunaan dental floss yang tidak tepat.

4. Kerusakan ini terjadi pada gigi membagi fraktur beberapa kelas yaitu fraktur eliss 1-9, kelas 1
tanpa melibatkan dentin, kelas 2 sudah melibatkan pulpa, kelas 3 menyebabkan terbukanya
pulpa, kelas 4 gigi menjadi non vital tanpa kehilangan struktur gigi, fraktur akibat trauma,
terdiri 6 kelompok dasar yaitu enamel, fraktur tanpa terbukanya pulpa, tanpa kehilangan
struktur mahkota.

5. Terbagi 3 yaitu kaires superfaasialis hanya mengenai enamel, karies media sudah mengenai
dentin namun blm stengah dentin, karies profunda, size 0 l esi gigi, size 1 kavitas minimal,
size 2 ukuran kavitas sedang, size 3 kavitas yang berukuran lebih besar, size 4 sudah terjadi
kehilangan sebagian struktur gigi seperti cups/sudut , karies sederhana, kompon, kompleks,
karies ringan, berat dan parah. Site 1 terletak pada pit dan fissure, site 2 udh di kontak gigi,
site 3 terletak di servikal. Karies insifiens belum terasa sakit hanya berupa warna hitam atau
coklat pada gigi.

6. Periksa ke dokter gigi, control plak, diet makanan, fluoride, membersihkan gigi, dan
berkumur dengan mouth wash.

7. Adanya benturan ataupun trauma pada gigi, kebiasaan buruk, kehilangan struktur gigi, gigi
pasca perawatan endodontic, mengkonsumsi makanan yang keras.

8. Adanya tanda bercak putih, enamel gigi mulai rusak dan dentin membusuk, ditandai dengan
adanya plak pada gigi yang menempel pada waktu tertentu, terjadinya penurunan Ph,
terjadinya demineralisasi.

9. karies, fraktur, atrisi, abrasi dan erosi gigi.

10. Menggunakan sikat gigi yang tepat seperti tidak kaku, memilih pasta gigi yang tepat,
menghindari mengunyah benda keras, periksa ke dokter gigi, memperhatikan jenis makanan
yang dikonsumsi

11. Perawatan sejak dini dan penggunaan flour dimana di aplikasikan melalui pasta gigi atau
topical flour dan juga fissure sealant.
LANGKAH 4: MEMBUAT SKEMA

Dokter gigi memeriksakan gigi

Ibu merry bimo

Karies pada anak


dan Perawatan
karies
karies pada anak

abrasi Fraktur
ellis
definisi etiologi klasifikasi proses pencegahan

pencegahan
Etiologi

LANGKAH 5: MEMBUAT TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai definisi dan etiologi karies
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan klasifikasi karies
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan proses terjadinya karies
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pencegahan karies
5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan karies pada anak dan perawatannya
6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan kerusakan jaringan keras bukan karena
karies dan klasifikasi fraktur ellis

Langkah 6. Mengumpulkan Informasi di Perpustakaan, Internet, dan lain-lain

Langkah 7. Uji Learning Objective (LO)


1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai definisi dan etiologi karies

Definisi Karies Gigi


Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentin dan cementum, yang
disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan.
Tandanya adalah adanya demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan
bahan organiknya. Akibatnya, terjadi invasibakteri dan kemampuan pulpa serta penyebaran
infeksinya kejaringan periapeks yang dapat menyebabkan nyeri. Walaupun demikian, mengingat
mungkinnya remineralisasi terjadi, pada stadium yang sangat dini penyakit ini dapat dihentikan.
(Kidd, 2013)
Karies gigi merupakan suatu proses kronis yang merusak struktur gigi yaitu email, dentin, dan
sementum yang disebabkan oleh aktivitas jasad renik terhadap suatu jenis karbohidrat yang
diragikan. Kerusakan jaringan keras gigi ditandai dengan adanya proses demineralisasi bagian
anorganik dan penghancuran komponen-komponen organik gigi yang disebabkan oleh sisa
makanan (karbohidrat) yang dapat difermentasikan menjadi masa yang asam.

Etiologi Karies
Secara etiologi, terdapat tiga teori terkait terjadinya karies gigi, diantaranya :

a. Teori acidogenic / teori kimia-bakteriologis (W.D. Miller)


W.D. Miller berpendapat jika kerusakan gigi merupakan suatu proses kimia-
bakteriologis yang terdiri atas dua tahapan, yaitu dekalsifikasi enamel yang membuat
kerusakan total dan dekalsifikasi pada dentin yang merupakan tahap awal dari
hancur/larutnya jaringan lunak dalam gigi. W.D. Miller juga menyebutkan bahwa asam
yang membuat terjadinya dekalsifikasi berasal dari fermentasi pati dan gula yang tersisa
di dalam rongga mulut.
W.D. Miller juga menjelaskan bahwa Dalam air ludah dijumpai banyak sekali enzim
seperti amilase dan maltose yang dapat mengubah polisakarida menjadi glukosa dan
maltosa. Glukosa oleh karena penguraian dari enzim-enzim yang dikeluarkan
mikroorganisme terutama golongan laktobasilus akan menghasilkan asam susu atau
laktat. Email terdiri dari atas 93% berat anorganik, jadi pH yang rendah dari asam susu
(pH 5,5) akan merusak bahan-bahan anorganik dari email sehingga terbentuk lubang
kecil. Selain laktobasilus dijumpai pula mikroorganisme golongan Streptokokus yang
dapat mengadakan proteolisis, yang menghancurkan unsur-unsur organik dari email.

b. Teori proteolysis
Berbeda dengan Miller, Gottlieb mengatakan bahwa bukan bahan anorganik yang
lebih dulu dirusak, tetapi bahan-bahan organik dari email. Bahan-bahan yang terdapat
pada email dalah; cuticula dentis, substansia interprismata dan lamella email. Bahan-
bahan ini dihancurkan oleh enzim protelisa yang berasal dari streptokokus.

c. Teori proteolysis-vhelation (Schatz;s theory)


Dalam teori ini disebutkan bahwa bakteri menyerang di atas enamel dimulai dari
mikroorganisme keratinolitik, yang mengakibatkan kerusakan dari protein dan komponen
organic lainnya dari enamel, terutama keratin. Hal ini menyebabkan larutnya substansi-
substansi dan komponen mineral pada gigi, maka terjadilah dekalsifikasi enamel pada
gigi apapun. Atau dengan kata lain, teori ini menyebutkan jika penyebab awal dari
terjadinya karies gigi yaitu adanya serangan mikroorganisme pada bagian anorgonik
enamel secra bersamaan.
Dari ketiga teori di atas, dapat disimpulkan jika karies gigi disebabkan oleh beberapa factor
seperti etiologi karies secara umum diataranya yaitu host, flora, substrat, dan juga waktu.

Faktor Risiko Terjadinya Karies Gigi Faktor risiko karies gigi adalah faktor-faktor yang
memiliki hubungan sebab akibat terjadinya karies gigi atau faktor yang mempermudah
terjadinya karies gigi. Beberapa faktor yang dianggap sebagai faktor risiko adalah
pengalaman karies gigi, kurangnya penggunaan fluor, oral higiene yang buruk, jumlah
bakteri, saliva serta pola makan dan jenis makanan (Sondang, 2008).

1. Pengalaman Karies Gigi Penelitian epidemiologis telah memberikan bukti adanya


hubungan antara pengalaman karies dengan perkembangan karies di masa mendatang.
Prevalensi karies pada gigi desidui dapat memprediksi karies pada gigi permanen
(Sondang, 2008).

2. Kurangnya Penggunaan Fluor Ada berbagai macam konsep mengenai mekanisme kerja
fluor berkaitan dengan pengaruhnya pada gigi, salah satunya adalah pemberian fluor
secara teratur dapat mengurangi terjadinya karies karena dapat meningkatkan
remineralisasi. Tetapi, jumlah kandungan fluor dalam air minum dan makanan harus
diperhitungkan pada waktu memperkirakan kebutuhan tambahan fluor karena pemasukan
fluor yang berlebihan dapat menyebabkan fluorosis (Farsi, 2007).

3. Oral Hygiene yang Buruk Kebersihan mulut yang buruk akan mengakibatkan persentase
karies lebih tinggi. Untuk mengukur indeks status kebersihan mulut, digunakan Oral
Hygiene Index Simplified (OHI-S) dari green dan vermillon. Indeks ini merupakan
gabungan yang menetukan skor debris dan deposit kalkulus baik untuk semua atau hanya
untuk permukaan gigi yang terpilih saja

Morfologi Gigi : Daerah yang Rentan

Plak yang mengandung bakteri merupakan awal bagi terbentuknya karies. Oleh karena itu
kawasan gigi yang memudahkan pelekatan plak sangat mungkin diserang karies. Kawasan-
kawasan yang mudah diserang karies tersebut adalah :

1) Pit dan fisur pada permukaan oklusal molar dan premolar.


2) Permukaan halus didaerah aproksimal sedikit dibawah titik kontak.
3) Karies pada tepian di daerah leher gigi sedikit diatas tepi gingiva.
4) Permukaan akar yang terbuka, yang merupakan daerah tempat melekatnya plak pada
pasien dengan resesi gingiva karena penyakit periodontium.

Faktor Risiko Karies

1. Pengalaman karies
Menurut penelitian epidemiologis, pengalaman karies berhubungan terhadap
perkembangan karies dimasa mendatang. Sensitifitas parameter ini hampir mencapai
60%. Tingginya skor pengalaman karies pada gigi desidui dapat memprediksi
terjadinya karies pada gigi permanennya.
2. Umur
Pada studi epidemiologis terdapat suatu peningkatan prevalensi karies sejalan
dengan bertambahnya umur. Gigi yang paling akhir erupsi lebih rentan terhadap
karies karena sulitnya membersihkan gigi yang sedang erupsi. Anak anak mempunyai
risiko karies yang paling tinggi ketika gigi mereka baru erupsi sedangkan orangtua
lebih berisiko terhadap terjadinya karies akar. Dalam penelitiannya Tarigan membuat
faktor umur menjadi 3 fase , yaitu:
 Periode gigi campuran, disini Molar 1 paling sering terkena karies.
 Periode pubertas (remaja) umur antara 14- 20 tahun. Pada masa ini terjadi
perubahan hormonal yang dapat menimbulkan pembengkakan gusi, sehingga
kurang terjaganya kebersihan mulut dan dapat meningkatkan prosentase karies.
 Umur antara 40-50 tahun. Pada umur ini sudah terjadi retraksi atau menurunnya
gusi dan papil sehingga, sisa-sisa makanan sering lebih sukar dibersihkan.
3. Jenis Kelamin
Nilai DMFT wanita masa kanak kanak dan remaja lebih tinggi dibandingkan
pria. Walaupun demikian, komponen gigi yang hilang (M, missing) lebih sedikit
daripada pria umumnya karena oral higiene wanita lebih baik. Sebaliknya, pria
mempunyai komponen tumpatan pada gigi (F, filling) yang lebih banyak dalam
indeks DMFT.
4. Sosial Ekonomi
Ada hubungan antara keadan ekonomi dan prevalensi karies. Faktor yang
mempengaruhi perbedaan ini ialah pendidikan dan penghasilan yang berhubungan
dengan diet, kebiasaan merawat gigi dan lain-lain. Hubungan antara status sosial
ekonomi berbanding terbalik, peningkatan status sosial ekonomi merupakan faktor
resiko terjadinya karies gigi dan scara umum diukur dari indikator seperti pendapatan,
tingkat pendidikan, pola hidup dan prilaku kesehatan gigi. Karies lebih sering terjadi
pada kelas sosial ekonomi rendah dibandingkan dengan kelas sosial ekonomi tinggi.
Sebenarnya hal ini terjadi bukan karena mahalnya biaya perawatan gigi, tetapi lebih
karena besarnya rasa kebutuhan terhadap kesehatan gigi
5. Oral Higiene
Salah satu komponen dalam terjadinya karies adalah plak bakteri pada gigi.
Karies dapat dikurangi dengan melakukan penyingkiran plak secara mekanis dari
permukaan gigi. Pembersihan dengan menggunakan pasta gigi mengandung fluoride
secara rutin dapat mencegah karies. Pemeriksaan gigi yang teratur dapat mendeteksi
gigi yang berpotensi menjadi karies. Kontrol plak yang teratur dan pembersihan gigi
dapat membantu mengurangi insidens karies gigi. Bila plaknya sedikit, maka
pembentukan asam akan berkurang dan karies tidak dapat terjadi.
6. Pola Makan
Pengaruh pola makan dalam proses karies biasanya lebih bersifat lokal
daripada sistemik, terutama dalam hal frekuensi mengonsumsi makanan. Kadar
kariogenik dalam makanan tergantung pada komponen-kompnennya dan dipengaruhi
berbagai macam faktor. Karbohidrat akan dimetabolisme oleh bakteri plak menjadi
asam dengan kadar yang berbeda. Seseorang dengan kebiasaan diet gula terutama
sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada giginya dibandingkan kebiasaan diet
lemak dan protein
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan klasifikasi karies

Menurut G.V. Black


G.V. Black mengklasifikasikan kavitas atas 5 bagian dan diberi tanda dengan nomor
Romawi, dimana kavitas diklasifikasi berdasarkan permukaan gigi yang terkena
karies. Pembagian tersebut adalah:
a. Kelas I Karies yang terdapat pada bagian oklusal (ceruk dan fisura) dari gigi
premolar dan molar (gigi posterior) Dapat juga terdapat pada gigi anterior di foramen
caecum (ceruk kecil).
b. Kelas II Karies yang terdapat pada bagian aproksimal (bagian gigi-geligi yang
berdekatan satu sama lain) gigi-gigi molar atau premolar, yang umumnya meluas
sampai ke bagian oklusal.
c. Kelas III Karies yang terdapat pada bagian aproksimal dari gigi depan, tetapi belum
mencapai margo-insisalis (belum mencapai sepertiga insisal gigi).
d. Kelas IV Karies yang terdapat pada bagian aproksimal dari gigi-geligi depan dan
sudah mencapai mango-insisalis (telah mencapai sepertiga insisal dari gigi)
e. Kelas V Karies yang terdapat pada bagian sepertiga leher dari gigi-geligi depan
maupun gigi belakang pada permukaan labial, lingual, palatal, ataupun bukal dari
gigi.
f. Kelas VI (Simon) Karies yang terdapat pada tepi insisal dan tonjol oklusal pada gigi
belakang yang disebabkan oleh abrasi (keausan pada gigi yang disebabkan selain dari
pengunyahan normal seperti menggigit kuku), atrisi (keadaan fisiologis pada
pengunyahan), atau erosi (keausan gigi yang disebabkan oleh proses kimia) (Tarigan,
2016) 

Gambar 3.1 Klasifikasi Karies G.V. Black


Menurut ICDAS

ICDAS (International Caries Detection and Assessment System) adalah sistem untuk mendeteksi
karies berdasarkan:

1. Tahapan proses karies


2. Topografi (pit dan fissure atau permukaan halus)
3. Anatomi (mahkota dan akar)
4. Status restorasi atau sealant Juga sebagai penilai karies melalui:

1. Tahapan (belum terbentuk kavitas/telah terbentuk kavitas)


2. Aktivitasnya (aktif/terhenti)

Klasifikasi karies:

D1 = terlihat lesi putih pada permukaan gigi saat kering


D2 = terlihat lesi putih pada permukaan gigi saat kering
D3 = karies mencapai email
D4 = karies hampir menyerang dentin (mencapai DEJ)
D5 = karies menyerang dentin
D6 = karies menyerang pulpa

a) Berdasarkan lokasi anatomis


- Oklusal (pit and fissure)
Karies pada bagian oklusal (pit and fissure) gigi posterior memiliki
prevalensi yang tinggi, terutama pada gigi yang baru erupsi. Tipe bakteri yang
terdapat pada karies bagian ini tergantung dengan kondisi dari lingkungan sekitar
rongga mulut.

- Karies pada permukaan licin/rata


Karies pada bagian proksimal dan karies pada akar gigi. Plak pada kondisi
karies pada permukaan licin menempel pada permuaan halus dengan gingiva atau di
bawah kontak proksimal.

- Karies pada permukaan akar


Sering abainya dalam membersihkan bagian proksimal akar sering membuat
terjadinya karies pada permukaan akar

b) Berdasarkan kondisi karies / progresifitas


- Karies akut
Karies yang berkembang dengan proses cepat yang melibatkan banyak gigi
dan bersifat parah.

- Karies kronis
Karies yang bekerja secara lambat, dimana mulai terlihat bagian gigi yang
terkena warna coklat sampai kehitaman.

- Karies terhenti
Karies yang lesinya tidak berkembang lebih lanjut karena adanya perubahan
lingkungan, sehingga proses karies terhenti.

c) Klasifikasi karies berdasarkan tempat terjadinya

1. Karies insipiens
Merupakan karies ringan pada permukaan gigi, dan belum terasa sakit, hanya terdapat
pewarnaan coklat atau hitam pada enamel

2. Karies superfisialis
Karies yang sudah mencapai bagian dalam dari email dan kadang-kadang terasa sakit

3. Karies media
Merupakan karies yang cukup berat yang sudah mencapai bagian pertengahan antara
permukaan gigi dan kamar pulpa. Gigi biasanya terasa sakit bila terkena ransangan
dingin, makanan asam dan manis.

4. Karies profunda
Merupakan karies berat yang telah mendekati atau bahkan telah mencapai pulpa sehingga
terjadi peradangan pada pulpa. Biasanya terasa sakit secara tiba-tiba tanpa ransangan
apapun. Apabila tidak segera diobati dan ditambal maka gigi akan mati, dan untuk
perawatan selanjutnya akan lebih lama dibandingkan pada karies-karies lainnya.

d) Bayaknya bermukaan gigi yang terkena karies


- Karies sederhana
Karies hanya terjadi pada satu akar atau bagian (oklusal karies & servikal karies)

- Karies compound
Karieas yang mengenai duua oerumakaan distoloklusal karies.
- Karies kompleks
Karies yang terjadi pada tiga permukaan atau lebih : mesiooklusal distal karies.

e) Berdasarkan perawatan lesi atau mulai terjadinya


- Karies primer ( initial)
Karies ini merupakan salah satu bentuk awal dalam terjadinya karies pada
permukaan gigi. Atau dengan kata lain karies yang terjadi pada lokasi yang belum
pernah memiliki riwayat karies sebeumnya.

- Karies sekunder
Karies yang timbul di tepi tambalan yang sudah ada, yang dapat disebabkan
oleh penumpukan plak yang paada umumnya terletak di antara tambalan dan gigi
yang menyebabkan terbentuknya kebocoran tepi.

f) Berdasarkan cara meluasnya


- Penetriende karies
karies yang meluas dari email ke dentin dalam bentuk kerucut perluasannya
secara penetrasi, yaitu merembes ke arah dalam.

- Nonpenetrasi karies
karies yang meluas dari email ke dentin dengan jalan meluas ke dalam
samping, sehingga menyebabkan bentuk seperti periuk.

g) Berdasarkan keparahan karies atau kecepatan berkembangnya karies dapat dibagi menjadi
empat yaitu:
- Karies insipien yaitu karies yang mengenai kurang dari setengah ketebalan email.
- Karies moderat yaitu karies yang mengenai lebih dari setengah ketebalan email, tetapi
tidak mencapai pertemuan dentin-email.
- Karies lanjutan yaitu karies yang mengenai pertemuan dentin-email dan kurang dari
setengah jarak pulpa.
- Karies parah yaitu karies yang mengenai lebih dari setengah jarak ke pulpa.

Klasifikasi karies menurut G.J Mount and WR.Hume :

Berdasarkan site (lokasi)

 Site 1 : karies terletak pada pit dan fissure dan bagian oklusal, posterior dan groove
 Site 2 :karies terletak di area kontak gigi (proksimal), baik anterior maupun posterior.
 Site 3 :karies terletak di daerah servikal, termasuk enamel/permukaan akar yang
terbuka.
Berdasarkan size (ukuran).

 Size 0 : lesi dini. Hanya berupa white spot dan belum ada kavitas
 Size 1 : kavitas minimal, belum melibatkan dentin hanya mengenai lapisan email
seperti pit
 Size 2 : Adanya keterlibatan dentin. Perawatan dengan preparasi kavitas dimana gigi
tersebut masih kuat untuk mendukung.
 Size 3 : kavitas yang berukuran lebih besar, sehingga preparasi kavitas di perluas agar
restorasi dapat digunakan untuk melindungi struktur gigi yang tersisa dari retak/patah.
 Size 4 : sudah terjadi kehilangan sebagian besar struktur gigi seperti cups/sudut insisal
(Graham, 2009)
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan proses terjadinya karies

Mekanisme Terbentuknya Karies

 Plak yang melekat erat pada permukaan gigi dan gingiva berpotensi cukup besar untuk
menimbulkan penyakit pada jaringan keras gigi. Keadaan ini disebabkan karna plak mengandung
berbagai macam bakteri dengan berbagai macam hasil metabolisme nya. Bakteri stroptococus
dan lactobacillus yang terdapat dalam plak yang melekat pada gigi akan memetabolisme sisa
makanan yang bersifat kariogenik terutama yang berasal dari jenis karbohidrat yang dapat
difermentasi, seperti sukrosa, glukosa, fruktosa dan maltosa. Gula ini mempunyai molekul yang
kecil dan berat sehingga mudah meresap dan di metabolisme oleh bakteri.
 Asam yang terbentuk dari metabolisme ini dapat merusak gigi, juga dipergunakan oleh bakteri
untuk mendapat energi. Asam ini akan dipertahankan oleh plak di permukaan email dan
mengakibatkan turunya pH Di dalam rongga mulut. Plak akan tetap bersifat asam selama
beberapa waktu dan untuk kembali ke pH normal dibutuhkan waktu 30 sampai 60 menit. Oleh
karena itu, jika seseorang sering dan terus menerus mengkonsumsi gula pHnya akan tetap
dibawah pH normal dan mengakibatkan terjadinya demineralisasi dari permukaan email yang
rentan, yaitu terjadinya pelarutan dari kalsium yang menyebabkan terjadinya kerusakan email
sehingga terjadi karies (Putri,dkk 2013).

Proses Terjadinya Karies


Karies dapat terjadi karena beberapa faktor utama, yaitu adanya host,
mikroorganisme, substrat, dan waktu. Permulaan terjadinya karies diawali dengan
pembentukan pelikel. Pelikel adalah lapisan bebas bakteri yang terbentuk beberapa detik
setelah penyikatan gigi. Pelikel ini berasal dari protein saliva yang terutama terdiri dari
glikoprotein pada permukaan gigi (serta pada restorasi dan gigi tiruan). Pelikel bersifat sangat
lengket dan mampu membantu melekatkan bakteri-bakteri tertentu pada permukaan gigi.
Bakteri yang pertama kali melekat pada pelikel adalah bakteri berbentuk kokus, terutama
Streptococcus mutans. Organisme tersebut tumbuh, berkembang biak, dan mengeluarkan
matriks ekstraseluler yang lengket. Bakteri-bakteri yang terdapat dalam matriks ekstraseluler
akan memproduksi substansi-substansi yang menstimulasi bakteri bebas lainnya untuk
bergabung ke dalam komunitas, sehingga terbentuklah plak. Dalam beberapa hari, plak ini
akan bertambah tebal dan terdiri dari berbagai macam mikroorganisme (terutama bakteri
gram negatif). Bakteri plak akan memfermentasikan karbohidrat (misalnya sukrosa) dan
menghasilkan asam, sehingga menyebabkan pH mulut akan turun sampai pH 4,5–5,0 dalam
waktu 1–3 menit. Kondisi asam ini akan menyebabkan asam yang berasal dari fermentasi
karbohidrat oleh bakteri, masuk ke dalam enamel melalui pori-pori berukuran kecil (1-30
nm).
Akibatnya, hidroksi apatit di enamel akan terurai dan pori-pori enamel membesar (1 µm)
sehingga bakteri dapat masuk ke dalam enamel. Namun, jika diet baik dan oral hygiene
terjaga, maka pH akan kembali normal (pH sekitar 7) dalam 30–60 menit. Sebaliknya,
apabila diet dan oral hygiene buruk, maka kondisi asam ini akan terjadi secara terus-menerus,
sehingga menyebabkan demineralisasi pada permukaan gigi yang akan menyebabkan
munculnya white spot. Kondisi asam seperti ini sangat disukai oleh Sterptococcus mutans dan
Lactobacillus sp., yang merupakan mikroorganisme penyebab utama dalam proses terjadinya
karies. Menurut penelitian Streptococcus mutans berperan dalam permulaan (initition)
terjadinya karies gigi, sedangkan Lactobacillus sp, berperan pada proses perkembangan dan
kelanjutan karies.

Proses
terjadinya
karies

1. Pembentukan Pelikel 3. Terbentuk lubang mikro (1-30


2. Fermentasi Karbohidrat nm)
Lapisan bebas bakteri yang
melekat pada permukaan Bakteri plak Kondisi asam, asam masuk ke
gigi → streptococcus memfermentasi karbohidrat dalam enamel → hidroksi apatit
mutans melekat pada → menghasilkan asam. terurai → pori-pori melebar (1
pelikel dan menarik bakteri mikro meter)
lain untuk melekat pada
gigi (bakteri menghasilkan
matriks ekstraseluler).
Diet dan Oral Diet dan Oral
Dalam waktu 1-3 Hygiene Baik Hygiene Buruk
menit, kondisi mulut
→ asam. Dalam 30-60 menit Kondisi mulut yang
Bakteri-bakteri yang pH akan kembali asam akan
melekat pada pelikel netral. Demineralisasi berlangsung lama
akan membentuk berhenti. → terus-menerus.
plak → plak semakin
(pH: 7,0 → (pH: 5,0 →
timbul white spot)

4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pencegahan karies

Pencegahan Karies Gigi


Pencegahan karies gigi bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dengan memperpanjang
kegunaan gigi di dalam mulut. Pencegahan karies gigi dapat dibagi atas 2 bagian:
1) Tindakan Praerupsi
Tindakan Praerupsi di tujukan demi kesempurnaan struktur email dan dentin atau gigi pada
umumnya. Yang mempengaruhi pembentukan dan pertumbuan gigi kecuali protein untuk
pembentukan matriks gigi adalah vitamin dan zat mineral yang memengaruhi atau
menentukan kekuatan dan kekerasan gigi. Vitamin atau mineral tersebut adalah:
a) Vitamin- vitamin: terutama A, C, D
b) Mineral- mineral: terutama Ca, P, F, Mg Oleh karena itu, sebelum terjadinya pengapuran
pada gigi bayinya, ibu hamil dapat diberi makanan yang mengandung unsur-unsur yang dapat
menguatkan email dan dentin.
2) Tindakan Pasca erupsi
Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya ketidakseimbangan
tersebut atau mengembalikan ke keadaan normal. Ada beberapa metode yang dapat
diberitahukan untuk memecah siklus terjadinya karies. (Tarigan, 2013) Adapun metode yang
dapat dilakukan adalah : Pengaturan Diet, Kontrol Plak, Penggunaan Flour, menjaga pH
mulut agar tetap normal, menjaga cairan saliva agar jumlahnya normal tidak kental ataupun
tidak berlebih, Kontrol bakteri, Pemberian sealant pada pit dan fisur.

Pencegahan karies gigi dapat didasarkan pada faktor penyebab terjadinya karies gigi. Menurut
Leavel & Clark upaya pencegahan dapat dibagi dalam tiga tahap:

1. Pertama: Pencegahan primer/utama berusaha untuk mencegah agar penyakit sama sekali
tidak terjadi dengan cara pemeliharaan oral higiene / kebersihan mulut / plak kontrol.
Tindakan yang dapat dilakukan contohnya seperti dental health education (DHE),
pemeliharaan kesehatan gigi, pemeriksaan gigi teratur, pencegahan karies dengan fluor, dan
profilaktik odontotomi atau fissure sealant.

2. Kedua: pencegahan sekunder tindakan yang dilakukan untuk mencegah

berlanjutnya penyakit. Tindakan yang dilakukan adalah menegakkan diagnosa yang dini serta
melakukan perawatan yang tepat terhadap penyakit yang telah terjadi.Misalnya : pembatasan
cacat / penyakit yang terjadi dengan melakumelakukan restorasi pada gigi karies atau
perawatan ortodonti jika terdapat maloklusi.
3. Ketiga: Pencegahan tersier tindakan yang dilakukan jika penyakit sudah berlanjut dan
sudah menimbulkan cacat. Tindakan ini untuk mencegah meluasnya penyakit gigi dan mulut.
Misalnya: pada keadaan terjadinya abses periodontal, sehingga terpaksa dilakukan
pencabutan dini pada gigi penyebab maka harus dibuatkan space maintainer untuk mencegah
terjadinya maloklusi.

Pemeriksaan Karies Gigi

1. Anamesis

Wawancara yang dilakukan oleh dokter dengan pasien yang mencakup keluhan

utama pasien.

2. Pemeriksaan

a. Pemeriksaan Klinis

Pemeriksaan yang dilakukan pada rongga mulut pasien dan memeriksa secara teliti gigi geligi
apabila terlihat langsung maka dapat ditentukan adanya karies. Adakalanya karies terutama
proksimal tidak terlihat secara klinis maka bantuan radiografi diperlukan. Pemeriksaan
intraoral adalah pemeriksaan yang dilakukan dalam rongga mulut. Pemeriksaan intraoral
terdiri dari pemeriksaan yang abnormal yang ditemukan dalam rongga mulut seperti jaringan
lunak, jaringan keras dan struktur pendukung. Pemeriksaan terhadap oklusi, susunan gigi,
fungsi organ mulut dan kondisi jaringan dalam mulut sangat penting untuk diperhatikan.
Contoh: mukosa labial dan bukal, estibulum lateral dan bukal, papila dari duktus parotid,
palatum (keras dan lunak), posterior lidah dan orofaring, dorsal lidah, dasar mulut dan ventral
lidah, gigi geligi (oklusal, karies, malformasi, penyakit periodontal serta kelainan lain).

b. Pemeriksaan Radiografi

Radiografi merupakan pemeriksaan penunjang klinis dalam mendeteksi karies gigi.


Radiografi kedokteran gigi merupakan alat yang berguna dan penting dalam membantu
menegakkan diagnosis dan perawatan penyakit mulut seperti karies, penyakit periodontal dan
patologi rongga mulut. Lesi terlihat pada radiograf sebagai daerah radiolusen karena daerah
demineralisasi gigi tidak banyak menyerap foton sinar-x sebagai bagian tidak terpengaruh
karies.

Pencegahan Karies Gigi

Pencegahan primer

Menurut Alpers (2006) mencegah pembusukan dengan tindakan pencegahan sebagai berikut :

1) Memilih makanan dengan cermat

Makanan yang mengandung karbohidrat juga berfenmentasi termasuk gula dan tepung
kemudian akan diolah menjadi roti dan keripik kentang. Karena karbohidrat merupakan
sumber makanan penting sehingga jangan mengurangi karbohidrat yang akan di konsumsi.
Mengatur kebiasaan makan anak dengan sebagai berikut :

a) Menghindari makanan yang lengket dan kenyal seperti snack. Makanan seperti gula,
kacang bersalut gula, sereal kering, roti dan kismis juga buah yang dikeringkan akan
menempel pada gigi. Usahakan untuk membersihkan gigi dalam waktu 20 menit setelah
makan. Apabila tidak menyikat gigi maka berkumurlah dengan air putih.

b) Memilih snack dengan cermat. Efek makanan seperti snack dapat menyebabkan gigi
berlubang. Makan snack setiap hari memungkinkan bakteri terus membentuk asam yang
merusak gigi. Jangan makan makanan manis terus, mengunyah permen karet atau permen
penyegar nafas. Jika ingin menguyah permen dengan memilih produk yang tidak
mengandung gula karena mengandung xylitol atau aspartam sehingga mengurangi bakteri
pembuat lubang pada gigi.

2) Pemeliharaan gigi

Mulut tidak bisa dihindarkan dari bakteri, tetapi mencegah bakteri dengan membersihkan
mulut dengan teratur. Ajarkan anak untuk menyikat gigi > 2 kali sehari. Menganjurkan untuk
melakukan pemeriksaan gigi tiap 6 bulam sekali.

3) Pemberian flour

Membubuhkan flour dalam air minum yang kekurangan flour untuk mencegah karies gigi.
Tambahan tersebut dapat berupa tetes atau tablet. Obat ini biasanya dikumurkan dalam mulut
sekitar 30 detik kemudian dibuang. Anak rentan terhadap gigi berlubang sehingga pemberian
flour secara topikal termasuk pasta gigi yang mengandung flour sangat bermanfaat.

4) Pengaplikasian pit dan fissure sealant

b. Pencegahan sekunder

1) Penambalan gigi, kerusakan gigi biasanya dihentikan dengan membuang bagian gigi yang
rusak dan diganti dengan tambalan gigi. Jenis bahan tambalan yang digunakan tergantung
dari lokasi dan fungsi gigi. Geraham dengan tugas mengunyah memerlukan bahan yang lebih
kuat dibandingkan gigi depan. Perak amalgam digunakan pada gigi belakang. Tambalan pada
gigi depan dibuat tidak terlihat, silikat sejenis semen porselen yang mirip dengan email.
Resin komposit adalah bahan yang sering digunakan pada gigi depan dan belakang bila
lubangnya kecil dan merupakan bahan yang warnanya sama dengan warna gigi. Jika saraf
gigi telah rusak dan tidak dapat diperbaiki maka gigi perlu dicabut.

c. Pencegahan tersier

Gigi dengan karies yang sudah dilakukan pencabutan terhadap rehabilitasi dengan pembuatan
gigi palsu

5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan karies pada anak dan perawatannya

Karies gigi merupakan penyakit pada gigi yang banyak dijumpai, di Indonesia prevalensi karies
pada anak sekolah dasar hampir 60–80 % (Dep.Kes.1960), sementara di AS 93 % dari populasi
mempunyai lesi karies (Massler, Ludwick & Schour 1952). Gigi insisivus atas sulung mudah
terkena karies, karena enamel di permukaan lebih tipis dan kurang padat dibandingkan permukaan
oklusal gigi molar susu. Disamping itu gigi insisivus erupsi paling awal sehingga paling lama
berkontak dengan ASI (Air Susu Ibu) atau PASI (Pengganti ASI).

 Rampan karies ialah suatu jenis karies yang proses terjadinya dan meluasnya sangat cepat dan
tiba-tiba, sehingga menyebabkan lubang pada gigi, terlibatnya pulpa dan cenderung mengenai
gigi yang imun terhadap karies yaitu gigi insisivus depan bawah.
GEJALA KLINIS DAN GAMBARAN RADIOLOGI
1. Pada umumnya yang terkena adalah anak-anak usia 4 – 8 tahun atau remaja usia 11 – 19
tahun. Bila anak-anak usia 2 – 4 tahun sudah terserang rampan karies pada gigi sulung, hal ini
dihubungkan dengan enamel hipoplasia dan kepekaan terhadap karies yang tinggi.
2. Gigi yang terkena rampan karies biasanya sudah mengalami kerusakan hebat, beberapa
gigi atau semuanya dapat menjadi gangren atau menjadi radiks. Konsistensi lesi karies sangat
lunak dengan warna kuning sampai coklat muda.
3. Pada umumnya karies sudah dalam. Terkenanya pulpa akan menyebabkan rasa sakit,
terlebih bila disertai abses yang mengakibatkan anak susah / tidak mau makan. Hal ini
menyebabkan kurang optimalnya fungsi pengunyahan sehingga mengakibatkan pertumbuhan
rahang berkurang terutama arah vertikal.
4. Bila terjadi gangguan pada jaringan penyangga, melalui ronsen foto terlihat gambaran
radiolusen disekitar apeks gigi.

FAKTOR ETIOLOGI

1. Konsumsi makanan.
2. Saliva
3. Faktor psikologis.

 Karies botol
Karies botol adalah suatu karies yang terjadi pada bayi dan anak yang masih sangat muda
ditandai dengan pola tersendiri atau khas berupa karies yang hebat dan parah pada gigi
desidui disebabkan cara pemberian makanan/susu/ASI yang tidak tepat. Penyebab karies
botol sebenarnya sama saja dengan karies yaitu interaksi antara empat faktor yaitu : Gigi
(host), substrat (karbohidrat) , mikrorganisme serta waktu.
PENCEGAHAN DAN PERAWATAN Pemberian ASI atau makanan melalui botol
dianjurkan hanya sampai usia bayi 6 bulan. Waktu memberi minuman pada bayi selalu
diperhatikan dan bayi tidak boleh dibiarkan mengisap botol/ASI sambil tiduran, apalagi
sampai tertidur. Hindari pemberian gula yang berlebihan Sebaiknya anak sudah mulai
diperkenalkan ke dokter gigi sejak usia dini ( 1 tahun ) sehingga bila terlihat tanda-tanda
karies botol dapat dirawat dengan segera. Perawatan harus dilakukan meskipun gigi hanya
tinggal akar, karena usia penggantian gigi masih lama. Kehilangan atau pencabutan yang dini
dari gigi susu, mengakibatkan terganggunya pertumbuhan dan perkembangan rahang untuk
tempat gigi tetap.

Early childhood caries (ECC) atau karies dini adalah penyakit rampan gigi yang paling
banyak menyerang anak-anak. Menurut American Dental Association (ADA), ECC ditandai
dengan satu atau lebih kerusakan gigi, baik lesi dengan kavitas atau tanpa kavitas, kehilangan
gigi akibat karies, atau penambalan permukaan gigi sulung pada usia prasekolah antara usia
lahir hingga 71 bulan.

Penyakit tersebut juga dikenal sebagai karies susu botol merupakan sindroma kerusakan gigi
yang parah dan terjadi pada bayi atau anak-anak, berkembang dengan cepat dan
mengakibatkan gangguan kesehatan yang panjang pada anak- anak. Kesulitan makan adalah
keluhan yang sering dialami anak penderita ECC, karena terasa sakit atau linu bila
mengunyah, anak sering mengemut makanannya untuk menghindari terjadinya rasa nyeri bila
mengunyah, anak sering menangis karena rasa nyeri yang mengenai seluruh gigi, serta adanya
bau mulut.

Secara biologi ECC merupakan proses infeksi yang dikatalisis oleh pemaparan yang sering
dan dalam waktu lama dari susu, formula, dan jus buah terhadap permukaan gigi. Hal ini
diawali oleh kebiasaan membiarkan anak menggunakan botolnya saat tidur pada siang hari
dan malam hari terpapar cairan gula yang menyebabkan genangan berjam-jam di sekeling
gigi bayi dan anak-anak.

Perawatan gigi sangat penting untuk mencegah terjadinya kerusakan gigi anak. Perawatan
yang dilakukan harus disesuaikan dengan kondisi dan keluhan pasien anak. Perawatan yang
dibutuhkan pertama-tama adalah menghilangkan rasa nyeri. Adanya rasa nyeri perlu segera
ditanggulangi, karena dapat mengganggu aktivitas anak. Penanggulangannya dapat secara
lokal pada gigi maupun secara oral. Secara lokal dengan menumpat secara langsung dengan
obat-obatan eugenol melalui kapas dan selanjutnya ditumpat sementara atau langsung dengan
zinc oxide eugenol tanpa kapas. Pemberian obat sedatif dan analgesik dapat diberikan secara
oral terutama pada rasa nyeri yang telah lanjut.

Perawatan kedua yaitu dengan mengurangi aktivitas bekteri untuk menghentikan karies dan
mencegah penjalaran yang cepat ke arah pulpa dengan profilaksis oral, yaitu menyikat gigi
secara benar, atau skeling. Ketiga dengan melakukan impreginasi karies yang diberikan pada
karies yang baru terbentuk atau karies email dan karies dentin, misalnya dengan pengulasan
stannum flouride, silver nitrate, atau silver diamine fluoride.

Selanjutnya dapat dilakukan penumpatan kavitas dengan tumpatan tetap merupakan tujuan
utama agar kesehatan gigi dan mulut serta fungsi dan estetiknya dapat kembali, perawatan
saraf gigi bila telah mencapai pulpa, sesuai dengan indikasinya, mencabut gigi yang sudah
tidak dapat dirawat lagi, dan pengontrolan karies secara klinis dapat dilakukan dengan
memantau kebiasaan makannya dengan cara analisis diet.

Gambaran klinis ECC terdiri dari 4 tahap, yaitu:

1. Tahap satu/inisial

Tahap inisial terjadi pada anak usia antara 10-20 bulan atau lebih muda. Gambaran klinisnya
berupa lesi berbentuk garis berwarna putih seperti kapur, opak (white spot) pada permukaan
gigi insisivus maksila, yaitu gigi yang pertama erupsi di rahang atas dan merupakan gigi yang
paling sedikit dilindungi oleh saliva. Pada tahap ini, hanya email yang mengalami
demineralisasi. Lesi berupa garis putih ini dapat terlihat jelas pada regio servikal permukaan
vestibular dan palatal gigi insisivus. maksila. Biasanya pada tahap ini, orang tua tidak
menyadarinya karena tiadanya keluhan dari anak. Jika tidak dirawat, area putih tersebut akan
berubah dengan cepat menjadi kavitas kuning-coklat dan menyebar ke gigi posterior.

2. Tahap dua

Tahap dua terjadi ketika anak berusia 16-24 bulan. Lesi putih pada gigi insisivus berkembang
dengan cepat dan menyebabkan demineralisasi email sehingga mengenai dan terbukanya
dentin. Ketika lesi berkembang, lesi putih pada email tersebut berpigmentasi menjadi kuning
terang, coklat kemudian hitam, dan pada kasus yang lebih parah, lesi juga dapat mengenai
tepi insisal. Perubahan warna email disebabkan oleh pigmen yang berasal dari saliva (coklat
dan hitam), makanan serta akibat penetrasi dari bakteri. Gigi molar pertama maksila pula
mulai terkena tahap inisial pada regio servikal, proksimal dan oklusal. Pada tahap ini, anak
mulai mengeluh karena sensitif terhadap rasa dingin dan orang tua juga sudah mulai
menyadari perubahan warna pada gigi anaknya.

3. Tahap tiga

Tahap tiga terjadi ketika anak berusia 20-36 bulan. Pada tahap ini, lesi sudah meluas hingga
terjadi iritasi pulpa. Lesi pada gigi molar pertama maksila sudah berada pada tahap dua,
sedangkan pada gigi molar pertama mandibula dan kaninus mandibula berada pada tahap
inisial. Gejala yang timbul pada tahap tiga ini adalah anak mengeluh sakit ketika mengunyah
makanan dan ketika menyikat gigi, serta sakit spontan pada waktu malam.

4. Tahap empat

Tahap empat terjadi ketika anak berusia 30-48 bulan. Tahap ini ditandai dengan lesi yang
meluas dengan cepat ke seluruh permukaan email, mengelilingi regio servikal dan mengenai
dentin dalam waktu yang singkat, serta terjadi kerusakan yang parah di seluruh mahkota gigi
hingga terjadi fraktur dan hanya akar yang tersisa. Pada tahap ini gigi insisivus maksila
biasanya mengalami nekrosis dan gigi molar pertama maksila berada pada tahap tiga, sedang
gigi molar dua maksila, gigi kaninus maksila dan molar pertama mandibula berada pada tahap
dua. Biasanya anak-anak menderita namun tidak dapat mengekspresikan rasa sakitnya, selain
mengalami kesukaran tidur dan menolak untuk makan.

Perawatan karies pada anak


Rutin untuk ke dokter gigi menjadi hal yang utama dalam penanganan karies, karena
agar kavitas tidak menyebar dan semakin dalam pada bagian gigi.

Sebagai dokter gigi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan
perawatan karies pada anak. Perawatan dapat dilakukan berdasarkan kelas kariesnya.
a. Kelas I pada gigi molar susu
- Jelaskan dan tunjukkan kepada anak (dan orang tua) apa yang dokter gigi coba
lakukan.
- Anestesi lokal jika diperlukan
- Pada kavitas yang kecil perlu dilakukan pembukaan dan ini kebanyakan dapat
dengan mudah dikerjakan menggunakan henpis (penyemprot udara) putaran tinggi
dan bur berbentuk pir. Outline (perluasan preparasi kavitas) kemudian dapat dibentuk
dan karies dibuang.
- Pada kavitas yang besar, ekskavator atau bur bulat yang lebih besar diperlukan untuk
memulai pembuangan karies dari dinding kavitas. Bila ada email yang menggaung
harus dipotong semuanya.
- Bila karies dalam, hentikan preparasi dan periksa kembali apakah diperlukan
pulpotomi.
- Periksa retensi dan dinding, seharusnya bebas karies.
- Bersihkan dan keringkan kavitas.
- Lapisi dasarnya dengan kalsium hidroksida yang keras bila digunakan amalgam.
- Letakkan amalgam selapis demi selapis. Ionomer kaca atau komposit juga dapat
digunakan.
- Periksa oklusi.
- Ini merupakan kesempatan yang baik untuk memperkuat saran pencegahan tetapi
tetap berikan secara singkat
- Puji anak dan jangan lupa berikan stiker/lencana/sikat gigi sebagai hadiah. 

Gambar 4.1 Potongan Melintang Restorasi Kelas I (Mitchell dkk., 2016)


b. Kelas II gigi molar susu-amalgam
- Ikuti langkah-langkah untuk kavitas oklusal kecil.
- Bila kavitas oklusal (kunci), yang digunakan untuk mempertahankan restorasi dan
menghilangkan karies oklusal, sudah selesai dibuat, perluas sampai ke permukaan
aproksimal.
- Buat dasar boks (untuk memberi jalan masuk dalam pembuangan karies), perhatikan agar
tidak melebihi kontur bulat gigi.
- Patahkan bagian email aproksimal yang tersisa dengan instrumen manual.
- Sempurnakan preparasi boks mengikuti kontur luar gigi.
- Buang semua karies. Bila terbuka, lakukan perawatan pulpa.
- Periksa retensi.
- Bila menggunakan amalgam, tempatkan pelapik dasar yang keras; bila menggunakan bahan
adhesif, tidak diperlukan bahan pelapik.
- Pasang pita matriks yang kecil beserta wedge.
- Taruh bahan tambal dan bentuk/ukir dengan matriks masih terdapat di tempatnya. Lakukan
pengerasan dengan disinar bila perlu.
- Periksa oklusi.

Gambar 4.2 Potongan Melintang Restorasi Kelas II (Mitchell dkk., 2016)


c. Kelas III, IV, dan V pada gigi susu

Karies pada gigi insisif dan kaninus susu terlihat lebih jarang dibandingkan gigi molar dan
karenanya merupakan indikator dari tingkat karies yang tinggi. Penanganan yang dilakukan
bertujuan untuk mengurangi rasa sakit dan pencegahan. Estetika kurang begitu penting.
Pilihan perawatan mencakup: - Pencabutan
- Pengolesan natrium fluoride 2% dan observasi. Terpengaruh bila karies berlanjut.
- Pengasahan dengan disk (lebih aman menggunakan bur fissure rata No.1, dibanding disk)
ditambah fluoridasi topikal.
- Restorasi: biasanya jaringan keras yang ada tidak cukup untuk retensi, karenanya bahan
adhesif lebih dipilih.
a. Restorasi Kelas III Teknik serupa seperti yang digunakan pada gigi insisif permanen,
hanya tanpa alur retensi insisal.
b. Restorasi Kelas IV Bila restorasi diperlukan, komposit dengan kekuatan lebih tinggi
merupakan pilihan. Mahkota (strip) polikarboksilat dianjurkan oleh beberapa pedodontis
untuk anak yang bermotivasi tinggi. 
c. Restoras Kelas V Buang karies dengan bur inverted cone dan restorasi dengan ionomer
kaca. (Mitchell dkk., 2016) 
Gambar 4.3 Bur Inverted Cone

5. Pencegahan Karies pada Anak

Orang tua berperan penting dalam menjaga kebersihan gigi dan mulut anak. Orang tua
dapat mengurangi risiko terjadinya karies gigi dengan melakukan cara pencegahan
karies dengan berkumur dengan air bersih setelah minum susu maupun makan
makanan yang manis dan menggosok gigi untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut.
Orang tua juga harus membiasakan anaknya memeriksakan gigi mereka ke dokter gigi
2 kali dalam 1 tahun. (Winda dkk., 2015)

Selain itu juga dapat dilakukan dengan modifikasi diet gula pada anak mengenai
pemberian makan manis, lunak dan lengket yaitu dengan pengendalian asupan gula
yang tinggi, memperbanyak makanan yang berserat, menghindari makanan lunak dan
lengket seperti cokelat agar tidak terjadi karies gigi serta menghindari pemberian susu
formula maupun ASI pada waktu tidur siang atau malam dalam jangka waktu yang
lama agar tidak terjadi karies. (Winda dkk., 2015)

Pemberian fluoride juga dapat dilakukan. Tujuan utama diberikan fluoride (pasta gigi,
bilasan, gel dan fluoridasi air masyarakat) adalah efek topikal pada permukaan
enamel. Bahkan konsentrasi rendah fluoride dalam mikro-lingkungan di sekitar gigi
menghambat demineralisasi dan mendukung remineralisasi permukaan gigi.
Penggabungan fluoride (sebagai fluoroapatit) ke dalam email akan berkurang
kelarutannya (dan meningkatkan ketahanan terhadap karies). (Manton, et al., 2013)

Pada tahun-tahun prasekolah, dan pada awal gigi campuran, permukaan


interproksimal dari molar susu menjadi lebih berisiko karies. Orang tua dapat
menunjukkan kepada anak tentang cara menggunakan dental floss pada area tersebut
ketika gigi menandakan adanya demineralisasi. (Manton, et al., 2013)

Beberapa teknik pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut yang harus diperhatikan pada usia
dini adalah (Fatimah, 2010):

1. Penyikatan Gigi dan pemakaian pasta gigi


Pemberian disclosing solution dapat dilakukan agar anak dapat melihat bagian-bagian yang
kotor pada gigi. Adapun teknik penyikatan gigi yang dapat diterapkan pada anak adalah
teknik roll. Bantuan orang tua dibutuhkan apabila anak mendapatkan kesulitan saat
melakukan penyikatan pada posisi gigi yang sulit, misalnya bagian bukal rahang atas dan
rahang bawah. Pada keadaan ini hendaknya orang tua tetap memandu anak. Setelah selesai
menyikat gigi hendaknya orang tua melakukan pemeriksaan kembali apakah sudah bersih.
Penyikatan gigi dilakukan dua kali dalam sehari yaitu pagi setelah makan dan malam sebelum
tidur.

2. Pemakaian flossing pada gigi


Orang tua perlu mengajarkan cara penggunaan flossing, agar tidak terjadi luka/trauma pada
gusi.

6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan kerusakan jaringan keras bukan


karena karies dan klasifikasi fraktur ellis

Kerusakan jaringan keras gigi


1. Abfraksi
Abfraksi merupakan kerusakan atau kehilangan jaringan keras gigi yang disebabkan
karena tekanan biomekanik pada garis servikal gigi atau daerah cemento-enamel
junction. Lesi abfraksi disebabkan oleh daya lentur gigi pada saat adanya tekanan dan
menyebabkan email dan dentin kelelahan.
Abfraksi gigi dapat terjadi karena adanya kontak prematur, sehingga beban atau
tekanan tersebut akan berpindah membebani daerah servikal gigi. Gambaran klinis
abfraksi gigi yaitu adanya cekungan yang tajam berbentuk V atau baji dengan sudut
yang jelas terutama pada permukaan servikal labial atau bukal gigi.

2. Erosi
Erosi gigi merupakan salah satu kelainan atau kerusakan jaringan keras gigi ditandai
dengan hilangnya substansi jaringan keras gigi yang bersifat ireversibel akibat adanya
paparan asam tanpa melibatkan aktivitas bakteri.Terpaparnya gigi dengan asam, baik
asam intrinsik maupun ekstrinsik dapat menyebabkan terjadinya proses demineralisasi
email gigi.Tingkat keparahan erosi gigi tergantung pada frekuensi, durasi, jenis
paparan agen erosif, mineralisasi jaringan keras gigi, dan komposisi saliva.Gambaran
klinis erosi gigi merupakan terkikisnya lapisan email sehingga terlihat permukaan gigi
yang halus, licin (silky-glazed) dan terdapat perubahan warna.Mekanisme erosi
melibatkan pelepasan kalsium dan ion fosfat dari email karena asam bereaksi dengan
kristal hidroksiapatit dalam struktur gigi sehingga dalam jangka waktu tertentu akan
mengakibatkan erosi gigi.

3. Abrasi
Abrasi adalah kerusakan yang dapat mengikis lapisan luar gigi, terkadang juga memengaruhi
bagian-bagian yang lebih dalam dari gigi (Tarigan, 2014). Abrasi merupakan hilangnya
struktur gigi akibat dari keausan mekanis yang abnormal secara klinis dapat dilihat
membentuk irisan atau parit berbentuk “V” pada daerah servikal gigi (Kalangie dkk, 2016).
Daerah abrasi biasanya mengilap dan kuning karena dentin yang terbuka dan bagian yang
terdalam dari alur peka terhadap ujung sonde. Terbukanya pulpa atau patahnya gigi
merupakan manifestasi dari kepekaan dentin tersebut.

Abrasi adalah keausan gigi yang tidak disebabkan oleh berkontaknya gigi melainkan
disebabkan oleh penyikatan horisontal yang berlebihan dengan menggunakan pasta gigi yang
abrasif atau ausnya tepi insisal karena kebiasaan menggigit benda tertentu seperti jepitan
rambut atau pipa rokok.

Beberapa penyebabnya adalah:

a. Abrasi gigi yang disebabkan oleh penyikatan gigi dengan arah horizontal yang diikuti
tekanan yang berlebihan.

Faktor Risiko

Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat mempengaruhi terjadinya erosi gigi, yaitu
faktor biologis dan faktor perilaku.
1) Faktor Biologis
Saliva merupakan faktor biologis terpenting yang dapat mempengaruhi pencegahan erosi
gigi. Saliva bertugas untuk melindungi permukaan gigi termasuk pembersihan bakteri,
sistem buffer dan meningkatkan remineralisasi gigi.Laju alir saliva juga memegang
peranan penting karena dapat meminimalisasi serangan erosif awal dengan meningkatkan
unsur organik dan anorganik saliva.
Selain saliva, struktur gigi juga patut diperhatikan seperti permukaan email yang memiliki
risiko tinggi terjadi erosi gigi. Proses erosi enamel melibatkan pelunakan awal pada
permukaan diikuti oleh hilangnya struktur gigi yang permanen akibat demineralisasi
karena serangan erosif oleh asam.

2) Faktor Perilaku
Selama dan setelah terdiagnosis erosi, faktor perilaku memegang peranan penting dalam
modifikasi tingkat perluasan erosinya.Setiap individu memiliki kebiasaan yang berbeda-
beda dalam konsumsi minuman asam seperti minuman berkarbonasi.

Menurut Ellis and Davey, 1970. cit. Rao.A, 2012

Kelas 1 merupakan fraktur sederhana pada mahkota gigi dengan melibatkan sedikit atau tidak ada
dentin. Fraktur ini akan terlihat berwarna putih dengan tekstur kapur. Fraktur pada email dapat
menyebabkan laserasi pada jaringan lunak karena ujungnya yang tajam dan sebagian besar
menimbulkan masalah estetik.
Kelas 2 merupakan fraktur mahkota yang luas dengan melibatkan cukup banyak dentin, tanpa
melibatkan pulpa. Sering terjadi pada anak-anak dari pada orang dewasa. Hal ini disebabkan
karena gigi anak-anak mempunyai pulpa lebih besar dari pada dentin. Adapun gejala yang sering
ditimbulkan pada fraktur ini yaitu sensitif terhadap air atau udara dingin dan kontak langsung.

Kelas 3 merupakan fraktur mahkota yang luas dengan melibatkan cukup banyak dentin dan
melibatkan pulpa. Fraktur yang terpapar pada pulpa gigi dianggap fraktur gigi yang paling serius.
Dalam kasus ini dapat menyebabkan hilangnya gigi permanen. Fraktur pada pulpa akan terlihat
berwarna warna merah muda pada bagian tengah retakan, biasanya disertai rasa sakit kecuali
suplai neurovaskular gigi telah terganggu pada akar gigi (Wang, et al., 2011).

Kelas 4 merupakan gigi yang mengalami trauma menjadi non vital dengan atau tanpa kehilangan
struktur mahkota.

Kelas 5 merupakan kehilangan gigi. Avulsi gigi yaitu trauma yang mengenai gigi sehingga
membuat gigi benar-benar terlepas dari soketnya.

Kelas 6 merupakan fraktur akar gigi dengan atau tidak melibatkan struktur mahkota.

Kelas 7 merupakan perpindahan gigi tanpa fraktur mahkota atau akar

Kelas 8 merupakan fraktur kompleks mahkota gigi

Kelas 9 merupakan trauma pada gigi decidui.


DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/749/4/Chapter2.doc.pdf

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/39608/Chapter%20II.pdf?
sequence=4&isAllowed=y

http://ocw.usu.ac.id/course/download/611-PEDODONSIA-DASAR/kgm-
427_slide_karies_gigi_pada_anak_2.pdf

http://repository.ump.ac.id/8249/3/Okta%20Fajar%20Silviana%20BAB%20II.pdf

http://eprints.undip.ac.id/44896/3/Uun_22010110110089_bab2KTI.pdf

http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/21386/6.%20BAB
%20II.pdf?sequence=7&isAllowed=y

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2909/4/Chapter2.pdf

Listrianah. 2017. Indeks Karies Gigi Ditinjau Dari Penyakit Umum Dan Sekresi Saliva Pada
Anak Di Sekolah Dasar Negeri 30 Palembang 2017. Vol 12 No. 2

Fajriani, Hendrastuty Handayani. Penatalaksanaan Early Childhood Caries. J Dentofasial


2011: 10 (3): 179-183.

Kidd, Edwina A.M. dan Bechal, Sally Joyston. 1991. Dasar-dasar Karies. Jakarta:
EGC.

Manson, J.D., Eley, B.M. 2013. Buku ajar periodonti. 2nd. Jakarta: Hipokrates.

Manton, D. J. dan Linda Hayes-Cameron. Dental Caries on Handbook of Pediatric


Dentistry Fourth Edition. Australia: Mosby Elsevier

Mitchell, L., David A. M., dan Lorna McCaul. 2016. Kedokteran Gigi Klinik (Semua
Bidang Kedokteran Gigi) Edisi 5. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Mustika, M. D., Amy N. C., dan Cholil. 2014. Insidensi Karies Gigi pada Anak Usia
Prasekolah di TK Merah Mandiangin Martapura Periode 2012-2013. Banjarmasin:
Dentino Jurnal Kedokteran Gigi Vol. 2, No 2 September 2014

Rahmawati, N. A. M., Ketut S., dan Setyabudi. 2016. Perbandingan Karies Servikal
Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin di UPF Konservasi Gigi RSGM FKG Unair
Bulan Agustus – November 2015. Surabaya: Conservative Dentistry Journal Vol.6,
No.1 Januari-Juni 2016

Tarigan, Rasinta. 2016. Karies Gigi Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Widayati, Nur. 2014. Faktor yang Berhubungan dengan Karies Gigi pada Anak Usia
4–6 Tahun. Surabaya: Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 2, No. 2 Mei 2014

Anda mungkin juga menyukai