Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH PERAWATAN KARIES PADA ANAK

Oleh :

SUTAN MUHAMMAD FIROOS (04031281722042)

DOSEN PENGAMPU : drg.Ulfa Yasmin,Sp.KGA

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2019
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada anak usia sekolah merupakan usia pertumbuhan. Namun, jika anak tidak diberikan
pemahaman tentang menjaga kesehatannya, khususnya kesehatan gigi dan mulut, maka
pertumbuhan mereka akan terganggu. Kebanyakan anak-anak suka sekali makan-makanan yang
manis dan lengket sehingga memicu terjadinya karies pada gigi susu mereka.
Hal ini berdampak pada masa pertumbuhan anak. Berdasarkan keterangan dari orang tua anak
penderita karies gigi, dapat diketahui bahwa permasalahan utama atas terjadinya karies gigi pada
anak adalah ketidakmampuan orang tua dalam melakukan pencegahan primer, sehingga pola
makan dan hidup anak tidak terkendali. (Widayati, 2014)
Dalam beberapa hal, gigi susu pada anak berbeda dengan gigi permanen sehingga memengaruhi
perjalanan penyakit gigi dan penanganannya. (Mitchell dkk., 2016)
Atas dasar yang telah dijelaskan sebelumnya, dibuat lah artikel ini agar dapat mengedukasi para
orang tua untuk berperan aktif dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut pada anak mereka. Serta
untuk para mahasiswa kedokteran gigi agar dapat menambah ilmu dan wawasan pada bidang
ilmu pedodonsia tentang cara menangani karies pada anak.

Rumusan masalah
1. Apa itu karies?
2. Apa saja faktor-faktor terjadinya karies pada anak?
3. Apa saja klasifikasi dari karies?
4. Perawatan apa yang dapat dilakukan pada anak yang terkena karies?
5. Bagaimana pencegahan karies pada anak?

Tujuan penulisan
Mengetahui gambaran karies pada anak serta cara perawatan dan pencegahan yang tepat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Karies

Karies merupakan proses larutnya jaringan keras gigi secara kimia akibat asam yang terbentuk
dari hasil fermentasi karbohidrat oleh bakteri yang terdapat pada plak. Karies merupakan
penyakit multifaktorial yang paling sering dialami oleh anak-anak maupun orang dewasa di
seluruh dunia, dimulai dengan adanya aktivitas mikrobiologi dalam biofilm kompleks.
(Rahmawati dkk., 2016)

Dalam sumber lain, karies gigi adalah penyakit jaringan keras gigi yang ditandai dengan
kerusakan jaringan, dimulai dari permukaan gigi (ceruk, fisura, dan daerah interproksimal)
meluas ke arah pulpa. Karies gigi dapat dialami oleh semua orang dan dapat timbul pada satu
permukaan gigi atau lebih, serta dapat meluas ke bagian yang lebih dalam dari gigi, misalnya
dari email ke dentin atau ke pulpa. (Tarigan, 2016)
2. Faktor-Faktor Terjadinya Karies Pada Anak

Secara umum, multifaktorial karies terdiri dari host, substrat, mikroorganisme, dan waktu.
(Manton, et al., 2013)

Tabel 2.1 Kesimpulan Dasar untuk Terjadinya Karies (Tarigan, 2016)


Karies pada gigi sulung sering menyerang gigi molar rahang bawah, gigi molar rahang atas, dan
gigi anterior rahang atas. Pada masa periode gigi bercampur karies gigi sering menyerang pada
gigi molar permanen rahang bawah dibandingkan dengan gigi rahang atas. Anak usia prasekolah
merupakan salah satu kelompok yang paling rentan terhadap penyakit gigi dan mulut karena
umumnya masih mempunyai perilaku atau kebiasaan diri yang kurang menunjang terhadap
kesehatan gigi. (Mustika, 2014)

Ditambah lagi pada anak-anak, mereka suka sekali makan-makanan manis dan lengket dan tidak
diajarkan bagaimana menyikat gigi yang benar oleh orang tuanya. Hal ini, tentu berdampak
buruk pada kesehatan gigi dan mulut si anak.

3. Klasifikasi Karies

Menurut G.V. Black


G.V. Black mengklasifikasikan kavitas atas 5 bagian dan diberi tanda dengan nomor Romawi,
dimana kavitas diklasifikasi berdasarkan permukaan gigi yang terkena karies. Pembagian
tersebut adalah:
a. Kelas I Karies yang terdapat pada bagian oklusal (ceruk dan fisura) dari gigi premolar dan
molar (gigi posterior) Dapat juga terdapat pada gigi anterior di foramen caecum (ceruk kecil).
b. Kelas II Karies yang terdapat pada bagian aproksimal (bagian gigi-geligi yang berdekatan satu
sama lain) gigi-gigi molar atau premolar, yang umumnya meluas sampai ke bagian oklusal.
c. Kelas III Karies yang terdapat pada bagian aproksimal dari gigi depan, tetapi belum mencapai
margo-insisalis (belum mencapai sepertiga insisal gigi).
d. Kelas IV Karies yang terdapat pada bagian aproksimal dari gigi-geligi depan dan sudah
mencapai mango-insisalis (telah mencapai sepertiga insisal dari gigi)
e. Kelas V Karies yang terdapat pada bagian sepertiga leher dari gigi-geligi depan maupun gigi
belakang pada permukaan labial, lingual, palatal, ataupun bukal dari gigi.
f. Kelas VI (Simon) Karies yang terdapat pada tepi insisal dan tonjol oklusal pada gigi belakang
yang disebabkan oleh abrasi (keausan pada gigi yang disebabkan selain dari pengunyahan
normal seperti menggigit kuku), atrisi (keadaan fisiologis pada pengunyahan), atau erosi
(keausan gigi yang disebabkan oleh proses kimia) (Tarigan, 2016)
Gambar 3.1 Klasifikasi Karies G.V. Black

Menurut ICDAS

ICDAS (International Caries Detection and Assessment System) adalah sistem untuk mendeteksi karies
berdasarkan:

1. Tahapan proses karies


2. Topografi (pit dan fissure atau permukaan halus)
3. Anatomi (mahkota dan akar)
4. Status restorasi atau sealant Juga sebagai penilai karies melalui:

1. Tahapan (belum terbentuk kavitas/telah terbentuk kavitas)


2. Aktivitasnya (aktif/terhenti)

Klasifikasi karies:

D1 = terlihat lesi putih pada permukaan gigi saat kering


D2 = terlihat lesi putih pada permukaan gigi saat kering
D3 = karies mencapai email
D4 = karies hampir menyerang dentin (mencapai DEJ)
D5 = karies menyerang dentin
D6 = karies menyerang pulpa
4. Perawatan Karies pada Anak

Rutin untuk ke dokter gigi menjadi hal yang utama dalam penanganan karies, karena agar kavitas
tidak menyebar dan semakin dalam pada bagian gigi.

Sebagai dokter gigi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan perawatan
karies pada anak. Perawatan dapat dilakukan berdasarkan kelas kariesnya.
a. Kelas I pada gigi molar susu
- Jelaskan dan tunjukkan kepada anak (dan orang tua) apa yang dokter gigi coba lakukan.
- Anestesi lokal jika diperlukan
- Pada kavitas yang kecil perlu dilakukan pembukaan dan ini kebanyakan dapat dengan mudah
dikerjakan menggunakan henpis (penyemprot udara) putaran tinggi dan bur berbentuk pir.
Outline (perluasan preparasi kavitas) kemudian dapat dibentuk dan karies dibuang.
- Pada kavitas yang besar, ekskavator atau bur bulat yang lebih besar diperlukan untuk memulai
pembuangan karies dari dinding kavitas. Bila ada email yang menggaung harus dipotong
semuanya.
- Bila karies dalam, hentikan preparasi dan periksa kembali apakah diperlukan pulpotomi. -
Periksa retensi dan dinding, seharusnya bebas karies.
- Bersihkan dan keringkan kavitas.
- Lapisi dasarnya dengan kalsium hidroksida yang keras bila digunakan amalgam.
- Letakkan amalgam selapis demi selapis. Ionomer kaca atau komposit juga dapat digunakan.
- Periksa oklusi.
- Ini merupakan kesempatan yang baik untuk memperkuat saran pencegahan tetapi tetap berikan
secara singkat
- Puji anak dan jangan lupa berikan stiker/lencana/sikat gigi sebagai hadiah.
Gambar 4.1 Potongan Melintang Restorasi Kelas I (Mitchell dkk., 2016)
b. Kelas II gigi molar susu-amalgam
- Ikuti langkah-langkah untuk kavitas oklusal kecil.
- Bila kavitas oklusal (kunci), yang digunakan untuk mempertahankan restorasi dan
menghilangkan karies oklusal, sudah selesai dibuat, perluas sampai ke permukaan aproksimal.
- Buat dasar boks (untuk memberi jalan masuk dalam pembuangan karies), perhatikan agar tidak
melebihi kontur bulat gigi.
- Patahkan bagian email aproksimal yang tersisa dengan instrumen manual.
- Sempurnakan preparasi boks mengikuti kontur luar gigi.
- Buang semua karies. Bila terbuka, lakukan perawatan pulpa.
- Periksa retensi.
- Bila menggunakan amalgam, tempatkan pelapik dasar yang keras; bila menggunakan bahan
adhesif, tidak diperlukan bahan pelapik.
- Pasang pita matriks yang kecil beserta wedge.
- Taruh bahan tambal dan bentuk/ukir dengan matriks masih terdapat di tempatnya. Lakukan
pengerasan dengan disinar bila perlu.
- Periksa oklusi.

Gambar 4.2 Potongan Melintang Restorasi Kelas II (Mitchell dkk., 2016)


c. Kelas III, IV, dan V pada gigi susu

Karies pada gigi insisif dan kaninus susu terlihat lebih jarang dibandingkan gigi molar dan
karenanya merupakan indikator dari tingkat karies yang tinggi. Penanganan yang dilakukan
bertujuan untuk mengurangi rasa sakit dan pencegahan. Estetika kurang begitu penting. Pilihan
perawatan mencakup: - Pencabutan
- Pengolesan natrium fluoride 2% dan observasi. Terpengaruh bila karies berlanjut.
- Pengasahan dengan disk (lebih aman menggunakan bur fissure rata No.1, dibanding disk)
ditambah fluoridasi topikal.
- Restorasi: biasanya jaringan keras yang ada tidak cukup untuk retensi, karenanya bahan adhesif
lebih dipilih.
a. Restorasi Kelas III Teknik serupa seperti yang digunakan pada gigi insisif permanen, hanya
tanpa alur retensi insisal.
b. Restorasi Kelas IV Bila restorasi diperlukan, komposit dengan kekuatan lebih tinggi
merupakan pilihan. Mahkota (strip) polikarboksilat dianjurkan oleh beberapa pedodontis untuk
anak yang bermotivasi tinggi.
c. Restoras Kelas V Buang karies dengan bur inverted cone dan restorasi dengan ionomer kaca.
(Mitchell dkk., 2016)

Gambar 4.3 Bur Inverted Cone (Sumber:


http://www.timberlywoodturning.co.nz/products/Inverted-Cone--series-1%7B47%7D16-Shank--
Power-Carving-Burs-.html)

5. Pencegahan Karies pada Anak

Orang tua berperan penting dalam menjaga kebersihan gigi dan mulut anak. Orang tua dapat
mengurangi risiko terjadinya karies gigi dengan melakukan cara pencegahan karies dengan
berkumur dengan air bersih setelah minum susu maupun makan makanan yang manis dan
menggosok gigi untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut. Orang tua juga harus membiasakan
anaknya memeriksakan gigi mereka ke dokter gigi 2 kali dalam 1 tahun. (Winda dkk., 2015)

Selain itu juga dapat dilakukan dengan modifikasi diet gula pada anak mengenai pemberian
makan manis, lunak dan lengket yaitu dengan pengendalian asupan gula yang tinggi,
memperbanyak makanan yang berserat, menghindari makanan lunak dan lengket seperti cokelat
agar tidak terjadi karies gigi serta menghindari pemberian susu formula maupun ASI pada waktu
tidur siang atau malam dalam jangka waktu yang lama agar tidak terjadi karies. (Winda dkk.,
2015)

Pemberian fluoride juga dapat dilakukan. Tujuan utama diberikan fluoride (pasta gigi, bilasan,
gel dan fluoridasi air masyarakat) adalah efek topikal pada permukaan enamel. Bahkan
konsentrasi rendah fluoride dalam mikro-lingkungan di sekitar gigi menghambat demineralisasi
dan mendukung remineralisasi permukaan gigi. Penggabungan fluoride (sebagai fluoroapatit) ke
dalam email akan berkurang kelarutannya (dan meningkatkan ketahanan terhadap karies).
(Manton, et al., 2013)

Pada tahun-tahun prasekolah, dan pada awal gigi campuran, permukaan interproksimal dari
molar susu menjadi lebih berisiko karies. Orang tua dapat menunjukkan kepada anak tentang
cara menggunakan dental floss pada area tersebut ketika gigi menandakan adanya demineralisasi.
(Manton, et al., 2013)

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Karies gigi adalah penyakit jaringan keras gigi yang ditandai dengan kerusakan jaringan, dimulai
dari permukaan gigi (ceruk, fisura, dan daerah interproksimal) meluas ke arah pulpa. (Tarigan,
2016)

Karies dapat dialami oleh siapa saja termasuk anak-anak. Kurangnya pengawasan orang tua
dalam mendidik anaknya tentang kebersihan gigi dan mulut menjadi faktor utama terjadinya
karie pada anak. Jika karies sudah terlanjur terjadi maka segera bawa anak ke dokter gigi untuk
mendapatkan perawatan. Pencegahan seperti menggosok gigi, menggunakan dental floss, peiksa
ke dokter gigi minimal dua kali dalam setahun, dan penggunaan fluor dapat dilakukan untuk
menurunkan risiko karies pada anak.

REFERENSI

Manton, D. J. dan Linda Hayes-Cameron. Dental Caries on Handbook of Pediatric Dentistry


Fourth Edition. Australia: Mosby Elsevier

Mitchell, L., David A. M., dan Lorna McCaul. 2016. Kedokteran Gigi Klinik (Semua Bidang
Kedokteran Gigi) Edisi 5. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Mustika, M. D., Amy N. C., dan Cholil. 2014. Insidensi Karies Gigi pada Anak Usia Prasekolah
di TK Merah Mandiangin Martapura Periode 2012-2013. Banjarmasin: Dentino Jurnal
Kedokteran Gigi Vol. 2, No 2 September 2014

Rahmawati, N. A. M., Ketut S., dan Setyabudi. 2016. Perbandingan Karies Servikal Berdasarkan
Usia dan Jenis Kelamin di UPF Konservasi Gigi RSGM FKG Unair Bulan Agustus – November
2015. Surabaya: Conservative Dentistry Journal Vol.6, No.1 Januari-Juni 2016

Tarigan, Rasinta. 2016. Karies Gigi Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Widayati, Nur. 2014. Faktor yang Berhubungan dengan Karies Gigi pada Anak Usia 4–6 Tahun.
Surabaya: Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 2, No. 2 Mei 2014
Winda, S. U., Paulina G., dan Dinar A. W. 2015. Gambaran Karies Rampan pada Siswa
Pendidikan Anak Usia Dini di Desa Pineleng II Indah. Manado: Jurnal e-GiGi (eG), Vol. 3, No.
1 Januari-Juni 2015

Harald O. Heymann, Edward J. Swift, Andre V. Ritter. Sturdevant’s Art and Science of
Operative Dentistry. 6th Edition. St. Louis. Elsevier. 2013. P.94

Anda mungkin juga menyukai